Pukul sebelas pagi keesokan harinya, Kiara dan Livia sudah berada di sebuah mal di Surabaya yang akan dijadikan tempat jumpa fans sekaligus untuk mempromosikan film terbaru Kiara yang berjudul " Lost in Bali".
Pukul satu siang, lobi utama mal itu sudah dipenuhi para penggemar pemeran film "Lost in Bali." panggung berukuran sedang dibangun sebagai tempat para artis beraksi, sedangkan penonton berada di depan panggung. Para penonton itu duduk lesehan dengan tertib.
Kiara sudah bertemu Kafka, tetapi dia sengaja tak mau bertemu pandang dan tak mau bicara. Kiara sengaja mengobrol dengan artis lainnya. Dia sama sekali tak mau menegur Kafka. Kafka mencoba sekali menyapa Kiara, tetapi Kiara mengabaikannya, setelah itu, Kafka pun juga tidak bicara sepatah kata pun pada Kiara.
Host mulai naik ke panggung dan penonton pun mulai berteriak-teriak tak sabar ingin segera melihat artis-artis idola mereka. Hingga akhirnya host memanggil para artis yang ikut bermain di film "L
Selamat baca terus :) Salam, Arumi
Para penonton yang mendengar kata-kata Kiara itu hanya melongo. Kiara mengangguk-angguk dan tersenyum. Dia menyadari penonton yang datang hari ini dilihat dari penampilannya sepertinya masih remaja usia belasan. Mereka belum bisa membedakan hidup di film tidak sama di dunia nyata. "Jadi sudah mengerti kan ya?" tanya Kiara. Para penonton masih diam hanya menatap Kiara. "Tapi nggak usah khawatir. Di film, kami berakting maksimal memerankan tokoh utama sepasang kekasih. Jadi di film, berasa aura romantisnya dan chemistry kami kuat banget. Tapi itu cuma di film ya," lanjut Kiara. "Tapi waktu di Bali kok Kak Kiara dan Kak Kafka pelukan?" tanya seorang penonton lagi yang membuat Kiara terkejut. "Oh, itu ... cuma akting. Ingat ya, itu cuma akting. Jangan percaya berita online karena banyak yang nggak benar. Oke? Jadi sekarang, seperti tadi, dari penonton yang berani aja nih yang nunjukin aktingnya bersama para artis-artis yang cantik-cantik dan gante
Malam ini Kiara menikmati kebersamaannya dengan ayah dan ibunya. Dia menceritakan banyak hal, tentu hanya yang menyenangkan saja. Dia tidak mau menceritakan ada apa sebenarnya antara dia dan Alaric. "Ra, apa Ayah boleh video call sama Nak Alaric?" Pertanyaan ayahnya yang tiba-tiba itu mengejutkan Kiara. Seketika jantungnya berdebar. "Mm, kalau aku sih tentu saja boleh, Yah. Tapi, aku nggak tahu, Mas Alaric sekarang sedang sibuk atau nggak. Maklum, Yah. Di dunia film itu jam kerjanya nggak menentu. Kadang mereka bisa meeting jam sebelas malam. Kiara tanyain dulu ke Mas Alaric ya, Yah," jawab Kiara. "Iya, tanyain saja dulu. Kalau memang sedang sibuk, ya nggak usah. Nanti juga kan bakal ketemu," kata ayahnya. "Memangnya Ayah mau ngomong apa sih sama Mas Alaric?" tanya Kiara sambil mengirim pesan ke Alaric menanyakan apakah ayahnya boleh menelepon Alaric lewat video call. Kiara tak terlalu berharap Alaric akan mau memenuhi permintaan ayahnya
"Nak Alaric kerjanya jangan terlalu diforsir. Makan yang cukup, istriahat juga yang cukup. Kerjanya nggak dua puluh empat jam, kan?" Kali ini ibu Kiara ikut bicara. "Iya, Bu. Saya atur jadwal tidur. Kalau saya tidurnya telat lewat tengah malam, saya usahakan dibayar dengan tidur siang. Olahraga rutin treadmil tiap hari sesempatnya jam berapa. Semoga saya dan Kiara selalu sehat. Mohon doanya ya, Ayah, Ibu," jawab Alaric. "Iya, pasti kami doakan," kata ibu Kiara Lalu dia menoleh ke Kiara. "Ra, ayo sini ikut ngobrol dong sama calon suamimu," panggil ibunya. Kiara mendekat dengan langkah ragu. Tetapi akhirnya dia memunculkan wajahnya di samping wajah ibunya. "Hai, Mas. Jangan lupa makan ya. Pakai sayur. Makan buah juga supaya sehat," ucap Kiara sambil tersenyum pada Alaric. Dia tak menyangka akan merasa berdebar-debar seperti ini. Alaric balas tersenyum. "Iya, terima kasih sudah diingatkan," jawab Alaric. Kiara me
Hari ketiga di Surabaya. Kiara berencana akan ikut kakaknya untuk mengecek persiapan acara pernikahannya. Di tengah kegalauannya Alaric masih tak mau mengobrol dengannya seperti dulu, Kiara tetap harus yakin pernikahannya dengan Alaric akan benar-benar berlangsung. "Pertama-tama, kita ke bagian dekorasi. Mereka sudah mendesain dekorasi saat akad nikah dan resepsi sesuai keinginanmu. Nanti kita cek, apa benar sudah sesuai dengan yang kamu minta. Kalau ada yang kamu belum sreg, masih sempat diganti dengan desain baru," kata Tiara yang sudah datang ke rumah ibu mereka sejak pukul sembilan pagi. Tiara membawa dua anaknya, Aldian dan Sherli yang akan ditinggal di rumah ibu mereka dan diasuh oleh ibu mereka sementara Tiara mengantar Kiara ke beberapa tempat untuk urusan pernikahannya. "Yuk, kita berangkat sekarang. Karena ada beberapa tempat nih yang harus kita datengi. Dan jam tiga sore harus sudah selesai, aku harus sudah pulang. Anak-anak harus sudah ada di ruma
Kiara dengan ditemani Tiara sudah ke tempat yang akan mendekorasi acara akad nikah dan resepsi pernikahan Kiara dan Alaric. Kiara cukup puas dengan hasil dekorasi mereka. Dia hanya menambahkan satu atau dua poin lagi, seperti misalnya dia ingin bunga berwarna putih saat akad nikah dan bunga berwarna merah saat acara resepsi. Setelah membahas dekorasi, Tiara mengantar Kiara ke tempat selanjutnya, yaitu pengusaha katering yang akan menyediakan hidangan untuk pernikahan Kiara dan Alaric baik saat akad mau pun saat resepsi. Karena Tiara sudah memberi tahu pihak katering sejak kemarin, mereka pun bisa menyiapkan beberapa contoh menu yang bisa dicoba Kiara. Tidak semua dibuatkan contoh masakannya, hanya beberapa saja hidangan penting. Kiara cukup puas. Masakan-masakan itu enak, sesuai dengan harganya. Mereka pun tidak lama berada di situ. Selanjutnya Tiara mengantar Kiara ke toko bakeri yang mendapat tugas menyiapkan kue pernikahan untuk Kiara dan Alaric. Beg
"Hai, apakah semuanya sudah beres?" Suara itu seketika membuat Kiara terperanjat. Dia sangat mengenal suara itu. Bergegas dia menoleh, matanya membelalak. "Mas Alaric? Kok bisa ada di sini? Sejak kapan di sini? Kok nggak bilang-bilang? Kenapa nggak ngasih tahu kalau kamu ke Surabaya? Siapa yang ngasih tahu kamu aku ada di sini?" Kiara langsung memberondong sosok yang mengejutkannya itu yang ternyata Alaric itu. "Bisa diulang lagi pertanyaannya satu per satu? Aku nggak ingat tadi kamu nanya apa saja," sahut Alaric. Kiara menepuk dada kekasihnya itu pelan karena gemas. "Jangan bercanda!" ujar Kiara sambil memelotot. "Aku nggak bercanda. Aku beneran nggak ingat tadi pertanyaann kamu apa saja," sahut Alaric. Kiara menghela napas. "Oke, pertama, aku nanya, kenapa Mas Aric bisa ada di sini? Sejak kapan ada di sini?" tanya Kiara. "Oke, aku jawab yang dua itu dulu. Aku sudah di Surabaya sejak semalam. Aku
"Kamu tadi kenapa, Sayang?" tanya Alaric akhirnya setelah dia merasa sudah cukup lama Kiara menangis di dadanya. Kiara mengangkat kepalanya dari dada Alaric. Wajahnya masih basah tadi hanya sedikit, sebagian besar air matanya sudah tertumpah ke baju Alaric. "Tadi itu aku sedih banget, Tahu nggak? Aku takut ... takut kita nggak jadi ...." Kata-kata Kiara terputus oleh telunjuk Alaric yang tiba-tiba menempel di bibirnya. "Ssst! Jangan ngomong begitu dan jangan pernah berpikir seperti itu sedikit pun. Pasti jadi. Nggak selalu memegang teguh komitmen yang sudah aku ucapkan. Aku sudah melamar kamu, Ra. Nggak mungkin aku batalkan. Lagipula, aku memang selalu cinta sama kamu kok," kata Alaric memotong ucapan Kiara tadi. "Tapi, kenapa kemarin-kemarin Mas Alaric diemin aku? Jawb pesan cuma pendek-pendek. Malah sering nggak dibalas. Ditelpon nggak pernah diangkat," tanya Kiara. "Aku kan sudah bilang saat di Bali. Aku butuh waktu untuk mere
"Nah, jadi sekarang kalian sudah baikan, kan?" tanya Tiara yang sejak tadi masih menyaksikan proses baikan pasangan calon suami istri Kiara dan Alaric. Kiara menoleh ke Tiara, lalu tersenyum dan mengangguk. "Semua sudah beres, kan, Mbak? Kita nggak perku mampir ke mana-mana lagi?" tanya Kiara. Tiara menggeleng. "Kalau urusan persiapan pernikahanmu dan Alaric sudah beres. Seminggu sebelum hari H aku akan ke sini lagi untuk konfirmasi. Kalian juga kalau bisa sudah ada di Surabaya. Sambil liburan lah," jawab Tiara. "Iya, Mbak. Kami akan datang beberapa hari sebelum hari H. Ya sudah, kita pulang ke rumah ibu sekarang," ajak Kiara. Lalu dia menggandeng Alaric berjalan ke arah luar. Tiara mengikuti mereka. Di meja resepsionis, Alaric mengambil sebuah parcel berisi buah-buahan. Ternyata sebelum ke sini, Alaric membelinya sebagai oleh-oleh untuk ayah dan ibu Kiara. Dan tadi dia titipkan ke resepsionis karena Alaric tidak membawa mobil. Dia naik
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat