Kiara merasa nasibnya benar-benar dipermainkan. Namun terpikir olehnya Kafka sudah memata-matainya, hingga artis yang menurutnya menyebalkan itu bisa tahu Kiara belajar akting di tempat ini. Kiara menduga Kafka sengaja ikut kelas ini karena tahu Kiara juga belajar akting di kampus seni lagi.
Kiara yakin, bukan hanya kebetulan Kafka juga belajar akting di sini. Tapi Kiara bertekad tak ingin menyerah. Dia tak akan mundur dari belajar di sini hanya karena ada Kafka. Kiara tetap akan belajar akting di sini. Dia tidak mau kalah dari Kafka.
Kelas akting hari itu berjalan lancar. Kiara mencoba untuk mengenyahkan rasa egois dan berlatih profesional. Sebenci apa pun dia pada Kafka, saat kelas berlangsung dia berusaha tetap bersikap netral. Karena setiap murid di kelas itu yang hanya berjumlah lima belas orang harus saling berinteraksi. Kiara tidak bisa memilih untuk tidak beradu dialog dengan Kafka ketika giliran mereka tiba.
Sampai ketika kelas berakhir, barulah Kiar
Hai, lanjut lagi ya bacanya. Salam, Arumi
"Kita ke mobil deh, kita langsung pulang," ajak Kiara sambil berjalan ke parkiran mobil diikuti Livia. "Kamu tadi lihat Kafka di sekitar sini nggak?" tanya Kiara pada Livia setelah mereka berada di dalam mobil. Kiara dan Livia duduk di bagian tengah, sementara pak sopir yang menyetir. "Kayaknya nggak. Memangnya tadi ada Kafka?" Livia balik bertanya setelah menjawab singkat pertanyaan Kiara. "Berarti tadi kamu nggak merhatiin sekitar kamu. pasti nunggu aku sambil lihat-lihat internet ya?" tebak Kiara. "Tugasku kan memang harus ngecek info terbaru apa yang ada di berita online dan medsos. jadi, tadi kamu lihat Kafka ada di kampus itu?" sahut Livia. "Aku bukan cuma lihat. Tapi Kafka ikut latihan teater juga di kelas yang sama denganku! Kelewatan, kan? Dia nggak ngaku kalau sengaja ngikutin aku. Katanya memang dia mau meningkatkan kemampuan aktingnya dan kampus IKJ tempat terbaik buat belajar teater. Tapi aku nggak percaya sama alasannya i
"Ssst, sabar, Ra. Aku kan cuma ngingetin," sahut Livia berusaha meredakan kekesalan Kiara. "Habisnya, kata-kata kamu tadi nyebelin banget, Liv. Aku nggak mau dengar hal kayak gitu!" ucap Kiara masih bernada sebal. "Aku kan cuma ngingetin, Ra," sahut Livia lagi membela diri. Kiara mendekatkan wajahnya ke wajah Livia dan menatap Livia serius. "Aku sangat mencintai Alaric. Cuma Alaric yang di mataku paling keren, paling cerdas, paling paling segalanya. Aku nggak akan tertarik sama yang lain," ucap Kiara masih dengan suara tegas. "Syukurlah kalau memang begitu. Aku juga suka dan mendukung banget kok kamu sama Alaric. Alaric memang cowok berkualitas tinggi dan sudah etruji kesetiaannya. Buktinya dia tetap mau dampingi kamu menjelaskan kasus kamu kemarin dan dia percaya kamu dan tetap sayang kamu walau pun ada kejadian itu," sahut Livia lagi. Kiara menghela napas. Dia kembali merebahkan kepalanya di sandaran kursi. lalu sepanjang sisa perjal
Alaric datang ke apartemen Kiara pukul tujuh lewat sepuluh menit. Livia menyapa dan mengobrol sebentar dengan Alaric, hingga dua puluh menit kemudian dia permisi masuk ke kamarnya dan berencana tak akan keluar kecuali perlu mengambil minuman atau makanan di pantri dan kulkas. Tanpa diminta, Livia paham dia harus membiarkan Kiara dan Alaric mengobrol berdua saja. Livia punya banyak kegiatan di kamarnya yang bisa dia kerjakan hingga baginya tak akan terasa jika dia hanya di kamar saja. Apartemen Kiara ini cukup luas. Dengan ruang tamu kecil di bagian paling depan, lalu ada ruang tengah yang luas dengan satu set sofa dan TV besar, lalu ada ruang makan dan dapur bersih berukuran sedang yang biasa mereka sebut pantri. Ada satu kamar mandi di dekat dapur, dan satu kamar mandi lagi di kamar tidur utama yang paling luas dan menjadi kamar tidur Kiara. Satu kamar lagi berukuran kecil tanpa kamar mandi di dalam kamar menjadi kamar Livia. Kedua kamar itu masing-mas
Kiara tersenyum mendengar pertanyaan Alaric itu. "Kamu sudah tahu kan, Mas, aku ini nggak hobi masak seperti Mbak Tiara. Karena memasak itu butuh waktu lama. Aku nggak punya waktu masak beragam makanan. Jadi, yah, semua makanan ini aku pesan di katering makanan sehat langgananku. Rasanya enak banget lho, tapi tetap sehat," jawab Kiara. Alaric balas tersenyum. "Nggak apa-apa, Sayang. Aku ngerti dan kamu benar, memasak itu memang butuh waktu lama. Tapi nanti kalau kita sudah menikah, aku rasa kita perlu memanfaatkan waktu libur misalnya di hari Minggu, untuk memasak berdua. Aku yakin, itu pasti menyenangkan, dan saat kita makan hasil masakan kita, rasanya pasti bakal luar biasa," kata Alaric. "Oh, kalau memasak berdua, aku bakal semangat, karena segala hal yang dilakukan berdua, pasti bakal nggak terasa lama dan hasilnya bakal lebih enak," sahut Kiara, lalu tersenyum geli. "Benar banget, Sayang," balas Alaric. "Yuk kita mulai makannya. A
"Apa dia stalking kamu? Ngikutin kamu terus? Apa dia punya rencana mau ngerebut kamu dari aku?" Kiara terbelalak mendengar rentetan pertanyaan Alaric itu. Terutama kalimat yang terakhir sangat mengejutkannya. Kiara tersenyum dan mengelus-elus lengan Alaric berusaha menenangkan kekasihnya itu. "Nggak, aku rasa dia bukan pengin ngerebut aku. Dia itu sombongnya bukan main, mengira semua cewek di dunia ini pasti mau sama dia. Aku nggak yakin dia pernah tulus mencintai seseorang. Kalau dia memacari seorang cewek, paling cuma buat buktiin kalau dia bisa bikin cewek itu bertekuk lutut sama dia," kata Kiara. Ucapan Kiara itu tetap tidak bisa membuat Alaric menjadi tenang. "Tapi tetap saja aku nggak tenang kalau dia ada di tempat yang sama denganmu. Berapa lama kamu akan kursus teater itu? Apa kamu nggak bisa pindah belajar di tempat lain? Aku rasa aku bisa nyari aktor atau aktris senior yang biasa berakting di teater yang mau mengajarkan akting
"Tapi, mungkin kamu nggak bisa langsung secepatnya belajar dari dia. Pertama, aku harus nanya dulu apa dia mau, lalu harus nyari jadwal yang cocok antara kamu dan dia. Nah, sementara menunggu proses itu, kamu akan tetap latihan akting di IKJ atau langsung berhenti saja?" tanya Alaric melanjutkan lagi pembahasannya dengan Kiara mengenai pelajaran akting yangs edang dijalani Kiara. Kiara tak langsung menjawab. Dia berpikir sejenak. "Daripada nanti aku berhenti di tengah jalan, lebih baik aku sudah berhenti sejak sekarang. Tapi kalau nanti ternyata Bu Christine Hakim nggak mau ngajarin aku akting gimana? Jadinya aku belajar sama siapa?" tanya Kiara khawatir. "Kita cari aktor atau aktris lainnya. Ada banyak kok. Tapi memang harus dicari yang bisa mengajar juga," jawab Alaric. "Tapi gimana kalau nggak ada juga?" Kiara masih kahawatir. "Nggak usah berandai-andai yang negatif, jangan pesimis. Optimis dong. Kalau aku punya feeling, Bu Christine Hakim
Kiara merasa benar-benar beruntung saat akhirnya Christine Hakim, aktris senior kawakan yang sangat terkenal di Indonesia mau memberikan kursus privat akting untuk Kiara. Karena berlatih akting lebih enak jika ada partner aktingnya, Kiara pun mengajak tiga aktor aktris yang paling dekat dengannya untuk kursus akting juga. Mereka pun dengan antusias mau belajar langsung dari Christine Hakim. Salah satu yang diajak Kiara adalah Oliver Antolin. Kiara memang lebih respect pada Oliver dibanding Kafka. Karena Oliver walau pun senang tebar pesona juga, tapi sikapnya lebih sopan dibanding Kafka. Dan Oliver menyampaikan gombalannya dengan cara humor, sehingga menjadi lucu dan suasana pun mencair. Selain Oliver, Kiara mengajak dua pemain baru yang sebelumnya aktif bermain sinetron tetapi kini sudah memulai karir mereka di film layar lebar. Yang perempuan bernama Shasha Carmelia, gadis berusia dua puluh tahun yang sudah beberapa kali bermain film layar lebar
Rumah Bu Christine Hakim tampak asri dengan halaman luas yang tertata apik. Kiara dan Livia tiba lebih dulu dan disambut oleh asisten rumah tangga yang masih muda berusia sekitar dua puluhan tahun. Keduanya langsung diantar masuk ke sebuah ruang dengan jendela lebar dan pintu lebar menghadap halaman belakang yang tak kalah asri dengan halaman depan. Ruang kosong berukuran panjang delapan meter dan lebar delapan meter itu sepertinya memang digunakan tuan rumah sebagai ruang serba guna. Ruang itu berisi beberapa kursi, dua meja bundar, dan bagian luas yang dibiarkan kosong tanpa perabot beralas karpet berwarna merah marun. Kiara dan Livia duduk di salah satu kursi. Tak lama datang Oliver. "Hei, artis terkenal Kiara Almira! Sudah lama banget nih kita nggak ketemu dan kerja bareng," sapa Oliver begitu masuk ke ruang itu dan melihat Kiara. "Oliver. Kamu sendiri sekarang makin terkenal. Bagaimana dengan sinetron strippingmu yang banyak pen
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat