Bukan hanya Sean yang merasa terkejut, Evelyn yang tahu betul siapa kedua orang itu pun seketika terkesiap, matanya tak henti memandang ke arah sepasang suami istri yang baru saja datang itu."Kenapa mereka ada di sini? Aku benar-benar benci melihat dua orang itu," bisik Evelyn yang napasnya tak beraturan saking kesal."Aku tidak tahu, tapi lebih baik kita lihat saja apa tujuan mereka datang kemari," timpal Sean.Evelyn mengangguk tanda setuju. Ia benar-benar muak melihat adik kandung Helen yang sudah menguasai perusahaan sang ayah."Halo, Evelyn selamat atas pernikahanmu. Siapa sangka ternyata kini kamu menjadi jauh di atasku," ledek David, adik Helen."Ya, seperti yang kamu lihat, setidaknya aku bisa menikah dengan orang yang jauh lebih kaya dari keluarga Winston," sindir Evelyn yang terus tertawa meledek.David yang semula hendak menjatuhkan mental Evelyn itu dibuat terkejut saat perempuan itu malah balik menjatuhkannya. Ternyata Evelyn Winston yang ada di hadapannya kini tidak sepe
Bukannya mendengarkan Evelyn, Sean malah terus memeluk sang istri dengan begitu erat. Namun, ia merasa aneh dengan ekspresi Evelyn yang terus terlihat panik."Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Sean sambil mengusap bahu Evelyn."Ada Kelvin," bisik Evelyn yang sepertinya menahan malu.Sean terkejut, matanya langsung mengitari sekeliling, berusaha mencari keberadaan sang anak yang menurut Evelyn ada di kamar itu."Di mana?" tanya Sean sambil mengerutkan alis.Saat itu juga, Evelyn menunjuk ke belakang di mana ada Kelvin sedang berbaring. Sean yang penasaran langsung beranjak, dan mencari keberadaan sang anak."Key? Kenapa ada di sini?" tanya Sean yang terkejut saat melihat Kelvin ternyata sedang membuka mata."Key tahu Ayah dan Ibu sedang main rahasia. Key pura-pura tidur karena ingin tahu," oceh Kelvin.Sean membelalak tak menyangka jika sang anak sampai berpikir sejauh itu."Ayah dan Ibu hanya ingin membicarakan sesuatu yang anak kecil tidak boleh tahu," balas Sean yang berus
Evelyn segera mandi dan berganti pakaian. Meski kepalanya masih terasa pusing akibat belum tidur sejak semalam, ia tetap memaksakan diri untuk pergi ke tempat di mana dirinya telah membuat janji dengan Samuel.Sebelum pergi Evelyn menyempatkan diri untuk mengecup Kelvin dan juga Sean yang masih tidur dengan nyenyak. Setelahnya baru ia pergi bersama dengan Lukas yang kebetulan hendak pergi ke arah yang sama juga."Apa perlu aku temani?" tanya Lukas yang merasa khawatir, takutnya jika Evelyn tidak terlalu paham dan berakhir ditipu oleh orang lain."Kebetulan, aku memang butuh seseorang yang sedikit mengerti tentang bisnis," jawab Evelyn yang sebelumnya tidak berniat mengajak Lukas."Kenapa tidak ajak Pak Sean saja?" tanya Lukas sambil menyalakan mobil."Dia baru saja tidur. Aku tidak ingin mengganggunya," jawab Evelyn sambil menghela napas dalam, karena sejak awal pun ia sudah berniat untuk mengajak Sean bertemu dengan Samuel."Baru saja tidur?" Lukas menoleh sekilas sambil mengernyitka
"Menurut ramalan cuaca, besok adalah pagi yang cerah, sepertinya cocok untuk berkunjung," celetuk Lukas.Evelyn menatap Lukas sambil mengerutkan alis, heran karena pria itu tiba-tiba mengatakan hal yang mengejutkan."Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?" bisik Evelyn yang merasa jika Lukas sudah gegabah."Kita bahas nanti saja di rumah," balas Lukas seraya berbisik.Pada akhirnya Evelyn pun berujung dengan mengiyakan ajakan Daren untuk berkunjung ke rumah."Aku benar-benar menunggu kedatanganmu, Evelyn. Kamarmu masih belum berubah, aku sengaja menjaganya agar tetap seperti dulu," ujar Daren yang terlihat begitu kegirangan.Evelyn hanya tersenyum. Mendengar kata-kata Daren malah membuat dadanya terasa sesak karena teringat kembali semua kenangan pahit di rumah itu.Saat sedang berbincang, ponsel Daren mendadak berdering. Dari wajahnya terlihat sekali jika itu adalah panggilan penting dari seseorang."Ah sebentar ya, aku angkat telepon dulu." Darena segera beranjak dari tempat duduknya
Awalnya Evelyn enggan untuk membuat isi pesan tersebut, sampai saat itu muncul notifikasi yang menunjukan jika si pengirim pesan telah mengirimkan foto.Segera Evelyn membuka pesan itu dan mengunduh foto yang baru saja masuk."Ayah?" Evelyn mengerutkan alis sedikit tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.Bukan hanya Evelyn, Sean pun sedikit merasa heran saat melihat istrinya yang terlihat begitu serius memandangi layar ponsel."Ada apa dengan ayahmu?" tanya Sean yang ikut memandangi ponsel Evelyn.Saat itu terlihat ada tiga buah foto ayah Evelyn yang terlihat sedang duduk di kursi roda, lalu isi pesan tersebut salah satunya adalah sebuah video di mana sang ayah terlihat memanggil nama Evelyn dengan tatapan kosongnya.Tanpa sadar Evelyn meneteskan air mata tidak menyangka jika kondisi ayahnya kini jauh lebih baik meski belum benar-benar pulih sempurna."Apa kamu ingin menjenguk ayahmu?* Sean merasakan apa yang Evelyn rasakan, kesedihan saat melihat seseorang yang sangat disayang
Evelyn dan Sean segera menoleh ke arah sumber suara, yang mana ternyata saat itu sedang ada Jennifer di depan Helen."Cepat ganti pakaianmu! Jangan sampai ada keributan di rumah ini," bisik Helen pada Jennifer yang saat itu mengenakan pakaian seksi."Kenapa Ibu menjadi begitu takut pada Evelyn? Aku berbuat seperti ini agar Sean tertarik padaku dan meninggalkan perempuan menyebalkan itu," bisik Jennifer yang samar terdengar oleh Evelyn dan juga Sean.Saat itu Evelyn langsung melirik Sean, memastikan apakah suaminya itu sedang menatap Jennifer atau tidak.Beruntung Sean yang sigap langsung menoleh ke arah lain seakan-akan ia sama sekali tidak melihat Jennifer yang sedang mengenakan pakaian seksi."Apa kamu begitu tidak tahu malu? Berusaha menggoda suami dari saudarimu sendiri," timpal Evelyn seraya tersenyum menghina.Jennifer yang terpancing emosinya memilih untuk menghampiri Evelyn dan mengabaikan permintaan sang ibu untuk berganti pakaian. Karena sudah tidak tahu harus berbuat apa, H
Helen segera meraih kertas yang ada di meja itu, meski tidak mengerti dengan maksud Evelyn. Namun betapa terkejutnya perempuan itu saat melihat apa yang tertera di kertas tersebut."I-ini, apa maksudnya?" Tangan Helen gemetar, ketakutan melihat kertas tersebut.Melihat respon sang ibu tiri Evelyn lantas tersenyum sinis."Bagaimana? Apa bukti itu cukup untuk menjelaskan jika Ibu sangat tahu seperti apa keadaan perusahaan keluarga Winston?" timpal Evelyn yang sejak tadi terus melirik ibu tirinya itu dengan sinis.Helen semakin kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih, ia merasa sudah ketahuan basah dan tidak mungkin untuk mengelak lagi. Pada akhirnya ibu tiri Evelyn itu memilih cara konyol yang mungkin bisa membuat kedua orang dihadapannya merasa kasihan.Segera, Helen menghampiri Evelyn, lalu bersujud di kakinya."Itu semua untuk keperluan ayahmu. Meski tidak berdaya tetap saja ia itu mahluk hidup yang butuh perawatan dan lain-lain," jelas Helen yang mengeluarkan air mata bu
Sebenarnya Evelyn sedikit malas untuk memberi sebuah tawaran yang menguntungkan Helen, tetapi mau bagaimana lagi, hanya dengan seperti itu ia bisa mengambil sang ayah dari tangan ibu tirinya."Aku akan memberikan uang bulanan sesuai yang ibu inginkan!" tegas Evelyn yang terus menatap Helen dengan sinis. Bagaimanapun sebenarnya ia malas berbicara dengan ibu tirinya itu.Awalnya Helen sempat tergiur, tetapi jika hanya uang bulanan itu sama sekali tidak sebanding dengan sang suami yang bisa memberikan segalanya meski tidak berdaya."Maaf tapi Ibu tidak tertarik, kupikir kamu akan memberikan Win Company sebagai bayarannya. Jika hanya uang bulanan, sepertinya uang pemberian Daren saja sudah cukup," jelas Helen yang wajahnya mendadak terlihat kecewa.Evelyn benar-benar kesal dengan jawaban Helen yang dengan tidak tahu malunya menolak uang bulanan dan malah menginginkan perusahaan keluarga Winston menjadi miliknya.Karena tidak mungkin untuk merebut sang ayah dari tangan istrinya, Evelyn mem