Bab117
"Eemi tidak mau acuk," tolak anak lelaki itu.
"Masuk, atau Ibu akan marah," ancam Aluna.
"Tunggu." Wiliam berusaha meraih lengan kecil Jeremy. Namun dengan cepat, Aluna Welas menepisnya.
"Jangan sentuh anakku!" tegas Aluna.
Wiliam semakin tidak percaya, bahwa Aluna, mampu melakukan hal sekasar ini kepadanya.
"Bawa dia masuk," titah Aluna, kepada lelaki gendut itu. Dan Jeremy pun diangkat, dan di masukkan ke dalam mobil.
Aluna membuka maskernya, dan juga topi besar yang menutupi wajah cantiknya. Wajah Aluna Welas, nampak semakin terlihat cantik dan dewasa.
"Jangan coba-coba mengusik kehidupan kami."
Aluna menatap tajam wajah Wiliam Welas.
"Apa maksudmu, memberikan dia nama Jeremy?"
"Suka-suka aku," sahut Aluna dengan sikap acuh tak acuh.
Wiliam menghela napas berat, mendapati sikap dingin Aluna kini.
"Case, ayo keluar!" pinta Aluna. Dan gadis kecil, mungil nan cantik itu, pun kelua
Bab118Mobil memasuki halaman luas, istana Welas. Di samping kiri halaman, terdapat panggung besar dengan dekorasi yang terbilang mewah dan megah."Apa yang ingin Ayah adakan?"Aluna bertanya, kepada bodyguard yang menjemputnya."Pertemuan, untuk pencabutan gelar Welas di keluarga Tuan Wiliam.""Kenapa baru sekarang?""Karena Ketua sudah sangat marah, Tuan Wiliam beberapa kali memenangkan tender besar. Menyabotase proyek Welas enterprise dan juga memutuskan kerjasama dengan sepihak. Hingga, mengakibatkan perusahaan merugi ratusan ribu dollar.""Ohya? Apakah ini benar? Kurasa Wiliam tidak seburuk itu.""Faktanya memang begitu, Nona."Aluna menghela napas berat, sembari menahan getir.Sesampainya di depan pintu, para pelayan menyambut kedatangan Aluna dan kedua anaknya. Wanita itu masuk ke dalam istana Welas dengan tergesa.Di kursi kebanggaan, seorang Welas duduk dengan tersenyum sumringah, melihat anak sema
Bab119Aluna menatap Ayahnya dengan tajam."Kenapa?" tanya Aluna, ketika melihat Welas menurunkan tangannya, dan tidak jadi menampar wajahnya. "Apakah Ayah begitu mencintai wanita itu? Sehingga Ayah, dengan begitu kejam, menjadikanku alat sebagai balas dendam.""Ini bukan hanya tentang balas dendam. Tapi harga diri.""Kurasa itu hanya alasan Ayah. Aku menyesal datang ke Kota ini.""Suka tidak suka, kamu harus mengikuti perintahku. Atau, mungkin kamu lebih senang, jika terpisah dengan kedua anakmu itu. Agar kamu juga mengerti perasaan Ayah," terang Welas dengan tersenyum licik. Mata gelap Welas, seakan memberikan penekanan pada Aluna.Aluna menggeleng, dia tidak menyangka, bahwa Ayahnya akan sekejam ini."Ibu," gadis kecil itu berlari, menghampiri Aluna, disusul pelayan perempuan itu dari belakang."Ada apa? Mengapa kamu berlarian?" tanya Aluna, sembari meraih tubuh kecil Case."Wanita itu dalak," bisik Case dengan
Bab120"Ketua, Anda tahu, saya bahkan tidak pernah bersentuhan dengan lelaki mana pun, Anda yang pertama," bisik wanita itu dengan suara desahan yang menggoda."Eeemmmcchh." Welas mengecup bibir wanita itu dengan penuh bergairah."Manis sekali, aku suka," kata lepas, sembari kembali melumat habis bibir wanita itu.Perlahan, pelayan wanita itu, mendorong lembut tubuh tua Welas."Ketua," ucapnya, sembari memberikan kode dengan tatapannya yang lurus."Ada apa?" tanya Welas, yang ikut melihat ke arah pandangan wanita itu.Aluna Welas menyandarkan diri di depan pintu ruang keluarga. Wanita itu tersenyum menyeringai, sembari menatap jijik kepada Welas dan pelayan wanita itu."Aluna, apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Welas dengan sedikit rasa gugup."Ah, aku?" Aluna menunjuk ke dirinya, sembari melipat kedua tangan didada. "Em, aku menikmati pemandangan yang menjijikan."Welas menghela napas."Katanya ci
Bab121"Ibu ...." Jeremy berlari ke arah Aluna. Namun seorang wanita berpakaian pelayan, menangkap tubuh kecil itu dengan cepat.Beberapa pasang mata, sempat menoleh ke arah Jeremy."Ibu ...." Jeremy kembali berteriak. Karena tubuh kecilnya di gendong pelayan itu tiba-tiba."Dia siapa?" tanya rekan bisnis Welas, yang memang sedari tadi, berdiri di dekat Welas, sembari memegang gelas minumannya."Yang mana?""Wanita yang bersama Wiliam itu. Apakah mereka sepasang kekasih?""Bukan, mereka hanya kenal, karena dulu, Wiliam bagian dari keluarga ini. Wanita cantik itu, anak semata wayangku, yang baru pulang dari Negri Awan.""Oh ya? Jadi itu gadis cantikmu?""Ya," sahut Welas dengan tersenyum."Aluna ...." seorang lelaki tampan, berjalan cepat ke arah Aluna Welas."Nike Jode. Waw, kamu di sini?" tanya Aluna dengan tatapan tidak percaya. Lelaki itu bergegas mendekati Aluna dan berjabat tangan."Aku menyusul
Bab122"Aaaa ...." Welas menatap rekannya itu tidak percaya."Kenapa kamu nampak terkejut begitu? Aku mampu memberikan harta dan kebahagiaan untuk putrimu. Seorang Jack Mose, tidak pernah ingkar dengan ucapan.""Aa, bukan begitu. Aku hanya terkejut, mengapa kamu memilih putriku? Usia kalian terlalu jauh. Bahkan, kamu nyaris seusiaku."Lelaki yang mengaku bernama Jack Mose itu terkekeh."Aku suka daun muda," sahutnya dengan senyum menyeringai. "Mereka lebih nikmat, dari apapun yang ada di dunia ini.""Tapp-tapi."Jack Mose menatap Welas dengan tajam. Welas yang sedari tadi serba salah, hanya bisa menghela napas berat."Bagaimana jika Aluna menolak?""Maka, seluruh kerjasama kita yang baru ditanda tangani, akan aku batalkan secara sepihak.""Kurasa ini tidak bijak.""Mengapa tidak? Aku berhak melakukan apapun."Welas kembali menghela napas berat."Aku menunggu kabar baik dalam seminggu. Ji
Bab123"Sudahlah, kamu fokus dulu bekerja."Welas berkata dengan santai, sembari menuju keluar ruangan.Aluna Welas menghela napas berat. Ada ragu dalam hatinya, ada rasa curiga yang menyelimuti pikirannya kini."Sepertinya Ayah merencanakan sesuatu, yang akan menyulitkanku, tapi apa? Aku harus berhati-hati." Batin Aluna menebak-nebak, dan mulai waspada pada Ayahnya sendiri.Hari ini memang merupakan tantangan berat untuk Aluna Welas. Dia harus mulai membenahi seluruh kekacauan, yang terjadi di Welas enterprise.Mulai dari keuangan yang kacau, juga beberapa kinerja karyawan yang tidak profesional dan terkesan mengabaikan beberapa tanggung jawab mereka terhadap perusahaan.Aluna Welas mengamati ruang kerja karyawan dari CCTV. Kebanyakan dari mereka terlihat hanya bermain-main di depan komputer, dan lainnya terlihat sedang tertawa terbahak-bahak.Tidak heran, jika Welas enterprise yang dulunya maju dan berkembang pesat. Kin
Bab124Di kota Monarki. Pikiran Wiliam kini terbagi, pada sosok mungil Jeremy, yang dia yakini sebagai darah dagingnya. Sedangkan Case, gadis kecil itu sangatlah malang.Sebab Wiliam meyakini, bahwa itu adalah anak Aluna dengan lelaki lain."Ada apa? Apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Amira, ketika melihat Wiliam duduk tercenung di balkon kamarnya."Tidak ada, hanya masalah pekerjaan yang semakin banyak," sahut Wiliam."Jangan berbohong pada Ibu. Jonas sudah menceritakan semuanya, bahwa akhir-akhir ini, kamu seperti orang tidak bersemangat.""Jonas memang sok tahu. Mending Ibu urusin Jonas, mau sampai kapan dia melajang seperti itu.""Jonas sulit dikasih tahu. Ibu kewalahan," keluh Amira. "Carikan dia wanita baru, yang penting bukan Dorista Mapala. Wanita itu begitu sombong! Ibu tidak suka."Wiliam terkekeh."Ibu-ibu," Jonas menggeleng. "Dorista Mapala itu wanita hebat dan tidak mudah dirayu. Tipikal wanita yang panda
Bab125Wajah Aluna Welas semakin pucat. Dia merasakan, tidak lagi memiliki gairah hidup."Makan!" ucap Welas, ketika melihat Aluna, hanya terdiam, memandangi piring makannya."Kalau kamu terus begini, kamu bisa sakit dan mati. Jika kamu mati, yang menjaga kedua bocah ini siapa? Apa kamu mau, mereka kukirim keluar Negri lagi?" Ancam Welas.Aluna tidak menyahut.Menjadi orang kaya, dan memiliki kekuasaan, nyatanya tidak menjamin hidupnya bahagia. Faktanya, kini dia semakin merasa tertekan dan tertekan.Hidup tidak terurus dengan benar. Anak-anak tidak memiliki kasih sayang Ayahnya. Dan kini, dia harus menikahi lelaki tua, yang sama sekali tidak pernah dia sangka-sangka."Aluna!" teriak Welas, sembari menggebrak meja makan. Hal itu, membuat Jeremy dan Case yang tengah makan langsung terkejut.Case menangis kencang, sedangkan Jeremy hanya terdiam.Pengasuh Case langsung meraih tubuh kecil itu, dan membawanya ke dalam p
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe