Bab70
Pesan singkat masuk ke gawai milik Dorista.
"Maaf, aku mengundurkan diri dari Lion enterprise. Ada hal penting, yang harus aku dahulukan!"
Dorista mengernyit, ketika membaca pesan singkat itu, yang berasal dari Zabo Coa.
"Mengapa mendadak seperti ini? Aku akan kesulitan, jika kamu melakukan hal ini," balas Dorista.
"Maaf, tapi ini keputusanku." Balasan Zabo Coa, membuat hati Dorista terasa sakit kini.
Zabo Coa, yang merupakan orang kepercayaannya. Bahkan, dia sudah Dorista anggap, sebagai keluarga sendiri.
Tapi apa boleh buat, Zabo Coa telah membuat keputusan penting dalam hidupnya tanpa bisa Dorista cegah.
"Aku tahu, ini pasti karena dia terus mencari keberadaan Esmeralda, dasar lelaki." Dorista meracau seorang diri di dalam kamar.
Zabo Coa nekat memasuki daerah keamanan vila Orange. Vila milik Jeremy Mose, yang terkenal dengan keamanan ketat.
Jika dia ingin memasuki vila Orange, maka dia di haruskan melewa
Bab71Amelia Tones mengedarkan pandangan. Banyak pasang mata, mencibir ke arahnya. Amelia merasa malu dan hilang harga diri.Jeremy begitu tega kepadanya, memakinya di depan umum."Lanjutkan ceritamu! Amore," pinta Jeremy Mose.Amore mengangguk dengan perasaan gugup dan gemetar."Saat Nyonya asik berjalan-jalan, sebuah mobil sport hitam melaju kencang dengan sengaja ke arahnya.Kemudian dari arah yang tidak terduga, seorang laki-laki berlari ke arahnya dan mendorong Nyonya ke pinggir. Dan membiarkan dirinya di tabrak mobil itu hingga terpental. Kini kondisinya kritis. Sedangkan Nyonya yang didorong lelaki itu, menabrak pembatas jalan yang di pinggiran."Amore menghela napas berat."Dokter mengatakan, Nyonya mengalami pendarahan hebat, sebab dalam keadaan hamil muda. Dan .... dan bayinya keguguran," terang Amore, sembari menundukan wajah.Amelia yang mendengar penuturan Amore pun menutup mulut terkejut. Begitu juga de
Bab72Seorang berlari tergopoh-gopoh ke arah Jeremy."Tuan, Nyonya muda telah sadar, namun dia histeris.""Apa?" Jeremy Mose begitu terkejut. Lelaki tampan itu pun berlari, dan meninggalkan tawanannya tadi begitu saja.Hatinya kini berdebar tidak karuan, perasaan takut penghantui langkahnya yang tergesa-gesa.Jeremy melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, seirama dengan degub jantungnya yang begitu kuat.Sebuah pasang mata dari kejauhan, menatap tajam ke arah laju mobilnya. Senyum menyeringai terlukis jelas di wajah cantiknya."Welcome nightmare."Wanita itu kembali tersenyum jahat, sembari melajukan mobilnya, mengikuti arah lajunya mobil Jeremy Mose."Jika jerih payah dan mimpiku dia hancurkan, hatiku dia patahkan. Maka aku, akan merebut segalanya dari hidupnya. Jika tidak bisa dengan cara yang terang-terangan. Maka, cara lembutpun bisa aku lakukan."Batin wanita itu terus meracau, sembari menanamkan keb
Bab73Jeremy Mose melangkah keluar ruangan dengan terseok. Lelaki tampan itu berusaha mengendalikan diri dan emosinya saat ini.Keluarga besar Tones pun berpamitan pulang, mereka tidak bisa berlama-lama, untuk berada di ruang rawat Esmeralda.Mungkin seorang Amelia Tones telah lupa, bahwa Jeremy Mose masih orang kaya. Jika saat ini dia di hormati dan di elu-elukkan keluarga besarnya. Semua itu, murni karena harta.Namun sayangnya, Amelia Tones terlalu angkuh, dan sulit menerima kenyataan, bahwa dia harus belajar menghargai Jeremy Mose.Melihat sikap menantunya yang masih begitu patuh dan hormat kepadanya, membuat Amelia besar kepala."Aku tidak perduli. Yang jelas, aku benci dengan Jeremy! Lelaki itu, pembawa sial di keluarga ini.""Jagalah ucapanmu! Jika Jeremy Mose mendengar semua ini. Bisa saja, dia akan membenci kita. Dan Esmeralda, berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Apakah kamu siap, jika harus kehilangan Jeremy? Dia lelaki ba
Bab73Jeremy Mose melangkah keluar ruangan dengan terseok. Lelaki tampan itu berusaha mengendalikan diri dan emosinya saat ini.Keluarga besar Tones pun berpamitan pulang, mereka tidak bisa berlama-lama, untuk berada di ruang rawat Esmeralda.Mungkin seorang Amelia Tones telah lupa, bahwa Jeremy Mose masih orang kaya. Jika saat ini dia di hormati dan di elu-elukkan keluarga besarnya. Semua itu, murni karena harta.Namun sayangnya, Amelia Tones terlalu angkuh, dan sulit menerima kenyataan, bahwa dia harus belajar menghargai Jeremy Mose.Melihat sikap menantunya yang masih begitu patuh dan hormat kepadanya, membuat Amelia besar kepala."Aku tidak perduli. Yang jelas, aku benci dengan Jeremy! Lelaki itu, pembawa sial di keluarga ini.""Jagalah ucapanmu! Jika Jeremy Mose mendengar semua ini. Bisa saja, dia akan membenci kita. Dan Esmeralda, berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Apakah kamu siap, jika harus kehilangan Jeremy? Dia lelaki ba
Bab74"Bicaralah dengan jelas!" bentak James."Mee .... mereka memintaku. Mereka memintaku, untuk mendesak Jeremy Mose, memberikan uang dalam jumlah besar. Dan maunya, uang itu diberi secara cuma-cuma."Brakkk ....James menambar meja dengan kasar. "Dan kamu menuruti kemauan mereka?"Amelia semakin gugup, dia pun mengangguk pelan, membenarkan ucapan James."Bodoh! Jeremy Mose sudah mengangkat derajat kita. Dan juga, dia tetap baik dengan kamu dan keluarga Tones lainnya. Meskipun, kalian sering menyakiti hatinya. Dan kini, kalian meminta sejumlah uang, dengan cuma-cuma, dasar keluarga gila," bentak James.Amelia terisak. "Maafkan aku, tapi aku ....""Apa?"Tidak lama kemudian, Jeremy kembali masuk ke dalam ruangan."Apa Ibu pelakunya?" tanya Jeremy Mose tiba-tiba."Ada apa?" tanya James balik. Melihat raut wajah menantunya yang nampak dingin, James merasakan ada sesuatu telah terjadi."Ibu mengu
Bab75"Haha .... kamu itu anak haram," seru Khan Tones tanpa rasa hormat sama sekali."Bu?" Amelia Tones memandang Rose dengan tanda tanya, mata wanita itu berkaca-kaca. Rasanya, hatinya kini kian remuk dan teramat sakit.Begitu tega, keluarganya memporak-porandakan hatinya. Padahal selama ini, dia begitu baik dan selalu tunduk hormat pada Ibu dan Ayahnya.Bahkan pernikahannya pun dengan James Wade, itu adalah perjodohan, yang dilakukan orang tuanya."Benar yang Khan katakan. Kamu adalah anak haram keluarga Tones, Ibumu adalah wanita simpanan Ayahmu saat itu. Dan kamu, hasil dari dosa mereka. Itulah salah satu sebabnya, aku benci kamu, dan seluruh keturunanmu," ungkap Rose Tones tanpa rasa bersalah.Amelia Tones memusut dadanya yang terasa sesak, bahkan air mata kini menggenang dipelupuk.Ingin dia menangis dan meronta, namun siapa juga yang peduli? Benar mungkin kata Ibunya, dialah yang paling bodoh.Tidak memahami
Bab77Jeremy mose tersadar, meskipun masih tidak sepenuhnya."Dimana ini?" Dia bertanya dalam hati, sembari memulihkan pandangannya yang masih buram.Ruangan lembab, pengab dan juga tercium aroma alkohol yang sangat pekat."Sudah sadar ya?" tanya seseorang. Jeremy memutarkan pandangan matanya, ke arah asal suara."Kamu ...."Jeremy Mose terkejut, sambil melihat ke arah tangannya yang dirantai. Di sampingnya duduk, Ayah mertuanya juga terikat dengan rantai, dan masih belum sadarkan diri.Wanita itu tertawa keras, sembari bertepuk tangan dan berjalan santai ke arah mereka berdua. Senyum menyeringai dia tampilkan, dan duduk di samping Jeremy terikat."Kejutan ...." wanita itu bertepuk dengan girang.Dia mendekatkan wajahnya, dengan senyum mengejek."Kau bilang kekuasaan bukanlah tujuanmu! Tapi bukan berarti, menghancurkan jerih payah orang lain, menjadi keahlianmu. Sekarang kamu harus tahu dan sadar, bahwa keku
Bab78"Diam dan saksikanlah, bagaimana aku berhasil menghancurkan dan memporak-porandakan kehidupan bahagiamu Tuan muda sombong. Dengarkan aku baik-baik, kamu hanyalah lelaki yang menyedihkan." Juana terkekeh."Andai saja kamu gunakan sedikit otakmu dengan baik, nasibmu tidak akan semalang ini. Kamu pikir, menjadi miskin itu, tidak membuat istrimu menderita? Kamu sangat bodoh dalam berpikir. Saat kamu memiliki segala, dengan semua pemikiran konyolmu itu, apakah para manusia yang sudah kamu bantu kehidupannya, bisa menolongmu kini? Tidak akan ada," kata Juana dengan terkekeh.Mata Jeremy Mose kian memerah, sakit hati dan penyesalan, kini tengah menyelimuti hatinya.______Mobil hitam milik Jeremy Mose, keluar dari dalam vila Orange, dan berhenti di dekat James Wade yang berdiri."Mau dibawa kemana?" tanya James Wade, yang sedari tadi menunggu menantunya itu di depan gerbang vila Orange."Aku akan membawanya ke Negri Fantasi, untuk mendap
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe