Tuan Muda Bab21 William mencoba mengirim proposal kerjasama ke Grup Perusahaan Raksasa. "Kenapa wajahmu lesu?" tanya William, ketika Abraham asistennya, telah kembali dari Grup Perusahaan Raksasa. "Ditolak," bisiknya, meraih kursi dan duduk di seberang Wiliam. "Alasannya?" tanya William, masih tenang. “Tidak ada alasan, setelah menerima telepon, Miss Diana Catwalk menyatakan penolakan dari Miss Lili. "Mereka bahkan tidak menyentuh file ini sama sekali," lanjut Abraham, memijit pelipisnya. Benar kata Afkar Savire, mereka sulit didekati, apalagi diraba. "Ini seperti sebuah tantangan," gumam William, memeras otaknya. "Penolakan sama saja dengan penghinaan. Kamu, cari tahu sekutu mereka," kata William. "Um, baiklah, William," jawab Abraham. Sudah menjadi kebiasaannya, untuk menyebut nama William, saat mereka berdua saja. Abraham dan William sangat dekat, seperti dengan Afkar Savire. Pria jangkung berkulit hitam itu bangkit dari tempat duduknya. Dia meninggalkan ruangan, denga
Tuan Muda Bab22 Lili membuka kamar mandi, setelah lelah melayani lelaki tua itu. Dia menghela napas berat, dan memercikkan air ke kepalanya. "Sudah berapa lama aku seperti ini? Menjadi boneka lelaki tua itu, betapa tidak bahagianya hidup," kata Lili sambil memejamkan mata, menikmati dinginnya air yang mengalir ke tubuhnya. "Kamu harus menghancurkan kekuatan Alberto Mose di kota Yuzong. Atau, aku akan menghancurkan kekuatanmu di kota Monarki ini." Ancaman lelaki tua itu kembali membuat tubuhnya bergetar hebat. Kemarahan yang membuncah di dadanya, dia tidak bisa menahannya. Lili menangis di bak mandi, menenggelamkan dirinya. Kehidupan yang tampak kuat, memiliki segalanya dan tampak hebat, tetapi penuh tekanan. Lili kembali teringat perjanjian yang telah dibuatnya dengan lelaki tua itu dan Alberto Mose. "Dia telah mati." Welas memeriksa napas dan nadi Jhon Mose. "Kekuasaan akan dipegang penuh Alberto Mose. Sebab Roberto Mose dan Jeremy Mose yang merupakan pewaris, sama- sama te
Bab 23 Lili berbaring di bawah sinar matahari sore.Sangat indah baginya, bisa berbaring dengan tenang, menatap langit yang indah. "Mau jus?" tanya William, dengan segelas jus jeruk di tangannya. Lili tersenyum tipis, dia duduk, dan mengambil segelas jus. "Terima kasih," katanya, meneguk jusnya. "Haus?" ejek William, saat Lili meneguk minumannya. "Ah, tidak juga," kata Lili santai. "Hanya jus yang rasanya berbeda, karena diminum dalam keadaan pikiran tenang." Wiliam hanya tersenyum. Sejak pertemuan manis itu, Lili mulai lebih banyak menghabiskan waktu di pantai. Sesekali, William akan menemuinya. Dan mulai hari ini, mereka sudah dekat. "Aku melihatmu bersamanya," teriak Aluna Welas yang rupanya tahu tentang pertemuan Lili dan William. Tentu saja Aluna tahu semua itu, karena tujuannya adalah untuk memata-matai Lili, dan untuk menemukan kelemahan wanita yang dia anggap saingannya. "Wanita itu punya gundik lelaki tua," kata Aluna. Manik-manik kebiruan wanita itu, sekarang suda
Bab24 Percikan kebahagiaan, seperti bintang yang indah, menghiasi mata Lili. Sudah lama sekali ia merindukan perasaan ini. "Aku, seperti melihat seseorang di matanya. Mata itu, seperti mata laki-laki yang sangat aku sukai di masa lalu dan sekaligus aku benci," kata Lili sambil berlinang air mata. "Sekaligus dibenci? Sepertinya berat," jawab Aluna menanggapi. "Aku tidak peduli dengan ceritamu. Yang aku inginkan adalah kamu menjauh dari calon suamiku. Sebelum aku mengupas kehidupan kelammu. Jadi aku pastikan, karier dan nama baikmu hancur," kata Aluna dalam hati. . Wanita cantik ini menatap Lili dengan tatapan penuh kebencian. Padahal Lili baik dan menyukai Aluna. Namun, Aluna, bertahan dengan tujuan aslinya, menghancurkan karir dan kehidupan Lili. Sayangnya, Diana Catwalk masih setia berada di samping wanita tersebut. "Baiklah Aluna, aku akan pergi menemuinya hari ini. Dia mengirim pesan untukku, dan meminta untuk kembali bertemu," kata Lili lagi sambil tersenyum. "Dia manis seka
Bab 25 Aluna menabrak pejalan kaki dan terpental.Pejalan kaki itu baru saja turun dari mobil, dan berniat pergi ke hotel juga. Pria itu tidak tahu, jika ada pengemudi mobil gila, mencoba menabrak dua sejoli. Pria itu terpental, hingga tewas di tempat. Sedangkan Aluna yang harus mengerem mendadak, sia-sia. Banyak orang datang, mengepung mobil Aluna sepenuhnya. William dan Lili juga terkejut, melihat kecelakaan di belakang mereka. William, yang mengenali mobil itu, bergegas ke sana.Sosok di dalam mobil itu, menatap William dengan penuh kebencian. Selain itu, Lili yang mendekat, langsung memeluk tangan pria itu, membuat Aluna semakin marah. Namun di sisi lain, ia sedikit panik, karena banyak orang mengerumuni mobilnya dengan angkuh, dan memintanya untuk keluar. Aluna menguatkan dirinya, dan turun dari mobil. "Kamu gila, apa yang kamu lakukan?" bentak William. "Apa pedulimu, bajingan?" teriak Aluna, mendorong keras bahu William. "Wah, tanggung jawab kamu!" teriak orang-orang.
Bab 30 Aluna terkekeh, melihat wajah William yang begitu antusias. “Kartu kematian, biarlah menjadi rahasiaku,” jawab Aluna. Itu membuat William terkekeh. "Kamu serius? Tidak mau memberitahuku?" "Belum, aku mau main sama perempuan itu dulu," kata Aluna sambil nyengir. "Terserah," kata William dengan nada kecewa. Dia bangkit dari tempat tidur mereka, dan mengambil pakaiannya yang berserakan. "Wow, kau merajuk padaku?" Aluna mengejek. Wanita itu merasa senang kali ini, melihat wajah masam pria itu. Tapi William sama sekali tidak mengindahkan ejekan Aluna. Pria itu buru-buru mengenakan pakaiannya dan meninggalkan rumah rahasia mereka. Sepanjang jalan menuju apartemen. William sangat marah, memikirkan cara. Bagaimana mengetahuinya, kartu kematian Lili, wanita yang sangat ingin dia hancurkan. Hingga, mampu menyaksikan, kematian tragis dalam kehidupan wanita itu. Pesan notifikasi dari Afkar Savire, mengalihkan pikiran marah William. Saat mengendarai mobil sportnya, dia membuka pesa
Bab 27 Usai makan, Welas mengajak Lili ke ruang tamu, untuk berkenalan dengan William. Lili tidak bisa mengelak lagi, dengan goyah dia berjalan mengikuti langkah Welas. Namun Lili merasa sedikit lega, sosok William tidak ada di ruang tamu. Welas yang penasaran bertanya pada pelayan itu. "Tuan William ke kamar Nona Aluna." Hati Lili merasakan setitik kecemburuan. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin dengan situasi ini, Lili bisa memanfaatkannya untuk menghindari pertemuan dengan William di rumah Welas._____ "Apa yang terjadi?" tanya Wiliam, ketika memasuki kamar Aluna Welas. Aluna Welas mendengkus dan membelakangi Wiliam. "Dasar anak kecil," cetus Wiliam sedikit kesal. Mendengar ucapan William, Aluna kembali emosi. "Ya, aku memang anak kecil. Jika aku dewasa dan pintar, aku tidak mungkin mencintai bajingan sepertimu!" Aluna mengutuk. "Apakah kamu laki-laki yang tidak tahu diri? Mendapatkan wanita kaya, cantik, dan baik hati seperti saya, bahkan menyukai wanita ular
Bab28 "Jonas Welas, apa yang membawamu ke sini?" Welas bertanya. Dia berjalan ke keponakannya dan memeluknya dengan hangat. "Aku hanya ingin mengunjungimu," katanya santai, lalu berbalik menatap Lili. "Dia Lili, CEO Grup Perusahaan Raksasa," kata Welas, memperkenalkan wanita itu. "Lili, wanita yang terkenal hebat dalam berbisnis?" tanya Jonas kagum. Lili tersenyum bangga. "Ya, Lili dari Kota Yuzong." Mereka berjabat tangan cukup intens. “Wah, wanita yang hebat dan pintar dalam bisnis. Kecerdasanmu di dunia bisnis sudah diakui dunia,” kata Jonas melebih-lebihkan. Membuat hati Lili melambung lebih tinggi ke awan. Namun mendengar suara Welas yang jernih, Lili kembali tampil anggun. "Semua berkat Pak Welas," kata Lili lagi, mencoba menyanjung Welas yang wajahnya mulai masam. Namun mendengar pujian indah itu, membuat binar dimata Welas bercahaya dan senyum tipisnya seolah meringankan hati Lili. "Jonas, dia wanitaku," kata Welas yang mulai menyadari sorot mata Jonas menunjukkan ke
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe