Pagi yang indah membuat Deffin menyunggingkan senyumnya, teringat gumaman Azkia semalam yang terdengar jelas di Indra pendengarannya.
"Baguslah, sedikit demi sedikit kau akan tertarik denganku, meski aku duluan yang mencintaimu tapi aku ingin kau duluan yang mengatakan mencintaiku, bisa hancur reputasiku jadi pria arogan yang selalu dikejar wanita, mengatakan cinta pada wanita bodoh sepertimu," ujar Deffin dalam hati dengan tersenyum tipis.
"Hei, bangun! Aku mau mandi." Menendang pelan kaki Azkia.
Azkia mengucek matanya, tidak menjawab langsung bangun dan menuju kamar mandi, seperti kemarin menyiapkan keperluan Deffin.
Hari ini masih sama seperti kemarin karena Deffin masih tidak mau berangkat ke kantor, dia lebih memilih kerja di dalam rumah, Sekretaris Roy yang dibuat kelimpungan mengurus perusahaan besar itu.
Meski bosan dengan kegiatannya, Azkia tetap menjalaninya dengan sabar, kadang dia bertanya pada dirinya sendiri, kenapa Deffin menjadikannya istri, dan yang membuat bingung dia menjalani rumah tangganya tidak seperti di novel-novel yang sering dia baca.
Deffin memperlakukannya bagaikan istri kesayangan, tetapi tidak pernah ada kata cinta, yang ada hanya aturan dan perintah otoriternya itu. Bahkan Azkia dilarang melakukan pekerjaan rumah tangga meskipun hanya membersihkan tempat tidur, yang boleh dilakukan hanya melayani Deffin seperti yang tertulis di daftar aturan.
"Dasar tuan muda aneh," ujar Azkia dalam hati.
*******
Hari ke 7 pernikahan.
Tidak terasa sudah seminggu menjalani hubungan sebagai pasangan suami istri,
selama seminggu ini mereka melakukan kegiatan monoton itu, tidak pernah ada obrolan santai meski tubuh mereka saling menempel.
Deffin sebenarnya ingin masuk kerja besok, namun karena ada pekerjaan yang harus dikerjakan di kantor, dengan terpaksa dia berangkat ke kantor.
Braakkk...
Suara berkas dibanting di meja.
"Kalian menyuruhku datang ke kantor untuk melihat presentasi bodoh seperti ini. Rapat hari ini di bubarkan, benahi semuanya." Deffin meninggalkan ruangan rapat, meninggalkan berbagai macam raut wajah karyawannya yang berbeda beda.
Roy mengikuti Deffin menuju ruangannya. "Ada apa denganmu tuan muda? Kenapa moodmu buruk sekali," gumam Roy dalam hati.
Setelah memasuki ruangannya sendiri, Deffin duduk lalu menandatangani berkas-berkas di meja.
"Apalagi jadwalku hari ini?"
"Jam 10 kita bertemu dengan CEO Brawijaya di Cafe Beloved untuk membahas proyek mall baru di kota Burbank, dan nanti malam ada jamuan makan malam dengan kolega dari Jepang, itu saja Tuan."
"Kau ajak saja asistenmu, aku malas keluar," jawabnya acuh. "Kenapa aku tidak bersemangat kerja aku sangat rindu gadis bodoh itu. Sedang apa dia sekarang?" Batin Deffin.
Deffin sedang tenggelam memikirkan Azkia, tidak menggubris Roy yang pamit mengundurkan diri, cukup lama berpikir bagaimana caranya bertemu dengan Azkia, sedangkan berkas yang dia periksa sangat menggunung di mejanya.
Setelah menemukan ide dia kembali lagi ke pekerjaannya, dengan cepat dia akan menyelesaikannya sebelum waktu makan siang, karena akan ada kejutan hari ini yang dia berikan ke Azkia.
******
Di rumah.
Azkia sedang berolahraga di ruang fitnes. Saat ini dia menggunakan celana training panjang dan kaos oblong putih. Peluh membanjiri wajahnya, jam sudah menunjukkan angka setengah 12, berarti kurang lebih 2 jam dia di sini.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, dengan segera dibukanya, terlihat bik Mur berdiri dengan membawa ponsel serta rantang makanan.
"Nona, tuan muda ingin berbicara dengan Anda." Menyerahkan ponsel ke Azkia.
"Halo sayang ada apa?" Setelah menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Antar makan siang ke kantor, waktumu hanya 20 menit, jika terlambat kau terima hukuman dan tugas baru." Deffin langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban Azkia, dia sudah tidak tahan lagi untuk tidak tersenyum.
Sedangkan Azkia bagaikan disambar petir. "Dasar tuan muda gila," umpat hatinya.
Bik Mur menyerahkan bekal yang dibawanya, dengan cepat Azkia mengambilnya setelah mengembalikan ponsel milik bik Mur.
Dia berlari dengan tergesa-gesa, untung di depan gerbang ada pelayan yang baru turun dari motor, dengan segera Azkia menuju motor itu dan menyuruh sopir untuk mengantarnya ke perusahaan Wirata Group.
Azkia tidak mempedulikan sopir yang menunggu di samping mobil, yang sudah disiapkan untuk mengantarnya. Baginya naik motor lebih cepat karena perjalanan menuju ke kantor bisa ditempuh 15 menit dengan motor, jika pakai mobil takut macet.
Azkia tidak mempedulikan penampilannya, rambut yang digerai dengan mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, membuat rambut indahnya kusut.
"Gara-gara ancaman itu, aku tidak sempat ganti baju dan berdandan, dasar tuan gila," gumam Azkia dalam hati.
Kesialan Azkia tidak sampai disitu. Tiba-tiba saja motor yang ditumpanginya mogok, padahal tinggal sedikit lagi sampai tinggal masuk pelataran kantor, akhirnya dengan terpaksa Azkia lari.
Dari arah belakang ada mobil melaju kencang dan di samping Azkia ada kubangan air hujan, karena Azkia tidak bisa menghindari, dia terkena cipratan air itu, bajunya jadi kotor dan basah, beruntung dia membawa makanan di tangan kirinya jadi rantang itu bersih.
Namun Azkia tidak sampai mau berpikir jika nanti akan diusir jika sampai kantor, yang terpenting jangan sampai dia dihukum dan dikasih tugas aneh nantinya.
Setelah sampai Azkia langsung masuk menuju lobby dan menuju meja resepsionis, tidak peduli pandangan aneh para karyawan, orang gila dari mana yang berani masuk kantor terbesar negeri ini. Pikir mereka kompak.
"Nona, saya mau bertemu dengan tuan Deffin, mau antar makan siangnya, di mana ruangannya?" Ucapnya sambil menunjukkan rantang yang dia bawa.
Keempat resepsionis itu memandang menelisik wanita dengan pakaian kotor, dan penampilan amburadulnya.
"Anda siapa, tuan Deffin tidak ada," dusta salah satu resepsionis sok cantik itu.
"Saya istrinya, tadi dia minta dibawakan makan siang, kalau tidak ada ya sudah, tolong ini nanti diberikan kepada orangnya." Meletakkan rantang itu di meja resepsionis.
"Tidak mau!! Enak saja, dasar wanita gila, ngaku ngaku istri tuan Deffin, tuan Deffin sama aku saja tidak mau melirik apalagi menjadikan wanita gembel kayak kamu jadi istri, jangan mimpi!!!"
"Meski aku sudah tahu tuan Deffin sudah menikah, dan wanita ini dilihat tetap cantik meski penampilannya berantakan, tapi tidak mungkin dia istrinya," lanjut sang resepsionis dalam hati.
"Ya sudah saya akan antar sendiri keruangannya." Azkia lalu beranjak akan menuju lift, dia akan mencari sendiri ruangan suaminya.
Namun langkahnya dengan cepat dihadang resepsionis tadi, sedangkan ketiga resepsionis lainya hanya menonton tidak mau ikut campur masalah ini, mereka juga jengah dengan sikap sok berkuasa temannya tersebut.
Tanpa aba-aba resepsionis itu mengambil dan membanting rantang itu hingga isinya keluar berantakan.
"Dibilangin tuan Deffin tidak ada masih mau maksa masuk, dasar wanita gila." Tangan resepsionis sudah menggantung di udara siap menampar pipi mulus Azkia.
Namun dengan sigap ditangkap Azkia, dengan lihainya Azkia menusukkan kuku panjangnya ke kulit tangan resepsionis itu, tidak ada yang menyadari tindakan Azkia, meski terlihat sang resepsionis meringis kesakitan, bagi mereka yang melihat itu mengira hanya pura-pura, karena Azkia terlihat cuma seperti memegang saja.
Sampai adegan itu dibuyarkan dengan suara bariton menyeramkan.
"Ada apa ini?!!!"
Bersambung.
Siang hari mencekam di kantor Wirata group. Dengan segera Azkia melepaskan cengkramannya di tangan resepsionis wanita tersebut. Setelah mendengar kalimat dengan suara menyeramkan. "Ada apa ini?!!!" Suara Roy yang menggelegar membuat semua orang menciut. Azkia menoleh dengan memasang wajah sok polosnya. Dia hanya diam tidak berniat untuk menjawab, dengan sekuat tenaga dia meredam rasa kesal yang sudah berada di ubun-ubun kepalanya. Roy berjalan mendekat, sejenak ia melihat staf resepsionis yang sedang menggosok pelan tangannya sambil sedikit meringis. Lalu pandangannya beralih ke Nona Mudanya, dia terkejut melihat apa yang sudah terjadi dengan Nona Muda? pikirnya."Nona muda." Roy menundukkan kepala, menyapa sopan Azkia. Melihat ada rantang makanan berserakan di lantai, Roy tahu apa yang harus dilakukan tanpa menunggu Azkia berbicara. "Mari ikut saya." Menggerakkan tangannya sebagai isyarat agar Azkia mengikuti, Roy berjalan di depan, dia menekan sesuatu di telinganya. "Bereskan
Kini mereka sudah berada di mobil yang dikemudikan oleh Roy, perjalanan yang ditempuh cukup jauh. Azkia yang sedari tadi bertanya mau ke mana, tapi sama sekali tidak ada yang mau menjawabnya. Karena perut terasa kenyang, dan perjalanan membosankan yang tidak ada percakapan sama sekali, akhirnya rasa kantuk menyerang Azkia, kepalanya hingga terantuk kaca jendela mobil. Namun, dia sama sekali tidak terganggu karena rasa nyamannya udara di dalam mobil. "Dasar gadis bodoh," ucap Deffin seraya tersenyum tipis, lalu ia mengarahkan kepala Azkia ke pahanya dan memposisikan kaki Azkia dengan benar hingga terlihat terasa nyaman. Dengan lembut dia mengelus rambut panjang itu dan mencuri ciuman mulai dari ujung kepala dan seluruh wajahnya. "Ada untungnya juga kamu jadi Putri tidur." Dengan senyum semakin lebar, Deffin sangat senang melihat wajah cantik itu.Sedangkan di bangku kemudi, Roy melirik kaca, untuk melihat kondisi kursi belakang, dia tersenyum merasa bahagia juga melihat senyum di waj
Udara pagi yang terasa dingin, karena diluar langit sedang menangis, seorang perempuan di bawah selimut semakin erat memeluk guling, guling yang sangat nyaman dan harum, padahal terasa keras, namun kenyamanannya bisa menembus hati. Tunggu, sejak kapan guling ini jadi keras dan wangi. Dengan cepat Azkia membuka mata, niat akan mundur dia urungkan, karena terpesona dengan wajah tampan yang sedang tertidur pulas. Mata yang biasanya menatap tajam bagaikan elang, kini telah terpejam. Bulu mata yang lentik layaknya perempuan membuat Azkia tersenyum geli. Lucu sekali, pikirnya.Pandangannya turun ke hidung mancung itu, lalu memandang bibir yang membuat pipinya merona dan jantung yang berdetak kencang itu, dan jangan lupakan rahangnya yang tegas, semakin menggoda Azkia untuk menyentuh wajah milik Deffin. Hingga akhirnya Azkia membelai wajah tampan sempurna itu, meski sekilas, namun mata Azkia tidak bisa berhenti untuk menatapnya. sehingga..."Sudah puas menikmati wajah tampanku," ucap Deffin
Sudah seminggu Azkia sibuk mendesain baju, dia akan melakukan hobi yang sedari kecil disukainya hanya ketika Deffin tidak di rumah, sebab tuan muda gila itu selalu bisa membuat Azkia sibuk melayaninya. "Hiks... tanganku lama-lama bisa keriting, dikit-dikit minta pijit. Hari ini aku butuh hiburan, lebih baik aku mengunjungi panti, sebelumnya aku harus ke mall dulu cari oleh-oleh." Azkia akhirnya menemukan semangat lagi, bergegas dia bersiap-siap untuk segera pergi. Deffin sudah berangkat ke kantor setengah jam yang lalu, jadi dia harus mengirimkan pesan untuk meminta izin. Izin sudah dikantongi dengan bahagia dia menuruni tangga, namun ketika sampai di luar, ada dua pengawal yang siap mengikutinya, membuat Azkia jadi tidak seantusias tadi. "Silahkan lakukan apa saja sesukamu tuan aneh, aku pun akan menggunakan uangmu dengan seenaknya sebagai gantinya," ucap hatinya dengan tersenyum devil. ********** Azkia sudah sampai di mall, dia langsung menuju toko yang menjual pakaian dan main
Ciuman panas akhirnya berakhir, menyisakan rona merah di pipi putih Azkia, Deffin yang melihatnya tergelak cukup kencang. "Sudah beberapa kali berciuman, tapi kenapa pipimu masih saja tetap memerah, seperti baru pertama kali saja." Deffin mengusap lembut pipi merona itu, dengan tawa yang masih menghiasi wajah tampannya. Azkia terperangah melihat pertama kalinya Deffin tertawa, semakin tampan adalah kata yang cocok untuk apa yang sedang dilihatnya sekarang. Sebelum akhirnya ia tersadar dan bibirnya mengerucut. "Meski kita sudah beberapa kali melakukan, tapi kamu orang pertama yang menciumku, tentu saja aku masih malu jika mengingatnya," ceplos Azkia tidak sadar akan ucapan kejujurannya. Deffin yang mendengar perkataan tersebut, rasa senang langsung menyelingkupi hatinya. "Memangnya benar? Kok, aku tidak percaya kalau yang pertama kali menciummu itu aku," ucapnya dengan nada mengejek, namun sebenarnya dia sedang memastikan. "Memang kamu kira aku wanita gampangan yang mudah disentuh p
Tidak terasa sudah dua bulan Deffin dan Azkia mengarungi bahtera rumah tangganya.Namun, hubungan mereka hanya maju satu langkah saja, yaitu mereka berdua sudah bisa mengobrol santai, soal aturan otoriter jangan berharap akan hilang, karena itu adalah bukti cinta Deffin untuk Azkia. Pagi hari yang biasanya tenang, agak menegang di ruang makan. "Ini jus Anda, Tuan Muda," ucap seorang pelayan laki-laki, dengan sopan dia menaruh gelas berisi jus kesukaan Deffin yang baru saja selesai dibuat oleh seorang koki. Deffin menjatuhkan sendok hingga berdenting keras di piring. Dia terkejut mendengar suara yang sangat familiar di pendengarannya. Sedangkan Azkia yang kaget dengan kelakuan Deffin, ia mendongakkan kepalanya. Dia menoleh ke suara asing tersebut, Azkia terperangah melihat seorang pelayan laki-laki berwajah tampan dan memiliki wajah imut, saking gemasnya, ingin sekali rasanya ia mencubit kedua pipi yang agak tembam itu. "Dari mana datangnya manusia menggemaskan ini, kok aku baru ta
Wirata Group. Hari ini aktivitas berjalan seperti biasanya, namun yang berbeda mood yang dimiliki Presdirnya, sejak dari tadi semua karyawan terkena serpihan kemarahannya, dan orang yang paling menderita adalah Sekretaris Roy, dia sedari tadi membereskan apa yang salah menurut Tuan Mudanya tersebut. Tok..tok..tok.. Suara ketukan pintu ruangan Deffin. "Permisi, Tuan muda." Menyerahkan berkas. "Ini berkas yang sesuai dengan yang Anda minta." Sekretaris Roy sudah meletakkannya di depan Deffin, namun sang tuan muda meliriknya saja tidak, dia tetap dengan posisinya, mengangkat kakinya di ujung meja sofa, dan kepala yang di sandarkan sambil memejamkan mata tajamnya. "Apakah Anda mau mengganti Erwin? Biarkan dia di posisi semula saja, agar Anda merasa tenang." Roy mencoba memberikan solusi untuk kegundahan hati Tuan Mudanya. "Tidak, justru aku lebih tenang jika Erwin yang mengawasi Azkia langsung ketika berada di dalam rumah. Bik Mur sudah tua dan sering sakit, aku khawatir nantinya ak
Adegan panas itu berlangsung cukup lama, hingga Azkia merasakan sensasi aneh untuk pertama kalinya, Dia merasakan sesuatu yang sangat sulit untuk dijelaskan. Dengan wajah yang terus menahan malu karena kelepasan mengeluarkan suara yang sangat terdengar merdu di telinga Deffin. Sedangkan bisikan dari Deffin malah semakin membuat pipi Azkia semakin memerah. " Bagaimana rasanya? Nikmat bukan, akan kukasih yang lebih nikmat dari ini, tapi tidak sekarang. Jadi persiapkan dirimu untuk hari yang akan datang itu." Setelah mengucapkan kata itu Deffin mencium kening Azkia dengan lembut, lalu dia berlalu menuju kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya sendiri. "Huft, sial! Ternyata ingatan sialan itu belum bisa hilang sepenuhnya, tapi setidaknya aku ada kemajuan hingga ke titik itu," gumam Deffin. "Astaga, apa yang terjadi tadi. Aaa.... aku bisa gila jika mengingatnya." Azkia menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala dengan selimut tebalnya. Malu telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Tidak lama