Plak' Suara tamparan begitu nyaring terdengar. Laila berakhir terhempas di lantai kasar di lantai. Melihat itu, mata Agatha membelalak lebar. Dia panik, takut bercampur tak percaya dengan apa yang Nail lakukan pada Laila. "Ya ampun! Ba-bagaimana ini?" gugup dan panik Agatha di tempat persembunyiannya. Melihat Nail yang marah dan sampai-sampai memukul Laila, Agatha merasa sangat bersalah. Dialah yang menggedor pintu Nail. Demi apapun! Agatha hanya sedikit jahil, mengira Nail hanya akan marah lalu mengusir Laila. Dia tak menyangka dan tak menduga Nail akan memukul Laila. Ini kesalahan Agatha! "Tu-Tuan, bukan aku …." Suara Laila bergetar penuh ketakutan, mendongak pada Nail dengan mata yang sudah sembab oleh lelehan bulir kristal. Tamparan pria ini sangat sakit! Tulang di rahangnya terasa patah dan pipinya kebas serta panas. Sudut bibirnya mengeluarkan darah, Laila kesakitan. Namun, dominan dia merasa ketakutan. Pria dihadapannya sangat mengerikan! "Enyah dari hadapanku sekaran
"Tuan Nail, di-dia … perempuan dibelakang anda, dia lah yang menggedor pintu anda. Bu-bukan aku." Tiba-tiba saja Laila muncul, langsung menuduh Agatha. Nail menoleh ke arah belakang, menatap istrinya yang terlihat menyengir sembari menggaruk pipi. "Laila, apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Almira tiba-tiba, menarik cepat Laila yang menghalangi jalan Nail. Almira sangat mengenal seperti apa Nail. Pria ini sangat membenci orang-orang yang mengusik dan menghalangi langkahnya. Terlebih Laila bukan siapa-siapa Nail, perempuan ini bisa berakhir mengenaskan jika masih tetep berdiri menghalangi langkah Nail yang pemarah. "Jangan menghalangi jalan Tuan Nail," peringat Almira tegas, melayangkan tatapan dingin pada Laila. Laila membungkuk hormat pada Almira, dia menatap gugup ke arah Nail kemudian beralih menatap benci pada Agatha yang masih bersembunyi di belakang Nail. "Bos Almira, Agatha menggedor pintu Tuan Nail sehingga Tuan Nail sangat marah. Tetapi saat itu aku di sana dan
"Hais, aku capek sekali!" keluh Agatha, berjalan bersebelahan dengan Sandi. Rapat sudah selesai dan Agatha merasa sangat kelelahan. Untung saja sebelum rapat, suaminya memaksanya untuk makan. Jika tidak, Agatha rasa saat ini dia sudah tak punya tenaga lagi. Sekali lagi, untung suaminya pengertian. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sandi, menatap wajah Agatha yang cukup pucat. "Hais." Agatha menatap kesal pada Sandi, "masih bertanya? Kamu lihat wajahku, Hah? Lihat?" Agatha berjinjit lalu mencengkeram kesal kerah kemeja Sandi. "I-iya, aku melihat." Sandi mengangkat kedua tangan ke atas, pertanda dia menyerah dan tak berani melawan. "Apa-apaan kalian ini?" Tiba-tiba saja Raka muncul, langsung menarik lengan Agatha supaya menjauh dari Sandi. "Agatha, jangan dekat-dekat dengan pria lain. Kamu sudah punya Nail," lanjut Raka, menegur Agatha–menatap dingin cucu menantunya tersebut. Agatha berkacak pinggang. "Siapa yang dekat-dekat, Kakek? Dia ini bertanya apakah aku baik-baik saja atau
"Agatha putriku! Jauhkan tangan kotormu dari rambut putriku," marah Almira, menepis kasar tangan Seline dari atas kepala Agatha. Seline dan Almira saling bertatapan, sepertinya akan saling memakan satu sama lain. Penuh kemaraha! Hingga tiba-tiba saja, Alka datang. "Sya, Agatha, ayo, kita makan siang bersama," ajak Alka, tersenyum manis pada kedua sahabatnya. Akan tetapi, senyumannya seketika pudar saat menyadari aliran ketegangan yang ada di sana. "Calon Mama dan Mama Agatha. Mereka berebut Agatha," bisik Syakila pada Alka, ketika Paci-nya tersebut mendekat ke arahnya. "Kukira Agatha hanya diperebutkan Kakak dan pria luaran sana. Ternyata … ck ck ck," balas Alka, berbisik pada Syakila. Sedangkan Agatha, perempuan itu tiba-tiba sudah mengenakan kacamata hitam. Dia tersenyum lebar, cengengesan lebih tepatnya. "Wah … masih calon bintang saja sudah diperebutkan. Superstar Agatha memang keren. Ahahaha …." Agatha terkekeh geli sendiri, mulai berpose seolah ada kamera yang mengambil g
"Pak Nail yang terhormat, tolong lepaskan aku!" pekik Agatha, berusaha melepaskan diri dari gendongan Nail. Nail menulikan pendengaran, tak melepas Agatha dalam gendongannya. Hingga setelah sampai di ruangannya, barulah Nail melepas istrinya–mendudukkan perempuan itu di atas sofa. "Ck, kenapa Mon Tresor membawaku ke sini? Aku baru saja keluar dari ruangan ini. Aih, di sini sangat membosankan," ucap Agatha bernada mengomel, menoleh ke sana kemari untuk memperhatikan ruangan suaminya yang memang menurutnya sangat membosankan. Agatha kemudian melangkahkan kaki, menyenggol pundak Nail kemudian berniat pergi. Akan tetapi, Nail dengan cepat menahan pergelangan tangan istrinya. "Tolong biarkan aku pergi. Aku ingin makan siang dengan Syakila dan Alka.""Makan siang denganku." Nail menjawab cepat, dia duduk lalu menarik Agatha supaya duduk di atas pangkuannya. "Mon Treros!" Agatha menberontak, berusaha lepas dan bangkit dari atas pangkuan suaminya. Akan tetapi Nail memeluk tubuhnya erat, s
Malam ini Agatha, Nail dan putra mereka berkunjung ke kediaman Melviano, untuk membahas pernikahan Aiden dengan Syakila serta pernikahan Alka dengan Kalisa. "Ck." Agatha berdecak kesal, melepas genggaman tangan Nail kemudian mendorong pundak suaminya agar menjaga jarak darinya. "Jangan dekat-dekat denganku," peringat Agatha dengan nada tegas, melayangkan tatapan tajam dan kesal. Ini masih mengenai mangga muda. Agatha sangat dendam pada Nail karena pria itu-- memberinya permen jelly, bukan mangga muda seperti yang Agatha inginkan. "Tata," peringat Nail, mendekat ke arah Agatha dan berniat merangkul pundak Agatha, akan tetapi Agatha lebih dulu mendorongnya. Nail menatap pundaknya yang didorong oleh Agatha kemudian menatap istrinya datar. "Jangan dekati aku!" pekik Agatha, berucap dengan menekan suara. Setelah itu dia melanjutkan langkah untuk memasuki rumah mertuanya. Akan tetapi langkah Agatha kembali berhenti karena Nail tiba-tiba sudah di sebelahnya dan pria itu merangkul pin
Agatha dengan ragu mengatakan langsung alasan kenapa dia marah pada suaminya. "Aku sangat ingin mangga muda dan aku memintanya pada Mon-- Kuku Setan ini!" Agatha menyolot di akrih kalimat, melotot galak pada suaminya kemudian memukul paha Nail kembali. Mendengar sebutan Agatha pada Nail, orang-orang di sana menahan tawa. Sedangkan Agatha lanjut berbicara, "dia bilang, dia akan mencari mangga muda untukku. Tetapi-- Kuku Setan ini bukan memberiku mangga muda, Kuku Setan ini memberiku jelly berbentuk mangga." "Yang penting mangga," jawab Nail tanpa dosa. Bug' Agatha kembali memukul lengan Nail, dengan sekuat tenaga sehingga suara pukulan terdengar. "Kamu mempermainkanku. Dasar Kuku Setan! Aku benciii! Agrkkk--" Agatha menjerit tertahan sembari menengada ke atas. Kemudian, dia mengigit lengan Nail sekuat mungkin–melampiaskan rasa kesal yang melandanya. Agatha kehilangan kendali, tak peduli lagi jika saat ini mereka dihadapan keluarga besar Melviano. "Nail." Zahra geleng-geleng k
"Itu mirip seperti lukisan Agatha." Orang-orang mulai berbisik karena mendengar ucapan salah satu pelukis tersebut. Sedangkan Laila, dia panik dan terlihat gugup. "Jangan asal menuduh. Ini lukisan yang kubuat, hasil pemikiran ku sendiri." Laila memekik, berucap dengan suara kuat supaya orang-orang percaya padanya. Almira maju ke depan, Laila seketika mendekat karena mengira Almira akan menolongnya. Laila bisa masuk ke tempat ini berkat bantuan Almira, dia yakin sekali Almira akan membantunya. Karena jika tidak nama galeri milik Almira, bahkan nama Almira sendiri bisa rusak. "Ya, benar. Lukisan ini memang mirip dengan lukisan Agatha–putriku," ucap Almira lantang, mengejutkan orang-orang karena tak menyangka jika Almira adalah ibu dari Agatha. "Ti-tidak. Aku tidak mungkin plagiat. Aga-- Nyonya Almira membela Agatha karena dia putri anda. Iya kan?" Laila bersikeras tak mengakui perbuatannya. Almira menoleh pada Laila, tersenyum tipis namun penuh isyarat. Almira memberi i
Kiana menatap gambarnya yang salah coret, menganga sedikit lalu menoleh pada suaminya. Pria satu ini! Sangat-sangat tak aman untuk kesehatan jantung Kiana. Hell! Dari tadi, Marc sudah bagus hanya diam dan tak bersuara. Tetapi kenapa dia tiba-tiba mengeluarkan suara? See?! Sekalinya Marc berbicara, gambar Kiana rusak. Bencana! "Jawab." Marc bangkit dari kursi lalu menghampiri Kiana, dia berdiri di belakang istrinya–menatap sejenak pada gambar desain Kiana yang tergores pencil, cukup dalam dan parah. Melihat itu, Marc menarik salah satu sudut bibir ke atas–membentuk sebuah smirk tipis, geli melihat gambar istrinya. Jadi perempuan ini tadi kaget dan salah coret? Cih, menggemaskan. "Kau mencintaiku, Wife?" tanya Marc, membungkuk ke arah Kiana. Satu tangannya memegang sandaran kursi Kiana, satu lagi bertopang pada sisi meja istrinya. Kiana yang sedang menghapus bagian yang salah pada desain, menjadi kikuk lalu berakhir salah hapus. Marc berdecis geli, menarik penghapus dari tangan i
Ceklek' Marc menoleh ke arah pintu, mendapati istrinya di sana. Kiana terlihat kaget, mungkin tak mengira jika Marc telah datang. Kiana masuk dalam kamar, menutupi pintu sembari berjalan menghampiri suaminya. Dia tersenyum manis, senang karena Marc akhirnya kembali. Ada banyak hal yang ingin Kiana ceritakan pada Marc, salah satunya niatan Gebara untuk melamar Kinara–kakaknya. Karena jika Gebara ingin melamar Kinara, pasti mereka akan ke negara Kiana. Itu yang membuat Kiana sangat senang, dia bisa pulang lalu bertemu dengan keluarganya. Tak bisa dipungkiri, Kiana sangat rindu pada keluarganya. "Kak Marc kapan pulang?" tanya Kiana, masih tersenyum manis pada Marc. Pria itu menaikkan sebelah alis, menampilkan raut muka dingin dan tatapan yang cukup mengintimidasi. "Baru saja." Kiana cengar cengir, mendudukkan diri di pinggir ranjang. "Kau sepertinya terlihat sangat senang." Kiana menganggukkan kepala. "Kak Gebara sudah memantapkan niatannya untuk melamar Kak Kinara. Minggu
Sofia! "Untuk apa kamu datang ke sini?" sinis Kiana, menatap Sofia kesal secara terang-terangan. "Tuan meninggalkan laporan penting dan aku datang untuk menjemputnya," ucap Sofia dengan nada angkuh, berniat masuk akan tetapi Kiana dengan cepat mendorong pundaknya. "Jangan menginjakkan kaki kotormu ke dalam kamarku dan Kak Marc." Tak mau kalah, Kiana memperlihatkan keangkuhan yang sesungguhnya pada Sofia, "makhluk rendahan sepertimu bisa mencemari kamar kami," lanjut Kiana. Sofia mengepalkan tangan, menatap begitu marah pada Kiana. "Kiana! Jaga ucapanmu, ini bukan keluarga Melviano! Mungkin di keluargamu, kamu adalah nona muda yang selalu dihormati dan dimanja. Tetapi di sini …-" Kiana langsung memotong, berkata santai dengan bersedekap di dada, "nyonya Lucas. Aku malah naik jabatan di sini. Dari Lady Melviano, menjadi Nyonya Lucas. Iri, Remahan Biskuit?" ejek Kiana di akhir kalimat. Sofia semakin marah mendengar ucapan Kiana. Dia sangat tak terima, apalagi bagian Kiana meny
"A-aku memang kecelakaan, Tante. A-aku bahkan hampir mati." pekik Sofia, menangis dengan air mata yang terus meluruh. Disha menghela napas, tak ingin berdebat lagi dengan perempuan tersebut. "Kalau begitu biarkan Arseno memeriksa kakimu," ucap Disha dengan nada tegas. Sofia memucat, gugup dan terlihat panik. Kakinya tidak sakit ataupun patah. Meski Arseno bukan dokter ortopedi, tetapi dia yakin kalau Arseno akan tahu kebohongannya. Namun, jika dia keukeuh menolak, Disha akan lebih curiga padanya. Disha memanggil beberapa maid untuk membawa Sofia ke dalam, setelah itu dia menyuruh keponakannya untuk memeriksa kaki Sofia. ***Cup' Marc mencium bibir Kiana, melumatnya cukup kasar dan penuh penuntutan. Saat ini mereka sudah dalam kamar, membuat Marc leluasa untuk mencium istrinya. "Ummff--" Kiana memberontak, cukup kaget karena Marc tiba-tiba menciumnya. Dia juga ingin mengatakan sesuatu pada Marc, oleh sebab itu dia berupaya menghentikan Marc. "Kau menolak ciumanku?" ucap Marc, me
Setelah berbicara pada Eliza, Kiana menemui mama mertuanya. Dia tak enak hati melihat sang mama mertua yang sibuk ikut membantu persiapan pesta untuk nanti malam. Karena tidak tahu harus membantu apa, Kiana mendekati mama mertuanya untuk bertanya. Akan tetapi, sang mama mertua malah menyuruh Kiana istirahat–menyuruh Yoona supaya mengantar Kiana ke kamar. Yoona berbeda dengan Eliza, perempuan ini sangat santai dan juga ramah. Yoona memiliki seorang kakak bernama Gerald De Lucas, dan dia ternyata bekerja di DSL. Hanya saja karena Kiana tak memperhatikan dan Gerald tak terlalu menonjol orangnya, Kiana tak tahu jika Gerald adalah sepupu Marc. Suaminya juga punya satu sepupu laki-laki lainnya. Namanya Arseno De Lucas (anak dari Ando dan Aulia) di mana Ando adalah paman tertua Marc. Arseno sendiri memilih berbeda, menjadi seorang dokter bedah yang sudah terkenal keahliannya di negara ini. "Yoona, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa ku lakukan?" ucap Kiana, menolak masuk dalam ka
Kiana berakhir bersama adik dan sepupu suaminya. Hari ini akan ada pesta pernikahan di sini--pestanya dan Marc, dan keadaan rumah memang ramai. Kiana tidak menyangka jika pernikahannya akan kembali dirayakan di rumah mertuanya. Dia kira cukup ritual pernikahan dan semua selesai. Ternyata di sini, pernikahannya kembali dirayakan. Beda tradisi dan Kiana cukup kaget. Akan tetapi Kiana sangat senang, karena dengan begini dia bisa melihat dan merasakan keantusiasan orangtua suaminya untuk menyambutnya sebagai menantu. Sebelumnya Kiana bersama ibu mertuanya dan beberapa aunty suaminya. Akan tetapi pada akhrinya dia berakhir bersama saudara dan sepupu suaminya, mama mertuanya sibuk mempersiapkan pesta untuk nanti malam. "Namamu Starla?" tanya Davin, adik suaminya, cukup ramah meskipun ramah pria ini mood-moodan. "Itu nama depanku, Kak," jawab Kiana, nyengir kuda karena cukup kikuk pada Davin. Status pria ini adalah adik iparnya, akan tetapi karena usia Davin lebih tua darinya, Kiana mema
Mendengar ucapan Disha, Audi hanya diam. Dia ragu jika Sofia seperti yang Disha dan Sera katakan, akan tetapi sikap Sofia akhir-akhir ini memang sangat aneh. "Mama harus menemui Kiana. Ada yang ingin Mama tanyakan padanya, Nak," ucap Audi pada Disha, mengingat sesuatu dan dia ingin memastikannya pada Kiana. Sejujurnya Disha khawatir akan tetapi dia tetap menganggukkan kepala. Audi memiliki keraguan dan mama mertuanya memang harus menghapuskan keraguan itu. Sama seperti Disha yang dulunya sempat ragu pada Kiana, dan setelah dia menghapus keraguan itu-- dengan melihat sendiri ketulusan Kiana pada putrinya, barulah Disha merasa lega. ***Marc dan keluarganya akhirnya kembali ke negara mereka. Ada hal yang baru di tengah-tengah mereka, yakni Kiana yang sekarang telah menjadi bagian dari keluarga. Sebetulnya Kiana cukup sedih dan cemas, dia juga merasakan kerinduan yang mendalam pada keluarganya. Mommy dan daddynya, lalu kakaknya yang sangat menyayanginya. Mereka sekarang berpisah. "
"Aku bersumpah akan menghancurkan pernikahan mu dengan Kiana, Tuan. Aku bersumpah!" pekik Sofia lagi, kembali menangis dengan derai air mata yang deras. Hatinya sangat terluka! Mungkin Marc sudah menyentuh Kiana, dan itu sangat menghancurkan perasaan Sofia. **** "Aunty, Nenek, Kakek, Uncle dan kalian semua, kalian harus mendengarkan ku. Kiana itu perempuan tidak baik, Sofia di rumah sakit dan sedang bertaruh nyawa. Sofia membutuhkan Kak Marc tetapi Kak Marc sama sekali tidak datang." pekik Eliza, menggebu-gebu berbicara pada keluarganya. Dia akan membuka kebusukan Kiana pada keluarganya. "Apa maksudmu, Eliza?" tanya Disha, menatap bingung pada Eliza. "Tadi malam Sofia kecelakaan, Aunty." Eliza menjawab. "Ah, ya ampun. Se-sekarang bagaimana kondisinya, Sayang?" Audi terlihat sangat khawatir. "Kak Sofia sudah melewati keadaan berbahaya. Tadi malam, dia membutuhkan donor darah. Aku meminta Kak Marc datang tetapi Kak Marc tak kunjung datang, malah Kak Dean yang datang. U
Namun, kenapa Dean menghubunginya? Apa ada hal penting?Marc mengangkat telepon tersebut, menempelkan benda pipi di telinga. Bukan suara Dean yang menyapa, akan tetapi suara perempuan yang tak lain adalah Eliza. 'Kak, kenapa tidak datang menolong Sofia? Jahat sekali Kakak. Untung ada Kak Dean, yang bersedia mencari donor darah untuk Sofia. Sekarang, aku mohon Kak Marc dagang menjenguk Sofia. Dia sangat ingin bertemu dengan Kakak.' "Kau sangat mengganggu dan etikamu semakin menurun, Eliza," dingin Marc, suaranya begitu menusuk dan mengancam–membuat Eliza diseberang sana merasa takut dan menyesal mendesak Marc. "Jangan sampai aku memulangkanmu pada orangtuamu untuk diajari etika lebih baik lagi." lanjut Marc, setelah itu dia mematikan telepon–meletakkan ponsel di atas nakas. Kiana mengerjap beberapa kali, mengamati Marc yang terlihat marah. Ketika pria itu menoleh padanya, Kiana tetap menatap Marc. "Ada apa?" tanya Marc, mendekat pada istrinya kemudian kembali membaringkan tubuh di