Seorang polisi bernama Alan Purnama datang bersama dengan empat orang anak buahnya. Dengan berbekal surat tugas langsung dari pimpinan kepolisian Sumatera Utara, pria itu datang dengan gagahnya menghadap kepada Deva. “Selamat malam, Tuan Rahardjo,” sapa pria gagah berkulit kuning langsat dengan perawakan yang tinggi. Matanya berwarna hitam legam, dengan hidung yang mancung dan bibir tipisnya. Setiap kali ia berbicara sambil sedikit tersenyum, sebuah lesung pipi di sebelah kiri menambah kesan manis pada pria berkulit bersih ini. Deva mendengus kesal saat melihat mata Alan terpanah kepada istrinya yang baru saja mengangguk kecil dan juga tersenyum kepada polisi yang baru saja masuk itu. Bukan maksud Ratih untuk mencari perhatian atau mau membuat masalah baru dengan Deva. Dia hanya berusaha untuk ramah dengan orang yang melindungi suaminya. “Selamat malam, Pak Alan. Apa Yoga Budiman sudah berhasil diamankan?” sapa Deva sambil menjabat tangan polisi tampan tersebut. Dalam hatinya ia
“Sial! Kenapa dari tadi aku tidak bisa menghubungi dia!” omel Yeni sambil membanting ponselnya di atas karpet. Joko hanya bisa menghela nafas melihat kemarahan Yeni. Bagaimana tidak, dia sudah tau apa yang sedang dilakukan oleh bosnya saat ini. Bahkan beberapa jam yang lalu, Yoga sudah memperingati Joko untuk tidak mengganggu waktunya. “Yeni, ini sudah tengah malam. Kamu bisa menghubunginya besok pagi, sekarang ambillah ponselmu ini. Kalau dibanting dan rusak, kamu justru tidak bisa menghubungi suamimu sama sekali.” Jokowi memungut ponsel milik wanita yang dikaguminya dan diletakkan di atas meja. Gelagat Jokowi yang tidak bias aitu menimbulkan kecurigaan bagi Yeni. “Berikan ponselmu, aku ingin memeriksanya,” pinta Yeni yang terdengar sedikit memaksa. “Nyonya, bukankah tadi Tuan Yoga sudah menghubungi Anda kalau beliau akan mengantarkan istri pertamanya ke kampung halaman. Setelahnya besok pagi kita akan menjemputnya di bandara. Saran saya, lebih baik Anda tidur sekarang,” jawab Jo
Sementara Yeni melarikan diri entah kemana dengan modal uang yang ada di dalam dompetnya, dua orang wanita paruh baya baru saja turun dari taksi di depan rumah tahanan. Kedua wanita itu adalah Marleni Bilqis dan Yuniarni Santoso. Hari ini adalah jadwal kunjungan untuk keluarga tahanan, wajah Arni tampak lesu. Ia tidak lagi bersemangat seperti biasanya, tetapi Leni yang berada di sisinya selalu saja menguatkannya. “Sudahlah Mbak, jangan nangis terus. Nanti bagaimana kalau Rangga melihat kita?” bisik Leni sambil memberikan sapu tangan usang untuk Arni. Tangan Arni yang kasar dan mulai keriput mengambil sapu tangan itu dan mengusap airmata yang selalu saja meleleh membasahi pipinya. “Bagaimana mungkin aku tidak menangis, Leni. Selama ini kami sudah nyaman, datang bekerja hanya sekedar formalitas saja. Sampai tiba-tiba Ratih sialan itu memutuskan hubungannya dengan anakku begitu saja,” geram Arni. “Tenang Mbak, setelah urusan pengadilannya Rangga selesai dan kita tau dia dijatuhi hukum
Kembali ke Singapura, tepatnya di bandara Chanin. Jokowi menatap sendu Yeni yang berjalan membelakanginya dan masuk ke sebuah mini market. Sesekali ia mendongakkan kepalanya, mencari bos yang selama ini dilayaninya. “Kenapa, Pak Yoga belum datang juga?” gumam Joko sambil melihat jam pada pergelangan tangannya. Tidak biasanya Yoga terlambat seperti ini, apa mungkin ada barangnya yang terselip seperti kejadian pada penumpang lain saat kedatangannya ke Singapura kemarin. Joko masih tetap positif thinking saja. Ia tidak sadar kalau dari jauh ada beberapa orang yang mendekat ke arahnya. Sepasang suami istri juga sedang mengawasinya dari sebuah ruangan VVIP yang sengaja di sewa Deva untuk melihat dari atas proses penangkapan Jokowi. “Tim Alpha sudah berada di TKP dan siap untuk menyergap. Kami menunggu perintah, Komandan!” lapor salah seorang anak buahnya Alan. “Mulai merapat dan segera tangkap saat target sudah terkepung.” Alan fokus mengawasi anak buahnya yang bergerak secara terstru
Wajah cantik Ratih membuat Deva ingin menelusuri setiap jengkal lekuk wajah istrinya. Tangan Deva mulai melata di pipi Ratih, lalu ditariknya dagu indah Ratih hingga wanita itu mendongak. Tatapan mereka bertemu dalam satu garis lurus, suasana yang lengang membuat nafas keduanya terdengar memburu. Saat Deva secara perlahan mulai menghampiri wajah jelita itu, perlahan Ratih memejamkan kedua matanya, lalu saat bibir mereka hampir bertemu. Suara langkah kaki membuat Ratih menarik kepalanya mundur. “Ehem, ma-maaf Tuan. Kita akan segera lepas landas, tolong kenakan sabuk pengaman Anda.” Dian jadi salah tingkah saat memergoki sepasang pengantin baru itu hampir berciuman. “Oh, Okay,” jawab Deva dengan tenang seolah tidak ada beban sama sekali. Berbeda dengan Ratih yang masih bersemu dan menahan rasa malu. Tidak bisa dipungkiri kalau Ratih bukannya wanita yang terlalu polos dan belum pernah berciuman sama sekali. Selama tiga tahun dirinya memadu kasih dengan Rangga. Walau Rangga adalah pr
“Deva! Ku mohon, jawab aku! Minimal pakailah celana dalammu!” bentak Ratih yang mulai merasa gerah di dalam selimut. “Nyonya, suami Anda sudah keluar dan beliau bukan hanya sudah memakai celana dalam tetapi juga sudah memakai pakaian lengkapnya,” “Hah?!” pekik Ratih sambil membuka selimutnya dan mendapati seorang wanita dengan pakaian seperti dokter sedang tersenyum geli memandang Ratih. Sedang ia melihat suaminya justru sedang serius memandang layar laptop sambil menyeruput kopi di cangkir mewah berwarna putih. “Nyonya perkenalkan saya adalah Dokter Sella, saya yang akan memeriksa kaki Anda,” ucap sang dokter ramah. Tanpa bisa berkata banyak Ratih hanya bisa mengangguk pelan dan menyibakkan selimutnya. Dokter Sella memeriksa dengan seksama. Saat ia sentuh mata kaki di pergelangannya Ratih, terdengar suara rintihan. “Aduh,” rintih Ratih sambil menggigit bibirnya dan menahan sakit. Spontan saja Deva langsung berdiri dan menghampiri Ratih. “Apa yang sakit?” tanya Deva khawatir.
Tak lama pintu ruangan tersebut terbuka lebar. Tampak Alan datang dengan membawa Jokowi dengan tangan diborgol. “Tuan Muda, kami sudah datang,” lapor Alan. “Jo-jokowi? Kau! Kau pengkhianat!” pekik Yoga sambil menggebrak meja. Mendengarnya Joko tidak berani mengangkat wajahnya, wajah tersebut hanya tertekuk dengan gumaman pelan yang terdengar. “Ma-maafkan aku …,” ucapnya lirih. Alan dan Deva saling memberi kode, setelah Alan menarik Joko untuk di bawa ke dalam sel tahanan khusus bagi pada justice kolaborator. “Sampai di sini, apa kau masih mau bungkam Yoga?” Deva kembali memberi kesempatan bagi Yoga. Bukannya apa, Deva memang tidak suka dengan masalah. Prinsipnya, jika masalah bisa diatasi dengan baik atau dengan jalur damai, mengapa harus dibuat besar dan berkepanjangan. Waktunya terlalu berharga dihabiskan untuk mengurusi masalah yang membuat efektifitas kerjanya terganggu. Tapi, dasarnya Yoga memang seorang pria yang angkuh dan bebal. Dia menganggap remeh semua ucapan Deva wala
Seberkas Cahaya bagai kunang-kunang menyeruak keluar begitu saja. Ratih tak kuasa menahan keterkejutannya. “Deva, lihatlah!” panggil Ratih sambil membulatkan matanya. Bukannya melihat, Deva justru semakin menenggelamkan kepala Ratih di dadanya. “Sstt, jangan berisik. Aku lelah sekali hari ini, aku mau tidur,” bisik Deva. Selain aroma tubuh Ratih menjadi candu baginya, Deva tidak sedang berbohong, dia memang sedang kelelahan mengurus perkara Yoga ini. Entah kenapa ada ketenangan tersendiri saat Ratih berada di dalam dekapannya. Sedangkan Ratih semakin percaya, kalau memang hanya Devalah satu-satunya pria yang bisa melepaskan dirinya dari rantai kematian. “Kalau saja kamu melihatnya, kamu pasti akan terkejut tapi kamu langsung percaya kepadaku,” bisik Ratih sambil menatap Deva penuh arti. “Hem …,” gumam Deva sudah terlelap. Kebiasaan Ratih yang suka bangun tengah malam sekitar pukul dua karena haus sedikit mengganggu kenyamanannya Deva. Ratih turun dari ranjang sambil mengendap-nge
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.