"Yeni sudah masuk ke dalam penjara, Bu." Deva langsung menjawab rasa penasaran Bu Sulis.
Bagaikan tersambar petir Bu Sulis langsung terduduk di kursi yang ada di belakangnya. Ia menggeleng lemah, beberapa butiran kristal langsung meluncur begitu saja dari pelupuk matanya.
"Yeni masuk penjara? Tidak, itu tidak mungkin. Memangnya apa kesalahan anakku? Nak Deva, tolong jangan bertindak di luar batas. Ibu tahu, keluargamu memang memiliki uang yang banyak. Tapi, menjebloskan seseorang ke dalam penjara tanpa alasan yang jelas itu adalah perbuatan yang sangat buruk." Bu Sulis mengecam perbuatan Deva tanpa tahu apa yang telah dilakukan oleh Yeni.
"Dengar ya Bu, bukan aku yang melampaui batas. Tapi justru Yeni lah yang telah bertindak di luar batas kewajaran, Yeni yang selama ini Ibu kenal sebagai seorang gadis yang manis dan baik nyatanya adalah wanita yang sangat licik dan telah berbuat tindak kejahatan. Aku pun yakin Ibu tidak akan pernah menyangka Yeni sanggup melaku
"Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk ibu. Kemurahan hatiku terbatas, maka jangan pernah meminta hal yang lebih dariku. Karena mustahil aku akan mengabulkannya." Deva berucap dengan dingin dan tidak memberikan celah sedikitpun untuk Bu Sulis bernegoisasi dengannya. Seluruh tubuh Bu Sulis gemetar, membayangkan anaknya masuk ke dalam penjara. Tidur di balik jeruji beralaskan lantai semen, kedinginan setiap malam. Tidur tanpa alas kepala dan selimut, hati ibu mana yang tega membayangkan hal tersebut.Bu Sulis terlalu takut sampai tanpa pikir panjang karena Deva menolak untuk membantunya, ia lantas segera memeluk kaki Ratih. Mungkin saat ini dirinya sudah tidak bisa lagi bernegoisasi dengan Deva, tetapi Bu Sulis yakin wanita di hadapannya, yang sedang menatapnya iba itu pasti dapat menolongnya dan memberikannya jalan keluar."Nyonya, saya mohon, bujuklah suami Anda agar mau menolong anakku Yeni. Tidak apa jika memang Yeni bukan istrinya, tetapi tolonglah Yeni. Ingatlah masa lalu mereka,
Kembali pada penyelidikan kasusnya Tedi. Setiap saat Alfri yang tidak pernah tenang memikirkan Ucok yang belum juga sadarkan diri. Lantas ia pun berinisyatif mengirimkan sebuah surat pemeriksaan untuk Fitri.Dia berencana untuk mengantarkannya sendiri pada saat itu. Maka sampailah Alfri di depan rumah putih yang cukup megah milik almarhum Susantio. Terlihat Fitri sedang bermain dengan anak-anaknya. Mereka berlarian di taman, wajahnya sangat ceria. Seolah segala beban terlepas dari pikiran dan pundaknya. Alfri mendengus kesal, mengapa bukan Ucok yang seperti ini. Seharusnya kalau saja Ucok dapat pulang dengan selamat, bisa dipastikan dirinya juga sedang bermain bersama anaknya di taman rumahnya. Apalagi istrinya Ucok sedang hamil tua saat ini.Melihat seorang pria yang dikenalnya Alfri sedikit heran. Pria yang dikenalnya sebagai mantan anak buahnya Teddy, siapa lagi kalau bukan Lukman. bukannya Lukman selama ini juga memiliki seorang istri dan anak, lantas mengapa dia justru datang k
"Seolah, ia memiliki kepentingan lain, yang tidak kami ketahui. Tapi, karena Susantio sudah meninggal, aku yakin satu-satunya yang mengetahui alasan tersebut adalah Anda, Nyonya Fitri. Sekarang jelaskan dan jawab pertanyaanku sejujur-jujurnya, sebenarnya apa alasan Tedi menyandera, Surya?" tanya Alfri kembali menatap tajam.Fitri langsung terbelalak, ia tidak bisa menutup keterkejutannya. Ingin mengunci bibirnya, tetapi Alfri bertanya seolah seperti sedang menangkap basah dirinya.Melihat perubahan wajah tersebut, Alfri yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Fitri. Alfri lalu meletakkan bolpoin dan buku kecilnya ke atas meja. Ia lantas melipat tangannya di dada sambil bersandar di sofa."Saat ini, Anda mungkin bisa bernafas lega karena Tedi masih berbaring, di rumah sakit. Tetapi tidak menutup kemungkinan, suatu saat ketika dia sadar dan mengingat kembali apa yang inginkan dari Susantio, maka dia akan kembali datang ke sini mencarimu.""Bukankah kau, Lukman yang paling tahu,
Alfri mendengus kesal lalu mengusap wajahnya. "Lantas, di mana emas itu berada?"Alfi kembali mengulang pertanyaannya dan Fitri masih terdiam mengunci bibirnya. Sangking gugupnya Fitri tidak dapat berpikiran dengan jernih."Fitri, aku tidak akan mengulangi pertanyaanku untuk yang ketiga kali lagi, di mana suami kamu menyimpan emas itu? Asal kau tahu, emas itu bukanlah hak kamu dan keluargamu. Emas itu merupakan hak dari Tuhan Abizar,""Seyogyanya, apa yang bukan menjadi milikmu harusnya kau kembalikan kepada yang lebih berhak, dengan begitu, aku akan mengurungkan niatku untuk menjadikanmu seorang tersangka." Alfri tidak lagi menutupi maksud dan tujuannya.Sungguh, Fitri juga sudah ketakutan dan Alfi semakin muak menunggu Fitri berkata jujur. Ia pun langsung berdiri. Saat melihat Alfri benar-benar meninggalkannya, Fitri yang masih termenung langsung ditegur oleh Lukman."Kau memang mencari masalah Fitri, untuk kali ini aku tidak dapat membantumu lagi." Lukman pun juga segera berdiri da
"Aku tidak salah paham Lukman, mungkin Fitri bisa menjadikan Surya sebagai alasan untuk menyuruhmu kemari. Tapi tidak denganku. Bukan begitu, Fitri?" tanya Alfri mengintimidasi."Aku, tidak mengerti dengan apa yang Anda katakan, Pak Alfri?" ucap Fitri sambil menunduk malu.Alfri pun mendengus sambil tertawa sinis menatap Fitri. "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, kamu bisa membohongi Lukman. Tetapi tidak denganku dan kau, Lukman. Jadilah seorang pria yang berpikiran panjang,""Tugasmu bukanlah menemani anaknya orang lain di mana anak ini adalah anak yatim, itu artinya ibunya adalah seorang janda. Apa kata kalau mengetahui kamu bermain dengan anaknya seorang janda di saat istrimu sedang hamil tua?""Mohon maaf, aku berbicara seperti ini walaupun ini bukan urusanku dan ini merupakan urusan pribadi kalian. Tetapi, rasanya kalau aku tidak mengingatkan mu Lukman, sebagai sesama pria, maka aku salah di hadapan Tuhan.""Kewajibanmu adalah menjaga istrimu yang saat ini sedang hamil tua. Dia l
Alfri pun tidak ingin langsung percaya. "Baiklah kita akan buktikan ucapanmu ini, benar atau tidak. Semoga saja benar," ucap Alfri lalu segera memerintahkan anak buahnya untuk membongkar lokasi yang telah ditunjuk oleh Fitri kepadanya.Mereka membutuhkan waktu kurang lebih sekitar satu jam lamanya, sampai akhirnya cangkul dan juga linggis beradu dengan sebuah kotak besi yang terkubur di dalam gundukan tanah tersebut.Bersama-sama diangkatnya kotak besi tersebut lalu dengan menggunakan pisau mesin mereka membuka gembok yang terpasang di luar kotak besi tersebut.“Benarkah ini brankas yang kau maksud?” tanya Alfri kepada Fitri.Dengan mengangguk Fitri menjawab. “Benar Pak, ini adalah brankas yang aku maksud.”“Baiklah kalau begitu kalian buka sekarang juga gembok terakhir yang paling besari itu,” titah Alfri.Ketika selesai, pisau itu membelah besi yang mengunci brankas tersebut. Diangkatnya pintu brankas itu terlihatlah tumpukan kilauan kuning yang dapat menggoda serta menghancurkan im
Mendengar nama Ucok, Alfri pun membanting setir mobilnya dan segera mengerem mobil yang dikendarainya secara mendadak.“Ada apa dengan Ucok?” tanya Alfri dengan wajah yang sangat tegang.“Posisi anda sekarang berada di mana, Komandan?” tanya dokter Bambang sebelum menginformasikan apa yang hendak disampaikannya barusan.“Aku hendak menuju ke panti jompo Sejahtera, cepat katakan saja. Ada apa dengan Ucok?” tanya Alfri mendesak dokter Bambang.Mendengar posisi komandan Alfri saat ini sedang berada di jalan, Bambang pun mengurungkan niatnya untuk menyampaikan berita penting tersebut.“Kalau begitu, bisakah Anda datang ke rumah sakit saja?” tanya dokter Bambang.“Baiklah, aku akan segera ke sana,” ucap Alfri segera membanting stir lalu menginjak pedal gas dengan maksimal menuju ke rumah sakit kepolisian tempat Ucok dirawat saat ini.Sesampainya di rumah sakit, Alfri yang baru saja memarkir mobil di dekat lobby pun segera berlari masuk ke dalam rumah sakit dan mencari dokter Bambang.Untun
Berkali-kali Alfri mencoba menyelamatkan Ucok dengan tangannya sendiri. sementara Alfri melakukan penyelamatan dengan caranya sendiri, dokter Bambang memerintahkan salah satu perawatnya untuk mencatat jam kematiannya Ucok.Lalu dokter Bambang pun menyentuh bahu Alfri. “Komandan, jangan seperti ini. Kumohon, ikhlaskan saja,” bisik dokter Bambang berusaha untuk menenangkan alfri.Tidak terima mendengar kata Ikhlas, Alfi pun segera menatap tajam dokter Bambang sambil mengeraskan rahangnya.“Apa maksudmu ikhlaskan? Dia baru saja berbicara denganku, tidak mungkin setelah berbicara denganku lantas aku harus mengikhlaskannya begitu saja!” kembali dokter Bambang mendesah menatap Alfri.“Komandan, kumohon jangan seperti ini. Seharusnya, komandan bersyukur karena Tuhan karena masih memberikan kesempatan kepada Ucok untuk menyampaikan pesan terakhirnya kepada anda.” Bambang mengingatkan Alfri dengan nada suara yang p
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.