Hati Clara terasa hancur. Air matanya terus mengalir, tetapi dia hanya menangis tanpa suara. Satya mengemudikan mobil sambil menggertakkan giginya. Dia ingin sekali menangkap semua anggota Keluarga Sadali dan menghabisi mereka satu per satu.Setengah jam kemudian, mobil mereka berhenti di kediaman Clara. Satya turun dan membukakan pintu kursi belakang. Joe sedang tidur di pelukan Clara. Bajunya dibasahi peluh di bagian punggung. Satya melepas mantel dan menyelimuti Joe. Kemudian, dia menggendong bocah itu. Clara mengikutinya dari belakang.Malam ini sangat hening. Saat mereka masuk, pembantu sedang menggendong Alaia yang terbangun. Keduanya sama-sama menunggu kepulangan mereka di ruang tamu. Alaia yang setengah terjaga memandang ke arah pintu yang terbuka, lalu memanggil Joe dengan suara kecil.Satya melangkah ke kamar utama sambil menggendong Joe. Clara pun menyusul dengan menggendong Alaia. Joe masih terlelap dengan wajah kelelahan."Kak Joe," panggil Alaia lagi.Satya menyelimuti Al
Clara berteriak. Dia berusaha mendorong Satya, tetapi tenaga Satya lebih kuat. Mana mungkin Clara bisa melawan Satya? Clara menghela napas dan menahan godaan Satya.Satya sudah lama tidak berhubungan intim. Awalnya, dia berniat untuk langsung menaklukkan Clara. Apalagi saat ini Clara sama sekali tidak mampu melawannya. Namun, Satya tidak ingin melakukannya dengan asal. Setelah berpisah selama beberapa tahun, Satya ingin bercinta dengan lembut. Dia ingin meninggalkan kesan yang menyenangkan untuk Clara.Sikap Satya pun melunak. Dia mencium bibir Clara dan bertanya dengan suara serak, "Apa kita mau melakukannya di ranjang?""Nggak mau," sahut Clara dengan suara bergetar. Dia memalingkan wajahnya, lalu memberanikan diri untuk membentak, "Satya, apa kamu menyuruhku antar selimut untuk melakukan hal ini?"Siapa sangka, Satya malah mengakuinya. Dia membalas, "Iya. Aku sudah lama menginginkannya."Satya ingin Clara menyentuh tubuhnya lagi. Dia menggenggam tangan Clara dengan erat sehingga Cla
Sebelumnya Vigo berusaha memendam perasaannya. Sekarang dia tidak bisa mengendalikan emosinya lagi. Vigo tidak bisa terima dirinya dikalahkan oleh Satya. Dia tidak mengerti sebenarnya apa kekurangannya dibandingkan dengan Satya. Vigo menghela napas.Aksa menghampiri Vigo. Dia merasa sedih ketika melihat ponsel Vigo yang hancur. Aksa berucap, "Pak, untuk apa kamu mengamuk seperti ini? Takutnya ponselmu nggak bisa diperbaiki lagi."Vigo memelototi Aksa sembari bertanya, "Ponsel bisa diperbaiki, bagaimana dengan perasaan orang? Memangnya kenapa kalau ponsel itu nggak bisa diperbaiki lagi?""Oke. Pak, jangan emosi lagi," timpal Aksa. Dia mengeluarkan kartu SIM dari ponsel Vigo, lalu membersihkan kepingan-kepingan ponsel yang hancur dan membuangnya ke tong sampah. Setelah selesai, Aksa melihat Vigo dan berpesan, "Pak, sudah waktunya istirahat.""Aku mau menenangkan diri sebentar," sahut Vigo. Aksa tertegun, lalu dia pergi sesudah berpikir sejenak.Vigo berdiri sendirian untuk waktu yang lam
Saat bangun keesokan paginya, Clara mengamati kondisi tempat tidur. Gaun tidur sutra yang dipakai Clara semalam sudah dilipat dengan rapi dan diletakkan di samping bantal. Namun, gaunnya berkerut karena ditarik Satya.Clara mengingat kembali kejadian semalam. Satya sama sekali tidak berubah. Awalnya, Satya masih memperlakukan Clara dengan lembut. Namun, akhirnya Satya mulai kehilangan kendali dan melampiaskan hasratnya dengan intens. Wanita biasa tidak mungkin mampu memenuhi hasrat Satya yang tinggi. Wajah Clara memerah begitu memikirkan hal itu.Clara tidak lanjut berpikir lagi. Dia memakai gaun tidurnya, lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Clara membuka keran air dan memandang dirinya di cermin. Bahkan, gaun tidur yang dipakainya tidak bisa menutupi bekas-bekas di tubuhnya.Satya sangat mendominasi di atas ranjang. Walaupun Clara terus memohon, Satya juga tidak melepaskan Clara. Semua itu membuat wajah Clara memerah dan jantungnya berdegup kencang.Clara tidak menyesal. Bag
Clara tertawa sinis sebelum berbalik bertanya, "Gimana kamu bisa tahu aku nggak cari orang lain?" Wanita itu sengaja menambahkan, "Aku sudah punya banyak pengalaman, bahkan dengan pria asing yang kuat dan gagah .... Memangnya kamu bisa menandingi mereka?"Satya mendekati wanita itu, lalu meremas dagunya dan menggigit bibir merahnya dengan lembut. Kemudian, pria itu meledek, "Buat apa sengaja bilang begitu?'Clara malas meladeninya. Dia pergi dengan hati-hati ke samping ranjang, lalu meraba dahi Joe. Untungnya bocah itu tidak demam. Clara pun pergi ke dapur.Satya masih tinggal di dalam kamar untuk menemani kedua anaknya. Alaia bangun lebih dulu. Dia mengucek matanya, lalu turun dari ranjang dan berlari ke arah Satya dengan telanjang kaki. Gadis kecil itu bahkan naik ke pangkuannya .... Saat ini, dia masih belum sepenuhnya sadar.Begitu sadar, Alaia bersandar pada ayahnya sambil bertanya dengan suara pelan, "Kenapa Kak Joe belum bangun?"Satya teringat dengan 500 mililiter darah itu. Ta
Satya sangat berterus terang. Dia mengatakan bahwa memakai kondom kurang puas, bahkan ribut ingin melakukan vasektomi. Ketika masih di dapur saja, pria itu sudah berani membicarakan hal-hal seperti ini. Entah apa yang akan dia katakan ketika hanya sedang berduaan dengan Clara.Clara pun memintanya untuk memperhatikan citranya. Dia juga mengatakan bahwa anak-anak masih ada di rumah.Satya langsung menimpali, "Kalau nggak melakukan itu, gimana bisa ada mereka?" Setelah mengatakan itu, dia sedikit tertegun.Clara juga sama. Waktu berlalu begitu cepat. Baik dia maupun Satya, mereka sama-sama hampir lupa bahwa Alaia adalah anak dari Davin dan Freya. Mereka keliru berpikir bahwa Alaia adalah putri kandung mereka ....Air di dalam panci mendidih. Hal ini membuat Clara tersadar, lalu berucap pelan, "Airnya sudah mendidih. Aku mau masak pangsit, jangan ribut lagi."Meskipun suasana sedikit tegang, mana mungkin Satya akan melepaskan kesempatan untuk bermesraan ini?Ketika Clara sibuk, dia memelu
Vigo kembali ke rumah. Dia memarkir mobilnya dan langsung menuju vila tempat tinggalnya. Setelah itu, dia mendorong pintu kamar tidur utama hingga terbuka .... Di dalam, Renata sedang merapikan kamar. Temperamen Renata biasanya memang sangat lembut, baik itu dalam urusan rumah tangga ataupun yang lainnya.Vigo menutup pintu kamar tidur. Melihat ekspresinya yang aneh, Renata yang masih memegang syal di tangannya tanpa sadar mundur selangkah. Dia bertanya kepada Vigo, "Vigo, kamu sudah dua hari nggak pulang. Kamu nggak peduli dengan anak kita .... Kamu mau langsung buat keributan setelah pulang kali ini?" Renata sebenarnya hanya menggertak.Vigo menepis benda di tangannya dan menampar Renata hingga terjatuh ke tempat tidur. Renata terkapar di tempat tidur sehingga tidak bisa bangun selama beberapa saat. Telinganya berdengung karena tamparan tersebut.Sebuah dokumen dilemparkan di sebelah Renata. Suara Vigo yang dingin terdengar di telinganya, "Lihat ini! Lihat apa yang kamu lakukan! Bahk
Malik berkata dengan tanpa ekspresi, "Khayalanmu yang telah merusaknya!"Vigo tertawa dengan terbahak-bahak, "Aku berkhayal? Memangnya salah menyukai seseorang? Aku cuma menyukai seseorang dan nggak bisa mengendalikan perasaanku. Aku hanya mengaguminya dan merasa kasihan padanya .... Kamu nggak bisa menerimanya dan mengusirnya. Kamu memaksaku menikahi wanita yang nggak kusukai. Terkadang aku bahkan harus minum obat dulu sebelum berhubungan badan dengannya. Kalau nggak, aku benar-benar nggak bisa tertarik padanya.""Vigo, apa yang kamu katakan!" Veren menangis tersedu-sedu. Mereka semua tahu tentang masalah dulu, tetapi semua itu adalah pemikiran Vigo yang dirahasiakannya. Dia tidak pernah mengatakan hal seperti ini sebelumnya. Namun sekarang, dia malah keceplosan karena terlalu kecewa.Vigo benar-benar sudah gila! Vigo menatap ibunya dengan lembut. Dia hanya berkata, "Ibu, maafkan aku. Aku nggak mau bertahan dalam hidup yang dikendalikan ini lagi!" Setelah berkata demikian, Vigo membuk