Annika berkata, "Aku tahu! Zakki yang mengundangnya.""Lalu, yang dimaksud kekasihnya itu adalah Shilla? Annika, kenapa kedua orang itu ada di mana-mana? Kalau bukan karena kecelakaan itu, kamu pasti sudah mengikuti Pak Wito untuk melanjutkan studi di luar negeri. Kamu nggak perlu melayani Zakki!" ujar Sania terkejut.Sania mengisap sebatang rokok untuk menahan rasa terkejutnya."Zakki itu seperti berlian, biaya tidurnya terlalu tinggi!" ujarnya.Dia mengira Annika akan mundur.Sebaliknya, Annika berkata dengan suara pelan, "Pak Wito pernah meneleponku. Dia bilang dia berharap aku bisa belajar di bawah bimbingannya selama empat tahun di Indara."Sania sangat bersemangat hingga mematikan rokoknya."Kalau kamu melewatkan kesempatan ini, aku nggak akan tinggal diam.""Aku tahu," ujar Annika sambil tersenyum tipis.Annika akhirnya merasa lega. Dia membereskan piringnya, mandi, lalu kembali ke tempat tidur.Sania sudah tertidur.Annika berbaring di samping Sania dan menyandarkan kepalanya d
Grup Ruslan.Sekretaris Dania mengetuk pintu. Setelah mendapat persetujuan, dia membuka pintu dan masuk.Zakki sedang menjawab telepon dari Nyonya Dian. Isi percakapannya persis seperti apa yang ingin dilaporkan Sekretaris Dania kepada Zakki."Zakki, kamu mau membiarkan Annika menunjukkan wajahnya seperti itu?""Siapa itu Jeremy?""Ada juga seseorang bernama Sania Lindarto yang reputasinya sangat buruk sehingga Annika tidak boleh bergaul dengannya! Zakki, kamu harus menjaga istrimu."…Zakki berkata dengan santai, "Bu, Annika ingin menceraikanku! Bagaimana aku bisa menjaganya?"Nyonya Dian sangat peduli dengan reputasi Keluarga Ruslan.Nyonya Dian berbicara panjang lebar, tetapi putranya tidak mau mendengarkan. Jadi, Nyonya Dian menutup telepon dengan penuh amarah.Zakki meletakkan ponselnya dan bertanya pada Sekretaris Dania, "Annika pergi ke tempat Jeremy?"Sekretaris Dania baru saja ingin mengatakannya.Tiba-tiba, Dania melihat sebuah kotak beludru di tangan Zakki. Dia mengenali kot
Roy berniat untuk mempersulit Annika, dia berkata sambil tersenyum, "Zakki, Annika juga ada di sini!"Zakki memainkan korek api dan tidak mengatakan apa-apa.Roy yakin bahwa Zakki tidak peduli pada Annika, jadi dia menyapa Annika yang ada di atas panggung. "Annika!"Annika menoleh.Dia tahu bahwa Roy memiliki niat buruk, tetapi Jeremy juga ada di sana, jadi Roy tidak bisa bertindak seenaknya.Ketika Annika datang, Roy menuangkan tiga gelas anggur merah untuknya.Roy berkata dengan sopan, "Annika, aku nggak menyangka akan bertemu denganmu di sini! Saat kamu menikah dengan Zakki, Chika nggak tahu apa-apa dan kehilangan kesabaran. Hari ini aku mau meminta maaf padamu atas namanya!"Roy sering bersosialisasi, apakah dia kuat minum?Dia meminum tiga gelas anggur merah seperti meminum air putih.Setelah minum, dia menatap lurus ke arah Annika. "Annika … sebagai Nyonya Ruslan, kamu nggak akan meremehkanku, 'kan?"Jeremy duduk sambil bertopang dagu.Annika bekerja di tempatnya, jadi dia harus
Annika sudah setengah mabuk.Zakki membawanya ke tempat parkir. Dia membuka pintu penumpang depan dengan satu tangan dan memintanya masuk.Annika tidak mau ….Dia mabuk, tetapi bukan mabuk berat.Annika bersandar di pintu mobil dan mengangkat kepalanya sedikit. Dia membuka bibir merahnya berkata dengan suara seksi, "Zakki, aku nggak mau pulang bersamamu! Kita akan bercerai!"Zakki menatap Annika dan memperhatikan tingkah centilnya ketika dia sedang mabuk.Dia belum pernah melihat Annika seperti ini.Annika mengenakan blus sutra warna sampanye dan rok duyung. Saat ini, Annika memancarkan pesona feminin.Setiap lekuk tubuhnya itu menggoda para pria untuk menyentuh dan memilikinya.Zakki menggertakkan gigi dan berbisik di telinga Annika, "Lihat dirimu sekarang, kamu sama sekali nggak terlihat seperti wanita baik-baik."Annika menatap Zakki.Pandangannya sudah mulai jernih, tetapi kemudian menjadi kabur lagi.Zakki tidak mau berargumen dengan Annika dan mendorongnya ke dalam mobil dengan s
Zakki memegang leher Annika dengan satu tangan dan menekan bagian belakang kepalanya dengan tangan yang lain sehingga mereka berimpitan. Dahi bertemu dahi, hidung bertemu hidung. Bibir tipisnya ... mengembuskan napas panas yang membuat tubuh Annika sedikit gemetar.Annika bingung.Di lubuk hatinya yang terdalam, dia merasa ada yang tidak beres.Dia dan Zakki seharusnya tidak melakukan hal seperti ini ….Ketika emosi Zakki begitu kuat hingga dia tidak bisa mengendalikan diri, Annika berbisik ke telinganya, "Zakki, kapan kita akan bercerai?"Tubuh Zakki sedikit menegang.Zakki mencubit wajah Annika dan menatapnya dengan paksa.Wajah Annika merah merona, dia memancarkan pesona feminin wanita dewasa. Annika menatapnya dan berbisik, "Zakki, apa kamu tahu .... Sebenarnya, aku tidak menyukaimu lagi, tidak lagi!"Dia mengatakannya beberapa kali.Ekspresi Zakki tiba-tiba berubah menjadi suram. Zakki mencubit dagu Annika menatapnya untuk waktu yang lama. "Apa menurutmu aku peduli?" ujar Zakki.D
Langit sudah mulai cerah, Zakki bangun lebih dulu.Dia terbangun karena kepanasan. Memegang sesuatu yang panas di pelukannya membuat jubah mandinya basah kuyup.Ketika Zakki membuka matanya, dia melihat wajah merah Annika yang terlihat tidak normal.Dia menyentuh wajah Annika dan menyadari bahwa tubuh Annika sangat panas!Zakki segera berdiri dan bergegas turun. Dia berkata pada pelayan, "Panggil Dokter Rommy ke sini!""Tuan, apakah Anda baik-baik saja?" tanya pelayan itu.Zakki sedang berjalan ke lantai atas. Ketika mendengar pelayannya mengatakan itu, dia berhenti sejenak dan berkata, "Bilang saja istriku demam, minta dia datang secepat mungkin."…Setengah jam kemudian, Dokter Rommy bergegas datang.Para pelayan sudah merapikan kamar tidurnya, tidak ada satu pun barang yang mencurigakan.Dokter memeriksa Annika dengan cermat dan berkata, "Demamnya lumayan parah. Aku akan memberinya suntik penurun demam! Selain itu … tubuh Nyonya Ruslan cukup lemah, jadi dia harus memperhatikan nutri
Sekretaris Dania tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya.Dia pernah mengejar Zakki saat masih kuliah.Hanya saja, dia bukan apa-apa jika dibandingkan dengan putri dari keluarga kaya raya.Zakki duduk di seberangnya.Sekretaris Dania tersenyum tipis dan tetap bersikap profesional. "Nyonya Ruslan sudah kembali sekarang, jadi dia akan mengurus semua pekerjaan ini mulai sekarang! Pak Zakki, apa Nyonya Ruslan masih harus melaporkan pemakaian perhiasan dan semua pengeluarannya kepadaku?"Zakki sudah muak dengan topik ini.Annika mengungkit masalah ini ketika dia mengajukan cerai pada Zakki.Ketika melihat Zakki tidak berbicara, Sekretaris Dania mengambil keputusan sendiri dan berkata, "Jangan khawatir, Pak Zakki, aku akan mengaturnya."Zakki menatapnya tanpa mengatakan apa-apa.Dia adalah pria normal. Dia bisa merasakan ketika seorang wanita mengaguminya. Dulu dia tidak peduli karena itu tidak memengaruhi hidupnya.Namun, Sekretaris Dania jelas-jelas telah melewati batas.Zakki berpikir se
Meskipun Annika suka mencari masalah dan ingin bercerai dengan Zakki, Annika tidak akan mengolok-olok tubuh Zakki.Annika sangat lapar.Bubur ikannya sangat harum dan lembut. Setelah Annika menghabiskan makanannya, dia merasa jauh lebih baik.Zakki bersandar di dinding di depan jendela.Cahaya senja yang masuk dari jendela dan menyinari wajahnya membuat raut wajahnya makin tampan dan tegas. Terlebih lagi, rambut Zakki terpangkas rapi dan pakaiannya sangat anggun. Dia benar-benar terlihat seperti orang kaya.Zakki menyalakan sebatang rokok, tetapi tidak mengisapnya. Dia memegang rokok itu di luar jendela dan membiarkan asap tipis itu tertiup angin malam.Ada juga bau nikotin yang samar-samar di kamar tidur.Bau itu melekat pada tubuh Zakki.Setelah Annika menghabiskan buburnya, Zakki mematikan rokoknya. Zakki menoleh ke arah Annika dan berkata, "Nenek meminta kita berdua pulang untuk menemuinya. Bagaimana menurutmu?"Nenek Zakki sangat baik kepada Annika.Annika tidak tega menyakiti hat
Molly langsung menyangkal, "Aku dan Pak Ivander hanya sebatas kenalan."Gendhis menghela napas dan berucap, "Biarpun hanya kenalan, itu sudah sangat hebat."Tadi, Gendhis melihat sikap Ivander dengan sangat jelas. Molly sudah pasti adalah wanitanya Presdir Perusahaan Teknologi Mudeco.Ivander juga sepertinya sangat posesif. Dia bahkan menunjukkan kecemburuannya meski tidak secara terang-terangan.Pulang nanti, Gendhis harus memperingatkan Brandon untuk berhati-hati saat pria itu bekerja sama dengan Molly nanti. Jika sampai muncul skandal, masa depan Brandon akan terhambat.Tiba-tiba, ponsel Molly berdering. Begitu diperiksa, ternyata itu adalah pesan WhatsApp dari Ivander.[ Nanti temui aku di hotel. ]Molly membaca pesan itu dengan tenang. Dari kata-kata dalam pesan singkat itu, status di antara mereka tercermin dengan jelas.Meski begitu, Molly tidak marah. Dia hanya menyanggupi dengan patuh.Di sisi lain, Ivander sedang duduk bersandar di kursinya. Tubuhnya bergoyang pelan. Ketika p
Ivander memikirkan sesuatu, tetapi ekspresinya tidak berubah. Beberapa detik kemudian, dia bahkan membuang muka.Harlina menyapa dengan sopan, "Pak Ivander."Ivander mengangguk. Hanya saja, dia terkesan sedikit angkuh, seolah-olah ingin menunjukkan statusnya.Setelah orang-orang di dalam lift keluar dan hanya menyisakan Harlina dan Molly di sana, Harlina langsung menggerutu, "Sombong banget! Apa dia memang selalu seperti ini?"Molly memakai kacamata hitam, jadi Harlina tidak bisa melihat matanya yang memerah. Saat mendengar Harlina menggerutu, dia berucap pelan, "Nggak, sebelumnya dia nggak seperti ini."Harlina menatap Molly, lalu akhirnya berucap dengan nada serius, "Aku tahu kamu sangat menyukainya. Kalian pernah saling mencintai, tapi kamu lihat gimana dia memperlakukanmu sekarang, 'kan? Aku hanya nggak mau kamu menderita. Kalau memang berat, lepaskan saja dia.""Aku mengerti," sahut Molly dengan pelan.Harlina tahu bahwa Molly hanya mengiakan sekadarnya. Dia juga bisa memahaminya.
Usai berkata begitu, Ivander langsung meninggalkan Molly dan berjalan ke lift. Wanita cantik berseragam tadi masih menunggunya di dalam sana.Setelah Ivander masuk, wanita cantik itu tersenyum tipis dan mengobrol dengannya. Sorot mata Ivander juga melembut, sama sekali berbeda dengan tatapan dinginnya pada Molly.Banyak orang berlalu-lalang di lobi. Molly berdiri mematung. Beberapa pasang mata yang memandangnya penasaran terasa seperti pisau yang menusuknya.Setelah beberapa saat, Molly tersenyum pahit. Ya, bukankah itu sudah sewajarnya?Sejak awal, Ivander sudah menjelaskan bahwa hubungan mereka hanyalah transaksi. Molly-lah yang melewati batas dan memendam ekspektasi. Alhasil, dia berakhir mempermalukan dirinya sendiri. Namun, dia tetap merasa sangat terluka.Molly masuk ke dalam mobil, di mana Harlina sudah menunggunya. Saat wanita itu hendak mengucapkan sesuatu, Molly membuka tasnya dan mengambil sekotak rokok. Dia sangat butuh asupan nikotin saat ini.Sejak hubungannya dengan Ivan
Molly bangun pagi-pagi sekali. Ivander sudah tidak ada di sana, tetapi masih ada kehangatan di bantalnya. Sepertinya dia baru saja pergi.Molly mengusap kehangatan yang tertinggal di bantal itu. Wajahnya yang mungil tampak sangat rindu. Dia merindukan setiap waktu yang dia habiskan bersama Ivander.Meskipun Ivander membencinya, mempermainkannya, dan akan berpisah darinya setelah tiga bulan, Molly merasa memiliki kenangan ini sudah cukup baginya.Sinar matahari pagi menembus tirai putih dengan lembut dan hangat. Di ujung kasur putih yang besar ada mantel kasmir pria milik Ivander yang tertinggal.Molly mengambil mantel itu sebelum meninggalkan hotel. Dia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk membawakannya ke perusahaan Ivander setelah pukul 9 pagi.Molly kembali ke rumahnya. Dia berjalan dengan perlahan-lahan. Wulan sudah terbiasa melihat ini, jadi dia hanya mengingatkan, "Jangan sampai nenekmu tahu kamu bermalam di luar."Wajah Molly seketika terasa panas. Setelah mandi, dia menggant
Rambut hitam Molly tergerai lembut di atas bantal. Tubuhnya ramping dan hanya ada sedikit lekukan. Dia bertanya dengan pelan, "Apa kamu masih mau?"Ivander tidak merespons. Kala ini, ponselnya berdering. Itu adalah panggilan dari Satya.Ivander melirik Molly dan memberi isyarat jangan bersuara, lalu langsung menjawab panggilan. Dia bertutur, "Aku ada perjalanan bisnis mendadak. Aku nggak pulang malam ini."Satya yang berada di ujung telepon tidak mudah dibodohi. Dia mencibir dan menimpali, "Perjalanan dinas? Kamu atau kakakmu yang pergi dinas?"Ivander terdiam.Satya menegur, "Ivander, aku nggak peduli apa pun yang kamu lakukan di luar. Tapi aku mau ingatkan satu hal. Jangan bermain-main hingga akhirnya menghancurkan dirimu sendiri. Nanti kamu menyesal!"Ivander menyahut dengan suara serak, "Aku mengerti."Satya menimpali, "Jangan cuma mengerti, lalu diabaikan."Jelas sekali Satya mengetahui hal yang dilakukan Ivander akhir-akhir ini. Satya tentu saja tidak setuju. Jika benar-benar tid
Molly benar-benar mungil sampai Ivander bisa memeluknya dengan satu tangan. Gadis yang lembut bersandar di dalam pelukan Ivander. Perasaan itu sebenarnya sedikit aneh, tetapi Ivander berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikannya.Dokter wanita berkomentar, "Ini baru benar!" Dia mengobati luka Molly dengan sikap profesional yang disertai rasa ingin tahu.Ketika serpihan porselen dikeluarkan, Molly mencengkeram pinggang Ivander. Hal ini membuat Ivander menunduk melihat Molly.Molly kesakitan hingga sekujur tubuhnya bergetar. Dia terlihat sangat malang. Ivander tanpa sadar memegang bahu Molly dengan satu tangan dan membawanya ke dalam pelukan. Kala ini, Ivander merasa kasihan.....Setelah keluar dari rumah sakit, Molly mengira Ivander akan langsung membawanya ke hotel. Tidak disangka, Ivander justru membawanya ke jalanan tempat mereka kuliah dulu. Di sana ada jual berbagai macam camilan. Para pelajar suka kemari untuk membeli makanan.Dulu, mereka pernah datang beberapa kali. Dengan status
Molly berada di dalam pelukan Ivander. Tercium aroma maskulin dari tubuh Ivander yang sangat familier dan wangi. Aromanya terasa jauh lebih dewasa dibandingkan dulu.Molly menundukkan kepalanya karena ingin menangis. Dia benar-benar menangis. Ketika sedang terluka dan melihat Harlina sedang bertengkar dengan Aurel, Molly tidak menangis. Dia justru menangis saat Ivander bersikap lembut padanya.Molly merendahkan harga dirinya dan bertanya pelan, "Ivander, kamu masih peduli padaku, 'kan?"Ivander tertegun. Beberapa saat kemudian, dia mendengus dingin sebelum membalas, "Molly, kamu berpikir terlalu jauh! Menurutmu setelah semua hal yang kamu lakukan, apa aku masih bisa punya perasaan padamu? Apa masih ada kesempatan untuk mengembangkan hubungan kita?"Lantaran merasa belum cukup, Ivander menambahkan, "Aku cuma takut kamu pingsan saat aku menidurimu."Molly terdiam sejenak, lalu menyahut pelan, "Aku mengerti."Ivander merasa bahwa Molly sangat tidak tahu malu. Ketika Ivander meletakkan Mol
Harlina sebenarnya punya rencana lain. Dia berpikir jika Molly dan Ivander bisa benar-benar bersama, gadis polos seperti Molly ini sebenarnya tidak cocok untuk dunia hiburan.Jika kelak Molly menikah dan hidup bahagia, yang diharapkan Harlina hanyalah agar Molly tidak melupakannya.Namun sebelum Ivander benar-benar menunjukkan keseriusannya, Harlina merasa Molly memang perlu melalui sedikit kesulitan.Harlina tidak bermain licik. Dia memperlihatkan segalanya secara terbuka agar Ivander bisa melihat sendiri.Apabila Ivander tidak peduli pada Molly, uang yang dia berikan selama tiga bulan itu akan cukup bagi Molly untuk hidup nyaman selamanya.Harlina sudah lama berkecimpung di dunia hiburan. Dia sudah melihat berbagai macam hal yang menjijikkan.Setelah bertemu begitu banyak orang jahat, Harlina mulai mendambakan sesuatu yang indah. Dia berharap Molly bisa menemukan kebahagiaan yang layak.Pada saat itu, telepon dari Ivander masuk. Molly menggenggam ponselnya. Dia memberi tahu Ivander d
Wulan segera memahaminya. Dia menimpali, "Oh, jadi si Ivander. Nenekmu selalu menyebut-nyebut dia."Molly memaksakan diri untuk tersenyum. Meskipun dekat dengan Molly dan neneknya, Wulan hanyalah seorang pekerja. Dia merasa tidak pantas untuk ikut campur terlalu jauh.Kemudian, Molly berjalan kembali ke kamarnya dan mengganti pakaian sambil merenungkan perkataan Wulan. Neneknya memang tahu tentang Ivander.Dalam masa-masa paling sulit dan hampir tidak bisa bertahan hidup, Molly bercerita tentang seorang pemuda baik bernama Ivander kepada neneknya.Molly berkata bahwa Ivander sedang belajar di luar negeri. Ketika kembali, dia akan menikah dengan Molly. Nantinya, akan ada anggota baru dalam keluarga mereka.Neneknya memang tidak bisa melihat. Hanya saja setiap kali mendengar tentang Ivander, dia akan tersenyum tanpa sadar. Menurutnya, Ivander adalah nama yang sangat indah.....Setelah membersihkan diri, Molly masuk ke kamar neneknya, Mia. Dengan uang yang dikumpulkannya, Molly menyewa a