Rintik hujan masih membasahi kota Zimo. Tampak redup dan sayu seperti raut wajah Dahayu yang kini tengah duduk tenang bersama Aksa di dalam mobil.Dia memang sudah keluar dari rumah sakit sejak dua hari yang lalu. Namun, tak sedikitpun ada tarikan senyum sejak saat itu.Terlebih ketika Dahayu tahu jika ada orang yang menangkap kebersamaannya dengan Satya dan menyebarluaskan di internet.Rumor yang mengatakan bahwa Dahayu adalah wanita penggoda kembali marak diperbincangkan di dunia maya.Statusnya sebagai istri Aksa tentu saja semakin memperburuk keadaan.Wanita tak tahu diri dan tak cukup dengan satu pria. Menjadi topik paling menjijikkan yang Dahayu baca.[Apa dia benar-benar wanita bodoh? setelah mendapatkan penguasa. Masih saja merayu pengusaha restoran yang jelas-jelas tak ada sepucuk kukunya CEO konsorium Jayanta.]Itu komentar yang paling Dahayu ingat dari sekian banyak hujatan yang mengarah padanya.Dahayu menghela napas samar. Berita miring tentangnya memang sudah lenyap dari
Rivan terpaku sejenak, tapi kemudian menggelengkan kepala."Ya sudah, tunggu apa lagi? Perusahaan kita tidak akan bisa beroperasi jika tidak ada bahan baku yang bisa diolah. Sementara pesanan yang masih belum terpenuhi masih banyak." Dahayu sungguh tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.Rivan pun akhirnya mengangguk dan bergegas menghubungi nomor yang tertera.Setelah beberapa waktu Rivan kembali ke ruangan Dahayu untuk melapor."Direktur Dahayu. Untuk sementara waktu pimpinan Gardenia parfum tidak akan menerima klien, beliau sedang mempersiapkan acara ulang tahun suaminya nanti malam."Dahayu mendesah. "Lalu bagaimana dengan sisa bahan baku yang kita punya?"Seketika wajah Rivan meredup dan menjawab, "Habis, mungkin bagian produksi mulai besok akan berhenti beroperasi."Dahayu kembali mendesah kesal, kemudian bertitah, "Pesankan aku tiket pesawat ke kota Mada sekarang juga.""Baik, akan segera saya laksanakan."Tidak ada cara lain, Dahayu harus mendapatkan undangan pesta ulang tahu
Seketika wajah Dahayu meredup, ada benar kekecewaan di wajah cantik itu. Matanya menurun ketika dia berucap, "Oh, begitu ya?" Alis Satya bergerak satu persatu melihat kekecewaan di wajah Dahayu, bibirnya menunjukkan senyum tipis yang sangat elegan. "Apakah kamu sungguh ingin pergi ke pesta itu? " Dahayu mengangguk. "Aku tidak punya cara lain. Ini adalah kesempatan terakhirku memperjuangkan Golden Jay." "Aku memang tidak punya undangannya, tapi aku bisa membantumu datang ke sana jika kamu ingin." Saat Dahayu mendongak, dia melihat senyum manis Satya yang melihatnya. Satya kemudian membuka lacinya dan mengambil sesuatu. "Ini milik ibuku, Dia mempunyai akses untuk berada di pesta itu, aku rasa jika kamu menunjukkan ini pada penjaga mereka akan mengizinkan kamu masuk untuk mengikuti pesta." Dahayu melihat rajutan benang warna kuning yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah gantungan sederhana tapi sangat unik. "Ini ...." "Ambillah." "Ibumu juga ada di sana?" "Hmm ...
Dahayu sudah tiba di Golden Jay, tapi kekecewaan segera menghinggapi hatinya kala Rivan melapor. "Direktur Dahayu, ada masalah. Pembelian tiket pesawat dibatalkan secara sepihak." Mata Dahayu membola. "Apa masalahnya?" Rivan menunduk pelan, namun dia juga berkata pelan. "Nyonya, apakah sebelumnya Anda sudah meminta izin pada CEO kantor pusat?" "Kenapa harus meminta izin? Suamiku sudah mempercayakan perusahaan ini padaku, bagaimana caraku mengelola tentu saja terserah aku." Dahayu mulai emosi. "Jika begitu, sebaiknya Anda memikirkan dulu jika ingin bekerja sama dengan Gardenia Parfum." Rivan agak sedikit ragu. Tapi itu justru membuat alis Dahayu bergerak satu persatu. "Ada apa dengan Gardenia Parfum?" "Gardenia Parfum adalah bagian dari Grup Mantila, Nyonya." "Lalu?" Raut wajah Rivan terlihat sedikit gugup. "Nyonya, apa Anda benar-benar tidak tahu?" Alis Dahayu semakin mengernyit. "Ceritakan padaku dengan jelas." "Nyonya, Anda bercanda?" Melihat wajah bodoh Rivan Dahayu mala
One shoulder dress warna sampanye sudah membalut tubuh Dahayu dengan sempurna. Riasan tipis, tapi terlihat elegan juga menyempurnakan wajah cantiknya.Ketika dahayu berbalik, dia melihat wanita yang tadinya memakai jas hitam gagah kini sudah berubah menjadi wanita cantik yang layak dipuji."Sempurna," ucap Dahayu tersenyum sembari menatap Ketty."Kita mau ke mana, Nyonya? Kenapa harus berdandan seperti ini?" Ketty terlihat tidak nyaman dengan gaun yang dia pakai."Kamu tidak nyaman ya dengan gaunnya?""Nyaman, Nyonya, nyaman." Ketty buru-buru menjawab takut disuruh ganti baju lagi oleh Dahayu, entah sudah ke berapa kali dia harus berganti gaun setelah dia mengatakan tidak nyaman."Baiklah, ayo kita datang ke pesta."Ketty segera mengikuti majikannya yang terlihat bersemangat itu.Sampai di tempat tujuan tentu saja mereka langsung dihadang penjaga untuk diminta menunjukkan kartu undangan."Maaf, saya tidak punya kartu undangan. Tapi saya mempunyai ini." Dahayu menunjukkan rajutan benan
Tidak banyak ekspresi yang ditunjukkan oleh nyonya Davina, dia meraih gelas anggurnya dan berkata pelan. "Tanyakan pada putramu, konyol sekali dia membawa istri orang untuk dijadikan kekasih."Tuan Agis menegakkan wajahnya perlahan sembari menatap Dahayu yang masih bermain dengan gelas dan botolnya. "Di mana berandalan itu sekarang?"Nyonya Davina menarik gelas dari bibirnya dan menjawab, "Dua jam yang lalu aku masih mendengar dia ada di luar negeri. Sepertinya dia tidak akan datang."Embusan kepasrahan samar mengalir lembut dari celah hidung tuan Agis. Arah pandangnya masih terlihat tenang dan tertuju pada wajah cantik Dahayu.Gebyar lampu kembali menyala saat Dahayu menyelesaikan melodi yang dia mainkan.Namun, semua orang masih terpana dan terdiam menatap Dahayu yang tersenyum lembut pada semua orang. Bahkan mereka sampai lupa bertepuk tangan."Luar biasa, bagus sekali."Suara pujian yang disertai tepuk tangan tiba-tiba menyadarkan semua orang dari keterpanaan.Serempak mereka men
Dahayu terpaku belum bisa mencerna respon aneh dari tuan dan nyonya Mantila. Seperti ada sesuatu tersembunyi yang mengusik hati mereka, tapi tak dapat Dahayu jabarkan.Saat dia menoleh ke arah Satya, laki-laki tersebut hanya tersenyum tipis juga ada kerumitan yang tebal di wajahnya.Kemudian Dahayu menatap Ketty dan bertanya, "Ketty, apa aku mengucapkan kata yang salah? "Ketty menggelengkan kepalanya pelan, namun dia segera mengingatkan, "Mungkin sekarang tuan sudah kembali ke kamar, Nyonya. Apakah Anda tidak ingin kembali?"Segera raut wajah Dahayu menjadi suram, dia sungguh tak ingin bertemu dengan laki-laki itu kalau bisa."Aku masih ingin menikmati pesta ini." Dahayu malah meraih gelas anggur lagi dan menyesapnya sedikit demi sedikit.Entah sudah berapa banyak alkohol yang Dahayu minum hingga dia mulai tak terkendali.Ketty tidak ingin tinggal diam, dia segera memapah Dahayu yang sempoyongan. "Nyonya ini sudah cukup, sebaiknya kita kembali, tuan pasti sedang mencari Anda sekarang
Cuaca di kota Mada memang sangat nyaman, hingga Dahayu sama sekali tak ingin segera bangun pagi ini. Terlebih ada tangan besar yang selalu merengkuh tubuh mungilnya dengan hangat. Namun, begitu samar-samar tercium aroma maskulin yang sangat dia kenal, Dahayu berangsur-angsur membuka kelopak mata, dan suasana hatinya seketika menjadi buruk. Dia tidak terbiasa tidur dengan Aksa, sekarang pun dia tidak ingin tidur dengan laki-laki tersebut. Didorongnya tubuh gagah Aksa, tapi nyatanya pelukan itu malah semakin erat. "Ayu, diamlah. Aku hanya ingin tidur sebentar." Suara rendah Aksa yang sedikit serak mengalun pelan penuh pengharapan. Dahayu langsung tahu jika suami yang tidak dia inginkan ini, ternyata sudah bangun meski matanya masih terpejam. "Lepaskan, aku tidak mau dipeluk-peluk seperti ini, peluk saja istri pertamamu sana!" Aksa segera membuka mata, wajah cantik dengan perangai imut tadi malam ternyata sudah lenyap bersama kesadaran Dahayu yang pulih. Mata legam itu menatap di
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat
Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah
Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t
Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a
Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili
"Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes
Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.
Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc
Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m