"Apa yang terjadi?" tanyaku dengan suara yang bergumam.
Aku mencoba mengingat-ingat kenapa aku bisa terbangun di rumah sakit. Hingga sekelebat bayangan terlihat di pikiranku ketika perutku terasa nyeri karena terbentur sudut meja yang cukup tajam. Kemudian, aku melihat ke arah perut yang ternyata sudah terlihat datar.
"Bayiku?" tanyaku setelah tersadar jika perutku sudah rata. "Di mana bayiku, Ethan?"
Ethan terdiam seraya menatapku sendu. "Maafkan aku, Kiran."
"Apa maksudmu? Kenapa kau meminta maaf padaku? Apa yang terjadi kepada bayiku?" Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Melihat ekspresi Ethan yang tidak biasa itu membuatku merasa yakin jika terjadi sesuatu kepada bayiku.
"Maaf, Kiran, bayimu tidak tertolong," ucap Ethan dengan suara lirih.
"Apa?" Suaraku tercekat, air mataku luluh begitu saja ketika mendengar bayiku tidak tertolong.
Untuk beberapa saat aku hanya terdiam mematung dengan air mata yang terus mengalir, hatiku begi
"Aku tidak mau kau terluka jika harus turun-naik tangga setiap hari. Jadi, aku memindahkan kamarmu ke kamarku. Begitu pun dengan sebaliknya," jelas Ethan yang mengerti dengan raut wajahku. Aku hanya terdiam lalu kembali berjalan tanpa ingin menjawab pertanyaan sedikit pun dari pria itu. Entah kenapa, tetapi hatiku tiba-tiba saja membenci Ethan karena sudah membuat bayi di dalam kandunganku meninggal. Ethan mendudukkanku di atas ranjang dengan perlahan. "Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa memanggilku." "Aku tidak perlu bantuan apa pun dari pria pembunuh sepertimu," timpalku seraya menatap wajah Ethan dengan nanar. Aku tidak salah kan memanggilnya seperti itu? Untuk beberapa saat Ethan terdiam, ia membulatkan kedua bola matanya seraya menatapku tidak percaya. Tampaknya Ethan sedang mencerna perkataanku barusan. "Kiran, apa yang baru saja kau katakan?" tanya Ethan seolah yang aku katakan barusan adalah kesalahan, atau mungkin ia takut
Sementara, aku malah menangis di pelukan Ethan histeris. Aku memegang baju Ethan dengan erat dan terus saja menangis di dada bidang miliknya."Baiklah, keluarkan semua rasa sakitmu. Kau boleh menangis, atau menumpahkan semua emosimu, keluarkan semuanya agar kau bisa tenang," ucap Ethan dengan suara berbisik namun juga menenangkan.Ethan, aku tidak tahu bagaimana sebenarnya perasaanmu padaku? Kemarin-kemarin kau tidak peduli padaku sama sekali, seolah hidupku tidak ada artinya untukmu. Lalu sekarang, di saat aku sedang terpuruk seperti ini, kau datang seolah menjadi penyelamat. Kau melakukannya sebagai mantan Ayah tiriku atau Suamiku, Ethan?***Aku terbangun ketika sinar matahari masuk ke celah-celah jendelaku. Aku terbangun dan merasakan pusing, kepalaku terasa berat namun aku tetap terbangun. Aku melihat ke arah sekelilingku, ternyata aku berada di kamar Ethan yang sudah disulap menjadi kamarku. Aku lupa kapan aku tertidur, tapi aku bisa mengingat jika
Sebenarnya aku ingin pergi saja karena muak melihat wajah Ethan, tapi … perutku terasa lapar dan tidak mungkin menahannya. Akhirnya, aku duduk di kursi kosong itu dan membuat Ethan tersenyum karena senang.Ethan duduk di depanku sambil terus saja melemparkan sebuah senyuman padaku. Aku hanya membalasnya dengan tatapan jengah dan tidak terlalu memperdulikannya. Aku berniat untuk segera menghabiskan makanan ini lalu pergi ke kamar atau ke suatu tempat."Kiran, aku tahu apa yang kau rasakan setelah kehilangan bayi yang berada di dalam kandunganmu. Aku benar-benar merasa bersalah dengan semua yang terjadi. Aku tidak tahu akan berakhir seperti ini. Selama beberapa hari ini, aku menyesali semua perbuatanku padamu. Tapi Kiran, maukah kau memaafkanku dengan setulus hatimu?"Aku terdiam selama beberapa saat ketika .Ethan meminta maaf padaku. Haruskah aku memaafkannya? Pria yang sudah tega menghilangkan nyawa bayiku. Namun, setelah dipikir-pikir apa bedanya
Aku keluar dari kamar setelah selesai membersihkan diri dan memakai baju santai seperti biasa. Aku berjalan ke arah dapur setelah mencium wangi makanan di dalam sana. Seperti biasa, terlihat Ethan yang sedang memasak. Ethan tersenyum saat melihatku berada di ambang pintu. Namun, pakain Ethan yang sekarang dikenakannya sedikit berbeda. Biasanya, Ethan akan memakai baju setelan kantoran, tetapi sekarang Ethan memakai baju biasa. Padahal hari ini bukanlah hari minggu.“Ethan, apakah kau tidak akan berangkat kerja?” tanyaku sambil didik di salah satu kursi kosong menunggu masakan matang.“Ah, ini … aku tidak akan bekerja hari ini,” jawab Ethan sambil kembali melakukan aktivitasnya tanpa melihat ke arahku.“Kenapa? Apa yang akan kau lakukan?” tanyaku lagi yang merasa penasaran. Karena tidak biasanya Ethan seperti ini.“Apa yang akan aku lakukan?” tanya balik Ethan membeo ucapanku. “Coba kau tebak!&rd
“Hei, kata siapa aku gila kerja? Selama ini aku bekerja sewajarnya saja. Aku sudah merasa lelah, dan membutuhkan liburan. Aku berniat untuk membawamu pergi.”“Oh, ya? Kau akan pergi kemana?” tanyaku yang detik berikutnya kembali melahap makanan yang selalu lezat di lidahku.“Ke pantai, kau pasti mau ikut,” jawab Ethan.“Pantai?” tanyaku sambil melihat ke arah Ethan dengan suara yang begitu antusias.Ethan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lagi saat melihatku yang terlihat antusias. Namun, aku yang merasa gengsi untuk mengakui rasa senang itu langsung merubah ekspresiku lagi. Aku mengalihkan pandanganku sambil menundukkan kepalaku.“Pantai, ya?” Aku menur
Beberapa menit kemudian, Ethan keluar dari kamar sambil membawa koper milikku. Ethan benar-benar membereskan pakaianku, tapi apa saja yang ia bawa. Jangan bilang … Ethan juga membawa pakaian dalamku? Dengan begitu, Ethan baru saja menyentuhnya, bukan? Ah, tidak! Pakaian dalamku ternoda karena sentuhan tangan Ethan yang mungkin saja nakal saat di dalam kamar.“Apa kau sedang memikirkan sesuatu, Kiran?" tanya Ethan yang berhasil membuatku menoleh ke arahnya.Aku langsung menggelengkan kepala kau dengan cepat. Bisa-bisanya Ethan tahu aku sedang memikirkan tangannya yang bisa saja memang nakal. “Tidak! aku sedang tidak memikirkan apa pun!” ucapku berbohong.“Baguslah, kalau begitu. Karena tatapanmu barusan, membuatku tau apa yang sedang kau pikirkan,” timpal Ethan sambil terkekeh.“Apa?!" Aku terpekik sambil membulatkan kedua bola mataku.Mana mungkin Ethan bisa membaca pikiranku. Aku yakin, jika ia baru saja
Ethan menoleh ke arahku. Detik berikutnya, ia terdiam melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuatku kembali melihat pakaian yang aku kenakan."Wow …," ucap Ethan dengan suara yang bergumam, tetapi aku masih bisa mendengar suaranya dengan jelas."Kenapa? Apa kau terpesona, Ethan?" tanyaku sambil memakai kacamata hitam yang sejak tadi aku pegang. Aku tersenyum penuh, membuat Ethan langsung mengalihkan pandangannya. Aku pikir Ethan merasa malu karena ketahuan melihatku seperti itu. Ya, Ethan terpesona padaku barusan. Aku yakin itu!***Selama perjalanan menuju pantai tidak ada pembicaraan yang berarti diantara aku dan Ethan. Aku fokus melihat ke arah jendela sementara Ethan fokus menyetir mobilnya. Hingga aku tak sadar tertidur entah sejak kapan.“Hai, sayang,” ucap Ethan dengan dada yang terbuka sambil menggigit bunga mawar di sebuah ranjang yang berukuran king size. Aku berdiri dengan pakaian yang cukup minim di depan E
Tin!Tin!Tin!Suara klakson mobil dari belakang mulai terdengar karena hanya tinggal mobil kami yang belum melaju. Aku mulai panik."Oh, Ethan, cepatlah!" Aku benar-benar panik karena mobil-mobil yang di belakang sudah membunyikan klaksonnya.Tuk … tuk … tukSeseorang mengetuk pintu kaca mobil, membuatku terkejut dan menoleh ke arahnya."Apa kau tidak akan melajukan mobilmu, brengsek?!"Apa yang harus kulakukan? Aku hanya terdiam sambil melihat ke arahku pria itu yang sedang marah-marah padaku. Aku menelan salivaku dengan susah payah karena benar-benar panik.“Turun kau!” titah pria itu lagi.Aku hanya bisa pasrah turun dari mobil mengikuti perintah dari pria itu karena tidak mau ia semakin marah padaku.“Lihat, gara-gara kau yang tidak mau melajukan mobilmu, antrian di belakang semakin panjang. Padahal di depanmu sudah jalan. Kenapa kau diam saja tidak melakukan mobilmu itu
"Sampai berjumpa lagi," ucapku kemudian kepada Olivia.Olivia menganggukkan kepalanya, lalu berjalan pergi bersama teman-temannya. Ethan datang menghampiriku dan melihatku dengan tatapan berkerut."Kenapa kau tidak ikut bersama mereka?" tanya Ethan sambil mengerutkan keningnya."Aku tidak mau kau menunggu terlalu lama hanya memperhatikan dari kejauhan," jawabku sambil menghela napasnya panjang tanpa melihat ke arah Ethan dan terus memperhatikan Olivia yang sudah mulai menjauh bersama teman-temannya."Kau bisa pergi tanpa mengkhawatirkanku," ucap Ethan lagi.Aku menggelengkan kepalaku lagi. "Olivia akan pergi untuk melihat hadiah yang diberikan oleh ayah untuknya. Aku tidak mungkin datang karena Ayah pasti langsung mengenaliku. Kita bisa melihatnya dari kejauhan saja."***Benar saja, di depan hotel Olivia dan teman-temannya menunggu kedatangan ayah. Aku dan Ethan memantau mereka dari kejauhan, meski begitu aku masih bisa mendengar pem
“Dan dengan siapa kau datang ke sini?” tanya Sherly lagi padahal aku belum menjawab pertanyaan dari Kayla. Ah, itu ... bagaimana aku harus menjawabnya? “Ah, itu … aku datang untuk—” Drrt … drrt … drrt Ponsel Olivia tiba-tiba saja bergetar membuatku merasa lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan barusan. “Sebentar, aku harus menjawab teleponnya. Ini dari Ayahku,” ucap Olivia saambil tersenyum ke arahku, lalu mulai mengangkat telepon dari Ayah itu. Aku hanya bisa melihatnya dengan tatapan nanar ketika Olivia tersenyum mengangkat telepon dari ayah. Sementara aku tidak pernah menerima telepon darinya. Jangankan untuk tersenyum seperti itu, menanyakan kabar saja ayah tidak pernah. Ayah malah memintaku untuk pergi karena tidak ingin aku dekat-dekat dengan keluarganya yang baru. Hah, Ayah benar-benar tega padaku! Aku tidak akan pernah melakukan semua yang ayah inginkan padaku. Aku akan terus memperjuangkan hakku, jika aku adalah ana
Aku terdiam mencerna semua perkataan Ethan padaku barusan. Aku ikut berpikir setelah mengerti apa yang Ethan maksud itu. ‘Sesuatu yang tidak terduga?’ hingga sebuah ide melintas di benakku, sepertinya aku mengerti apa yang dimaksud oleh Ethan barusan.“Ethan, aku mengerti maksudmu,” ucapku sambil tersenyum dan melihat ke arah Olivia dengan penuh rencana di pikiranku.“Apa itu?” tanya Ethan sambil melihatku dengan kening berkerut.“Lihat saja apa yang akan aku lakukan.”Aku melihat Olivia dengan penuh rencana di pikiranku. Terlihat Olivia yang tidak sadar jika aku sedang memperhatikannya. Ia sibuk melihat menu yang tersedia bersama teman-temannya. Hingga tiba-tiba Olivia bangkit dari duduknya, membuatku langsung berdiri dan berjalan bergegas menghampiri Olivia.BRAK!Aku sengaja menabrakkan tubuhku ke arah Olivia, membuatku terjatuh ke lantai. Di saat yang bersamaan, Olivia langsung melihat ke a
“Kau benar, apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku juga harus memakai pakaian olah raga untuk berlari di area pantai dan bertemu dengan Olivia?” tanyaku yang merasa panik sendiri.Ethan terkekeh melihat reaksiku. “Tenanglah, Kiran! Kita akan memakai cara lain agar bisa bertemu dengan Olivia, secara natural tentu saja.”“Bagaimana caranya?” tanyaku dengan kening berkerut karena penasaran dengan apa yang akan Ethan lakukan padaku.***Ethan membawaku ke sebuah cafe yang terletak di dekat pantai. Aku mengernyitkan alisku ketika Ethan membawaku ke tempat seperti itu.“Kenapa kita datang ke sini, Ethan?” tanyaku sambil melihat ke arah sekelilingku karena tidak ada Olivia atau pun teman-temannya di sana.Ethan hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku. Ia duduk di salah satu kursi kosong yang terletak di dekat jendela di mana bisa melihat pesisir pantai dari sana.“Aku pernah melih
Aku kembali tersenyum kecil seraya menghembuskan napasku dengan kasar. Aku kembali mengingat ketika ayah tidak menginginkan kehadiranku dan menyuruh aku untuk segera pergi. Aku mengalihkan pandanganku melihat lurus ke depan.“Sebenarnya, aku tidak baik-baik saja. Itulah kenapa, aku sedang berpikir untuk mencari cara agar aku bisa masuk ke keluarga Ayah,” ucapku dengan suara lirih tapi tegas.“A-pa?” pekik Ethan dengan nada suara terbata-bata. “Apa maksudmu, Kiran? Aku tidak mengerti.”“Selama bertahun-tahun, aku salah paham kepada Mommy dan menyalahkannya atas hancurnya keluargaku, tapi rupanya Ayah yang salah. Selama ini, Ayah hidup dengan baik dan bahagia bersama keluarga barunya. Aku berniat untuk membalaskan dendamku dan juga Mommy. Olivia harus tahu, jika ia memiliki saudari, dia bukanlah anak satu-satunya, seperti yang Ayah katakan saat pesta,” jelasku sambil menahan air mataku agar tidak terjatuh di depan Ar
Aku terbangun pagi-pagi sekali. Terlihat Ethan yang masih tertidur lelap karena semalam pulang larut malam dan mabuk berat. Beruntungnya, aku tidak terlalu mabuk, membuat kepalaku tidak terlalu pusing. Aku membersihkan wajahku, lalu membuat teh hangat karena cuaca pagi ini yang terasa begitu dingin. Aku keluar ke balkon kamar hanya memakai kemeja putih kebesaran dan celana hotpants. Aku berdiri di dekat pembatas sambil melihat ke arah bawah menikmati suasana pagi di sana. Hingga pandanganku tidak sengaja melihat sesuatu yang menarik untuk dipandang.Dari atas sini, aku bisa melihat Olivia dan teman-temannya tengah berlari pagi. Aku juga melihat ayah menaiki mobil berwarna hitam, lalu pergi setelah melambaikan tangannya kepada Olivia. Aku tidak tahu kemana perginya ayah sepagi ini. Karena aku pun sudah lupa dengan aktivitas ayah setiap harinya.“Kiran,” panggil Ethan dari belakangku.Kemudian, aku bisa merasakan sentuhan lembut dari punggung, lalu ke
“Di saat aku sendiri kehilangan Mommy. Di mana Ayah?” tanyaku sambil berjalan menghampiri ayah. “Tentu saja Ayah hidup bahagia dan menjalani kehidupan dengan baik tanpa memperdulikan bagaimana hidup kami!”“Maaf, Ayah benar-benar tidak tahu kalau Adriani sudah tidak ada.” Terlihat kedua mata ayah memerah menahan tangis. Sepertinya, ayah terkejut setelah tahu mommy sudah tidak ada di dunia ini.“Aku tidak akan membiarkan hidup Ayah bahagia. Aku berjanji, aku akan membalas rasa sakit yang Mommy rasakan selama ini,” ucapku dengan nada suara yang berbisik pelan.Kulihat kedua bola mata ayah membulat setelah mendengar perkataanku. Detik berikutnya, ayah menatapku dengan nanar. Aku hanya tersenyum miring melihat reaksi ayah. Aku benar-benar tidak akan membuat hidup ayah tenang. Pokoknya, ayah harus bisa merasakan penderitaan yang selama ini aku dan mommy rasakan. Tidak ada belas kasihan kepada ayah. Lihat saja nanti, aku
“Aku tidak tahu apa rencanamu kepada keluargaku, tapi ... satu hal yang aku inginkan darimu jangan pernah datang lagi di hadapanku. Apalagi sampai keluargaku tahu kalau kau anakku! Aku akan memberikanmu berapa pun uang yang kau inginkan, tapi aku ingin kau pergi dari sini secepatnya!”“Apa?!” Aku kembali terpekik mendengar perkataan Ayah barusan.Setelah sekian lama tidak bertemu ayah hanya takut aku meminta uang darinya. Ayah juga takut, kalau aku ketahuan putri kandungnya. Padahal aku sangat merindukan ayah ketika aku bertemu dengan ayah secara tidak sengaja itu. Berarti semua yang dikatakan Ethan ada benarnya juga. Ayah tidak menginginkanku, ia benar-benar membuangku. Air mataku sudah jatuh sejak tadi karena merasa sakit hati dengan perkataan ayah padaku.“Berapa yang kau inginkan, Kiran? Aku akan memberimu berapa pun itu, tapi jangan pernah muncul di depanku atau pun keluargaku!” ucap ayah lagi
“Kiran,” panggil seseorang setelah Ethan pergi.Aku menoleh dan melihat siapa yang memanggilku. Terlihat seorang pria dengan memakai pakaian serba hitam. “Kau ... siapa?”“Kau Nona Kiran?” tanya pria itu tanpa berniat menjawab pertanyaanku. Dari mana pria ini tahu namaku. Padahal aku tidak mengenalnya.“Ya, namaku Kiran, tapi ... kau siapa?” tanyaku sambil mengerutkan keningku karena benar-benar tidak mengenal pria di depanku ini.“Tuan Julian ingin bertemu dengan Anda. Sebaiknya, Anda mengikuti saya,” ucap pria yang tidak aku kenali itu sambil memberiku kode untuk mengikutinya.Aku melihat ke arah sekelilingku, tidak ada yang sadar kami berdua bertemu. Ethan pun belum kembali, membuatku takut kalau nanti Ethan mencariku.“Ayok Nona! Waktu Anda tidak banyak,” ucap pria itu lagi karena aku tidak mengikutinya.Aku yang ingin bertemu dengan Ayah akhirnya terpaksa men