Home / Rumah Tangga / Tolong, Cintai Aku! / BAB 09 : Sad Girl Irony [1]

Share

BAB 09 : Sad Girl Irony [1]

Author: Hellowol_
last update Last Updated: 2025-02-15 20:21:51

“Dulu ... sepertinya aku belum pernah dengar cerita kalau kamu punya saudari kembar, Thena.”

Baru dua kali mengunyah nasi, aku buru-buru meraih gelas berisi air putih dan meneguknya pelan agar tidak tersedak. “Itu karena ... k-kamu tak pernah bertanya soal kehidupan pribadiku.” Aku meletakkan kembali gelas ke tempatnya, lalu tersenyum tipis demi menyembunyikan kecanggungan yang mulai menyelinap.

“Ah, mungkin waktu itu aku belum kepikiran sampai ke situ. Sekarang, jadi terasa sangat disayangkan, ya.”

“Kenapa? Kedengarannya Kakak nyesel?" tanya Artemis dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu.

“Lumayan. Kalau dipikir-pikir, pasti lucu kalau kita sudah kenal sejak dulu. Pertemuan kita sebagai sesama dosen bukan yang pertama, tapi jadi ajang reuni.”

“Aku nggak bisa bayangin, sih, tapi yang jelas aku senang bisa ketemu Kak Atlan lagi.”

Atlantis menatap Artemis dengan sorot mata yang... lembut. How lucky she is. Entah di masa lalu atau sekarang, aku tak akan pernah bisa mendapatkannya. Se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 10 : Sad Girl Irony [2]

    Sesampainya di kamar, aku segera membuka lemari dan mengambil paper bag pemberian Artemis—sesuatu yang hingga kini belum pernah kubuka.Di dalamnya, sebuah gantungan kunci berbentuk bintang dengan warna-warna berkilauan. Napasku tiba-tiba memburu, emosi sepenuhnya menguasai. Tanpa berpikir panjang, aku melempar benda itu ke lantai dan menginjaknya dengan sekuat tenaga.Namun, alih-alih rusak, justru kakiku yang terasa nyeri. Rasa sakit itu menampar kesadaranku, menyadarkan betapa bodohnya tindakanku barusan.Lututku mulai lemas, dan aku perlahan jatuh terduduk dengan dada naik-turun, berusaha menenangkan diri. Tatapanku kembali tertuju pada gantungan kunci itu—memandanginya dengan nanar, sementara tenggorokanku terasa tercekat.Seharusnya aku menangis dalam situasi ini. Tapi demi apa pun, air mata itu tak mau keluar. Jangankan menetes ke pipi, bahkan berkaca-kaca pun tidak. Apa aku terlalu tegar hingga bisa menahannya? Padahal, aku merasa begitu berantakan. Perasaanku kacau, dadaku se

    Last Updated : 2025-02-15
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 11 : Frustrasi [Bagian 1]

    Aku bersyukur pertemuan siang itu berlangsung lancar tanpa gangguan berarti. Fokus Mahendra sempat teralihkan dariku, memberi kesempatan bagiku untuk menyimak dengan tenang apa yang disampaikan sutradara dan penulis naskah Dua Sisi. Saat pulang, aku menolak diantar ke rumah dan memilih ikut ke apartemen Mbak Hera untuk menenangkan diri. Pusing kepala yang semula kuabaikan kembali muncul di perjalanan, hingga kami sempat mampir ke apotek untuk membeli obat. Begitu tiba di apartemen, aku hanya makan sebungkus roti dan minum obat sebelum akhirnya tertidur hingga menjelang magrib. Setelah bangun, kondisiku cukup membaik. Namun, tentu saja aku tak bisa menghindar dari interogasi Mbak Hera. Menurutnya, selain persoalan film bersama Mahendra, ada hal lain yang mempengaruhiku—membuatku ceroboh sepanjang hari. “Masalah rumah yang mana lagi?” tanyanya tanpa basa-basi. “Aku belum sepenuhnya sadar, Mbak,” ringisku sambil berusaha duduk. “Dari siang aku sudah menahan diri karena ingin fokus m

    Last Updated : 2025-02-16
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 12 : Frustrasi [Bagian 2]

    Sebelum memasuki mobil Atlantis, aku berpamitan pada Mbak Hera. Namun, tiba-tiba saja dia menarik tanganku, mengajakku berpelukan—atau lebih tepatnya, berbisik agar tak didengar oleh Atlantis.“Kau serius melakukan ini, Thena? Ini seperti bukan dirimu yang biasanya.”Aku menghela napas pelan sebelum menjawab, “Anggap saja aku sedang kehilangan akal sehat, Mbak.”“Oke, bisa kuterima. Tapi soal ucapanmu di apartemen tadi ... itu nggak serius, kan?”Mulutku sontak mengatup. Aku enggan mengulang apa yang sudah terucap. Biarlah Mbak Hera terjebak dalam pikirannya sendiri. Perasaanku adalah otoritasku. Dia boleh memberi nasihat, tapi keputusan tetap ada padaku. Aku lebih tahu apa yang harus kulakukan—orang lain hanya bisa melihat, tanpa benar-benar merasakan atau berada di posisiku.“Aku pulang ya, Mbak. Makasih sudah diizinkan istirahat di tempatmu,” ucapku pelan. Setelah itu, aku menarik diri dan berbalik menuju mobil.Mbak Hera hanya menghela napas, lalu tak lama terdengar suaranya dari

    Last Updated : 2025-02-18
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 13 : Niat Jahat

    Dalam film Dua Sisi, aku berperan sebagai Karina, seorang model muslimah terkenal dengan citra baik. Namun, di balik kesempurnaan yang ditampilkan di depan publik, dia sebenarnya adalah simpanan seorang pengusaha kaya.Lawan mainku, Sherina, berperan sebagai Dania—istri sah si pengusaha yang berusaha mengungkap perselingkuhan suaminya. Sayangnya, upayanya malah berujung bumerang; publik justru menghujatnya karena dianggap tak punya bukti yang cukup.Kami semua terjerat dalam kisah ini karena Mahendra—“Semua orang yang melihat penampilan luar Karina pasti akan berdecak kagum, memuji kelembutan serta tutur katanya yang sopan.”Aku langsung mendongak saat mendengar barisan narasi itu dibacakan. Jantungku berdegup kencang ketika menyadari Mahendra berdiri di belakangku, tubuhnya condong ke depan hingga dagunya nyaris menyentuh rambutku.“Ngapain di sini?!” tanyaku kaget.“Berlatih dialog denganmu sebelum syuting dimulai,” ujarnya dengan enteng.Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri,

    Last Updated : 2025-02-19
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 14 : Undangan Reuni

    Papa: [Pulang syuting, temui Papa di ruang kerja.]Aku membacanya tepat setelah syuting adegan hari ini berakhir. Sambil pasrah membiarkan Mbak Hera menghapus riasanku dan melepas hijab yang kukenakan, aku berusaha mengingat-ingat kesalahan apa yang telah kuperbuat hingga papa—yang biasanya jarang menghubungi—tiba-tiba mengirim pesan secara pribadi.Pasti ada hal penting yang ingin beliau bicarakan, aku yakin itu. Dengan hubungan kami yang tidak dekat, mana mungkin beliau tiba-tiba mengajakku mengobrol santai seperti saat berbicara dengan Artemis? Mustahil. Bahkan dalam pikiranku sekalipun, aku tak pernah membayangkan hal itu terjadi.“Mbak, kalau malam ini suasana hatiku kacau, boleh tidak aku menginap di apartemenmu?”Gerakan tangan Mbak Hera terhenti. Dia melirik ke arah kaca rias, dan pandangan kami bertemu di sana.“Memangnya kenapa? Ada masalah?” tanyanya.“Selalu ada, tapi sepertinya kali ini lebih dari biasanya.”“Soal apa?”“Belum tahu.”“Lho?”“Aku menebak duluan saja, jaga-

    Last Updated : 2025-02-22
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 15 : Menguping Pembicaraan

    Kami berakhir di Imperial Kitchen setelah aku membeli dress yang direkomendasikan oleh Atlantis. Aku memesan cumi pedas dan nasi goreng, sementara Atlantis memilih nasi hainan set dan ceker ayam. Selain itu, kami juga memesan bakpao telur asin dan dimsum sebagai tambahan. Untuk minuman, hanya air mineral dingin, ditambah satu snow ice sebagai dessert untukku.“Selain dress, ada lagi yang ingin kamu beli?” tanya Atlantis sambil mulai makan.“Tidak,” jawabku tanpa pikir panjang. “Kalau Kakak sendiri?”“Mungkin nanti. Sekarang makan dulu. Setelahnya, ada yang mau aku tanyakan ke kamu. Pertanyaannya nggak terlalu serius, tapi jawabannya lumayan penting buat aku.”“Apa itu?” tanyaku penasaran.“Sabaaar. Fokus makan dulu, ya. Rasa enaknya akan berkurang kalau kita kebanyakan ngomong.”“Tapi aku bisa sambil keduanya.”Atlantis tertawa geli melihat ekspresiku yang serius. “Aku takut kamu tersedak, Thena.”Seketika wajahku memanas. Aku buru-buru menunduk, pura-pura sibuk menyendok nasi dan mem

    Last Updated : 2025-02-22
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 16 : Reuni Organisasi

    Acara reuni kami diadakan di sebuah kafe bar, karena tidak sepenuhnya formal. Meski begitu, niat baik panitia yang menggabungkan silaturahmi dengan aksi sosial patut diapresiasi. Dana yang terkumpul akan disalurkan ke panti asuhan, sebagian lagi digunakan untuk membeli peralatan sekolah bagi anak-anak yang membutuhkan.Arman, salah satu panitia, berdiri di depan dan mengumumkan, “Oke, sebelum gue kasih nomor rekening ke kalian, ayo kita dengar sepatah dua patah kata sambutan dari mantan wakil ketua organisasi kita, Atlantis Pranadipta, selaku pencetus ide sekaligus donatur pertama acara amal ini.”Seketika, semua mata tertuju pada Atlantis. Beberapa orang tertawa, bersiul, atau bertepuk tangan sekadar menggoda dirinya.“Sudah, sudah, heboh sekali kalian. Seperti anak TK yang lagi study tour saja,” kekeh Atlantis. Dia bangkit dan berjalan percaya diri ke depan, bergabung dengan Arman dan panitia lainnya.“Ehm, apa ya?” katanya sambil menggaruk kepala, pura-pura berpikir. “Aku cuma mau

    Last Updated : 2025-02-24
  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 17 : Interogasi

    Rasa sakit di kaki kananku semakin menjadi seiring perjalanan menuju rumah sakit. Kepalaku bersandar di sandaran jok mobil, sementara tanganku tanpa sadar mencengkeram lengan Atlantis erat. Suasana malam yang sebelumnya tenang kini terasa mencekam, dipenuhi ketidaknyamanan dan penyesalan yang membebani pikiranku. Seandainya saja aku tidak kehilangan akal sehat, semua ini mungkin tidak akan terjadi.“Maaf, Kak,” ucapku pelan, nyaris berbisik. Aku tak berani menatapnya.“Maaf? Maaf untuk apa?” tanyanya, menoleh sekilas.“Untuk semuanya.”“Kamu nggak salah, Thena. Ini hanya kecelakaan kecil. Musibah bisa terjadi kapan saja, kita nggak bisa selalu menghindarinya.”“Tapi—”“Ssttt, sekarang diam dan beristirahatlah. Pasti sakit banget, kan? Simpan tenagamu untuk nanti di rumah sakit.”Sesampainya di rumah sakit, Atlantis langsung membawaku ke UGD. Setelah menjelaskan kejadian tadi kepada petugas, kami segera diarahkan ke ruang pemeriksaan.Tak lama kemudian, dokter datang dan mulai memeriks

    Last Updated : 2025-02-24

Latest chapter

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 40 : Serba Salah

    Hari ini tepat satu bulan sejak film Dua Sisi tayang di bioskop. Seperti yang sempat diprediksi Mahesa, film kami mendapat respons positif. Hingga kini, Dua Sisi masih bertahan di jajaran film populer dengan penjualan tiket yang terus melesat.Kesuksesan itu juga membawa dampak besar bagiku. Nama Thena kini mulai dikenal, dan akun Instagram yang dulu kubuat atas saran Sherina telah mencapai seratus ribu pengikut. Sebagian besar memuji aktingku yang, menurut mereka, berhasil menggugah emosi penonton. Sebagian lagi terpukau oleh visualku yang dianggap pas memerankan sosok pelakor berkedok perempuan muslimah.Tak hanya tawaran endorse dan iklan yang berdatangan, tetapi juga beberapa proyek film baru. Namun, aku masih mempertimbangkannya. Setelah menikah dengan Atlantis, fokusku belum sepenuhnya pada karier. Saat ini, aku lebih sibuk beradaptasi dengan peran baruku sebagai istri.Bukan berarti aku mengesampingkan dunia akting setelah berhasil menikahi Atlantis. Hanya saja, ada prioritas y

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 39 : Mulai Tinggal Bersama

    Mobilku berhenti tepat di depan rumah Atlantis. Setelah mengeluarkan barang bawaan dari bagasi bersama Mbak Hera, aku terdiam sejenak, menatap fasad rumah yang kini menjadi tempat tinggalku. Ada perasaan senang yang sulit diungkapkan, terlebih saat menyadari bahwa apa yang dulu hanya angan kini telah menjadi kenyataan. Aku berhasil pindah ke sini—sebagai nyonya rumah ini.“Mbak,” gumamku tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian. “Mulai sekarang, aku akan lebih bahagia lagi. Aku janji.”“Tentu saja harus! Aku merestui pernikahanmu bukan untuk melihatmu makin bersedih. Meskipun semuanya terjadi karena keterpaksaan satu pihak, tapi aku berharap kau benar-benar bahagia, Thena.”Tanpa berkata lagi, aku dan Mbak Hera mulai menggiring koper menuju teras rumah. Saat semua barang telah tertata rapi di depan pintu, Mbak Hera menatapku dalam sebelum akhirnya berpamitan. Dia menarikku ke dalam pelukannya, menepuk pundakku dengan lembut seakan ingin meyakinkanku bahwa aku tidak sendiri.“Kau tahu,

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 38 : Malam Pertama yang Dingin

    Kamarku dan Atlantis diatur sedemikian rupa agar terasa romantis dan intim, sebagaimana layaknya kamar pengantin baru. Namun, ironi tak bisa dihindari—sebab satu-satunya yang tidak seperti pengantin baru adalah kami berdua. Sejak memasuki kamar hingga sekarang, Atlantis sama sekali tidak mengajakku bicara. Jangankan berbincang, melirik pun dia enggan. Dia hanya menjalani rutinitasnya: mandi, berganti pakaian, lalu berbaring dengan punggung menghadapku.Suasana di dalam sini terasa begitu dingin, sepi, dan penuh jarak. Tapi bodohnya aku—meskipun diabaikan, jantungku tetap berdebar kencang. Ini pertama kalinya aku berada di ruang tertutup hanya berdua dengannya, dengan pria yang kini sah menjadi suamiku. Fakta bahwa malam ini seharusnya menjadi malam pertama kami terus mengusik pikiranku.Setelah melepas gaun dan menghapus riasan, aku memanjakan diri dengan berendam di air hangat. Aroma terapi dan kelopak mawar memenuhi bathtub—seharusnya ini menjadi momen yang kubagi dengannya. Namun,

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 37 : Pernikahan; Awal Dari Segalanya

    Satu jam sebelum pemberkatan pernikahanku, suara gaduh terdengar dari luar kamar hotel. Aku yang baru saja selesai berfoto bersama Mbak Hera langsung berdiri dan berjalan keluar untuk memeriksa apa yang terjadi.“Ini semua karena Papa! Kalau saja Papa nggak menyetujui permintaan gila Athena, pernikahan ini nggak akan pernah terjadi, dan Artemis tidak akan terluka seperti ini!” suara Mama terdengar tajam, penuh emosi. Dalam pelukannya, Artemis terisak tanpa henti. “Papa tahu sendiri Artemis mencintai Atlantis, dan Atlantis juga mencintainya. Athena hanyalah orang ketiga dalam hubungan mereka!”“Ma, ini semua demi kebaikan Artemis juga.” Papa menghela napas berat, berusaha menenangkan suasana dengan suara yang lebih rendah. “Papa tidak ingin melihatnya terus menangis karena Athena. Lagi pula …” Tatapannya melembut, seolah ingin meyakinkan Mama, “Keluarga Atlantis sedang menghadapi masalah besar. Jika Artemis menikah dengannya, dia juga akan ikut menanggung beban itu.”“Lalu apa bedanya

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 36 : Cincin Keluarga

    Aku akan menikah. Setiap kali memikirkannya, jantungku berdebar kencang, dan perasaan bahagia menguasaiku. Terlebih lagi, pria yang akan menjadi suamiku adalah Atlantis Pranadipta. Hidupku yang sebelumnya terasa hambar kini penuh warna. Dia adalah harapan baruku, dan di benakku sudah tersusun banyak rencana setelah kami menikah.Aku bersumpah akan memperlakukannya dengan sebaik mungkin, mencintai dan melayaninya dengan sepenuh hati.Meski pernikahan ini bukan atas keinginannya, sebagai bentuk terima kasih, aku akan menunjukkan kasih sayangku setiap hari—setiap jam, menit, bahkan detik. Kuharap, perlahan hatinya yang sekeras batu bisa luluh setelah melihat usahaku yang tulus.Malam itu, di dalam kamar, aku berdiri di depan cermin, menatap bayanganku sendiri. Gaun tidur satin yang kupakai terasa lembut di kulit, tetapi pikiranku jauh lebih gaduh dari yang seharusnya. Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri. Esok adalah salah satu hari yang paling kutunggu—fitting gaun sekaligus per

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 35 : Perjodohan

    Begitu aku dan orang tuaku tiba di restoran yang telah mereka pesan, kedua orang tua Atlantis yang sudah lebih dulu datang, segera berdiri menyambut kami. Senyum merekah di wajah mereka saat pandangan kami bertemu. Tanpa ragu, aku mempercepat langkah, menyalami mereka satu per satu, lalu memeluk Mama Atlantis dengan erat.“Om, Tante, apa kabar?” tanyaku setelah melepaskan pelukan.“Sangat baik. Bagaimana denganmu, Thena?” Mama Atlantis balik bertanya.“Tak pernah sebaik malam ini. Aku senang bisa bertemu kalian lagi,” jawabku tulus.“Kami juga,” sahut Papa Atlantis. “Terima kasih banyak sudah mengundang kami malam ini.”Beliau terlihat jauh lebih sehat sekarang, tidak seperti terakhir kali di rumah sakit—wajahnya tidak lagi pucat dan tampak lebih bertenaga.“Sama-sama, Om.”Kemudian Mama dan Papa menyalami mereka. Dalam pertemuan ini, jelas sekali aku yang paling antusias, sementara Papa dan Mama tampak biasa saja. Seolah-olah mereka tidak sedang bertemu calon rekan bisnis, apalagi ca

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 34 : Sebuah Jawaban

    Setelah percakapan berat di ruang kerja Papa malam itu, kini satu bulan telah berlalu. Aku masih menunggu, berharap penuh. Setiap kali bertemu, aku selalu menunjukkan sikap memohon dengan putus asa, berharap Papa segera mengambil keputusan. Namun, beliau hanya menatapku dalam diam, tanpa memberi jawaban.Meski begitu, aku yakin Papa akan melakukannya. Karena aku tahu, jika menyangkut Artemis, beliau rela melakukan apa pun. Artemis adalah anak kesayangan, dan melihatnya terus-menerus menangis belakangan ini karena ulahku jelas membuat Papa tidak tenang.Di sisi lain, ada Oktavianus Batara Salim yang belakangan gencar mendekati Artemis. Dia adalah calon paling potensial di mata Papa. Jika dibandingkan dengan Atlantis, Batara jelas lebih unggul dalam segala hal—pekerjaan, keluarga, juga kekayaan. Papa sepertinya sudah menetapkan pilihan, hanya saja masih ragu untuk mengambil langkah.Sementara itu, aku hanya bisa bersabar dan terus berdoa agar semuanya berjalan sesuai keinginanku. Baru s

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 33 : Permintaan Pertama dan Terakhir

    Aku berpapasan dengan Artemis di lorong. Dia baru saja keluar dari dapur, sementara aku hendak menuju ruang kerja Papa. Matanya sembap, jelas seperti habis menangis. Di tangan kanannya ada tumbler, sementara tangan kirinya menggenggam ponsel. Kalau tebakanku tepat, dia pasti baru saja selesai berteleponan dengan Atlantis.“Kakak tega menusukku dari belakang,” ucapnya setelah kami saling melewati. Suaranya bergetar, penuh kekecewaan. “Kakak bilang pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan, ternyata Kakak menjenguk orang tua Kak Atlan.”Aku berhenti melangkah, lalu perlahan berbalik, menatapnya tepat di mata. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku melihat Artemis dalam kondisi seperti ini—terluka, marah, dan mungkin merasa dikhianati. Mungkin ini juga pertama kalinya dia merasa dikalahkan olehku.“Kenapa, sih, kita harus bersaing seperti ini?” lanjutnya. “Sebelum tau Kak Atlan adalah pria yang dekat denganku, kita masih berhubungan baik. Aku selalu menghormati dan menyayangi Kakak.”Aku

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 32 : Kembali ke Rumah

    Mbak Hera menjemputku di stasiun kereta. Dari kejauhan, wajah memberengutnya terlihat jelas, membuatku tersenyum tipis. Aku tahu persis alasan di balik ekspresi itu—kepergianku tanpa pemberitahuan membuatnya kelabakan. Tadi malam, dia mengomeliku habis-habisan di telepon, mengatakan bahwa menjelang talk show seharusnya aku tidak ke mana-mana. Lebih baik di rumah, beristirahat, dan mempersiapkan diri.“Dasar perempuan nakal!” omelnya begitu mengambil alih koperku dan membuka pintu mobil untukku. “Sejak kapan kau mulai bandel seperti ini? Pergi ke luar kota tanpa sepengetahuanku, kau jadi benar-benar sulit ditebak sekarang.”“Maaf,” ujarku dengan senyum kecil. “Sebenarnya itu tindakan impulsif, Mbak. Aku memutuskannya tanpa pikir panjang, dan ya ... hasilnya tidak buruk. Justru menyenangkan.”“Hah! Lihat wajah itu!” Mata Mbak Hera menyipit, seakan menuduhku. “Apa ada hal baik yang terjadi di sana? Wajahmu berseri-seri sekali.”“Banyak. Nanti kuceritakan setelah sampai.”“Dasar licik. Bi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status