Gwen membaca pesan dari grup lima sekawan dan tertawa kecil membayangkan wajah Inez dan Jupiter. Dia sungguh berharap mereka baik-baik saja.
[Yap. Ayo bertemu dan maaf jika nanti aku datang terlambat lagi]
“Sesuatu yang baik sedang terjadi?” Zeev yang duduk tidak jauh darinya, terlihat penasaran. Mencoba menerka isi ponsel Gwen yang masih membuat sekretaris pribadinya itu tersenyum, dan tentu saja tampak bahagia.
“Oh, akan ada waktu untuk berkumpul sore ini bersama teman-temanku.” Gwen meraih bolpoin, mengetuknya pelan di meja. “Bolehkah, aku izin pulang lebih awal?”
“Silahkan. Aku akan mengantarmu sampai ke tempat tujuan,” tawar Zeev.
“Ti-tidak perlu, Pak. Itu akan sedikit menyusahkan Anda,” tolak Gwen.
Zeev mengernyit, “Tidak ada kata penolakan. Berapa kali harus kukatakan aku tidak suka itu, Gwen Himeka.”
Gwen menghela napas. Memang sulit untuk sediki
Alexi berbohong pada Eric dan Gwen, bahwa dia tidak mengendarai mobil saat ke Orchid Cafe dan butuh tumpangan pulang dari Eric.Padahal tentu, di saat situasi seperti ini, tidak akan ada satu pun dari sahabatnya yang menyadari bahwa mobil Alexi terparkir tidak jauh dari Orchid Cafe, berselang lima mobil dari tempat kendaraan Jupiter terparkir tadi.Gwen duduk diam di kursi penumpang, sementara Alexi dan Eric duduk berdampingan di kursi depan.Sebenarnya, tidak ada pemimpin di grup mereka. Tapi keempat orang itu, lebih sering tunduk dan setuju pada banyak perkataan masuk akal dan terdengar bijaksana dari Alexi Millard.Seperti sekarang, saat Alexi mengisyaratkan pada Eric agar tak bertanya apa pun pada Gwen yang tampak murung dengan pandangan sesekali tertunduk lesu, Eric mematuhinya.Tujuan pertama Eric tentu saja rumah Gwen. Jika tak ada Alexi bersama mereka, mungkin Eric akan s
Jupiter sudah siap untuk meneriaki Inez atas ucapannya yang menginginkan perpisahan, padahal itu tidak tercantum dalam surat perjanjian mereka jika pernikahan palsu ini belum melewati waktu satu tahun, maka tak ada kata perpisahan.Tapi raut kesedihan, kekecewaan, kemarahan, dan keputusasaan Inez, membungkam mulut Jupiter. Dia seharusnya tidak begini. Tidak semestinya dia kasar pada penyelamatnya.“I-Inez ... aku minta maaf. Tolong jangan ajukan perceraian padaku. Aku mohon ... jangan,” pinta Jupiter, dia mengiba dengan cara duduk berlutut di dekat ranjang, di mana Inez sedang sibuk mengancing resleting kopernya.Inez menoleh, kemarahannya sedikit surut saat melihat Jupiter berlutut dan memohon. Meski di luar sana dia terbiasa mendapat perlakuan penuh iba dari banyak pria yang mengaharap kemurahan hatinya, tapi yang seperti ini, baru terjadi setelah lima belas tahun dia mengenal Jupiter, si pria berengsek dengan sejuta pesona.
“Tentang sesuatu?” Zanna mengernyit dengan waspada. Mendadak dia curiga jika sesuatu mungkin akan segera terjadi. Dia gelisah.“Hem,” angguk Alexi, “ini ... tentang kita. Aku ... ingin mengakui sesuatu padamu.” Alexi meremas lembut tangan mantan istrinya.“Baiklah. Aku ingin mendengar pengakuanmu.” Zanna terdengar siap, meski tidak sepenuhnya siap. Dia mendengar degup jantung Alexi, begitu terasa di kepalanya yang bersandar.“Aku ... minta maaf untuk segalanya. Minta maaf karena telah berkata dan berlaku kasar padamu selama pernikahan kita. Dan yang terburuk, aku menjalin hubungan dengan wanita di atas pernikahan kita. Lalu ... yang paling buruk di antara yang terburuk, aku pernah tidak mau mengakui darah dagingku. Maaf Anna, maafkan aku,” lirih Alexi. Dia siap, jika Zanna akan memaki dan memukulinya.Zanna keluar dari sandaran kepalanya di dada Alexi, melihat pria yang teramat dicintainya itu dengan lembut. Sungguh
Keadaan kembali normal setelah tiga hari berlalu, tanpa ada gelombang berarti yang mengejutkan bagi lima sekawan.Pagi ini Gwen menemukan Alexi sudah duduk tegak di ruang tamunya, tanpa ada senyum melainkan hanya sebuah tatapan hangat dalam gerak kedua matanya, memperhatikan Gwen mengenakan sepatu dengan terburu-buru. Si seksi yang baru keluar dari kamar.“Butuh tumpangan?” Alexi tersenyum sekilas, menatap Gwen yang mulai membenahi beberapa map di atas meja tamu untuk nanti, dia dekap erat di dada, selama perjalanan menuju Winston Corporation.Gwen menoleh, “Tidak Alexi, aku harus ke suatu tempat lebih dulu ...” Gwen terdiam, dia merasa ada hal yang begitu jauh dari dirinya dan Alexi, “kau bisa terlambat, berangkatlah lebih dulu.”Tanpa perlu menunggu, Alexi mengangguk cepat, “Baiklah, sampai nanti.” Alexi bangun dari duduknya. Heran pada dirinya sendiri, kenapa begitu cepat mengiyakan penolakan Gwen, karena s
Sekitar jam sebelas malam, ketika Misca masih membiarkan dirinya larut pada drama seri di hadapannya, ketukan di pintu membuyarkan adegan romantis antara si pemeran utama pria dan antagonis wanita, yang sempat masuk ke dalam pikiran Misca.Langkah kaki wanita beranak empat ini, tergesa dan merasa yakin, bahwa ketika pintu akan terbuka, maka yang terlihat pasti, menantunya. Dia tersenyum puas sebelum tangannya meraih gagang pintu.“Hai, sayang. Bagaimana kabarmu?” Misca langsung memeluk menantu yang menurutnya, sudah hampir lima puluh persen bisa sedikit merubah tabiat buruk Putranya itu.Inez berusaha menyembunyikan kekesalan, karena Jupiter. Dia kembali untuk sesuatu. Dia mengharap sebuah dukungan dari sang Ibu mertua.“Maafkan aku, Bu. Telah membuat Ibu khawatir. Apa aku pergi terlalu lama?” Hati-hati sekali Inez bertanya, sesuai yang terlihat, Inez takut pada Misca.
Eric memandangi Inez yang seperti ‘makhluk asing’ baginya kini, dengan tangan terlipat di depan dada. Ada kebingungan melanda hati Eric. Dia yakin, sesuatu telah berhasil membuat isi kepala Inez terguncang, bukan hanya batinnya.Dan Eric merasa, itu semua karena Inez tidak dapat menerima dan memaafkan pada apa yang terjadi di depan Orchid Cafe, waktu itu.“Kenapa kau jadi suka ikut campur? Ini perubahan besar yang ingin kau lakukan?” Eric meletakkan kedua tangannya di atas salah satu meja Delila Restaurant, menampilkan wajah serius, agar Inez berhenti mengungkap hal yang seharusnya tidak perlu menjadi urusan mereka.“Tidak, Eric, tidak. Ini bukan sekedar aku bergosip, ketika diriku ingin. Inilah faktanya.” Kedua bola mata hitam pekat milik Inez terbelalak dengan binar bahagia dan kilatan rasa puas, ah, belum, jika puas, maka kini, pasti Inez sudah merasa sangat tenang. Malah saat ini, masih ada kegelisahan besar yang menghimpi
“Buruk, sangat buruk.” Gwen bergumam pelan tapi memutuskan untuk tidak membiarkan Jupiter mendengarkannya mengatakan hal itu.Gwen berjalan mendekati Jupiter, “Ayo, kita bicara di cafe dekat sini.”Jupiter mengikuti dengan senyum terkembang. Setidaknya, gadis pujaan hati sedang tidak marah padanya. Bukan tak tahu, dia berusaha menutup mata dari semua anggapan sahabatnya yang lain, tentang hari kejadian waktu itu.Hari di mana Jupiter yakin, perasaannya pada Gwen lebih besar daripada apa pun, dari semua perasaan bercandanya terhadap wanita manapun.“Katakan ada apa?” tanya Gwen ketika mereka sudah duduk berhadapan di meja cafe kecil tak jauh dari Winston Corporation, tapi lebih cocok jika disebut kedai kopi daripada cafe.Itu karena bentuknya yang hanya toko kecil dan sempit, tapi bisa disulap dengan bantuan wallpaper cantik. Sejumlah meja
Ciuman Jupiter belum usai, ketika tangan Gwen memberi tamparan penuh kekesalan dan kecewa pada wajah Jupiter.Jupiter tetap pada posisinya. Dengan wajah mengarah ke kanan, mematung tanpa gerak pasti. Dia hanya menunggu sampai sosok Gwen menghilang setelah meletakkan uang puluhan ribu di atas meja, sebagai bayaran minumannya.Gwen sudah terisak keras. Dia terus menunduk karena malu. Bergegas melangkah terburu-buru, tanpa mengetahui bahwa Eric mengikutinya.Eric meninggalkan mobilnya di sana dan memilih mengikuti Gwen yang menaiki bus, tanpa sepengetahuan Gwen. Eric benar-benar menutupi celah agar Gwen tidak mengetahui kehadirannya, di antara para calon penumpang yang akan naik dan berdesakan di dalam bus.Bus padat penumpang, ini jam sibuk. Semua orang terburu ingin sampai cepat di rumah.Gwen berdiri sembari berpegangan pada pegangan bus. Dia sudah mengusap habis air matanya, dan baru menyadar
Malam hari ini terasa panas dan gerah, membuat keringat mengucur deras dari tubuh Lola yang berlari keluar taksi dengan terburu-buru menuju ruang bersalin sebuah Rumah Sakit kecil, yang ada di pinggiran kota.Bibirnya komat-kamit merapalkan permohonan untuk keselamatan sahabatnya. Lola ingat betapa beruntungnya, dia akan bisa ikut menyaksikan persalinan sahabatnya, mengingat tadi saat dihubungi, Lola sedang memasukkan pakaian ke koper karena dia akan ikut penerbangan pulang pagi, esoknya.Ini bukan minggu keempat puluh, tapi sahabat Lola terpaksa akan melakukan persalinan secara prematur malam ini, di usia kandungan kurang dari tiga puluh tujuh minggu.Sebelum masuk, Lola menjumpai terlebih dulu pria yang sudah duduk menunggunya di kursi panjang lorong Rumah Sakit, tidak jauh dari ruang bersalin.“Kapan kau tiba?” Lola masih terengah, menatap heran pada pria yang terlihat pura-pura tenang dibalik wajah gugupnya.Padahal Lola menghubungi pria ini saat di
Suasana kediaman Zacky Van Dick terlihat sunyi dari luar, namun keadaan di ruang keluarga, tidak begitu.“Sayang, lihat ini!” teriak Alexi dengan histeris, dia dalam posisi berjongkok dan berjaga-jaga untuk menangkap tubuh mungil di depannya yang sedang berdiri bergoyang-goyang, belum sempurna.Zanna muncul dengan apron menutupi bagian depan tubuhnya, dia tersenyum dan bertepuk tangan sambil menyemangati keduanya.“Sayang, kau hebat, teruskan!” Zanna mencium sekilas pipi Alexi, lalu dia kembali ke dapur.Alexi semakin bersemangat ketika bayi Rosalie yang sudah berusia hampir delapan bulan, memanggilnya ribut dengan sebutan ‘Papa’ yang belum jelas, terkadang dia menunjuk-nunjuk ke arah dapur.“Kau ingin Mamamu?” Alexi mencium gemas kedua pipi Putrinya, menggendong bayi Rosalie dan membawanya ke dapur.Alexi mengejutkan Zanna yang sedang mencuci sayuran, sedikit terpekik, Zanna berbalik, dan memeluk keduanya.“Sayang, sepertinya ... Rose mengi
Enam bulan setelah Gwen pergi dan Jupiter yang kembali dari koma.Inez terburu-buru keluar dari butiknya. Dia tergesa karena akan ada janji temu dengan psikiater Emmie dua belas menit lagi. Belakangan, setiap malam dia selalu mimpi buruk, ya, tidak buruk juga, karena bayangan tubuh tinggi tegap itu terus membuat Inez penasaran.Dia hadir dalam mimpi Inez, tanpa menunjukkan wajahnya. Setiap kali terbangun, Inez akan merasakan kesedihan yang begitu mendalam tanpa sebab. Bahkan dia sampai menangis meraung untuk bisa mendapatkan kelegaan di hatinya.Terkadang, beberapa kali, tanpa sadar, Inez berdiri di ujung balkon seolah dia akan melompat jatuh dari lantai empat. Nyaris mati, Inez berpikir untuk menemui psikiater dengan rutin. Tatapannya yang kosong seolah mengingatkannya akan sebuah kehilangan yang teramat menyakitkan, dan berakhir pada kondisi kejiwaannya menjadi tidak stabil.Sibuk dengan pikirannya, Inez seketika sadar
Langit mendung dengan gerimis tipis mewarnai pagi hari ini. Gwen berusaha bangun lebih cepat, jam empat lewat sebelas menit, hanya untuk lari dari ruangan Eric tanpa ketahuan.Dapur dan seluruh sudut restoran sepi. Gwen mendorong pintu dapur dengan hati-hati. Rupanya di luar, langit benar-benar masih terlihat seperti malam hari.Semua lampu-lampu jalan menyala terang. Begitupun dengan penerangan di setiap rumah dan toko. Gwen menoleh untuk terakhir kalinya, melihat Delila Restaurant dengan senyum tipis yang sekejap.Terburu-buru, dia melangkah. Membuang SIM Card ponselnya ke tong sampah, lalu menghilang di jalanan kecil bagian samping bangunan pertokoan untuk menghilangkan jejaknya dari Eric.Gwen pulang ke rumah, tidak lagi menemukan bangkai tikus di depan pintu. Jadi dia masuk, dan menyiapkan semua pakaian di atas ranjang, lalu satu persatu, menyusunnya ke koper dengan hati-hati dan cepat.Menurut perkiraannya—jika tepat—Eric akan ter
Meski bingung akan maksud ucapan Gwen, Eric mematung dan mencoba sedikit untuk memahaminya yang sedang dalam kondisi tidak baik.“Itu artinya?”“Kau boleh mendekat,” kata Gwen pelan, menurunkan selimutnya sampai batas mulut, “tapi lepaskan kemejamu. Sisakan kaus dalamnya saja.”Eric tersenyum. Dipikiran Eric, ini sesuatu yang unik dan tergolong biasa dia lakoni bersama Gwen.Eric melepas kemeja hitamnya, menyisakan kaus dalam bewarna senada, lalu mendekat perlahan pada Gwen yang masih dalam posisi berbaring miring ke arahnya.Gwen duduk setelah Eric tiba di tepi sofa, mengendus sekilas tanpa disadari Eric, kemudian tersenyum senang. Aroma parfum dan keringat Eric menyatu, dan dia suka itu.“Bagaimana?” Eric ragu-ragu. Dia berpikir harusnya dia tidak mendengarkan Gwen dan tetap bergabung dengan busa melimpah atau di bawah shower saat ini.“Peluk aku,” gumam Gwen, tidak merenta
Sore hari yang kelabu dengan angin dingin menusuk kulit, menjauhkan tubuh Gwen dari selimut.Gwen tidak menginginkan selimut yang sudah dibawakan oleh Beth. Sebenarnya, pelayan ramah itu tahu, Eric akan kecewa jika dia tidak menjaga Gwen dengan baik, ketika Eric sudah meminta tolong dan percaya padanya.Alasan Gwen meninggalkan selimut itu di bawah kakinya, bukan karena dia sedang ingin diperhatikan lebih dari sekedar memberikan selimut, tapi karena dia tidak menyukai aromanya.Pewangi dan pelembut pakaian yang menebarkan aroma campuran susu dan beras, membuat Gwen membenci selimut itu. Walau tidak menyebabkan rasa mual, tetap saja dia sempat menutup hidung saat menggunakannya, sebelum berakhir di bawah kakinya.“Pakailah selimutmu, Gwen.” Beth muncul dengan nampan berisi semangkuk sup sayur dan segelas air putih hangat, yang diletakkannya terburu-buru karena Beth ingin segera menyelimuti Gwen.“Tidak, jangan Beth. Aku tidak menyukai aroma selimutnya,”
Eric dan Alexi duduk saling berhadapan di kantin Rumah Sakit, karena kedua Ibu dari sahabat mereka yang memintanya.Misca dan Renata kompak menyuruh Eric juga Alexi untuk keluar makan siang, sebelum mereka melewatkan semua itu dengan perut kosong, karena menunggu kedua sahabat mereka yang belum juga terbangun dari koma.“Belum ada keterangan pasti tentang kecelakaan mereka, selain karena mengalami kecelakaan di jalan bebas hambatan, hujan cukup deras hampir tengah malam, dan Piter tidak memasang dashcam di mobilnya,” kata Eric, mencoba memberitahu Alexi yang terlihat penasaran, meski tidak lagi bertanya apapun setelah Eric memberi jawaban singkat tanpa kepastian di ruangan Jupiter dan Inez tadi.“Semalam memang hujan turun sangat deras, aku tidak bisa membayangkan pada apa yang menimpa mereka berdua. Benar-benar mengejutkan.”“Kau benar. Saat ini, kita tidak tahu apapun. Jadi sangat sulit menduganya.” Eric hanya m
Gwen terbangun karena aroma telur orak-arik, avacado toast, dan susu putih hangat. Bukan menyesap harumnya yang memenuhi ruangan, Gwen justru merasa mual.Dia nyaris tersandung, saat buru-buru ke kamar mandi karena memang tidak tahan dengan aroma menu yang diletakkan oleh Beth sekitar tujuh menit sebelum Gwen terbangun, atas perintah Eric.Dan menu sarapan itu juga Eric yang memintanya. Dia memilihkan menu sarapan pagi yang tepat, tapi sepertinya tidak untuk kondisi Gwen saat ini.Gwen menduga sesuatu yang tidak biasa terjadi dengan tubuhnya. Menahan rasa khawatir yang menguap hingga memunculkan hawa dingin di tengkuk, Gwen meraba perutnya yang rata.Mengusap perlahan dengan gerakan memutar. Adakah kehidupan baru di dalam sana? Mendadak, wajah pucat Eric yang selalu tersenyum lembut padanya, mulai berputar ulang, kilasan demi kilasan, bak sebuah film dengan adegan yang diperlambat.Ini gawat!Percintaan terakhir mereka bahkan terjadi beberap
Tatapan tak percaya memenuhi raut wajah Inez. Dia bahkan meratapi tingkahnya malam ini dalam hati. Memalukan!Dan terlambat untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Seperti saat dia yang selalu berhasil memancing dengan cara elegan, layaknya rubah betina mengelabui mangsa.“Kau selalu terbiasa berprasangka buruk padaku, Piter.”“Yah, wajar. Setiap kali kau bertindak di luar kebiasaanmu, sesuatu yang buruk pasti terjadi,” sindir Jupiter, mengangkat bahu, dan sebelah alisnya.“Sepadan dengan apa yang aku dapatkan setelahnya. Jadi tak masalah,” sahut Inez, tak pernah ingin kalah dalam berdebat.Jupiter berdecak kesal, “Kau gila!” Kemudian menggeleng takjub, lalu memutar kemudi dan bergerak menjauhi pusat kota yang bercuaca dingin malam ini.Karena tidak ingin mendengarkan keluhan Jupiter tentang perubahan sikapnya, Inez memilih untuk tidur. Berpura-pura tidur jika dia tidak bisa melakukannya.Andai mungkin, dia juga ingin kembali bersikap no