Share

Part 5

Penulis: Ammanya.L
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-15 19:50:18

ALARM BERBUNYI. Dengan mata mengantuk, Ajeng meraba-raba bawah bantal, mencari ponselnya untuk mematikan alarmnya.

Ia berbaring beberapa saat untuk menghilangkan kantuk sambil menggeliat untuk meregangkan otot tubuhnya sebelum duduk di atas tempat tidur.

Pukul lima pagi dan di luar jendela kamarnya sudah tampak orang-orang berlalu lalang memulai aktifitas. Ajeng turun dari tempat tidurnya, melangkah menuju kamar mandi yang ada di bagian dalam kamarnya.

Tempat tinggalnya itu bisa disebut sebagai apartemen studio. Berukuran empat kali enam meter dimana di dalamnya terdapat kamar mandi dan juga dapur kecil seluas dua kali satu meter setengah. Tapi ia tidak berada di gedung apartemen, ataupun lingkungan kos-kosan, melainkan di komplek tempat tinggal karyawan yang dibangun di bagian belakang rumah keluarga Levent. Keluarga blasteran Turki-Indonesia. Tempat dimana Ajeng bekerja.

Terhitung sudah lima tahun Ajeng bekerja di keluarga Adskhan-Caliana. Jabatannya? Entahlah, Ajeng sendiri tidak bisa mengklasifikasikan dengan tepat jabatannya di rumah itu sebagai apa. Yang jelas, saat ini statusnya hanya sebagai orang yang menumpang tinggal dan tidur saja. 

Awalnya, lima tahun lalu, Ajeng diminta oleh Nyonya Caliana untuk menjadi pengasuh bagi cucu perempuannya, Ilsya.

Kejadian itu terjadi tepat di hari pemakaman ibu Ilsya dimana saat itu juga, putra laki-laki pertama Nyonya Caliana—atau yang biasa Ajeng sebut Oma Ana—Ilker, ayah kandung Ilsya, pergi meninggalkan rumah.

Kala itu terjadi kehebohan di dalam rumah. Oma Ana memohon supaya putranya tidak pergi demi Ilsya yang masih bayi. Namun semua orang tahu kalau Ilker tak bisa ditentang. Pria itu terluka, dia patah hati karena baru saja ditinggalkan oleh wanita yang sangat ia cintai. Saking merasa kehilangan, pria itu bahkan tak sanggup untuk melihat putrinya sendiri.

Seolah tahu apa yang terjadi di sekitarnya. Seolah tahu bahwa dirinya diabaikan. Bayi Ilsya menangis dengan sangat kencang, dan bahkan sulit untuk ditenangkan. Hingga akhirnya Ajeng menggedongnya dan bayi itu menjadi tenang dalam pelukannya. Dan sejak saat itulah, Ajeng diminta untuk menjadi pengasuh Ilsya.

FLASHBACK

"Bantu Oma, Jeng." Pinta Oma Ana saat Ilsya sudah kembali Ajeng tenangkan setelah para tamu yang mengikuti pengajian bubar dari kediaman Levent.

"Bantu Oma jaga Ilsya. Karena kamu bisa lihat sendiri kalau dia cuma mau sama kamu, Jeng." Ucap Oma Ana lagi dengan mata terarah pada Ilsya yang ada dalam pelukan Ajeng. Oma Ana terlihat sedih dan juga letih, membuat Ajeng merasa kasihan melihatnya.

"Oma akan bayar kamu. Oma gaji kamu. Empat kali lipat dari gaji pengasuh, Jeng. Asalkan kamu mau jagain dia. Dua puluh empat jam." Lanjut wanita itu dengan nada membujuk. "Oma bukannya ingin bermaksud sombong dengan memamerkan kekayaan Oma." Ucapnya kali ini dengan ekspresi bersalah. "Tapi saat ini Oma benar-benar putus asa. Oma udah tua, Oma gak akan mampu jaga Ilsya sendirian, dan kamu lihat sendiri, suster pun gak bisa bikin dia tenang.

"Karena itu, Oma benar-benar ingin membeli waktu kamu, Jeng.

"Oma mau, kamu jadi pengasuh Ilsya. Oma mau waktu kamu sepenuhnya untuk Ilsya dan selama itu pula, sampai Ilsya bisa lepas dari pengawasan kamu, kamu tidak dulu lanjut kuliah.

"Oma tahu kalau kuliah itu cita-cita kamu. Tapi Oma benar-benar butuh kamu saat ini.

"Untuk masalah kuliah, tak jadi masalah kan kalau kamu menunda satu sampai dua tahun? Kalau orientasi kamu kuliah itu untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus, Oma janji, setelah kamu lulus, atau bahkan setelah Ilsya sudah bisa lepas pengawasan, Oma dan Opa akan bantu kamu untuk bisa mendapatkan apapun pekerjaan yang kamu mau." Janjinya.

FLASHBACK OFF

Ajeng kala itu hanya bisa terdiam. Jujur, tawaran Oma Ana jelas sangat menggiurkan. Dan jika tugasnya hanya mengawasi bayi Ilsya, bagi Ajeng itu bukan hal yang sulit. Karena selama ini, di panti asuhan, ia juga sudah biasa menjaga bayi-bayi yang dititipkan dinas atau bayi-bayi terlantar yang ditemukan berada di depan pintu panti.

Dan juga, alasannya pindah ke Jakarta dari Surabaya memang dengan maksud untuk kuliah. Dan mendengar dia bisa berkuliah dengan uangnya sendiri, Ajeng tergiur. Apalagi gaji yang ditawarkan itu juga bukan sedikit.

Meskipun kakak angkatnya—Rianna—dulu pernah menjanjikan akan membiayainya kuliah, tapi Ajeng sudah memiliki niat untuk tidak membebaninya. Sekalipun saat ini kedua kakak angkatnya itu sudah kaya raya dan sangat mampu untuk membiayainya.

(Kakak angkatnya yang bernama Rianna Syifa, yang dulu pindah dinas perawat dari rumah sakit Surabaya ke Jakarta pada akhirnya dipersunting oleh keponakan Nyonya Caliana, Akara Reynard Levent.

Sementara kakak angkatnya yang lain, Raia Yumna—secara mengejutkannya—ternyata merupakan putri dari pasangan Lucas Reynard Levent dan Agisna Permata, adik kandung dari Akara Reynard Levent.)

Dengan niatan untuk melanjutkan kuliah tanpa membebani kedua kakaknya, Ajeng pun menerima tawaran Nyonya Caliana tersebut tanpa pikir panjang.

Ajeng yang sebelumnya tinggal dengan Rianna dan Akara kemudian pindah dan tinggal di kediaman Adskhan-Caliana. Ia diberikan kamar sendiri oleh Nyonya Caliana. Kamar yang berada tepat di samping kamarnya Ilsya. Tujuannya sederhana, Nyonya Caliana ingin Ajeng selalu ada setiap kali Ilsya butuh.

Dan selama tahun pertama, kamar itu hanya Ajeng tiduri beberapa kali, sebab ia lebih sering tidur di kamar Ilsya dibandingkan kamar yang diperuntukkan baginya.

Seiring berjalannya waktu, tugas Ajeng mulai berkurang.

Ilsya tumbuh luar biasa cepat dibandingkan anak-anak seusianya, sehingga Ajeng tidak perlu menjaganya selama satu kali dua puluh empat jam lagi.

Di usia satu tahun, Ilsya sudah bisa bicara—meskipun belum fasih—dan juga berjalan.

Di usia dua tahun, gadis itu semakin banyak memiliki kosakata dan Ajeng sudah tidak lagi menjaganya di malam hari.

Lalu saat menginjak usia tiga tahun, Ilsya sudah masuk sekolah dini, sehingga itu membuat Ajeng semakin memiliki banyak waktu luang sekalipun ia yang bertugas untuk mengantar-jemputnya ke sekolah.

Karena bosan sebab banyaknya waktu luang, Ajeng akhirnya merasa kalau tugasnya sebagai pengasuh sudah selesai dan ia ingin keluar dari rumah pasangan paruh baya itu untuk melanjutkan rencana awalnya yang tertunda, yaitu kuliah.

Setelah menyusun kata-kata yang tepat, Ajeng lantas mengajukan pengunduran dirinya pada Nyonya Caliana.

FLASHBACK

"Kenapa?" Tanya Nyonya Caliana saat Ajeng mengatakan niatannya untuk pindah dari kediaman Adskhan-Caliana dan melepas pekerjaannya sebagai pengasuh Ilsya.

"Ilsya sudah bisa melakukan semuanya sendiri, Oma. Dia sangat mandiri. Jadi Ajeng merasa kalau Ajeng tidak sepenuhnya bekerja dan hanya makan gaji buta disini." Jawab Ajeng dengan jujur.

"Enggak, Jeng  Ilsya masih butuh kamu." Ucap Nyonya Caliana membujuk. "Tak masalah kalau kamu mau kuliah. Oma bahkan siap biayai kamu, tapi kamu jangan pergi dari rumah ini, Jeng.

"Kamu mau kuliah kelas apa? Regular? Malam? atau karyawan? Kamu mau kuliah dimana? Jurusan apa? Nanti Oma yang biayain."

Ajeng tidak bisa menjawab karena memang dia belum mencari-cari kampus yang ingin dia masuki.

"Kalau kamu memang merasa perlu ada kegiatan, kamu bisa kerja di kantor, hotel atau bahkan restoran. Kamu tinggal pilih mau kerja dimana dan Oma akan masukin kamu kesana.

"Tapi jangan benar-benar meninggalkan tempat ini, Jeng. Karena nanti Ilsya akan cari-cari kamu." Ucap Nyonya Caliana lagi masih dengan nada membujuk.

"Tapi kalo begitu, sama aja Ajeng numpang tinggal disini Oma." Ucap Ajeng dengan malu.

Nyonya Caliana terlihat marah. "Siapa yang numpang?" Ucapnya kesal. "Kamu lupa kalau sekarang kamu itu anakLucas dan Agisna, sepupu dan ipar Oma? Kamu itu adik dari keponakan-keponakan Oma. Dan berarti kamu juga keponakan Oma. Kita masih keluarga sekalipun tidak ada ikatan darah.

"Dan Ilsya, dia udah nganggap kamu sebagai kakaknya dia. Masa kamu tega gitu aja ninggalin dia?" Ajeng tidak memberikan jawaban apa-apa. Dia hanya bisa menunduk diam.

"Terlepas dari Ilsya, Oma juga mau kamu disini. Rumah ini sepi karena anak-anak Oma gak tinggal disini. Oma butuh anak muda untuk membuat suasana rumah lebih hidup." Lanjut wanita paruh baya itu lagi.

"Dan Ilsya akan merasa sangat kesepian karena selama ini kamu satu-satunya orang yang bisa dia andalkan. Kamu mau nyakitin dia?" Telak, kalimat itu sudah cukup membuat Ajeng tak bisa berkutik.

FLASHBACK OFF

Ajeng tidak bisa mengelak fakta yang Nyonya Caliana katakan. Ia juga merasakan kesepian yang sama setelah tinggal di rumah mewah itu. Rumah yang luasnya berkali lipat lebih besar daripada panti asuhan yang dulu ia dan kakak-kakak angkatnya tinggali itu berpenghuni kurang dari sepersepuluh anak-anak panti.

Tak ingin membuat Oma Ana dan Ilsya sedih, akhirnya Ajeng memutuskan untuk tetap tinggal disana dengan satu syarat, dia tidak mau lagi menempati kamar yang ada di bangunan utama dan ingin tinggal di rumah yang dibangun khusus untuk para karyawan yang ada di bagian belakang. Tempat tinggalnya saat ini. Dan Oma Ana, dengan berat hati, mengijinkannya.

Seminggu setelahnya, Ajeng kemudian ditawari untuk bekerja di restoran Turki yang dipimpin oleh Mas Serkan dan Mas Halil—keponakan-keponakan Oma Ana.

Sambil bekerja, Ajeng juga mendaftar kuliah. Ia mengambil kelas karyawan sehingga ia hanya kuliah di akhir pekan dan bekerja di hari-hari biasa.

Suatu waktu, saat Ajeng bekerja di restoran. Ia mendengar pembicaraan Halwa, asisten pribadi Mirza, putra bungsu Oma Ana, kalau beliau membutuhkan tenaga bersih-bersih yang akan bekerja seminggu dua kali di penthouse. Dengan percaya diri, Ajeng mengajukan diri. Dan Halwa begitu saja setuju karena menurutnya Ajeng sudah menjadi orang kepercayaan keluarga Levent.

Teman-teman di tempat kerjanya merasa heran sendiri dengan Ajeng yang seolah tak berhenti bekerja. Mereka bahkan bertanya apa Ajeng tak lelah. Ajeng jawab yang sejujurnya. Ia tidak lelah, karena jika memang dirinya ingin kaya, dia harus semangat bekerja keras.

Ajeng tahu, sebagian rekan kerjanya memandangnya sebagai gadis matre yang terobsesi untuk kaya. Ajeng tak akan menggubrisnya ataupun mengklarifikasi. Karena memang faktanya, ia bermimpi untuk sukses dan menjadi kaya.

Jika ada orang yang bertanya padanya kenapa ia ingin kaya, maka ia akan balik bertanya pada orang itu. ‘Kenapa kau mau hidup miskin?’

Memang tidak semua hal di dunia ini bisa dibeli dengan uang. Tapi dengan uang, kita bisa membeli apa yang kita inginkan. Bahkan rasa hormat dan pemujaan. Dan itulah yang Ajeng inginkan.

Ia sudah lelah menjadi korban penghinaan orang-orang. Orang-orang menghinanya hanya karena dia anak yatim piatu dan juga miskin.

Dan Ajeng tak mau lagi mendengar hinaan itu.

Ia tidak bisa menghapus fakta kalau dia tidak punya keluarga. Tapi dia bisa mengubah kenyataan kalau dia 'si miskin' bisa menjadi 'si kaya'. Dan tentu, ia akan membanggakan itu pada semua orang setelah ia bekerja keras.

Ajeng bisa saja menyombongkan diri dengan menggunakan nama keluarga angkatnya. Ya, dirinya kini memang berstatus sebagai anak angkat dari pasangan Lucas Reynard Levent dan Agisna Permata Levent. Dia mendapatkan jatah yang sama dengan kakak-kakaknya dan bahkan difasilitasi yang sama—yang sayangnya ia tolak karena tak nyaman menerimanya. Tapi, untuk apa?

Untuk apa ia menggunakan nama orang lain hanya demi penghormatan dan pemujaan semu?

Ajeng ingin dihargai karena dirinya sendiri. Karena kerja keras dan keberhasilannya.

Kembali ke masa kini. Ajeng harus mengerjakan tugas yang Halwa berikan.

Pukul setengah enam, Ajeng sudah siap dan menyandang tasnya. Seperti biasa, dia akan pergi ke pasar tradisional lebih dulu untuk berbelanja bahan makanan yang ada di dalam daftar belanjaan yang sudah Mba Halwa kirimkan padanya via pesan. Dan nanti, jika barang yang ada di dalam daftar itu tidak ia temukan di pasar, ia akan pergi ke supermarket yang berada tak jauh dari penthouse.

Ajeng berjalan keluar dari area tempat tinggal para karyawan, menyapa orang-orang yang sudah mulai bekerja. Terus keluar gerbang dan mendekati tukang ojek yang sudah dia pesan sebelumnya.

Bukan ojek online. Tapi ojek pangkalan yang sudah dua tahun ini menjadi langganannya.

"Pasar?" Tanya pria berusia lima puluhan itu. Ajeng mengangguk, menerima helm yang disodorkan pria itu padanya dan lantas naik ke atas motor.

Motor melaju dalam kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan mereka terus berbincang layaknya bapak dan anak. Sampai kemudian mereka sampai di pasar.

Pak Soleh—nama tukang ojek itu—selalu menunggu Ajeng di bagian depan pasar dan nantinya akan mengantarkan Ajeng ke penthouse.

Hampir dua jam kemudian, Ajeng sampai di area gedung penthouse. Seperti biasa, Pak Soleh menurunkan Ajeng di pos satpam depan portal gedung. Dengan belanjaan di kedua tangannya, Ajeng melangkah masuk seraya menyapa petugas keamanan yang membukakan portal untuknya.

Ia terus berjalan sejauh berpuluh meter menuju teras gedung dan kembali menyapa penjaga keamanan sebelum melangkah menuju pintu kaca tebal yang menjadi pintu masuk area apartemen-penthouse

Ajeng menyapa setiap orang yang dikenalnya. Petugas kebersihan, karyawan salon kecantikan, karyawan butik, karyawan restoran dan bahkan resepsionis, semuanya ia sapa.

Kenapa dia bisa mengenal banyak orang seperti itu? Sebab ia memang sengaja ingin kenal dengan mereka.

Dulu ibu pantinya mengatakan kalau kita harus memperpanjang silaturahmi, bersikap baik dan sopan kepada semua orang karena kita tidak tahu pada siapa esok lusa kita meminta bantuan.

Memendekan silaturahmi sama saja dengan memendekkan rejeki. Sementara memperbanyak silaturahmi sama dengan memperbanyak koneksi. Itulah yang ibu pantinya katakan padanya dulu.

Dengan cukup repot, Ajeng menekan password yang ada di samping pintu dan melanjutkan langkahnya untuk masuk menuju ke lift.

Ajeng tidak terlalu suka jika berada dalam ruang kecil dan tertutup. Orang-orang menyebut itu dengan klaustrofobia. Tapi untungnya, klaustrofobia yang Ajeng miliki tidak terlalu parah.

Asalkan dia tidak berada lama-lama di dalam lift itu, ia rasa ia akan baik-baik saja. Ia tidak bisa membayangkan kalau sampai klaustrofobianya parah, maka ia harus menaiki tangga darurat sebanyak tiga puluh lantai setiap kali dia datang ke tempat itu.

Ajeng keluar dari lift, berjalan menuju pintu yang ada di sisi kanan dan kembali menekan password pembuka. Dan tara.. sebuah penthouse berdominasi dinding kaca yang memiliki banyak pemandangan kota hadir di depannya.

Ajeng sudah dua tahun bolak balik ke penthouse itu. Tapi setiap kali masuk, setiap kali juga dia merasa takjub. Melihat pemandangan di luar jendela, seperti melihat sebuah lukisan metropolis yang indah.

Ajeng meletakkan tasnya di atas meja bar. Berjalan menuju island set dan membereskan barang yang baru dibelinya. Mencuci yang harus dicuci, mengemas dan kemudian membereskannya ke dalam lemari es.

Sisa-sisa makanan yang ada di dalam lemari es yang tidak bisa dikonsumsi Ajeng buang. Sementara makanan yang masih bisa dikonsumsi Ajeng rapikan.

Setelahnya, Ajeng berjalan menuju bagian belakang dimana dapur kotor dan peralatan-peralatan tempurnya berada. Ia lantas mengenakan apron anti air. Mengikat rambutnya tinggi-tinggi dan kuat lalu memasang bando anti keringat.

Tambahan, ia memasang headset pada ponselnya, dan menyetel musik dalam volume besar sebelum memasukkan ponsel itu ke dalam saku apronnya. Barulah, ia siap untuk bekerja.

Bab terkait

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 6

    Can I call you baby? Can you be my friend Senandung samar dari luar kamar membuat Ilker membuka mata. 'Siapa yang menyalakan musik?' Tanya Ilker dengan mata mengantuk. Can you be my lover up until the very end? Siapa itu? Hanya lagu, tanpa musik. Ini jelas seseorang yang sedang bersenandung. Batin Ilker dengan kepala yang masih berdenyut nyeri. Let me show you love, oh, I don’t pretend Stick by my side even when the world is givin’ in, yeah Suara yang merdu dan lirih itu membuat Ilker akhirnya bangkit dari baringannya dan fokus mendengarkan. Oh, oh, oh, don’t Don,t you worry I’ll be there, whenever you want me Ilker menurunkan kakinya dan meraih jubah kamar mandi berwarna hitam yang semalam digunakannya. Berjalan menjauhi tempat tidur seraya mengikat tali jubahnya. Semakin dekat dengan pintu, semakin jelas suara itu terdengar. I need somebody who can love me at my worst No, I’m not perfect, but I hope you see my worth ‘Cause it’s only you, nobody new, I put you first

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 7

    Ajeng melanjutkan pekerjaannya, membiarkan tamu majikannya itu makan sendirian. Saat ia mulai mengangkat lap untuk menyeka kotoran, matanya terbelalak seketika. Sebuah ingatan masuk ke dalam kepalanya.Ia menoleh kembali ke arah meja makan untuk memastikan kalau apa yang dilihatnya itu benar.Tadi, sekilas ia melihat kesamaan antara si tamu dengan majikannya yang lain. Namun saat itu Ajeng mengabaikannya karena berpikir mungkin mereka berasal dari negara yang sama, maka dari itu kontur wajah mereka terlihat sama.Tapi sekarang, setelah Ajeng pikir baik-baik. Apa yang tadi ia sangka umum, itu bukan hal yang umum. Melainkan karena ia memang familiar.Wajah itu, memang tidak sama seperti foto yang ada di ruang keluarga kediaman Adskhan-Caliana. Karena pria yang sedang sarapan itu, benar-benar berpenampilan urakan. Dengan rambut panjang dan diikat asal di belakang kepala, rambut-rambut di wajah yang hampir menututpi dua pertiga wajahnya, jelas sangat jauh berbeda dengan sosok yang sering

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 8

    Ajeng turun dari ojeg yang dipesannya tepat di depan kediaman keluarga Adskhan-Caliana. Ia menyapa satpam yang membukakan pintu untuknya dan berjalan melalui area samping rumah utama untuk menuju kediamannya. Tepat sebelum ia membuka pintu, terdengar suara salah satu asisten rumah tangga memanggilnya. "Oma minta bibi manggil kamu ke rumah depan kalo kamu udah pulang." Ucap wanita berusia empat puluhan yang sudah bekerja cukup lama di keluarga Levent. "Kenapa? Ada apa?" Tanya Ajeng cemas. Wanita itu menggeleng. "Oma dari tadi bolak-balik nanyain apa kamu udah pulang atau belum." Jawabnya lagi. Dan tanpa menunggu penjelasan lain, Ajeng pun berjalan menuju rumah utama lewat dapur. Ajeng mencari-cari sosok wanita paruh baya yang dikatakan sedang mencarinya itu. Namun sebelum ia menemukan keberadaan nyonya rumah, ia malah disambut dengan pelukan dari sebuah tangan kecil yang ia tahu siapa. Ia menoleh ke belakang dan melihat sosok Ilsya tengah nyengir padanya. Gadis kecil berusia lima

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 9

    "Kami sudah tahu kalau Ilker sudah kembali." Ucap Akara saat Ajeng memberitahukan informasi itu. Ajeng menatap kakak iparnya itu dengan heran hingga tak bisa berkata-kata. "Kami memiliki banyak orang yang ditugaskan untuk memantaunya selama ini, Ajeng." Ajeng menoleh pada Halil yang kebetulan sedang mampir ke kediaman kakak iparnya itu. Ia kembali melirik Akara dan melihat anggukan pria itu. "Kami tidak pernah membiarkannya lepas dari pengawasan." Jawab Akara lagi. "Kami mengijinjan dia pergi, tapi bukan berarti kami lepas tangan darinya begitu saja. “Kondisi Ilker berbeda. Dia pergi bukan untuk liburan. Dia pergi dengan luka hati yang dalam. Kami tidak tahu apa yang mungkin setan bisikan padanya. “Tidak menutup kemungkinan kalau dia pasrah pada keadaan dan memilih untuk mengakhiri hidupnya." Jawab Akara dengan santainya. "Kami memberinya waktu untuk berpikir dan menyembuhkan perasaannya. Tapi kami tidak pernah lepas memantaunya." Jawab Halil menimpali. "Kami tahu dia berada di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 10

    Keesokan paginya, Ajeng mendatangi Nyonya Caliana tepat sebelum sarapan. Dengan jantung berdebar, Ajeng menghadap wanita paruh baya itu. Seolah mengerti hanya dengan melihat gerak-gerik Ajeng, wanita itu lantas tersenyum dan berkata. "Sudah mendapat keputusan?" Tanyanya dengan nada lembut. Dengan ekspresi yakin, Ajeng menganggukkan kepala. “Jadi, apa jawabannya?” Tanyanya tanpa melepas pandangan dari Ajeng. “Ajeng mau bantu, Oma. Tapi…” “Tapi?” “Tapi Ajeng gak janji kalau Ajeng bisa mendekatkan mereka dalam waktu dekat.” Jawaban Ajeng dihadiahi senyuman Oma Ana. Tangan wanita itu terulur dan begitu saja memegang tangan Ajeng. “Terima kasih, Ajeng. Oma sungguh-sungguh berterima kasih.” ucapnya dengan senyum tulusnya. “Kalau Ajeng gak berhasil, apa Oma akan marah?” Tanyanya tanpa ragu. Oma Ana terkekeh lantas menggelengkan kepala. “Oma minta bantuan kamu, tapi harapan Oma sepenuhnya Oma berikan kepada Allah. Karena Dia yang Maha Membolak-balik Hati.” ucap wanita itu lagi

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 11

    Ia mendongak, memberanikan diri memandang Opa Adskhan sebelum mengalihkan pandangannya pada Oma Ana dan menganggukkan kepala tanpa ragu. "Bagus." Ucap Opa Adskhan lagi. "Karena setelah ini, apapun yang terjadi di rumah ini. Apapun yang kamu lihat dan dengar, itu tidak boleh sampai keluar. Kamu mengerti?" ucap Opa Adskhan lagi yag kembali dijawab anggukkan Ajeng. Ada jeda saat Oma Ana kembali berdiri dan melangkah menuju meja. Mengeluarkan sesuatu dari dalam laci dan duduk kembali di tempatnya semula. “Oma bukannya gak percaya sama kamu, Jeng. Tapi ini hanya untuk antisipasi akan apa yang terjadi di masa depan nanti.” Ucapnya seraya meletakkan dua buah amplop dengan warna berbeda di hadapannya, satu berwarna putih dan satu lagi berwarna coklat muda. Ajeng memandang amplop tersebut dan Oma Ana bergantian. Kedua amplop itu memiliki logo Coskun Company di sudut kanan atasnya yang Ajeng yakini dan bersifat rahasia namun dengan warna amplop yang berbeda. "Bukalah amplop yang berwarna

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-03
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 12

    Ajeng kembali membalikan tubuh dan berjalan di dalam kamarnya. Mengabaikan sebuah televisi layar lebar yang tentunya menyilaukan mata dan berjalan menuju tempat tidur dimana ia meletakkan amplop yang diberikan Oma Ana padanya. Dibawanya amplop itu ke meja belajarnya yang sudah ditenggeri sebuah layar persegi dengan logo apel tergigit di atasnya. Ia ingin tahu tentang rahasia mengenai Ilker yang tadi dikatakan oleh Oma Ana. Ternyata, saat ia mengeluarkan dokumen-dokumen itu, sebuah flashdisk berwarna putih ikut terjatuh. Ajeng menyalakan layar persegi itu, meletakkan dokumen dan memilih untuk melihat isi flashdisk terlebih dahulu. Drive nya terbagi menjadi beberapa folder. Folder pertama berjudul "Ilker – 22", folder kedua berjudul "Ilker dan Syahinaz" dan folder ketiga berjudul "Setelah Syahinaz". Mouse-nya bergerak dan langsung mengarah pada folder "Ilker-22". Di dalam folder itu, terdapat kumpulan foto-foto dan beberapa video yang kemudian Ajeng sortir berdasarkan tanggal

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-03
  • To Be His Bride (Season 1)   Part 13

    Ajeng mendongakkan kepala. Memandang gedung Kralligimiz yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan untuk menghilangkan rasa gugup yang menderanya begitu saja. Ini adalah hari pertamanya bekerja di perusahaan besar itu. Dan Ajeng sejujurnya tidak terlalu percaya diri. Bukan tidak percaya diri karena dia tidak mampu bekerja keras. Oh dia sangat yakin akan hal itu. Namun ia tidak percaya diri akan tugas lain, tujuan lain, yang membawanya sampai sejauh ini. Pertanyaan-pertanyaan pesimis muncul di benaknya. Bagaimana jika prediksi Oma Ana salah dan Ilker tidak pernah mau kembali ke Kralligimiz? Bukankah ada terlalu banyak kenangan antara Ilker, Syahinaz dan Kralligimiz? Syahinaz memang bukan artis Kralligimiz. Namun dulu, sebelum akhirnya Ilker mengajak Syahinaz menikah, Ilker sempat mengejar Syahinaz untuk menjadikan mendiang istrinya itu sebagai artis. Menurut cerita yang ia dengar dari Oma Ana. Syahinaz memiliki suara yang sangat me

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-06

Bab terbaru

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 62

    "TA-TAPI MAS.." Ajeng mendesis lirih saat merasakan kecupan Ilker di lehernya."Hmm?" Tanya Ilker tanpa menjauhkan bibirnya dari leher Ajeng, mengendusnya seolah sedang membaui tubuh wanita itu."Sampai kapan kita akan disini?" Tanya Ajeng gugup. Sisa kewarasannya mulai membuatnya takut akan anggapan orang-orang terhadap hubungan mereka nantinya. Ia sangat tidak suka jika orang berdesas-desus tentang dirinya.Ya, mereka memang sudah menikah. Meskipun surat-surat resmi mereka belum keluar, tapi tetap saja mereka sudah halal untuk selalu bersama kapanpun dan dimanapun.Meski demikian, Ajeng masih belum siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang yang melihatnya nanti.Bayangkan saja, apa yang akan dipikirkan oleh resepsionis Ilker, atau sekretaris pria itu besok saat melihat Ajeng keluar dari kantor Ilker di pagi atau siang atau mungkin sore hari tanpa pernah melihatnya masuk?Atau bertanya-tanya dimana keberadaannya dan apa yang dil

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 61

    AJENG MERINTIH PELAN. Ia merasa sekujur tubuhnya terasa ngilu. Ia ingin bangun tapi rasa ngilu di tubuhnya malah membuatnya ingin meringkuk lebih lama.Matanya perlahan terbuka. Hal pertama yang dilihatnya adalah jendela kaca lebar dengan tampilan sinar-sinar kecil yang indah.Apa diluar sedang ada pesta kembang api? Tanyanya pada diri sendiri. Tapi sinar-sinar itu tidak bergerak layaknya kembang api pada umumnya.Ajeng semakin mengetatkan selimutnya dan memilih untuk melihat pemandangan itu lebih lama."Sudah bangun?" Pertanyaan bernada lirih rendah itu membuat Ajeng sadar kalau dia tidak sendirian. Seketika ingatannya kembali masuk. Adegan demi adegan yang ia lakukan beberapa jam sebelumnya membuat Ajeng membelalakkan mata.Ia menoleh, dan melihat Ilker sedang duduk di belakangnya. Pria itu tengah menunduk dan memandang ke arahnya. Tangannya yang besar terulur perlahan dan menyibak rambut Ajeng."Sudah baikan?" Tanyanya lagi seraya menyent

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 60

    “MAKSUDNYA?" Tanya Ajeng bingung.Ilker duduk di tepian tempat tidur dan tersenyum. "Maksudnya, serahkan dirimu padaku. Disini, saat ini juga. Aku tidak akan mengambil keperawananmu, Ajeng. Kamu yang harus menyerahkannya padaku." Ucapnya masih dengan senyum nakalnya yang membuat Ajeng bukan hanya terbelalak tapi terpaksa menelan ludah dengan susah payah."Me-menyerahkan keperawanan?" Tanya Ajeng bingung.Ilker mengangguk pelan. "Aku tidak akan menyentuhmu, tapi kamu yang akan menyentuhku." Ucapnya dengan senyum miring di wajahnya. "Lupakan cara konvensional dimana suami yang selalunya mengambil keperawanan istri. Kali ini, aku ingin kamu memerawani dirimu sendiri, denganku." Ucap Ilker lagi."Ta-tapi bagaimana?" Tanya Ajeng bingung."Bercintalah denganku, dengan caramu." Lanjut Ilker lirih.Mendengar kata bercinta membuat kewanitaan Ajeng berdenyut dan memanas. Ia sudah membayangkan bagaimana rasanya bercinta sejak dimalam pertama Ilke

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 59

    AJENG BERDIRI tepat di depan gedung Kralligimiz. Kepalanya mendongak memandang bangunan tinggi itu. Entah sudah keberapa kali ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Sekarang, saat ia berada di depan gedung, kakinya terasa sangat berat untuk melangkah.Ini bukan hal yang benar. Gumamnya pada diri sendiri seraya memutar badan, hendak berjalan menuju gerbang.Tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi dia bisa bicara pada Ilker? Tanyanya lagi dan kembali memutar badan menghadap depan gedung.Ini terlalu impulsif. Lanjutnya lagi seraya menggelengkan kepala kembali memutar tubuhnya.Tapi ia sudah melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk sampai di kantor ini, tidak mungkin dia pergi begitu saja tanpa bicara dengan Ilker.Mereka harus menyelesaikan masalah 'Istri Papa' ini dan membuat Ilsya tenang. Jika tidak, llsya bisa benar-benar tidak mau pulang. Terlebih keinginan bocah kecil itu sangat didukung oleh kakak Ajeng, Rianna."

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 58

    SESUATU YANG HANGAT terasa membelai bagian bawah tubuh Ajeng. Secara naluriah Ajeng bergerak mundur mendekati benda hangat yang berdenyut di bagian bawah bokongnya. Usapan dan remasan lembut juga ia rasakan di bagian dada yang membuatnya melenguh lirih."Sshhh.. jangan berisik, nanti Ilsya bangun." Bisik seseorang tepat di telinga kanannya. Seketika mata Ajeng terbelalak terkejut. Tubuhnya yang sejak tadi menggeliat sekarang berubah menjadi kaku. Ia membuka mata dan melihat Ilsya yang tertidur lelap tepat di hadapannya.Bantal yang tadi ia gunakan rupanya telah berganti menjadi lengan kekar berbulu milik Ilker yang kini telapak tangannya menyusup masuk ke dalam kaus yang Ajeng kenakan yang sepertinya sejak tadi mulai bermain dengan payudaranya sementara tangan lain pria itu—seperti biasa—menyusup masuk ke dalam celananya."Sir, apa yang Anda lakukan?" bisik Ajeng lirih tanpa berani menoleh."Menyentuhmu, tentu saja. Menurutmu apa lagi

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 57

    AJENG TERBANGUN saat matahari sudah cukup terik. Ia benar-benar terkejut, pasalnya selama bekerja di kediaman Adskhan-Caliana ia tidak pernah terlambat atau bangun sampai sesiang ini.Dengan segera Ajeng bangkit dan membersihkan diri.Bagaimana ini? Pikirnya dalam hati. Para asisten di kediaman Adskhan-Caliana pasti menduga dirinya besar kepala karena kini, setelah menikah dengan Ilker, Ajeng berubah menjadi pemalas. Padahal bukan itu yang diinginkan dan diniatkan oleh Ajeng.Setelah menikah dengan Ilker, Ajeng justru ingin tetap sama atau mungkin menjadi lebih rajin daripada sebelumnya.Ajeng turun ke lantai satu dan langsung melangkah masuk menuju dapur kotor. Saat pintu terbuka, kegiatan yang sedang dilakukan para asisten terhenti seketika.Dua pasang mata memandang langsung ke arahnya. Awalnya dengan ekspresi terkejut, dan lama-lama berubah menjadi senyum jahil dan siulan rendah meledek."Ekhem, yang habis unboxing kayaknya keca

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 56

    "MAU KEMANA?" Tanya Ilker dengan nada dingin yang membuat bulu kuduk Ajeng merinding seketika."A-anu..""Jadi kau berniat untuk tidur terpisah denganku?" Tanya Ilker lagi dengan alis bertaut dan tatapan dinginnya yang membuat Ajeng menelan ludah dengan susah payah."Bu-bukan begitu, Sir. Aku...""Sir?" Seru Ilker dengan nada yang cukup tinggi. "Kau memanggilku, suamimu, dengan sebutan Sir?" Tanya Ilker dengan nada tak suka.Ajeng dibuat semakin serba salah karenanya. "A-anu.. itu..." Kenapa Ajeng mendadak menjadi gagap seperti ini? Ini seperti bukan dirinya. Keluhnya dalam hati."Ikuti aku." Perintah Ilker dan tanpa menunggu jawaban Ajeng, pria itu berjalan menjauh, melangkah menuju kamarnya sendiri.Ilker membuka pintu dan menahannya tetap terbuka, menunggu Ajeng menyusulnya.Dengan jantung berdebar kencang tak karuan, Ajeng melangkah masuk ke dalam kamar dan sesaat setelahnya, Ilker menutup pintu d

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 55

    ILKER BERDIRI dengan perasaan tak menentu. Ia gelisah sepanjang malam memikirkan pernikahannya dengan Ajeng.Ini bukan pernikahan pertamanya, tapi tetap saja, mau tak mau ia harus mengakui kalau ia merasa gugup.Pagi hari, dua sepupunya sudah datang menjemputnya. Mengatakan kalau mereka takut Ilker berubah pikiran di detik-detik terakhir dan memilih untuk lari sebelum pernikahan dilangsungkan.Gila. Random sekali pikiran mereka. Kalau memang Ilker ingin lari, kenapa dia tidak lari dari berhari-hari yang lalu? Pikirnya sinis.Dia justru sangat siap menghadapi pernikahan ini, terlebih membayangkan pembalasan dendam yang akan ia lakukan pada Ajeng setelahnya membuat ia tidak bisa menghilangkan senyum licik di wajahnya.Ilker mandi dengan santai, tidak terburu-buru meskipun para sepupunya memintanya demikian.Walau bagaimanapun, sekalipun pernikahan ini akan dilangsungkan secara sederhana, Ilker tetap ingin terlihat sempurna.Saat melangk

  • To Be His Bride (Season 1)   Part 54

    PERNIKAHAN BERLANGSUNG.Pagi hari Ajeng dijemput oleh mobil keluarga dan kemudian dibawa ke rumah sakit dimana Tuan Adskhan dirawat.Ya, pernikahan Ajeng dan Ilker memang akan dilaksanakan di rumah sakit, secara sederhana dan hanya dihadiri oleh anggota keluarga.Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, pernikahan Ajeng dan Ilker akan dilakukan secara agama terlebih dulu, baru kemudian didaftarkan di KUA, atau mungkin sebenarnya saat ini sudah di daftarkan, Ajeng tidak tahu.Sampai saat Ajeng dijemput, orangtua angkat Ajeng tidak banyak bicara. Ajeng tahu, sampai saat ini ayah angkatnya masih tidak memberikan restu pada Ilker untuk meminangnya. Tapi Ajeng berpikir kalau ini semua dia lakukan untuk kebaikan semua orang, untuk kebaikan ayah angkatnya sendiri. Karena Ajeng yakini, jauh di lubuk hatinya, ayah angkatnya itu ingin Tuan Adskhan kembali sehat.Setelah menengok Tuan Adskhan sejenak, Ajeng kemudian digiring ke salah satu kamar tidu

DMCA.com Protection Status