“Kenapa Kak Liza nelpon kamu?” Tanya Lara, dadanya berkecamuk cemburu. “Nanya-nanya kabar.” Jawab Mas Gala. “Oh, nanya kabar sampai berjam-jam, ya.” Cibir Lara. “Sama sedikit berantem juga, Ra.” Ujar Mas Gala dengan ragu-ragu. “Hah?” Lara ternganga, pertanyaan-pertanyaan baru mulai bermunculan menyesaki kepalanya, menimbun pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang tak sempat terjawab. “Ra, kamu jangan salah paham dulu ya, sayang.” Bujuk Mas Gala. “Apa sih sebenarnya, ada hubungan apa kamu sama Kak Liza, Mas?” Tanya Lara, suaranya terdengar sedikit gemetar. “Seharusnya kamu tau ini sejak awal, Ra.” Gumam Mas Gala. “Apa?” Lara sedikit membentak. “Mas nggak sebaik yang kamu pikirkan, Ra.” Ucap Mas Gala, “Mas sebenarnya nggak setuju saat kamu bilang Ma situ sosok laki-laki idaman untuk dijadikan suami, karena Mas nggak baik.” Lanjutnya. “Nggak baik gimana?” Tanya Lara, suara
“Jadi kita harus gimana, Ra?” Tanya Mas Gala yang terdengar hampir menyerah.“Aku nggak mau pisah sama kamu, tapi aku juga nggak mau Kak Liza dan anak-anak platform tahu soal hubungan kita.” Jawab Lara.“Baik.” Ujar Mas Gala, “Mas akan coba melakukan segala cara buat menutupi hubungan kita, asal bukan mengakhirinya, Ra.” Lanjutnya dengan nada penuh permohonan.“Lara nggak akan mengakhirinya, Mas.” Ucap Lara, “Lara sudah sangat sayang sama Mas Gala.” Lanjutnya.“Terima kasih, Ra.” Ucap Mas Gala.“Mas Gala …” Gumam Lara.“Ya, sayang?” “Sudah berapa lama mereka seperti itu?”“Perempuan-perempuan itu?” Tanya Mas Gala.“Iya.”“Mas nggak terlalu ingat tepatnya kapan.” Jawab Mas Gala, “Tetapi ada yang sudah mulai seperti itu sejak awal platform itu ada.” Lanjutnya.“Dia Kak Liza?” Tanya Lara, “Yang paling lama itu Kak Liza?” Lanjutnya mempertegas.“Bukan …” Jawab Mas Gala dengan nada yang terdengar ragu-ragu.“Siapa dia, Mas?” Tanya Lara lagi, masih dengan pertanyaan yang sanga
“Sebenarnya Mas punya rencana, walaupun belum pasti tapi akan Mas usahakan dengan keras.” Ujar Mas Gala.“Rencana apa, Mas?” Tanya Lara.“Kamu inget nggak tentang rencana menjelajah nusantara?” Tanya Mas Gala.“Ingat dong.” Jawab Lara, “Pembicaraan itu kan sampai buat kita berantem, masa Lara lupa.” Lanjutnya lalu berdehem.“Iya juga dan Mas udah putuskan buat bawa ponsel kalau jadi pergi.” Ujar Mas Gala, “Karena sudah ada kamu.” Lanjutnya.“Tapi nanti Mas Gala nggak mendapatkan apa yang Mas cari.” Ucap Lara.“Memangnya apa yang Mas cari?” Tanya Mas Gala.“Ketenangan kan, katamu.” Jawab Lara.“Justru Mas nggak akan tenang kalau pergi tanpa mendapatkan kabar dari kamu.” Ucap Mas Gala.“Makasih, ya, Mas.” Ujar Lara. “Lara juga nggak mungkin akan tenang kalau kamu nggak bisa dihubungi. Tapi kalau misalnya kamu memang nggak bisa bawa ponsel Lara nggak apa-apa kok kalau nggak dikabarin, walaupun Lara nggak tenang tapi nggak apa-apa, kok, beneran.” Lanjutnya.“Ra, udah, ya. mas ng
Semburat sinar matahari menyusup melalui celah-celah yang terdapat di atas jendela kamar Mas Gala. Cahaya itu merasuk lalu menusuk mata dan menggangu tidurnya, pria itu menggeliat di atas kasur, tangannya meraba-raba ke sisi kasur di sebelahnya namun tak ada siapa-siapa di sana kecuali udara. Perlahan Mas Gala membuka perlahan matanya sembari mencari-cari di mana Lara.“Ra …” Gumamnya, kemudian bangkit dengan nyawa yang masih terkumbul setengah.“Lara!” Mas Gala mulai berteriak memanggil nama kekasihnya itu.Dia kemudian menyadari bahwa dirinya tidak sedang berada di penginapan melainkan berada di kamarnya sendiri. Mas Gala masih tidak percaya, kejadian menakjubkan yang dialaminya semalam ternyata hanya mimpi. Dia berusaha menolak kenyataan itu, namun segera terbungkam saat mendapati sesuatu membasahi bagian bawah tubuhnya.“Oh sh*t!” Gumamnya.***Pagi itu bis yang di tumbangi Lara ke kampus terjebak kemacetan kota dan hal itu yang menyababkan Lara berlarian berkejaran dengan
“Halo, Mas.” Ucap Lara setelah teleponnya di terima oleh Mas Gala.“Halo, sayang.” Jawab Mas Gala, “Mas udah ada di kantor.” Lanjutnya.“Iya, Mas.” Ucap Lara, “Kenapa tadi nelpon?” Lanjutnya bertanya.“Nggak apa-apa sayang, cuma kangen aja.” Jawab Mas Gala, “Tadi pas bangun tidur rasanya kangen kamu, kangen yang banget banget.” Lanjutnya.“Bisa aja.” Gumam Lara disertai dengan deraian tawa karena mengira yang diucapkan Mas Gala hanya gombalan konyol semata.“Eh, kok ketawa.” Protes Mas Gala. “Mas serius loh ini.” Lanjutnya.“Iya, iya, Mas. Lara percaya kok.” Ujar Lara, sisa tawanya masih ada.“Mas serius, Ra.” Ucap Mas Gala terjeda. “Rasanya kangen banget dan ingin ketemu kamu saat itu juga. Mungkin karena habis mimpiin kamu.” Lanjutnya.“Mimpiin aku?” Tanya Lara.“Iya.”“Mimpi apa, Mas?”“Lara nggak usah tahu, ya.” Ujar Mas Gala.“Loh kok nggak usah tahu.”“Soalnya Mas juga bingung mimpi itu, antara indah atau memalukan.” Ujar Mas Gala, ragu-ragu.Jiwa penasaran dalam diri La
Lara dan Aria terlihat serius dengan obrolan mereka dan sesekali mengunyah makanan yang ada di hadapannya tanpa menghentikan mulutnya berbicara. Karena mulut mereka dipaksa melakukan dua pekerjaan sekaligus; mengunyah dan berbicara, Aria tersedak beberapa kali dan anehnya, Lara tak pernah tersedak meski melakukan hal yang sama. Ekor mata Lara mengikuti gerakan tangan Aria yang hendak mencomot bakwan di keranjang gorengan, setelah sadar pergerakannya diperhatikan oleh Lara, Aria mengurungkan niatnya dan meletakkan kembali bakwan yang sudah dipegangnya.“Ih, jorok banget sih udah dipegang nggak jadi diambil.” Gerutu Lara, “Kasihan tahu orang yang makan bekas tanganmu yang penuh bakteri itu.” Lanjutnya.“Habisnya kamu ngeliatin.” Ucap Aria.“Memangnya kenapa kalau aku ngeliatin?” Tanya Lara, “Kamu mau ngambil terus nggak bayar lagi kayak kemarin?” Tuduhnya.Aria menyeringai sebagai jawaban atas tuduhan Lara. Lara menggeleng-gelengkan kepala karena sudah terlalu lelah dengan sikap buruk s
“Mas mimpi kita bertemu, terus …” Ucap Mas Gala, terjeda.“Apa?” desak Lara.“Kita bercinta.” Jawab Mas Gala dengan menyingkirkan semua keraguan yang ada di dalam benaknya.“Astaga.” Ujar Lara, kemudian menutup mulutnya karena berusaha menahan tawa.“Maaf, Ra. Mas sama sekali nggak bermaksud kurang ajar sama kamu.” Pinta Mas Gala dengan suara memelas.Lara tak kuasa lagi menahan, tawanya meledak-ledak. Entah mengapa membayangkan Mas Gala meminta maaf seakan-akan telah melakukan kesalahan besar, hanya karena sebuah mimpi, itu sangat menggelitik bagi Lara dan membuatnya tertawa terbahak-bahak.“Kok malah ketawa.” Protes Mas Gala yang telah bermenit-menit hanya mendengarkan gelak tawa Lara dari seberang telepon.“Sorry, sorry.” Ucap Lara yang susah payah menghentikan tawanya. “Gimana aku nggak tertawa kalau kamu lucu banget.” Lanjutnya, saat ini tawanya mulai reda.“Ra, are you serious? Lucunya di mana?” Mas Gala masih tidak menemukan letak kelucuan dari sikapnya.“Kamu minta maaf seakan
“Tapi kan sebelum bareng Lara, Mas udah menjalin hubungan sama perempuan lain.” Ujar Lara, “Maksudnya, kalau Mas nggak ngerasa kesepian pas nggak mimpi itu karena ada pasangan harusnya dulu juga Mas nggak ngerasa kesepian.” Lanjutnya.“Iya sih harusnya gitu. Tapi pas Mas sama perempuan itu sama aja. Mas nggak pernah nggak mimpi dan kalau telat sebentar aja Mas udah ngerasa kangen dan sepi.” Jelas Mas Gala.“Unik, ya.” Gumam Lara lalu tertawa kecil.“Iya, padahal bukannya Mas nggak sayang sama perempuan itu dulu. Tapi rasanya nggak ada yang spesial aja dari dia.” Ucap Mas Gala.Lara tak berani mengambil kesimpulan sepihak. Meskipun puzzle itu semakin nampak jelas jika disusunannya diarahkan kepada dirinya, antara mimpi itu dan Lara ada hubungannya. Tetapi Mas Gala tidak mengeluarkan pendapatnya mengenai kaitan antara Lara dan mimpinya yang berulang. Lara pun mengurung niatnya untuk mengutarakan sesuatu.“Ra?” Ucap Mas Gala setelah menyadari Lara sedari tadi hanya terdiam.“Iya, M
Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara
"Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc
"Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken
"Oh iya, hati-hati, ya. Jangan terlalu malam diantar pulangnya." Jawab ibu Lara."Iyaa tante."."Bu, Lara jalan dulu, ya.""Iya sayang."Mereka berdua kemudian memasuki mobil Bentara, lalu beranjak pergi. Ibu Lara baru menutup pintu rumahnya saat Lara dan Bentara sudah pergi."Kenapa tiba-tiba ngajakin ke luar?" Tanya Lara."Nggak apa-apa sih, cuman belum biasa aja." Jawab Bentara dengan jawaban yang menggantung."Belum biasa?" Tanya Lara."Belum biasa lama-lama nggak ngeliat kamu."Lara tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha menutupi pipinya yang memerah.Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di kedai cookies yang dimaksud oleh Bentara."Yakin belum pernah ke sini?" Tanya Bentara saat mereka baru saja duduk di bangku pengunjung kedai itu."Belum." Lara menggelengkan kepalanya."Mau pesan apa dong?""Kamu aja yang pesenin, yang menurut kamu enak.""Siap, tunggu sini ya." Ucap Bentara lalu berdiri untuk memesan makanan.Tak lam
Bus itu mulai melaju, bergerak perlahan meninggalkan desa yang mengukir sejuta kenangan meski Lara hanya sejenak berada di sana. Lara selalu merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal meski sudah berkali-kali dia mengecek ulang barng-barangnya sebelum berangkat tadi, mungkin karena separuh hatinya sudah tertinggal dan menetap di desa itu selama-lamanya. Lara teringat akan seseorang yang membuatnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai mengetik sesuatu.“Mas Gala, kamu apakabar? Hari ini Lara pulang, Mas, pengaadian Lara di desa itu sudah selesai. Lara udah maafin kamu dan maaf karena Lara udah abaikan chat kamu berhari-hari. Lara mau perbaiki semuanya. Semoga setelah Lara udah nggak program relewan lagi, masalah-masalah yang muncul di hubungan kita selama aku program bisa mereda. Lara masih sayang, sangat sayang sama Mas Gala, tak ada yang berubah seperti pertama kali Lara jatuh cinta sama kamu.” Pesan itu dikirimkan ke nomor Mas Gala.Bersamaan dengan terkirimnya pesan it
"Buat Rachel, menurut aku kamu nggak pernah nyebelin, selalu baik. Buat Baham, kamu juga baik dan keliatan banget peduli sama semua orang di regu ini. Kalau Adrian, aku nggak tahu hal apa yang positif di kamu, tapi itu nggak bikin aku benci sama kamu meskipun kita sering berantem. Buat Bentara, please ya, lain kali kalo negur nggak usah pakai bentak-bentak. Kalau buat Jul, kamu jangan terlalu baik sama cewek soalnya cewek itu gampang baper." Tutup Aniya."Gila ya, unek-unek terpendam banget kayaknya, semua keburukan terkuak di sini." Cibir Adrian, "Tapi nggak apa-apa sih, bagus malah, Aniya yang paling jujur. Bisa dicontoh nih " Lanjutnya."Adrian, kamu tahu nggak sih no interupsi? Ya udah kayaknya dari tadi udah mau ngomong kan, silakan sekarang giliran kamu." Ujar Lara."Kalau aku sih nggak akan banyak ngomong, cuma mau berterima kasih sama memohon maaf sebanyak-banyaknya sama kalian semua." Ujar Adrian."Yee sekali nggak disuruh ngomong nyerocos terus sekali di suruh ngomong pelit
Waktu ternyata benar-benar tak terasa jika kita terus bercakap-cakap sepanjang perjalanan. Akhirnya mereka semua tiba di rumah Pak Sepuh pada pukul sebelas malam. Di desa Mandala, orang-orang tidak perlu mengunci pintu rumahnya karena desa itu aman dari maling. Karena itulah mereka semua tidak perlu repot-repot harus membangunkan Pak Sepuh dan Bu Marta untuk bisa masuk ke dalam rumah.Mereka segera membersihkan diri, meskipun sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak berisik agar tak mengganggu Pak Sepuh dan Bu Marta tapi akhirnya mereka berisik juga apalagi saat Aniya bertemu dengan Adrian dan saling berebut untuk mendahului masuk ke kamar mandi.Semua lelah seakan sudah mencapai puncaknya saat itu, sehingga mereka semua jatuh tertidur tak lama setelah badannya tersentuh kasur.Lara yang sudah hampir tertidur melirik ke arah ponselnya yang bergetar dan itu adalah panggilan dari Mas Gala. Dalam keadaan setengah sadar Lara mengambil ponselnya dan menyentuh tombol reject, lalu jatuh terti
Itu adalah destinasi terakhir dalam trip perpisahan mereka. Sebenarnya Bila sudah mengusulkan untuk menambah satu hari lagi karena masih banyak destinasi wisata lain di tempat itu yang belum mereka kunjungi. Tetapi Lara tak bisa lagi, tubuhnya sudah tidak kuat untuk menambah liburan yang melelahkan itu meskipun cuma satu hari.Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saat itu ke desa Mandala. Saat mereka mulai beranjak, malam baru saja jatuh sempurna di belahan bumi tempat mereka berpijak."Pelan-pelan aja, guys. Jangan ada yang ngebut ya. Yang penting kita bisa sampai tujuan dengan selamat." Baham memberi instruksi kepada teman-temannya sebelum mereka berangkat.Di perjalanan pulang itu, mereka tidak selalu berada dalam jarak berdekatan seperti saat pergi. Itu karena semuanya sudah hafal jalan pulang tidak seperti saat mereka berangkat.Performa Aniya dalam berkendara semakin menurun. Dia beberapa kali hampir celaka, untung tak ada teman-temannya yang lain yang melihat selain Lara yan
Sesampainya di sana, nenek Adrian ternyata tidak ada di rumahnya. Beruntung waktu itu tante Adrian yang rumahnya bersebelahan dengan neneknya sedang berada di rumah. Jadi, mereka beristirahat dan memasak makan siang mereka di sana.Mereka di sambut dengan anj*ng yang terus menggonggong saat hendak masuk ke dalam rumah itu. Lara yang memiliki trauma dengan hewan itu karena pernah dikejar hingga tersungkur waktu kecil, menjadi sangat takut saat hendak masuk ke rumah tante Adrian. Lara terus-menerus meremas baju Aulia dari belakang."Ra, ambilin charger aku dong di motorku." Celetuk Bentara dengan entengnya, tentu saja Bentara tahu Lara takut dengan anj*ng dan dia ingin menggodanya."Dih, kenapa jadi aku yang disuruh." Jawab Lara."Bukan nyuruh, Ra. Aku minta tolong." Ujar Bentara."Aku takut keluar, Ben. Hp aku aja low juga tapi aku tapi nggak apa-apa dari pada aku harus ketemu anj*ng itu." Jawab Lara.Bentara tertawa terbahak-bahak dan dengan gemas dia mengacak-acak rambut Lara. Bila d