Ahmad mengiringi Zia menuju ke kamar tempat Zia akan tinggal sementara waktu. Namun didepan kamar,"Itu kamar ibuku, pergilah ke kamar atas!" Perintah Cassandra dengan acuh."Sayang, kasian kalau Zia harus naik turun tangga." Ucap Ahmad sedikit kesal dengan tingkah Cassandra yang semakin kekanakan."Tidak apa-apa kak, toh aku tidak akan banyak keluar kamar. Aku kan masih harus bed rest." Ujar Zia menengahi."Kamu yakin, Sayang?" Ahmad masih kurang yakin akan keputusan Zia.Zia mengangguk pasrah, sedangkan Cassandra memalingkan wajahnya. Ahmad memapah Zia menaiki satu persatu anak tangga hingga menuju lantai dua. Zia memilih kamar paling ujung yang memiliki balkon."Kamu suka kamarnya, Sayang?" Tanya Ahmad."Ya, lumayan aku bisa duduk di balkon kalau aku bosan." Ucap Zia dengan senyuman tipis."Aku tahu kamu kesal dan kecewa dengan sikap Cassandra. Tapi aku sangat bersyukur, kamu bisa tenang dan sabar menghadapinya." Ucap Ahmad sembari mengelus kepala Zia. Zia hanya tersenyum tipis, be
Ahmad mulai melangkah ke arah kamar Cassandra, sayup-sayup terdengar Cassandra tengah membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an dari gawainya dengan isakan disela-sela nya. Ahmad mengintip dari sela pintu yang tidak benar-benar tertutup. Dapat ia lihat dengan jelas bahwa Cassandra tidak sedang baik-baik saja. "Aku kira setelah kelahiran anak kita, kamu akan berangsur membaik, Sayang. Namun nyatanya, rasa sakit mu tidak juga sembuh dengan kehadiran bayi kecil kita yang cantik jelita." Gumam Ahmad dalam hati."Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh, belum tidur Sayang?" Ucap Ahmad seraya masuk dan mendekati Cassandra. Kecupan hangat yang cukup lama ia berikan di puncak kepala Cassandra, agar Cassandra merasa nyaman dan disayangi."Aku menunggumu, bayi kita sudah tidur setelah menyusu, namun biasanya ia akan terbangun lagi selang beberapa jam." Cassandra menjelaskan tentang bayinya." Kamu lelah? Istirahatlah, selagi bayi kita tidur. Nanti jika ia bangun aku akan berusaha menjaganya dulu, ji
Cassandra povSemenjak lahir putri cantikku kurang mendapat perhatian dari ayahnya. Jangankan kasih sayang, namapun belum diberikan oleh Ahmad. Saat hendak mentahnik bayiku, mendadak Zia malah pingsan dan membuat kehebohan sehingga aku harus mengurus bayiku sendirian di malam pertamanya hadir di bumi. Alhamdulillah, keesokkan harinya Mamaku datang dan memberikan cukup banyak bantuan tenaga juga suport untukku. Keberadaan Zia dirumahku membuat perhatian Ahmad terbagi, apalagi menurut mereka kehamilan Zia cukup beresiko. Ditambah dengan kebangkrutan usaha Ahmad, membuat putriku semakin tersisihkan. Esok Rencananya acara aqiqah dan pemberian nama untuk putriku yang cantik.Aku menjual semua perhiasanku, kebetulan penjualnya adalah temanku. Ia kuminta datang ke rumahku untuk proses jual belinya. Setelah proses selesai aku mendapat uang tunai cukup banyak. Aku berniat membuat open house di rumahku ini dan mengadakan pesta besar-besaran untuk aqiqah putri cantik yang telah kunanti kehadiran
Zia pov"Tadi aku ketemu sama istri pertama suamimu dibawah pas aku baru datang, Zi." Ucap Raisa saat kami tengah menapaki anak tangga menuju kamarku. Aku cukup lelah dengan keramaian di bawah. Tak ku sangka acara aqiqah bisa dibuat semewah ini, ah tapi aku memang berasal dari keluarga sederhana. Aku hanya bisa mengucap masyaAllah di setiap kekagumanku. Kak Sandra memang selalu memukau dan selalu kukagumi sejak pertama kali kami bertemu. "Zi.." Raisa menyadarkan aku dari lamunanku tentang kak Sandra."Eh, iya itu kak Sandra." Ucapku kikuk."Iya aku tau, kamu kenapa sih kok kikuk dan kayak gak nyaman gitu?" Ucap Raisa sambil terus menopang jalanku yang makin susah, apalagi menapaki tangga seperti ini."Udah tar deh kita ngobrol pas di dalam kamar aja. Hehehehe.. gibah kita." Ucapku bercanda."Hush, dosa tar kalo gibah." Cegah Raisa dengan senyuman di bibirnya. Sesampainya dikamar, aku langsung merebahkan diri di kasur sedangkan Raisa duduk bersila di kasur ku juga."Jadi tadi itu aku
Author povadzan subuh berkumandang dipagi yang damai, Ahmad pergi ke masjid dengan papa mertuanya. Kedua Istri Ahmad, Zia dan Cassandra tengah dalam suasana hati yang baik. Zia sedang merapikan kamar selepas melaksakan ibadah subuh dikamarnya, sedangkan Cassandra sedang bercengkrama dengan bi Ijah di dapur dalam rangka menyajikan sarapan pagi ini.tepat pukul delapan pagi semua orang berkumpul di meja makan untuk sarapan."Zia, namamu Zia kan nak?" tanya papa mertua Ahmad pada Zia setelah mengelap mulutnya. Ia menyudahi makan paginya yang terasa begitu nikmat."I..iya Pak." jawab Zia tergagap karena tak menyangka ia diseret dalam sebuah obrolan canggung antara dia dan keluarga madunya."Bagaimana kondisi kehamilanmu?" Tanya papa Cassandra lagi."Alhamdulillah Pak baik, bapak sendiri bagaimana kabarnya? maaf tiba-tiba harus bertemu dalam kondisi yang kurang nyaman." Ujar Zia kikuk."Apa yang kurang nyaman? apa karena kamu adalah istri kedua Ahmad?" Papa Cassandra kembali melayangkan p
"Mungkin kak Sandra sedang ditahap lelah jiwa dan raga. Aku tidak ingin bersu'udzon, tapi apa kak Sandra sebenarnya tidak ikhlas atas kehadiranku di tengah-tengah kalian?" Tanya Zia pada Ahmad.Ahmad cukup terkejut dengan pertanyaan Zia yang memang pantas ditanyakan. "Entahlah Zi, mungkin dia cemburu dengan kedekatan kita, apalagi kondisinya dia baru saja melahirkan, tapi aku bukan melupakan Cassandra. Bukankah aku tidak pernah mencurangi jatah malam kalian?" Ahmad menjawab dengan pertanyaan balik.Zia menghela nafas, berusaha berpikir jernih dan mencari jalan keluar agar situasinya membaik. Ia mengajak Ahmad naik keatas untuk mendiskusikan beberapa hal tentang pernikahan mereka. Sedangkan dikamar Cassandra, papa Cassandra masih memeluk anaknya yang rapuh. Ibu Cassandra mengelus dan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan suara merdu berharap anak semata wayangnya bisa tenang dan kembali ceria seperti biasanya. Papa Cassandra tak henti membisiki Cassandra agar mengucap Istighfar.
Selepas sholat di masjid, Ahmad berniat berjalan-jalan pagi ke arah taman dimana sering ada penjual bubur ayam dan aneka jajanan Ahmad ingin membeli bubur untuk sarapan orang rumah sekaligus mencari keringat agar segera datang rasa kantuk."Pa, Ahmad mau cari bubur dulu. Buat sarapan orang serumah. Papa balik aja duluan." Ijin Ahmad pada mertuanya."Ya sudah Papa duluan ya." Jawab papa Cassandra.Sembari berjalan Ahmad mengambil jalan memutar mengitari area tepian perumahan di bagian belakang. Pemandangan danau yang indah dan pepohonan yang rindang menyejukkan mata membuat bibir tak hentinya mengucap masyaAllah. Ahmad terus berjalan hingga keluar gerbang perumahan bagian belakang berbelok kearah perumahan cluster yang masih satu pengembang dengan perumahan tempat rumah Cassandra dibangun. Bentuk rumah-rumah di cluster itu lebih kecil, berlantai satu dengan halaman yang tidak terlalu besar namun tertata dengan baik sehingga nampak cantik dan nyaman dipandang mata. Untuk port mobil kira
"Sayang, jangan sia-siakan kesempatan ini karena kali ini aku sangat bersemangat untuk menyambutmu." Ucap Zia dengan nada menggoda membuat Ahmad semakin tak sabar untuk segera memulai serangan cintanya."Jangan salahkan aku kalau aku hilang kendali, kamu yang memancingku Zia." Racau Ahmad dengan mata sayu.Mereka berdua pun memadu kasih dalam indahnya ibadah. "Kak sudah mau magrib, ayo bangun kita belum sholat ashar." Ucap Zia sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk selepas mandi junub."Iya Sayang." Ahmad segera beranjak dan mandi dengan cepat.Ahmad mengimami Zia untuk shalat ashar kemudian disambung dengan shalat magrib saat adzan selesai berkumandang tak lama setelah mereka menyelesaikan sholat ashar."Tumben kak Ahmad nggak ke masjid? Bukannya wajib ya Kak untuk laki-laki sholat berjamaah di masjid?" Tanya Zia sambil melipat mukenanya."Diluar sedang hujan gerimis, Sunnahnya jika hujan turun kita melaksanakan shalat di rumah saja, dan tidak perlu ke masjid." Jelas Ahmad pada
Zia meraup udara sebanyak yang ia bisa. Rasa sesak dan menghimpit dada mengingat luka yang berusaha ia sembuhkan selama berbulan-bulan kebelakang. Tak berani menatap wajah kakak-kakaknya, Zia terpekur menundukkan kepalanya. "Kita pasti dukung kamu Zi, Insyaallah." Layla menggenggam tangan Zia."Beri Zia sedikit waktu lagi untuk berpikir Kak." Lirih Zia. Ia menggigit bibirnya hingga tercium bau besi karena darah yang tak sengaja keluar dari luka gigitan itu. Sungguh Zia bertahan agar air mata tak luruh di depan kakak-kakaknya."Jangan menyiksa diri Dek, kamu berhak bahagia." Salwa menguatkan sang adik."Toh kalian sudah bercerai, dan masa Iddahmu juga telah berlalu. Saatnya kamu berdamai dengan keadaan dan segera meresmikan perceraian kalian di pengadilan." Shofiyyah ikut menambahkan."Aku masih belum siap Kak, maaf." Bantah Zia masih tertunduk lemah."Pikirkan sekali lagi, Zi. Kakak-kakakmu ini tidak menginginkan yang macam-macam. Mereka ini ingin agar kamu juga ada yang menjaga. Aya
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Setelah menyelesaikan segala pembagian waris dan menyusun rencana awal untuk pembangunan pesantren dan masjid kelima bersaudara itu mengajak para suami mereka bergabung lagi."okay kita ajak para suami gabung deh yuk.. biar mereka juga tahu dan dukung semua yang udah kita rencanakan." Ucap Salwa."Bang, yuk gabung lagi sini. Kita udah kelar musyawarahnya." Pangil Layla pada suaminya.Zia dan Bilqis masuk ke dalam rumah untuk membuat minuman hangat dan mengambil sisa cemilan yang bisa menemani mereka menghabiskan malam dengan obrolan panjang dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan keluarga mereka. "Nih kak, coklat hangatnya. Sama tadi didalem tinggal sisa ini doang makanannya." Zia menyodorkan nampan berisi coklat hangat dan bolu kukus buatan Bilqis."Oke, secara garis besar gitu lah bang. Rencana kita soal tanah Ayah yg di desa itu." Jelas Shofiyyah pada para suami."Makasih dek." Salwa tersenyu
"Anak-anak udah tidur semua Kak." Ucap Zia sekembalinya dari mengecek ruang tengah yang menjadi kamar tidur darurat tempat seluruh keponakannya tidur. Tak lupa zia menyalakan difuser dengan aroma lavender agar para pasukan kecil tidur nyenyak dan terbebas dari nyamuk. "Ya udah yuk kita langsung saja ke intinya. Ada beberapa hal yang akan kita bahas sekarang." Ucap Layla pada semua orang yang kini duduk berkeliling di meja makan yang sengaja digeser ke taman samping untuk acara bakar-bakaran tadi. Di belakang mereka alat barbeque sudah dipadamkan.Setelah mendapat anggukan dari seluruh keluarga, Layla mempersilahkan suaminya, Zahfran untuk menggantikannya berbicara."Jadi gini dek, sebelumnya kenapa aku kumpulkan kalian semua disini salah satunya adalah karena wasiat almarhum Bapak. Karena kebetulan saya yg ada didekat beliau ketika beliau hendak berpulang dan beliau berpesan untuk saya sampaikan ini kepada kalian semua." Zahfran menghela nafas sejenak kemudian melanjutk
Author POVSemenjak kepergian buah hatinya, Zia memutuskan untuk pulang kerumah almarhum orang tuanya. Ia menempati kamar lamanya, dan tinggal bersama kakaknya, Bilqis. Seluruh barang di apartemen juga diangkut kerumah itu. Hari demi hari, bulan demi bulan Zia mulai bangkit dari keterpurukannya dan berusaha menata hidupnya saya hampir berantakan semenjak kehilangan bayi laki-lakinya itu. Bilqis terus menguatkan sang adik agar bisa kembali menghadapi hidupnya dan mengikhlaskan kepergian Hamzah. Meski berat namun usaha dan do'a Bilqis membuahkan hasil."Zi, yuk sarapan terus siap-siap karena kita sekeluarga mau ngumpul disini buat diskusi. Kita harus belanja buat bikin makanan dan cemilan yang banyak. Soalnya pasukan kita kan banyak hehehe." Ajak Bilqis pada Zia."Iya Kak." Jawab Zia singkat dengan senyuman merekah. Tentu Zia sangat senang menyambut kakak-kakak yang sangat menyayanginya dan para keponakannya yang lucu-lucu. Zia dan Bilqis cukup sibuk hari itu membuat beraneka ragam kuda
Ahmad povAku melangkah lebar menjauh dari ruang inap Zia. Setengah berlari kulangkahkan kaki keluar rumah sakit, berjalan terus menjauh sambil terus beristighfar dalam hati. Mungkin setengah jam sudah aku terus berjalan tak tau arah hingga sampai di alun-alun kota. Aku melamban menyadari telah cukup jauh berjalan, aku putuskan masuk ke masjid di sebrang alun-alun. Menapaki tangga sambil mengamati sekitar.Nampak keluarga kecil bahagia, sang ibu memegang sekantung jajanan yang disuapkan bergantian kemulut anak-anaknya. Sedangkan si bapak duduk sambil berceloteh menceritakan sesuatu yang diperhatikan sangat oleh istri dan kedua anaknya. Bahagia, diiringi tawa disela cerita si bapak. Pemandangan yang syahdu dikala hati ini tengah remuk redam mendapati berita yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.Kotolehkan pandanganku kearah lain, nampak gadis-gadis muda bercengkrama sesamanya. Disudut lain, sepasang pasangan tua yang tengah saling menopang menaiki tangga bersama dengan senyum mengemb
Malam menjelang, kini tinggallah aku dan suamiku di ruang rawat inap ini. Masih dalam suasana yang sulit digambarkan, antara sedih, senang, dan khawatir. Namun satu hal pasti yang aku berusaha yakini, bahwa segala sesuatu yang terjadi padaku kini ialah kehendak Allah. Qodarullahu wa masya'afala, maka aku hanya berusaha menerima apapun yang akan terjadi padaku maupun pada bayiku. Meskipun kondisi bayiku tak banyak perkembangan namun aku masih sangat berharap ia bisa bertahan dan hidup menjadi anak yang shaleh. Tak banyak harapan yang aku inginkan untuk bayi kecilku itu. Cukup hidup dengan keimanan yang teguh, sehingga bisa menentukan langkah yang benar dalam hidup ini. Tahu batas halal dan haram sehingga tidak mengambil jalan yang salah bahkan menerjang yang haram demi mengejar sesuatu yang melekat sifat dunia padanya."Sayang, tidurlah. Jangan terlalu lelah nanti asi kamu sulit keluar, katamu ingin membuat stok asi untuk bayi kita." Ujar kak Ahmad mengelus kepalaku yg terbungkus bergo
Zia povAzizah satu kata yang melekat pada diriku, ia adalah namaku. Satu-satunya hadiah terindah dari almarhumah ibuku. Beberapa hari setelah melahirkanku ia meninggal dunia karena komplikasi pasca melahirkan. Setelah kepergian ibuku, Ayah dan kakak-kakakku lah yang memberiku kasih sayang dan kehangatan sebuah keluarga. Aku tak pernah merasa kekurangan sedikitpun selama ini. Aku tumbuh menjadi seorang gadis periang karena begitulah karakter yang dibangun oleh keempat kakakku.Dibesarkan oleh seorang ayah pekerja keras membuatku menjadi seorang gadis mandiri dan cukup cakap dalam mengatasi masalah. Semua sifat dan kepribadianku tak lain adalah didikan ayahku yang keras dan tegas namun juga penyayang. Ayah seorang pengusaha kecil dibidang travel umroh. Ia membangun usahanya dari bantuan modal seorang temannya. Ayahku sempat mengalami kolaps ketika itu aku baru saja lulus sekolah menengah atas. Aku terancam tidak kuliah, padahal aku sangat ingin menjadi seorang bidan. Pekerjaan yang ku
"Sayang, jangan sia-siakan kesempatan ini karena kali ini aku sangat bersemangat untuk menyambutmu." Ucap Zia dengan nada menggoda membuat Ahmad semakin tak sabar untuk segera memulai serangan cintanya."Jangan salahkan aku kalau aku hilang kendali, kamu yang memancingku Zia." Racau Ahmad dengan mata sayu.Mereka berdua pun memadu kasih dalam indahnya ibadah. "Kak sudah mau magrib, ayo bangun kita belum sholat ashar." Ucap Zia sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk selepas mandi junub."Iya Sayang." Ahmad segera beranjak dan mandi dengan cepat.Ahmad mengimami Zia untuk shalat ashar kemudian disambung dengan shalat magrib saat adzan selesai berkumandang tak lama setelah mereka menyelesaikan sholat ashar."Tumben kak Ahmad nggak ke masjid? Bukannya wajib ya Kak untuk laki-laki sholat berjamaah di masjid?" Tanya Zia sambil melipat mukenanya."Diluar sedang hujan gerimis, Sunnahnya jika hujan turun kita melaksanakan shalat di rumah saja, dan tidak perlu ke masjid." Jelas Ahmad pada
Selepas sholat di masjid, Ahmad berniat berjalan-jalan pagi ke arah taman dimana sering ada penjual bubur ayam dan aneka jajanan Ahmad ingin membeli bubur untuk sarapan orang rumah sekaligus mencari keringat agar segera datang rasa kantuk."Pa, Ahmad mau cari bubur dulu. Buat sarapan orang serumah. Papa balik aja duluan." Ijin Ahmad pada mertuanya."Ya sudah Papa duluan ya." Jawab papa Cassandra.Sembari berjalan Ahmad mengambil jalan memutar mengitari area tepian perumahan di bagian belakang. Pemandangan danau yang indah dan pepohonan yang rindang menyejukkan mata membuat bibir tak hentinya mengucap masyaAllah. Ahmad terus berjalan hingga keluar gerbang perumahan bagian belakang berbelok kearah perumahan cluster yang masih satu pengembang dengan perumahan tempat rumah Cassandra dibangun. Bentuk rumah-rumah di cluster itu lebih kecil, berlantai satu dengan halaman yang tidak terlalu besar namun tertata dengan baik sehingga nampak cantik dan nyaman dipandang mata. Untuk port mobil kira