Abah dan Fakhri berubah panik ketika Ranti tak sadarkan diri setelah mengambil wudhu. Dengan sigap, Fakhri mengangkat tubuh sang istri lalu membaringkan di sofa ruang tamu. Sementara Abah gegas mengambil minyak herbal. Sri yang hendak berangkat ke masjid langsung dihentikan Bah Ilham. "Nyimas," panggil sang kakek dengan raut wajah yang sulit diartikan."Tolong Ranti, Neng," pintanya, mengusap kepala sang cucu dengan tatapan teduh.Sri tak paham dengan apa yang dikatakan sang kakek. Gadis itu pun mengikuti langkah Abah menuju ruang tamu, tempat Ranti terbaring dengan ditemani Fakhri. Hati Sri tersayat sembilu menyaksikan wajah Fakhri yang begitu khawatir karena sang istri yang tak kunjung membuka mata.Akan tetapi, ada yang lebih menarik perhatian Sri saat ini. Sosok bergaun putih yang tengah duduk di atas dada Ranti. Sri tentu mengenal sosok yang kini memperlihatkan wajah aslinya yang begitu menyeramkan."Pulanglah, dia tidak bersalah. Kau tidak harus melakukan itu padanya," ujar Sri
“Neng, Mamah kira sudah tidur.” Mamah menghampiri Sri yang masih saja diam di ambang pintu.Sri mengelus punggung tangan sang nenek yang merangkulnya. “Neng terbangun karena suara ribut,” kata Sri seraya tersenyum pada sang nenek.“Maafkan kami, Geulis,” ucap Abah merasa tak enak, cucunya terbangun karena obrolan mereka.“Gak papa.” Suasana kembali hening dan canggung. Sampai akhirnya, Ranti membuka suara. “Teh, apa boleh malam ini kita tukeran kamar? Soalnya kamar Kang Fakhri ranjangnya tidak akan muat untuk kami berdua. Cuma malam ini saja, sebelum kami mengganti dengan yang lebih besar,” ungkapnya ragu.Abah Ilham mengamati ekspresi sang cucu. Sri terlihat memaksakan senyum saat mendengar permintaan sang sepupu. Dan itu membuat Abah Ilham semakin merasa bersalah karena tak bisa menolak kedatangan Ranti serta Fakhri saat sang cucu pun ada di rumah.“Ya, tidak masalah. Saya bisa tidur di ruang tamu.”“Kenapa di ruang tamu? Teteh bisa menggunakan kamar saya,” sela Fakhri yang langsun
Bah Ilham menatap kebun singkong di depan dengan pikiran menerawang. “Biasanya Abah yang akan mengurus singkong-singkong itu. Sampai hari di mana Abah harus pergi ke ladang dekat pantai, akhirnya Mamah-lah yang membersihkan kebun dari rumput liar,” ungkap beliau.“Apa sebelumnya ada seseorang yang mencurigakan datang ke kebun?” tanya Sri memastikan.Abah menggeleng pelan, lalu kembali berkata. “Abah tidak pernah melihatnya. Namun, memang saat itu banyak singkong yang sudah tergali. Entah siapa yang mengambilnya dari kebun, karena saat Abah tanyakan pada para santri, mereka bilang tidak mengambilnya.”“Berarti orang itu mengambil singkong sekaligus menyimpan bungkusan itu di sana. Tapi siapa dia?” Sri tampak berpikir keras. Apa itu Mang Burhan, ataukah ada orang dalam yang menjadi mata-matanya seperti yang dia lakukan dulu pada Risma?“Bah,” panggil seseorang dari dalam yang langsung membuyarkan lamunan Sri.Kakek dan cucu itu langsung bergegas kembali ke dalam. Dilihatnya wajah Fakhri
“Idrus mohon, hentikan semua ini, Bah.” Pemuda itu menatap sang kakek dengan tatapan memohon. Namun, Ki Amar sama sekali tidak tertarik untuk mendengarkan ocehan cucunya.“Diamlah! Kau dan Bapakmu sama-sama mengecewakan. Tidak ada satu pun dari kalian yang mendukungku dan malah berpihak pada orang munafik seperti Ilham,” bengis Ki Amar.Ki Amar masih ingat bagaimana anaknya menentang dan menyuruh untuk berhenti mencelakai orang dengan ilmu hitam yang dimiliki. Bahkan, sang anak memasukkan cucunya yang dia harapkan menjadi penerus ke pesantren.Saat Ki Amar mengeluarkan bola api dari tangan untuk menyerang Srikandi, Idrus berdiri di depan gadis itu untuk melindunginya. “Minggirlah, Idrus. Atau kau akan mati,” kesal Ki Amar.“Silahkan saja. Aku tidak takut, Bah. Namun, aku kasihan pada Bapak yang nanti mungkin akan kecewa karena ayahnya sendiri yang telah membunuh anak semata wayangnya,” tantang pemuda itu masih bergeming di tempat.Dengan tenaga dalam yang dimiliki, Ki Amar membuat Idr
Srikandi POVKami telah sampai di depan rumah. Idrus dan Abah sudah lebih dulu memasuki ruangan, sedang aku masih enggan untuk ke sana karena rasa bersalah yang terus menghantui. Apa yang terjadi pada Mamah benar karena salahku. Ya, meski memang Allah yang menghendakinya, tetapi aku merasa bertanggung jawab akan hal itu.Ki Amar memiliki dendam terhadapku. Namun, yang dia incar malah orang di sekitar. Terhitung sudah lima orang terdekatku pergi untuk selama-lamanya, dan Ki Amar mengatakan jika dia akan tetap mengambil dua orang tersisa meski jiwanya telah lenyap. Siapa kira-kira dua orang tersebut.Rasanya sangat percuma memiliki segalanya, jika tak mampu menolong keluarga sendiri dari bahaya yang mengintai mereka. “Ya Allah, semua yang terjadi adalah atas kehendakmu. Maka berikan aku kelapangan hati untuk menerima semua yang tergaris di hidup ini.”“Nyimas, kenapa tidak masuk?” tegur suara wanita yang langsung membuyarkan lamunan.Bi Wirda, Ibu Ranti menghampiri seraya membimbingku a
Author POV“Paman.” Sri bergegas menghampiri Reksa, adik dari Bu Intan yang membantu mengelola perusahaan.“Perusahaan tidak bisa menerima tekanan lebih dari ini, Nyimas.” Paman Reksa menyugar rambut ke belakang, kebiasaannya ketika tertekan.Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Siapa pun yang berniat menjatuhkan kerja keras sang ayah akan berhadapan langsung dengannya. Sri yakin seseorang melakukan ini dengan sengaja. Tapi siapa? Dia tak merasa memiliki musuh atau seseorang yang disinggung.Tunggu. Ada satu orang yang sepertinya tersinggung oleh perusahaan, atau lebih tepatnya oleh Sri selaku pimpinan perusahaan. Alexander Corp’s, kemungkinan besar merekalah dalang dari semua ini.Tak menunggu waktu lama, gadis itu segera meninggalkan ruangan sang paman. Sri bahkan mengabaikan panggilan Anita, lalu menghilang dibalik pintu elevator setelah menekan angka menuju lantai dasar. Begitu sampai di lantai dasar, Sri segera menghampiri resepsionis yang berjenis kelamin laki-laki.“Apa aku bi
Tatapan Alex terpaku melihat sosok Srikandi. Ternyata apa yang dikatakan Rasya benar adanya. Gadis itu terlihat begitu misterius, dan sangat anggun dengan pakaian serta benda yang menutupi kepala hingga bawah dadanya yang Alex sendiri lupa namanya.“Ekhem..” Sri yang merasa risih dengan pandangan Alex langsung menjauh kemudian mendudukkan bokong di sofa.“Bisakah Anda menyingkirkan botol minuman ini, tuan?” Sri menatap pria yang sejak tadi berdiri di samping Alex.“Kenapa Nona?” Pria itu bersuara.“Saya tidak suka dengan baunya.” Sri mengibas-ngibaskan telapak tangan di depan hidung.Pria itu menatap sang atasan sejenak. Setelah mendapat anggukan dari Alex, barulah ia menyingkirkan botol serta gelas bekas tadi mereka minum. Alex bangkit dari kursi kebesarannya lalu berjalan ke arah sofa.“Nona Srikandi, bukankah seharusnya sayalah yang bertanya kenapa Anda membatalkan proyek kerja sama kita?” Alex malayangkan tatapan tajam pada gadis di seberang.Sri tersenyum kecil, lalu berkata, “Sa
“Terima kasih, Pak. Saya harap pelaku yang mencuri mobil saya bisa segera diketemukan,” ucap Srikandi pada seorang inspektur polisi.Siang itu, dia mengunjungi kantor polisi untuk melaporkan kehilangan mobil miliknya yang terjadi tadi malam. Sri takut jika mobil itu digunakan untuk kejahatan yang nanti akan menyeret namanya mengingat mobil terdaftar atas nama Sri sendiri.“Baik, Bu. Laporan Anda akan segera kami proses.”Setelahnya, Sri meninggalkan kantor polisi tanpa menyadari jika seseorang telah memotretnya secara diam-diam dari kejauhan. Sri segera menghampiri sebuah lamborgini warna hitam yang terparkir di depan kantor kepolisian.Setelah itu, seorang pemuda keluar dan membukakan pintu untuknya di bagian samping kemudi. “Bagaimana?” tanya pemuda itu, sesaat setelah masuk ke dalam kursi kemudi.“Mereka akan memeriksa rekaman CCTV di sekitaran kompleks nanti,” jawab Srikandi.“Syukurlah.” Si pemuda berucap lega."Semoga segera ketangkep," harap pemuda itu. Sri langsung mengaminkan