Beranda / Horor / Tilasmat / 65. Perbincangan Dengan Kakek Guru

Share

65. Perbincangan Dengan Kakek Guru

Penulis: Anonymous Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa kedatangan Nyimas kemari ada kaitan dengan awan hitam yang menutupi langit?" tanya Kakek Guru pada Srikandi. Saat ini keduanya tengah berada di sisi tebing yang mengarah ke lautan biru.

"Ya, saya merasa sesuatu akan terjadi, tapi tidak tahu persisnya seperti apa."

Kakek Guru manggut-manggut dengan tatapan lurus ke arah lautan lepas. "Kakek sudah mengetahuinya dari Gusti Prabu, Nyimas," ungkap sang kakek.

"Tentang apa, Kakek Guru?" tanya Sri penasaran.

"Kekuatan besar yang akan mengganggu ketenangan Nyimas lagi. Dan kakek mengetahuinya beberapa waktu lalu," ujar kakek guru.

“Kenapa kakek tidak memberitahu sebelumnya? Kalau saja waktu itu.."

"Kakek memberitahumu, maka orang tua Nyimas akan selamat? Begitu maksudnya?" potong sang kakek. Sri mengangguk dengan air mata yang sudah meleleh dikedua pipi.

"Apa yang terjadi pada orang tua Nyimas sudah menjadi suratan takdir mereka dari Allah, dan kita tidak bisa mencegah itu," jelas Kakek Guru.

Benar, Sri melupakan satu fakta itu. Tuhan la
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tilasmat   66. Sosok Di Atas Tubuh Ranti

    Abah dan Fakhri berubah panik ketika Ranti tak sadarkan diri setelah mengambil wudhu. Dengan sigap, Fakhri mengangkat tubuh sang istri lalu membaringkan di sofa ruang tamu. Sementara Abah gegas mengambil minyak herbal. Sri yang hendak berangkat ke masjid langsung dihentikan Bah Ilham. "Nyimas," panggil sang kakek dengan raut wajah yang sulit diartikan."Tolong Ranti, Neng," pintanya, mengusap kepala sang cucu dengan tatapan teduh.Sri tak paham dengan apa yang dikatakan sang kakek. Gadis itu pun mengikuti langkah Abah menuju ruang tamu, tempat Ranti terbaring dengan ditemani Fakhri. Hati Sri tersayat sembilu menyaksikan wajah Fakhri yang begitu khawatir karena sang istri yang tak kunjung membuka mata.Akan tetapi, ada yang lebih menarik perhatian Sri saat ini. Sosok bergaun putih yang tengah duduk di atas dada Ranti. Sri tentu mengenal sosok yang kini memperlihatkan wajah aslinya yang begitu menyeramkan."Pulanglah, dia tidak bersalah. Kau tidak harus melakukan itu padanya," ujar Sri

  • Tilasmat   67. Target Berikutnya

    “Neng, Mamah kira sudah tidur.” Mamah menghampiri Sri yang masih saja diam di ambang pintu.Sri mengelus punggung tangan sang nenek yang merangkulnya. “Neng terbangun karena suara ribut,” kata Sri seraya tersenyum pada sang nenek.“Maafkan kami, Geulis,” ucap Abah merasa tak enak, cucunya terbangun karena obrolan mereka.“Gak papa.” Suasana kembali hening dan canggung. Sampai akhirnya, Ranti membuka suara. “Teh, apa boleh malam ini kita tukeran kamar? Soalnya kamar Kang Fakhri ranjangnya tidak akan muat untuk kami berdua. Cuma malam ini saja, sebelum kami mengganti dengan yang lebih besar,” ungkapnya ragu.Abah Ilham mengamati ekspresi sang cucu. Sri terlihat memaksakan senyum saat mendengar permintaan sang sepupu. Dan itu membuat Abah Ilham semakin merasa bersalah karena tak bisa menolak kedatangan Ranti serta Fakhri saat sang cucu pun ada di rumah.“Ya, tidak masalah. Saya bisa tidur di ruang tamu.”“Kenapa di ruang tamu? Teteh bisa menggunakan kamar saya,” sela Fakhri yang langsun

  • Tilasmat   68. Kehilangan Yang Kesekian kali

    Bah Ilham menatap kebun singkong di depan dengan pikiran menerawang. “Biasanya Abah yang akan mengurus singkong-singkong itu. Sampai hari di mana Abah harus pergi ke ladang dekat pantai, akhirnya Mamah-lah yang membersihkan kebun dari rumput liar,” ungkap beliau.“Apa sebelumnya ada seseorang yang mencurigakan datang ke kebun?” tanya Sri memastikan.Abah menggeleng pelan, lalu kembali berkata. “Abah tidak pernah melihatnya. Namun, memang saat itu banyak singkong yang sudah tergali. Entah siapa yang mengambilnya dari kebun, karena saat Abah tanyakan pada para santri, mereka bilang tidak mengambilnya.”“Berarti orang itu mengambil singkong sekaligus menyimpan bungkusan itu di sana. Tapi siapa dia?” Sri tampak berpikir keras. Apa itu Mang Burhan, ataukah ada orang dalam yang menjadi mata-matanya seperti yang dia lakukan dulu pada Risma?“Bah,” panggil seseorang dari dalam yang langsung membuyarkan lamunan Sri.Kakek dan cucu itu langsung bergegas kembali ke dalam. Dilihatnya wajah Fakhri

  • Tilasmat   69. Akhir Dari Ki Amar

    “Idrus mohon, hentikan semua ini, Bah.” Pemuda itu menatap sang kakek dengan tatapan memohon. Namun, Ki Amar sama sekali tidak tertarik untuk mendengarkan ocehan cucunya.“Diamlah! Kau dan Bapakmu sama-sama mengecewakan. Tidak ada satu pun dari kalian yang mendukungku dan malah berpihak pada orang munafik seperti Ilham,” bengis Ki Amar.Ki Amar masih ingat bagaimana anaknya menentang dan menyuruh untuk berhenti mencelakai orang dengan ilmu hitam yang dimiliki. Bahkan, sang anak memasukkan cucunya yang dia harapkan menjadi penerus ke pesantren.Saat Ki Amar mengeluarkan bola api dari tangan untuk menyerang Srikandi, Idrus berdiri di depan gadis itu untuk melindunginya. “Minggirlah, Idrus. Atau kau akan mati,” kesal Ki Amar.“Silahkan saja. Aku tidak takut, Bah. Namun, aku kasihan pada Bapak yang nanti mungkin akan kecewa karena ayahnya sendiri yang telah membunuh anak semata wayangnya,” tantang pemuda itu masih bergeming di tempat.Dengan tenaga dalam yang dimiliki, Ki Amar membuat Idr

  • Tilasmat   70. Pulang

    Srikandi POVKami telah sampai di depan rumah. Idrus dan Abah sudah lebih dulu memasuki ruangan, sedang aku masih enggan untuk ke sana karena rasa bersalah yang terus menghantui. Apa yang terjadi pada Mamah benar karena salahku. Ya, meski memang Allah yang menghendakinya, tetapi aku merasa bertanggung jawab akan hal itu.Ki Amar memiliki dendam terhadapku. Namun, yang dia incar malah orang di sekitar. Terhitung sudah lima orang terdekatku pergi untuk selama-lamanya, dan Ki Amar mengatakan jika dia akan tetap mengambil dua orang tersisa meski jiwanya telah lenyap. Siapa kira-kira dua orang tersebut.Rasanya sangat percuma memiliki segalanya, jika tak mampu menolong keluarga sendiri dari bahaya yang mengintai mereka. “Ya Allah, semua yang terjadi adalah atas kehendakmu. Maka berikan aku kelapangan hati untuk menerima semua yang tergaris di hidup ini.”“Nyimas, kenapa tidak masuk?” tegur suara wanita yang langsung membuyarkan lamunan.Bi Wirda, Ibu Ranti menghampiri seraya membimbingku a

  • Tilasmat   71. Tekanan Perusahaan

    Author POV“Paman.” Sri bergegas menghampiri Reksa, adik dari Bu Intan yang membantu mengelola perusahaan.“Perusahaan tidak bisa menerima tekanan lebih dari ini, Nyimas.” Paman Reksa menyugar rambut ke belakang, kebiasaannya ketika tertekan.Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Siapa pun yang berniat menjatuhkan kerja keras sang ayah akan berhadapan langsung dengannya. Sri yakin seseorang melakukan ini dengan sengaja. Tapi siapa? Dia tak merasa memiliki musuh atau seseorang yang disinggung.Tunggu. Ada satu orang yang sepertinya tersinggung oleh perusahaan, atau lebih tepatnya oleh Sri selaku pimpinan perusahaan. Alexander Corp’s, kemungkinan besar merekalah dalang dari semua ini.Tak menunggu waktu lama, gadis itu segera meninggalkan ruangan sang paman. Sri bahkan mengabaikan panggilan Anita, lalu menghilang dibalik pintu elevator setelah menekan angka menuju lantai dasar. Begitu sampai di lantai dasar, Sri segera menghampiri resepsionis yang berjenis kelamin laki-laki.“Apa aku bi

  • Tilasmat   72. Sebuah Jebakan

    Tatapan Alex terpaku melihat sosok Srikandi. Ternyata apa yang dikatakan Rasya benar adanya. Gadis itu terlihat begitu misterius, dan sangat anggun dengan pakaian serta benda yang menutupi kepala hingga bawah dadanya yang Alex sendiri lupa namanya.“Ekhem..” Sri yang merasa risih dengan pandangan Alex langsung menjauh kemudian mendudukkan bokong di sofa.“Bisakah Anda menyingkirkan botol minuman ini, tuan?” Sri menatap pria yang sejak tadi berdiri di samping Alex.“Kenapa Nona?” Pria itu bersuara.“Saya tidak suka dengan baunya.” Sri mengibas-ngibaskan telapak tangan di depan hidung.Pria itu menatap sang atasan sejenak. Setelah mendapat anggukan dari Alex, barulah ia menyingkirkan botol serta gelas bekas tadi mereka minum. Alex bangkit dari kursi kebesarannya lalu berjalan ke arah sofa.“Nona Srikandi, bukankah seharusnya sayalah yang bertanya kenapa Anda membatalkan proyek kerja sama kita?” Alex malayangkan tatapan tajam pada gadis di seberang.Sri tersenyum kecil, lalu berkata, “Sa

  • Tilasmat   73. Korban Fitnah

    “Terima kasih, Pak. Saya harap pelaku yang mencuri mobil saya bisa segera diketemukan,” ucap Srikandi pada seorang inspektur polisi.Siang itu, dia mengunjungi kantor polisi untuk melaporkan kehilangan mobil miliknya yang terjadi tadi malam. Sri takut jika mobil itu digunakan untuk kejahatan yang nanti akan menyeret namanya mengingat mobil terdaftar atas nama Sri sendiri.“Baik, Bu. Laporan Anda akan segera kami proses.”Setelahnya, Sri meninggalkan kantor polisi tanpa menyadari jika seseorang telah memotretnya secara diam-diam dari kejauhan. Sri segera menghampiri sebuah lamborgini warna hitam yang terparkir di depan kantor kepolisian.Setelah itu, seorang pemuda keluar dan membukakan pintu untuknya di bagian samping kemudi. “Bagaimana?” tanya pemuda itu, sesaat setelah masuk ke dalam kursi kemudi.“Mereka akan memeriksa rekaman CCTV di sekitaran kompleks nanti,” jawab Srikandi.“Syukurlah.” Si pemuda berucap lega."Semoga segera ketangkep," harap pemuda itu. Sri langsung mengaminkan

Bab terbaru

  • Tilasmat   105. Akhir Kisah

    Sri mengendarai motor trail milik Fakhri dengan wajah tegang. Fikirannya kacau dengan dugaan-dugaan yang muncul bagaikan slide film.“Khalid ada di kelasnya, tapi Khalif tidak masuk hari ini. Saya baru saja mau menghubungi Bu Sri untuk menanyakan alasan Khalif tidak masuk sekolah.”Ucapan wali kelas Khalif terus terngiang dan membuat fikirnya tak tenang. Di mana anaknya sekarang? Warga bilang, Dandi hanya tergeletak sendiri ketika ditemukan.Motor yang dikendarai Sri berhenti di tempat Dandi kecelakaan. Suasana sekitar terlihat sepi, hanya ada satu atau dua kendaraan yang lewat. “Aneh, kondisi Dandi terlihat parah padahal dia mengalami kecelakaan tunggal.” Sri merasa ada yang janggal. Kondisi motor yang digunakan Dandi bahkan hampir hancur.Sri merogoh ponsel dari saku gamis lalu menghubungi Fakhri. Panggilan tersambung, tapi Fakhri tak kunjung mengangkatnya. “Kamu sedang apa sih, Bi. Anak hilang kok malah susah dihubungi,” gumam Sri seraya memijat keningnya yang berdenyut.“Neng?” sa

  • Tilasmat   104. Fakta Menyakitkan

    Sesosok wanita paruh baya tergesa turun dari angkutan umum setelah memberikan ongkos pada sang kenek. Dia setengah berlari menuju rumah yang terletak beberapa meter dari jalan raya.“Assalamualaikum,” salamnya setengah berteriak. Raut wajahnya begitu tegang. Sebelah tangannya meremas kuat punggiran gamis yang dikenakan, sementara tangan satunya dia gunakan kembali untuk mengetuk pintu rumah duduk jendela di hadapan.“Waalaikumsalam.” Setelah hampir sepuluh menit menunggu, terlihat pintu dibuka oleh wanita yang usianya tak jauh dengan wanita tadi.“Kang Muh di mana?” tanya wanita yang tak lain adalah Bi Anih.Wanita yang ditanya malah mengerutkan dahi. “Kenapa Euceu nyari suamiku?” Wanita itu malah balik bertanya.“Katakan saja di mana Kang Muh, Surti? Saya ada perlu dengan dia sekarang,” desak Bi Anih.“Dia ada di halaman belakang,” jawab Surti.Tak menunggu waktu lama, Bi Anih gegas menuju halaman belakang rumah untuk menemui mantan kakak iparnya. Disusul Surti yang merasa heran deng

  • Tilasmat   103. Firasat Buruk

    “Makhluk itu tidak akan meninggalkan tubuh Irfan jika bukan pengirimnya sendiri yang menyingkirkannya,” ucap Bah Thoha pada Sri juga Fakhri.Terdengar helaan nafas berat dari ayah dua anak itu. “Bagaimana caranya meminta Pak Muh supaya membantu Irfan? Bi Anih sendiri mengatakan jika dia enggan membantu ponakannya itu,” resah Fakhri.Tak berselang lama, suara dering telpon milik Fakhri terdengar. “Saya permisi dulu, Bah,” pamit Fakhri. Setelahnya dia pergi menjauh untuk menerima telpon.“Apa yang sedang kamu pikirkan, Neng?” tegur Bah Thoha.Sri yang sempat melamun langsung melempar senyum. “Tidak ada, Bah. Hanya kepikiran kondisi Irfan saja,” ucap Sri. Bah Thoha mengangguk seraya tersenyum.Fakhri yang selesai menerima telpon kembali ke dalam, menghampiri sang istri dan juga kakek mereka. Raut wajahnya berubah tegang sekaligus menyiratkan sebuah kekhawatiran.“Ada apa, Ri?” tanya Abah.“Itu, tadi Mang Supri mengatakan jika kondisi Irfan kritis dan Bi Anih ingin saya ke sana,” jelas Fa

  • Tilasmat   102. Rencana Jahat Pak Muh

    “Bu, saya ridha bekerja di rumah Ibu tanpa bayaran sepeser pun asal Ibu dan Ustaz Fakhri menolong saya untuk menyembuhkan Irfan seperti sedia kala,” lirih Bi Anih yang berlutut di depan Sri seraya memegangi kakinya. Sri sampai tak bisa berkata-kata.“Bibi tolong jangan seperti ini. Bibi ini lebih tua dari saya, tidak enak jika Bibi harus begini di depan kaki saya,” ucap Sri seraya berusaha membantunya bangkit. Mereka bahkan tengah jadi pusat perhatian pengunjung rumah sakit yang berlalu lalang."Saya tidak akan bangun sampai Ibu setuju." Bi Anih tetap bersikukuh dalam posisinya sekarang.“Dia keluarga saya satu-satunya, Bu. Kalau sampai Irfan kenapa-napa, saya tidak bisa menghadap bapaknya nanti karena malu akibat perbuatan saya Irfan harus jadi korban,” ucapnya spontan.“Maksud Bibi apa?” tanya Sri tak paham.Bi Anih refleks menutup mulut menggunakan kedua tangan dengan lelehan air mata yang sejak tadi menganak sungai. Hampir saja dia kelepasan bicara di depan Sri. Namun, wanita paru

  • Tilasmat   101. Pertolongan

    “Kang, tolongin Irfan. Semakin hari tubuhnya semakin mengurus. Jika tetap dibiarkan Irfan mungkin tidak akan selamat,” mohon Bi Anih seraya berlutut di depan kakak iparnya- Pak Muh.“Kenapa harus aku? Kau sendiri yang teledor. Aku sudah mengatakan untuk tidak menerima jika Gus kecil itu menawarkan jambu yang aku berikan. Tapi kau….” Pak Muh menjeda perkataannya.“Semua salahmu, kau tidak memperingati Irfan untuk tidak menerima pemberian Gus kecil itu,” tambahnya.“Saat itu aku tak tahu jika Irfan akan berkunjung ke rumah mereka dan bertemu Khalif,” sesal Bi Anih.Jika saja dia tidak teledor dan melupakan beberapa bahan pokok keperluan bulanan keluarga Fakhri hingga membuatnya harus kembali pergi ke pasar, maka anaknya tidak mungkin memakan jambu yang diberikan Khalif. Irfan memang kerap kali menemuinya di rumah keluarga Fakhri untuk sekedar meminta makan atau uang jajan. Pak Muh sudah mewanti-wanti, tetapi saat itu Bi Anih terlalu sibuk hingga lupa jika pada jam-jam menuju sore, sang

  • Tilasmat   100. Keistimewaan Darah Anak Ketujuh

    Dahi Fakhri berkerut. Respon Srikandi ketika menerima kabar tentang sosok Bah Ilham yang sering muncul di sekitar rumah Idrus begitu mengejutkan sekaligus membuatnya penasaran. Seolah kabar yang dia berika bukan sesuatu yang begitu mengejutkan.“Kenapa menatap saya seperti itu?” Sri ikut mengerutkan dahi.“Respon kamu kok biasa, Mi?” Fakhri balik bertanya.“Memangnya Abi mau Ummi berekspresi seperti apa? Terkejut, terus nangis-nangis seperti dalam sinetron ikan terbang?” Fakhri menggeleng.“Ummi udah tahu, waktu itu Ayu enggak sengaja keceplosan,” tambah Sri.‘Lah, percuma selama ini aku tutupi kalau ternyata Sri udah tahu. Kang Idrus lagian kenapa tidak bilang sama Ayu untuk tidak memberitahu dulu pada Sri tentang masalah ini.’ Fakhri membatin.“Ummi tahu juga pelakunya?” tanya Fakhri memastikan. Sri menggeleng."Ayu hanya bilang jika dia dan Idrus sering melihat Abah di sekitar rumah atau bahkan muncul dalam mimpi." Sri yakin jika semua itu hanya ulah seseorang yang berniat jahil.S

  • Tilasmat   99. Masalahmu juga Masalahku

    “Untuk malam ini, pembelajaran akan ditunda sementara waktu. Bagi semua santri, silahkan mengambil mushaf yang tersedia. Kita akan membaca surah Yasin serta Al-jin berjamaah,” ucap Idrus melalui pengeras suara.Semua yang terjadi akhir-akhir ini cukup memprihatinkan. Gangguan demi gangguan berdatangan pada keluarganya dan Fakhri. Untuk itu, pondok mengadakan yasinan berjamaah.Seluruh santri telah berada di aula terpisah antar laki-laki dan perempuan. “Bagi santriwati yang sedang berhalangan bisa membaca surah al-ikhlas, al-falaq, dan an-nas dalam hati tambah juga ayat kursi,” ujar Fakhri sebelum memulai acara.“Sebelum memulai pada acara inti. Kita berdoa terlebih dahulu agar dijauhkan dan dilindungi dari orang-orang zalim yang mengincar kita maupun keluarga kita. Bilbarkati ummul qur’an al-fatihah.” Semua orang serempak membaca surah yang dijuluki sebagai induk Al-quran tersebut.Setelah itu, Fakhri melanjutkan acara dengan bertawasul lalu setelahnya mereka berjamaah membaca Surah Y

  • Tilasmat   98. Menjual Gerobak Hantu

    “Mereka tak ada kapoknya,” desah seorang pria bercaping yang berdiri di atas pucuk pohon. Dia memperhatikan beberapa orang yang tengah duduk bersila dengan kemenyan yang terbakar di depan mereka. Setelah memperhatikan cukup lama, dia pun pergi entah ke mana.Sementara itu di bawah pohon besar. Beberapa orang tengah melakukan ritual yang dipimpin pia yang lebih tua dari keempat pria lainnya. “Keluarga Ilham terlalu naif karena mengira tidak akan ada ancaman setelah Amar terbunuh.” Pria tua yang memimpin ritual tertawa terbahak. Diikuti keempat pria lainnya juga terbahak.“Usaha kita menciptakan ketakutan di hati warga telah berhasil,” ujar salah satu pria.“Benar. Selain itu, tidak akan ada yang tahu kalau kitalah dalang dari semua kejadian terror di kampung,” timpal pria lainnya.“Tinggal satu langkah lagi. Bagaimana caranya kita memancing cucu Ilham lalu membunuhnya tanpa sepengetahuan siapa pun,” desis pria tua di depan.“Itu akan sulit, Ki. Kalian tahu anak pertama cucu Ilham memil

  • Tilasmat   97. Terror yang Meresahkan

    “Ja, dagoan heula sakeudeung, urang rek ka imah nyokot sarung,” ucap seorang bapak yang kebetulan malam itu mendapat jadwal ronda.(Ja, tunggu sebentar, saya mau ke rumah dulu ngambil sarung)“Ulah lila tapi,” sahut Mang Jaja yang duduk di dalam gardu yang terbuat dari bambu di depan.(Jangan lama)"Iya, sepuluh menitan lah," ucapnya seraya terkekeh.Setelah itu, bapak tadi segera pergi meninggalkan rekannya sendirian. Suasana kampung begitu sepi. Hanya ada suara binatang-binatang malam yang berbunyi saling bersahutan. Entah kenapa pundak Mang Jaja terasa berat.Beberapa kali pria paruh baya itu mengusap tengkuk yang mulai dingin. “Si Iwan ke mana sih, katanya gak akan lama. Ini udah ada sepuluh menitan masih juga gak balik-balik. Curiga tidur ini mah,” gumam Mang Jaja.Trok, trok, trokSuara alat yang sering dipakai para pedagang kaki lima terdengar dipukul tiga kali. Mang Jaja menoleh ke sumber suara. Tak ada apa pun di sana.“Aneh, tadi jelas-jelas ada bunyi benda dipukul. Kirain t

DMCA.com Protection Status