Share

Sebuah Syarat

Author: Bintang Senja
last update Last Updated: 2022-09-20 06:25:33

"Tidak mungkin, tradisi ini sudah lama tidak digunakan." Arga menggeleng. Ia masih belum percaya jika tradisi tersebut masih berlaku di keluarganya.

"Tapi kenyataannya tradisi ini masih berlaku," ucap Naima. Sejenak Arga diam, lalu memandang wajah istrinya.

"Dan kamu akan melakukan tradisi konyol ini, mengembalikan apa yang sudah aku berikan untukmu?" tanya Arga. Jika dipikir, rasanya mustahil untuk mengembalikan apa yang pernah Arga berikan. Karena selama ini lelaki itu selalu memenuhi kebutuhan istri serta anaknya, meski kurang perhatian. Tapi Arga tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang suami dan ayah.

"Iya, mas. Mulai dari biaya operasi caecar, operasi angkat rahim, lalu uang nafkah yang pernah kamu berikan." Naima menjelaskannya. Mendengar itu justru Arga tertawa, Naima tidak akan mungkin bisa mengembalikan semua itu, karena jumlahnya tak terhitung.

"Kenapa kamu ketawa, mas." Naima mengerutkan keningnya. Seketika Arga menghentikan tawanya, lalu memandang wajah istrinya.

"Kamu tidak akan bisa mengembalikan semua itu Naima. Kamu tahu kan biaya operasi itu mahal, apa lagi uang nafkah yang aku berikan. Kamu tidak akan pernah bisa mengembalikannya, tidak akan pernah," ujar Arga. Berharap agar Naima mau mengurungkan niatnya untuk menuruti tradisi konyol itu.

"Tidak ada yang tidak mungkin, mas. Kita lihat saja nanti, oya sarapannya sudah siap." Setelah mengatakan itu Naima berlalu dari hadapan suaminya. Melihat itu Arga menghela napas, tidak ada maksud untuk menghina atau merendahkan Naima. Ia hanya ingin jika sang istri tidak mengikuti tradisi konyol keluarganya itu.

Setelah itu Arga memutuskan untuk turun ke bawah, terlihat jika istri dan putrinya sudah menunggu di meja makan. Arga melangkah mendekati mereka, melihat suaminya datang. Dengan sigap Naima melayaninya, Arga pikir istrinya marah gara-gara kejadian tadi. Tapi nyatanya sang istri masih bisa bersikap seperti tak pernah terjadi apa-apa, bahkan tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

"Mas nanti tolong anterin Alifah ke sekolah ya, aku lagi nggak enak badan. Kamu bisa kan, mas." Permintaan Naima membuat Arga mendongak lalu menatap istrinya.

"Kamu sakit? Mas lihat wajahmu sedikit pucat, apa sebaiknya kita ke dokter saja," ujar Arga. Ada rasa khawatir jika sang istri tiba-tiba jatuh sakit. Terlebih wajahnya memang terlihat pucat.

"Aku enggak apa-apa kok, mas. Nanti minum obat sama istirahat juga udah cukup," tolaknya. Bukannya tidak mau ke dokter, tapi Naima rasa itu tidak perlu. Ia hanya butuh istirahat saja di rumah.

"Ya sudah, nanti Alifah biar mas yang anterin," ujar Arga mengalah. Mungkin memang benar jika istrinya hanya butuh istirahat saja.

***

Seminggu telah berlalu, malam ini tepatnya pukul sepuluh Arga baru saja pulang. Memang akhir-akhir ini ia sangat sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Bukan itu saja, Arga juga sibuk mengurus pernikahannya dengan Arin. Wanita itu ingin dipercepat, padahal perjanjiannya setelah Arga dengan Naima resmi bercerai.

Hal tersebut benar-benar membuat Arga merasa frustasi. Jujur, tak ada niat untuk menceraikan Naima, tapi keadaan yang memaksa. Sedangkan Arin sendiri tidak ingin ada istri lain selain dirinya, memang pilihan yang begitu sulit. Karena bagaimanapun juga Naima sudah menemani dirinya hampir tujuh tahun lamanya.

Setibanya di rumah, Arga bergegas menuju ke kamar, berharap sang istri belum tidur, karena ada hal penting yang ingin ia bicarakan. Kini Arga sudah sampai di kamar, terlihat jika Naima baru saja keluar dari kamar mandi, melihat itu gegas Arga mendekatinya dan memintanya untuk duduk terlebih dahulu.

"Memangnya ada apa, mas?" tanya Naima.

"Ada yang ingin mas bicarakan sama kamu." Arga menjatuhkan bobotnya di hadapan sang istri. Jujur Arga bingung harus memulainya dari mana, di tatapnya wajah sang istri lalu menghembuskan napasnya.

"Ada apa, mas. Kok diem aja." Suara Naima, mampu membuat Arga tersadar dari lamunannya.

"Iya, ini masalah pernikahan mas dengan Arin." Arga kembali menatap mata indah istrinya.

"Memangnya kenapa, mas?" tanya Naima.

"Arin minta pernikahan kami dipercepat," jawab Arga. Seketika Naima terdiam mendengar hal tersebut, padahal perjanjiannya tidak seperti itu.

"Naima, bagaimana." Arga memberanikan diri untuk menatap wajah ayu istrinya.

"Bukannya perjanjiannya setelah kita resmi bercerai, mas. Kenapa Arin ingin dipercepat," ujar Naima. Bukankah Arin sendiri yang mengatakan, akan menikah setelah Arga dan Naima resmi bercerai. Tapi kenapa Arin sendiri yang ingkar dan meminta pernikahannya dipercepat.

"Iya, katanya sudah tidak sabar. Bagaimana, apa waktu tiga puluh hari yang kamu inginkan masih tetap berlaku," sahut Arga. Jujur, ia sendiri bingung harus bagaimana.

"Tetap berlaku lah, mas. Tapi kalau Arin ingin dipercepat pernikahan kalian. Aku punya satu permintaan," ucap Naima. Seketika Arga mendongak dan menatap mata istrinya.

"Apa yang kamu minta?" tanya Arga.

"Setelah menikah nanti, kalian tidak boleh hidup satu atap, dan tidak boleh melakukan malam pertama. Sebelum kita resmi bercerai, bagaimana." Jawaban yang Naima lontarkan mampu membuat Arga bungkam. Rasanya mustahil, bukankah karena sudah tidak sabar ingin hidup bersama, itu sebabnya Arin meminta agar pernikahannya dipercepat.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
perempuan GATEL udah pengen di garuk ya Arin noh ambil bonggol jagung di bakar dikit baru gerus tuh LOBANGMU
goodnovel comment avatar
Arey Areyy
Good story
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Syarat dari Arin

    "Naima, apa tidak ada syarat yang lain?" tanya Arga. Rasanya syarat yang Naima ajukan cukup berat.Naima menggeleng. "Tidak ada, mas. Kalau Arin tidak setuju ya sudah, aku tidak memaksa kok."Arga mengusap wajahnya dengan gusar, syarat yang begitu sulit. Dan tidak mungkin Arin akan menyetujuinya, Arga paham betul sikap calon istrinya itu. Lelaki yang masih memakai kemeja berwarna putih itu menatap istrinya, berharap Naima mau mengerti, tapi rasanya tidak mungkin."Ya sudah, besok mas bicarakan sama Arin." Arga pasrah, lalu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi, lalu membersihkan diri. Ketika hendak menyalakan shower, tiba-tiba Arga kembali menemukan gumpalan rambut. Jumlahnya memang tidak sebanyak seperti sebelumnya, tetapi hal tersebut tetap saja membuat Arga merasa penasaran dan curiga. Setelah itu Arga memutuskan untuk segera membersihkan diri, ia harus menanyakan langsung kepada Naima.Usai mandi Arga bergegas keluar, terlihat jika pakaian ganti sudah berada di atas ranjang

    Last Updated : 2022-09-20
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Ibu Mertua Mati Kutu

    "Arin, kamu benar-benar keterlaluan. Aku tidak suka kamu memperlakukan Naima seperti itu. Seharusnya kamu berterima kasih karena Naima sudah memberi ijin untuk kita menikah, tapi seperti ini balasan kamu," geramnya. Arga tidak habis pikir kalau Arin bisa setega itu, ia benar-benar tidak rela jika Naima dijadikan pelayan di hari pernikahan keduanya nanti."Baik, aku bersedia." Naima menjawab dengan mantap, hal tersebut membuat Arin serta Rianty tersenyum bahagia. Tapi tidak dengan Arga, lelaki itu menggeleng tak percaya mendengar jawaban dari istrinya."Naima, kamu tidak perlu melakukan itu. Mas tidak rela kamu menjadi pelayan," ujar Arga. Lelaki itu melangkah mendekati istrinya, ia tahu jika Naima terpaksa menerima syarat yang Arin ajukan."Arga sudahlah, Naima aja setuju. Tapi kenapa kamu seperti itu, lagian dia pantas kok jadi pelayan, asalnya aja anak pelayan. Cuma lagi beruntung aja nikah sama kamu," ucap Arin. Jujur ia kesal melihat Arga yang begitu perhatian kepada Naima."Arin,

    Last Updated : 2022-09-20
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Alasan Pernikahan Naima & Arga

    "Mana ada kegadisan bisa dikembalikan, ternyata selain kampungan, pikiranmu juga ngawur," ucap Rianty. Berusaha menahan emosinya, padahal ucapan yang Naima lontarkan mampu membuat darahnya mendidih."Mama bilang aku ngawur, padahal yang mama lakukan juga ngawur," sahut Naima. Rianty menyunggingkan senyumnya. "Saya tidak ngawur, itu adalah tradisi di keluarga saya. Siapa saja yang telah bercerai, maka harus mengembalikan apapun yang sudah diberikan. Terlebih dia seorang istri, jadi kamu harus melakukannya.""Tradisi itu sudah lama tidak digunakan, mama sengaja mau membuat .... ""Siapa bilang tradisi itu tidak digunakan lagi, nyatanya sampai sekarang tradisi itu masih berlaku." Rianty memotong ucapan Naima. Sejenak wanita berhijab itu terdiam, ia harus bisa memutar otak untuk melawan ibu mertuanya."Oh, tapi yang mas Arga katakan. Katanya tradisi itu sudah tidak berlaku lagi," ucap Naima. Ia dapat melihat jika sang ibu mertua tengah menahan amarahnya."Kamu jangan percaya dengan Arga,

    Last Updated : 2022-09-20
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Surat Perjanjian

    Malam sudah larut, tepatnya pukul sebelas Arga baru saja sampai di rumah. Lelaki itu baru saja selesai mengurus apa saja yang dibutuhkan saat menikah nanti. Mulai dari tempat, dekor, catering dan masih banyak lagi, Arin ingin acara pernikahan yang mewah. Bahkan wanita itu sendiri yang memilih hotel tempat acara itu berlangsung.Arga hanya bisa menurut tanpa berkomentar apapun, terlebih ibunya juga ikut turun tangan. Keinginan seorang perempuan jika tidak terpenuhi, nantinya hanya membuat masalah. Itu sebabnya Arga memilih untuk mengalah dan menurut, meski begitu pikirannya benar-benar tidak tenang. Ia masih belum rela jika nantinya harus kehilangan Naima."Huft, hari yang sangat melelahkan." Arga memegangi tengkuknya yang terasa begitu pegal. Lelaki itu baru saja sampai di rumah, melihat keadaan rumah yang sudah sepi. Arga buru-buru masuk ke dalam kamarnya.Terlihat jika Naima sudah tertidur, tentu saja istrinya sudah tidur karena hari sudah larut. Padahal ada sesuatu yang ingin Arga

    Last Updated : 2022-10-04
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Kemarahan Arga

    "Buruan turun, mas. Nanti sarapannya keburu dingin, Alifah juga udah nungguin," ucap Naima, sontak Arga mendongak. Setelah itu ia bangkit dan melangkah mengikuti istrinya yang sudah keluar dari kamar terlebih dahulu.Setibanya di bawah, terlihat Naima dan Alifah sudah menunggu. Jujur perdebatan tadi masih saja menguasai hati dan pikirannya. Arga melangkah menuju meja makan di mana istri dan anaknya sudah menunggu. Lelaki itu menarik kursi untuk duduk, dengan cepat Naima mengambil piring yang ada di hadapan suaminya, lalu diisi dengan nasi goreng."Naima kamu kenapa?" tanya Arga ketika melihat istrinya tengah memegangi kepalanya. Wajahnya terlihat pucat, tetapi jika ditanya Naima selalu menjawab jika dirinya baik-baik saja."Enggak apa-apa kok, mas. Ya sudah aku siapin bekal dulu untuk kalian." Naima bangkit dan beranjak meninggalkan meja makan, Arga terus menatap punggung istrinya yang kini sudah menghilang dari balik dinding.Sepuluh menit kemudian Naima kembali dengan membawa dua ko

    Last Updated : 2022-10-05
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Kepergian Naima

    "Arga kamu pasti akan menyesal setelah mengetahui semuanya." Frans berjalan menghampiri Naima."Naima kamu baik-baik saja kan?" tanya Frans dengan raut wajah khawatir, terlebih ketika melihat wajah Naima yang sudah pucat."Aku baik-baik saja." Naima menghembuskan napasnya secara perlahan, ucapan yang Arga lontarkan masih saja terngiang di telinga, membuat rasa sakit di kepala semakin menjadi."Naima lebih baik kamu istirahat dulu," saran Frans, ia khawatir jika kondisi Naima kembali drop. Terlebih mengingat pertengkaran tadi dengan Arga."Aku baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir," pungkasnya. Naima berusaha tegar meskipun hatinya sudah hancur. Ia tidak ingin terlihat lemah di mata orang lain."Kalau begitu aku anterin pulang ya." Frans kembali bersuara."Tidak usah, soalnya aku tidak langsung pulang," tolaknya. Naima ingin menenangkan diri terlebih dahulu, setelah itu ia baru akan pulang ke rumah."Ya sudah, tapi ingat jangan lakukan hal yang membahayakan dirimu," pesan Frans. Ta

    Last Updated : 2022-10-05
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Fakta Menyakitkan

    "Bunda jangan pergi." Alifah terus berteriak memanggil ibunya. Bahkan Arga sampai kewalahan untuk menenangkan putrinya itu."Alifah sudah, bunda sudah pergi," ucap Arga berusaha sabar. Walaupun ia sendiri bingung harus bagaimana, karena selama ini Arga tidak pernah tahu cara mengurus seorang anak."Papa jahat, papa udah biarin bunda pergi. Alifah nggak mau sama papa, Alifah maunya sama bunda." Alifah menggigit tangan ayahnya, seketika Arga melepaskan tangannya. Setelah itu Alifah berlari ke luar berharap ibunya belum pergi."Bunda, bunda Alifah mau ikut sama bunda!" teriak Alifah di teras depan, gegas Arga menyusulnya khawatir jika putrinya sampai kabur.Arga berdiri di ambang pintu, melihat putrinya yang terus menangisi kepergian ibunya. Sejenak Arga berpikir, apakah Alifah akan bahagia hidup tanpa ibunya. Arga tidak bisa membayangkan jika putrinya terus menangis dan mencari Naima, apa yang harus ia lakukan. Sejujurnya tak ada niat untuk memisahkan mereka berdua."Alifah sayang, suda

    Last Updated : 2022-10-05
  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Desakan Arin

    Arga masih diam, otaknya seakan berhenti untuk bekerja bahkan tenggorokannya terasa tercekat. Ia benar-benar tidak menyangka jika fakta menyakitkan ini terjadi pada hidup Naima. Arga pikir Naima hanya sakit biasa, tapi justru lebih dari yang ia kira. Bahkan Naima sudah berkorban demi Alifah, putrinya yang sempat Arga tolak kehadirannya dulu."Apa kamu menyesal setelah mengetahui semua ini, tapi penyesalanmu sudah tidak ada gunanya lagi, Arga. Terlalu dalam dan lama kamu menyakiti hati dan perasaan Naima, orang yang sudah mengabdikan diri selama hampir tujuh tahun. Tapi apa yang dia dapat, hanya rasa sakit," ucap Frans. Mendengar itu Arga hanya diam, karena apa yang sepupunya itu katakan memang benar."Apa Naima masih bisa sembuh?" tanya Arga, setelah cukup lama terdiam. "Kami para dokter tidak bisa menjamin, karena kanker yang Naima derita sudah stadium akhir. Kemoterapi yang Naima lakukan, hanya bisa untuk mencegah agar sel kanker tidak menyebar. Bahkan dokter Ali menyatakan jika Na

    Last Updated : 2022-10-06

Latest chapter

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Video di Hari Pernikahan

    Setelah pesanan tertata di atas meja, pelayan tersebut beranjak pergi, dan ini kesempatan Arin untuk kembali berbicara. Tetapi Arga justru mengusirnya, ia tidak ingin merusak mood makan siangnya. Bukan itu saja, Arga juga khawatir jika kehadiran Arin membuat Zaskia merasa tidak nyaman."Arin lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, aku mau makan," usirnya. Mendengar itu, seketika Arin membulatkan matanya."Arga, kamu ngusir aku. Memangnya kamu tidak ingin tahu siapa dia yang sebenarnya. Aku yakin kalau kamu sudah mengetahuinya, jangankan untuk menikahinya. Mungkin untuk melihatnya saja kamu akan merasa jijik," ungkap Arin, tak lupa tangannya menunjuk ke arah di mana Zaskia duduk.Sedangkan wanita bercadar itu hanya diam dan menunduk, ia sama sekali tidak berani untuk menatap Arin. Tetapi berbeda dengan Arga, justru ia yang merasa kesal dan marah dengan ucapan mantan istrinya itu. Arga memang belum tahu asal usul Zaskia, tapi bukan berarti Arin seenaknya berkata seperti itu."Terserah

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Bertemu Mantan

    Tiga tahun telah berlalu, tiga tahun sudah Naima pergi selamanya meninggalkan suami serta putrinya. Meski sudah lama, tetapi bayang-bayang istrinya masih terus menguasai hati serta pikiran Arga. Sampai detik ini Arga belum bisa melupakan Naima, wanita yang sangat ia cintai.Beberapa wanita sering dikenalkan oleh ibunya, tetapi tak ada satupun yang dapat menarik hati Arga. Bagi Arga, tidak ada yang sesempurna Naima, sangat sulit untuk menerima wanita lain di dalam hatinya. Terkadang di sisi hatinya merasa kasihan dengan Alifah, putrinya masih sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu."Arga, bagaimana saran mama. Kasihan Alifah, mungkin kamu bisa hidup tanpa seorang istri. Tapi Alifah, diusianya yang sekarang, dia masih sangat membutuhkan seorang ibu. Mama sering merasa sedih setiap kali menjemput Alifah di sekolahnya. Hampir semua teman-temannya dijemput oleh ibunya." Rianty kembali membujuk putranya untuk menikah. Bukan apa, ia merasa kasihan dengan cucunya yang masih sangat m

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Permintaan Terakhir Naima

    Hampir seminggu Naima dirawat di rumah sakit, kondisinya yang sering drop membuat Frans dan dokter Ali melarangnya untuk pulang. Padahal Naima sendiri sudah merasa bosan, mungkin karena efek kanker yang sudah stadium akhir. Membuat kondisi tubuh Naima melemah, bukan itu saja, penglihatannya juga mulai terganggu.Prang, bunyi gelas yang terjatuh membuat Arga yang berada di kamar mandi buru-buru keluar. Terlihat gelas yang ada di meja samping brangkar sudah berada di lantai. Arga menghela napas lalu melangkah mendekati istrinya. Saat ini mereka hanya berdua, lantaran Haris tengah menemani Alifah di rumah."Sayang kamu baik-baik saja kan," ucap Arga dengan raut wajah panik."Aku enggak apa-apa kok, mas. Maaf, gelasnya jatuh." Naima menunduk, penglihatan yang mulai bermasalah membuatnya sering menjatuhkan sesuatu."Tidak apa-apa, udah kamu duduk saja, biar mas beresin ini dulu." Arga jongkok dan bergegas untuk membereskan pecahan gelas tersebut. Sementara Naima tetap duduk dengan perasaan

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Memutuskan untuk Kembali

    Rianty masih diam, namun wanita itu segera melangkah menghampiri putranya. Ia tidak menyangka jika kedatangan Haris akan bertepatan dengan kepulangan Arga. Rianty benar-benar bingung harus berbuat apa, tidak ada kesempatan lagi untuk berbohong, karena mungkin Arga telah mendengar semuanya."Arga kamu sudah pulang." Rianty melangkah mendekati putranya."Arga sudah tahu semuanya, ma. Arga tidak menyangka kalau selama ini banyak kebohongan yang mama sembunyikan," ujar Arga. Mendengar itu seketika Rianty menggeleng."Arga, mama bisa menjelaskannya. Ini tidak seperti yang kamu dengar, mama .... ""Pendengaran Arga masih normal, ma. Dari dulu mama memang pandai berbohong dan bersandiwara." Arga memotong ucapan ibunya, rasanya memang sulit untuk menerima semua kenyataan itu. Arga benar-benar tidak menyangka jika masa lalu ibunya begitu buruk."Haris, ini semua gara-gara kamu, untuk apa kamu datang ke sini hah." Rianty membentak Haris, ia benar-benar kesal dengan ulah laki-laki satu ini."Aya

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Datang Kembali

    "Kenapa aku harus melihat ini, rasanya sakit sekali, bahkan lebih sakit dari penghianatan yang Arin lakukan," gunamnya. Rasanya mata Arga tidak mampu lagi untuk melihat mereka, telinganya pun tak sanggup untuk mendengar apa yang akan Naima katakan.Arga memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut, namun entah kenapa kakinya sangat berat untuk melangkah, seakan ada yang menahannya. Dengan terpaksa Arga akan menunggu beberapa saat, ia juga merasa penasaran dengan jawaban yang akan Naima berikan. Berharap Arga bisa menerima apapun keputusan mantan istrinya.Sementara itu, Naima masih diam, jujur ia juga merasa bingung. Di lain sisi, ia ingin hidup tenang tanpa seorang suami. Tapi Naima juga sadar, jika putrinya masih sangat membutuhkan sosok seorang ayah. Tapi entah kenapa hati kecilnya seperti tidak yakin jika Frans mampu menjadi ayah pengganti untuk Alifah."Naima, bagaimana?" tanya Frans, seketika Naima sadar dari lamunannya. Wanita berjilbab itu mendongak, menatap wajah lelaki yang d

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Lamaran

    Arin memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang Naima daratkan. Ia pikir Naima adalah wanita lemah yang hanya bisa menangis, tapi ternyata dugaan Arin salah. Ingin rasanya Arin memberikan pelajaran kepada orang yang sudah berani berbuat kasar padanya. Namun deru mesin mobil membuat dua wanita itu menoleh."Itu kan mobilnya mas Arga, itu artinya mas Arga baru ke sini atau .... " Arin membatin. Matanya terus menatap mobil milik mantan suaminya yang kini berhenti di pelataran rumah.Setelah mobil berhenti, Arga beranjak turun dan melangkah menuju teras. Lelaki berkemeja putih itu terdiam ketika melihat Arin berada di rumah Naima. Untuk apa wanita itu mendatangi mantan istrinya itu, Arga terus melangkahkan kakinya hingga kini ia berdiri di hadapan Arin dan juga Naima."Assalamu'alaikum." Arga mengucap salam."Wa'alaikumsalam." Hanya Naima yang menjawab salam dari Arga, sedangkan Arin, wanita itu hanya diam."Arin, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Arga. Ada rasa curiga k

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Dilabrak Pelakor

    Arin langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos itu, sedangkan lelaki yang bersamanya itu segera memunguti pakaian miliknya dan memakainya. Ingin rasanya Arga menghajar dua manusia tak berakhlaq itu, namun percuma. Orang seperti mereka tidak akan pernah merasa jera meski sudah diberi pelajaran."Mas kamu .... ""Kenapa? Kamu kaget melihatku pulang." Arga memotong ucapan istrinya. Sementara Arin terlihat begitu gugup, wanita itu mengeratkan selimut putih yang menutupi tubuh polosnya itu."Aku pikir kamu wanita baik-baik, tapi ternyata kamu tak lebih dari wanita jal*ng," ujar Arga. Ia benar-benar kecewa dengan apa yang istrinya itu lakukan. Jika tahu akan seperti ini, tak mungkin Arga melanjutkan pernikahannya dengan Arin.Arga melirik lelaki yang baru saja bermain bersama dengan istrinya itu. "Dan kamu, apa tidak ada wanita lain, sehingga kamu memilih wanita yang jelas-jelas sudah bersuami." "Arin sendiri yang menawarkan, sebagai lelaki aku tidak mungkin menolak tawar

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Kepergok Selingkuh

    Arga masih bungkam, terlalu dalam dan banyak ia menyakiti Naima. Bukan hanya lahirnya saja yang terluka, tetapi juga dengan batinnya, bahkan mungkin mentalnya. Namun hanya Naima yang sanggup bertahan, mungkin jika wanita lain sudah memilih untuk mundur. Arga menatap wajah mantan istrinya, terlihat jelas dari sorot matanya jika Naima masih menyimpulkan luka itu."Naima, saat itu ... tolong maafkan mas, mas hanya menuruti keindahan mama saja." Arga menunduk. Jika mengingat kejadian itu, ia benar-benar merasa telah menjadi suami yang sangat kejam."Sudahlah, mas. Lagi pula semua itu sudah berlalu. Lebih baik sekarang kamu pulang, nanti istrimu nyariin. Aku juga khawatir kalau nantinya akan timbul fitnah, karena sekarang kita bukan lagi suami istri," ujar Naima kemudian. Rasanya ia sudah lelah memikirkan masalah yang pernah menimpanya."Mas akan pulang, tapi tolong biarkan Alifah tinggal bersama dengan mas. Kasihan Arin, dia sangat terpukul setelah tahu kalau rahimnya diangkat. Sejak pula

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Meminta Hak Asuh

    Rianty masih diam, ia tidak ingin dipenjara karena dirinya tidak merasa bersalah. Rianty mundur satu langkah, Naima dapat melihat dari raut wajahnya. Jika mantan ibu mertuanya benar-benar ketakutan, hal tersebut membuat Naima menyipitkan matanya. Kesombongan serta keangkuhan yang biasanya Rianty tunjukkan, kini seakan lenyap."Awas saja kalau kamu berani melaporkan saya ke polisi. Kamu akan tahu sendiri akibatnya." Setelah cukup lama terdiam, kini Rianty kembali bicara. Wanita itu memang sangat pandai mengancam."Aku tidak takut, toh sudah ada buktinya. Dan mama pantas untuk mendapatkan balasan atas perbuatan yang sudah dilakukan," sahut Naima dengan begitu tenang. Menghadapi orang seperti Rianty memang harus dengan kepala dingin dan hati yang tenang."Itu tidak akan pernah terjadi, kamu itu hanya perempuan kampungan dan miskin yang tak bisa apa-apa." Setelah mengatakan itu Rianty melenggang pergi meninggalkan Naima yang masih berdiri. Wanita berjilbab itu hanya menggeleng melihat sik

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status