Cakra masih mendengar apa yang dikatakan anak buahnya, sesekali dia memandang ke arah Alena yang saat ini berada di kamar mandi. Cakra ingin mendekati Alena namun dia masih berkomunikasi dengan anak buahnya. "Segera hubungi asistenku, katakan kepadanya nanti saya akan urus," jawab Cakra yang segera mengakhiri panggilan telepon. Panggilan telepon berakhir, Cakra segera melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Saat ingin mengetuk pintu kamar mandi, Cakra mendengar suara tangisan dari Alena. Dia tidak tega Alena menangis, selama ini dia berusaha untuk membuat Alena bahagia namun kali ini Alena menangis karena sesuatu yang tidak dia sukai. Pintu terbuka, Cakra masuk ke dalam kamar mandi dia melangkahkan kaki dengan perlahan terlihat Alena sedang berdiri di atas shower yang membasahi tubuhnya. Cakra segera memeluk Alena dari belakang. Mendapat pelukan dari Cakra Alena memberontak untuk melepaskan pelukkannya, namun Cakra dengan kuat memeluk Alena. "Pergi, aku tidak ingin melihatmu, lepas
"Iya, apa lo kagak percaya pada kita-kita?" tanya Beno. "Apa gue katakan kalau lo berbohong? Tidak bukan, gue katakan apa lo semua percaya? Arvin, tadi dia telpon saya, apakah dia sudah telpon kamu balik?" tanya Cakra. "Sudah, katanya tunggu di markas, apa kita ke sana sekarang?" tanya Arvin lagi. Helaan napas terdengar dari mulut Cakra, Cakra bingung apakah dia mau ke sana atau tidak. Entah kenapa dirinya sulit untuk gerak karena perkataan Alena tadi, apa lagi pertengkaran keduanya membuat dia bingung mau jelaskan ke Alena dia mau kemana. Beno, Malik, Pasha dan Arvin masih menunggu jawaban dari Cakra yang saat ini masih terlihat diam dan melamun. Luna yang datang bawa minuman dan cemilan menatap ke arah Cakra. "Kenapa dengan desek? Apa desek masih dikejutkan dengan you semua? Jangan you buat dia meninggal. Karena dia masih muda," jawab Luna yang duduk dan memberikan cemilan ke mulut Cakra. Cakra yang melamun tersentak dan mengunyah cemilan yang diberikan oleh Luna. Semuanya te
"Itu suara siapa? Apakah itu suara pinky boy?" tanya Beno kepada Malik yang juga raut wajahnya terkejut. "Mana gue tau, itu suara siapa. Suara itu dari gorong-gorong. Jadi, yang masuk di gorong itu dia, nah berarti itu suara dia. Luna, lo baik saja? Apa ada kembaran lo di sana?" tanya Malik sambil teriak. Semua memandang ke arah Malik yang mengatakan hal itu. "Memangnya dia ada kembaran? Dia masuk di sana sendiri bukan berdua, apa itu ha-hantu?" tanya Beno dengan suara terbata. "Lo takut hantu?" tanya Pasha. Beno geleng kepala dan dia melirik ke arah Cakra yang terlihat gelisah. Mereka semua memandang ke arah Cakra. Cakra yang merasa dipandang oleh mereka semuanya ikut menoleh ke arah mereka. "Ada apa? Kenapa kalian semua memandang gue? Apa ada yang salah? Lo pikir gue takut hantu gitu? Gue tidak takut, cepat kalian tolong dia, kenapa kalian diam saja," jawab Cakra yang membuat mereka semua menganggukkan kepala. Anak buah Cakra dan anak buah sahabatnya segera bergerak membantu
"Ini bukan peluru bos, nomor seri saja beda. Dan kalau bos yang tembak pasti akan terdengar walaupun pelan tetap terdengar, bos," ujar Arvin menjelaskan keraguan Cakra kenapa bisa meninggal padahal dia tidak melakukannya. "Kan gue katakan apa kepada lo, tidak mungkin lo tembak. Sepertinya ada orang lain di sini, tapi siapa, ya?" tanya Beno yang memperhatikan sekeliling tapi tidak ada sama sekali terlihat yang mencurigakan. Cakra juga memperhatikan sekeliling hutan pinus tidak ada yang mencurigakan, saat matanya tertuju di arah ilalang, terlihat ilalang yang jaraknya jauh dari mereka bergerak. Cakra segera berlari mengejar siapa yang ada di dalam ilalang tersebut tapi saat tiba di sana tidak ada sama sekali yang dia temui. Cakra yang hendak masuk ke dalam ilalang merasakan ada sesuatu dibawah kakinya dan saat dia menundukkan kepala terlihat ada peluru dan dengan segera meraihnya. Tangan Cakra terasa panas. "Apa yang lo jumpai?" tanya Beno yang ikut mendekati Cakra. Cakra menyerah
Alena membuka pintu dan ternyata itu adalah anak-anaknya yang berdiri sambil tersenyum padanya. "Mommy, apa kamu belum siap untuk pergi jalan-jalan?" tanya Kenzi dengan raut wajah datar. Alena melihat wajah anaknya datar hanya bisa menghela napa. "Nggak anak, nggak Bapak sama saja. Wajahnya seperti kulkas tujuh pintu," cicit Alena dengan pelan tapi masih di dengar oleh Kenzi. Kenzi tidak peduli, dia anak tertua jadi harus bisa menunjukkan wibawanya berbeda dengan Kenzo yang tidak tau malu seperti saat ini dia membawa boneka beruang kutub. Dan lihat saja sekarang, dia hanya cengengesan saja, apalagi Kiano masih menggunakan dot. "Kalian tidak boleh seperti itu, mengetuk pintu harus sopan. Ini kamar Daddy dan Mommy, jadi kalian ketuklah dengan pelan, kalau tidak dijawab itu artinya kami tidur," ucap Alena mencoba mengatakan ke anaknya sopan santun. "Aap tan atu Mommy, atu yang etuk intu adi, ecok idak uat agi," jawab Kenzo yang membuat Alena gemes dengan anak cadelnya ini. "Ya sud
"Itu bukannya wanita Edo, si. mafia yang kita habisin hari ini. Coba lihat itu, dia memperhatikan kita sepertinya dia belum mengetahui kematian dari Edo atau mungkin dia sudah tahu dan dia berusaha untuk membalaskan dendam. Apakah kalian setuju dengan yang gue katakan?" tanya Beno yang membuat Cakra memandang ke arah Beno. "Apa maksud lo, dia ingin membalaskan dendam. Bukannya dia yang lebih dulu melakukannya, dia menyandra Alena lebih tepatnya ikut campur urusan gue dan si Felix itu dan sekarang kenapa dia yang marah maksudku harusnya dia tahu kalau prianya itu jahat jadi jangan menyalahkan kita,' jawab Malik yang tidak terima jika wanita dari Edo menyalahkan mereka. "Namanya juga dia wanita dari pria itu, jelas dia marah karena kita sudah menghabisi prianya, wajar kalau dia mau balas dendam. Bukan hanya dia saja yang akan membalaskan dendam tapi wanita kita pun kalau salah satu di antara kita maaf ada yang terbunuh pasti dia akan balas dendam itu menurutku tapi nggak tahu ya," uj
Mereka semuanya pulang ke rumah, selesai berbelanja. Lelah dan bahagia jadi satu. Alena membeli beberapa barang yang dia sukai. Sesampainya dirumah Alena menata barang yang akan dibawa dan hari ini mereka akan kembali ke Indonesia. "Sayang, kita tidak mau kemana lagi?" tanya Cakra yang duduk di sofa dan posisinya seperti orang yang sedang berjemur. "Kamu mau kemana lagi, hmm?" tanya Alena balik. "Kemana gitu, misalnya ke Swiss kita main salju atau ke mana saja, asal kamu bahagia, aku akan bawa," jawab Cakra.Alena yang sedang merapikan pakaiannya menoleh ke arah Cakra yang terlihat seperti duyung yang terdampar di pantai karena tersapu ombak. "Tidak bisakah kamu mengurangi gayamu sedikit, Tuan Cakra Rosario?" tanya Alena dengan sorot mata yang sipit. "Gayaku kenapa, Sayang. Ini lagi posisi enak, sini deh kamu, kita manja dulu. Mumpung masih lama kita berangkatnya, empuk dan hot, Sayang," jawab Cakra yang membuat Alena membolakan matanya. Alena menyesal meminta Cakra untuk mengu
Luna masih tidak ingin memutarkan kepala. Dia takut karena posisi saat ini sudah malam dan sudah jam sebelas malam lebih hampir jam dua belas malam. "I rasa itu orang, you saja yang lihat dan I akan jaga bos you si tukang pingsan. Katanya mafia tapi kenapa dia pingsan I pun tidak tau. Cak, bangun jangan you pingsan gantian sama I dunk, ayo bangun cepat," cicit Luna sambil menggoyangkan tubuh Cakra yang pingsan. "I saja yang jaga desek ya, I ini asistennya jadi I berhak," jawab Arvin yang tidak mau kalah. Keduanya masih berdebat dan tidak ada satupun yang mengalah sama sekali. Tangan yang tadi menepuk pundak keduanya kembali terasa di pundak mereka masing-masing. Arvin dan Luna memandang satu sama lain. "I katakan apa ke you, lihat sana, I mau pingsan ini, akh, pingsan i," cicit Luna yang membuat Arvin kesal. Tangan yang di pundaknya di tepuk-tepuk dan mengusap leher juga pipinya. Sedangkan Luna sudah memejamkan mata sambil membuka mata mata sedikit dengan mulut dimajukan. Karena
Sejak meninggalnya Alena membuat Cakra lebih banyak menghabiskan waktu ke pemakaman Alena dan dia hampir setiap hari ke sana membawakan bunga kesukaan Alena, perusahaan sudah diserahkannya semua kepada ketiga anaknya Kenzo, Kenzi dan Kiano. Mereka benar-benar menumpahkan semua rasa sayang mereka kepada Cakra dan mereka juga mengurus perusahaan yang diserahkan kepada mereka seluruhnya. Cakra sudah tidak lagi memikirkan perusahaan setiap hari dia selalu pulang pergi ke rumah dan pemakaman. Hari berlalu dengan cepat. Cakra sudah lebih menua. Tuan Rosario dan ibu Fatimah juga sudah pergi meninggalkan mereka keduanya yang sudah sepuh dan mereka mengikuti Alena. Ibu Fatimah dimakamkan di sebelah Alena. Sedangkan Tuan Rosario dimakamkan di samping istrinya. Saat ini, hari-hari Cakra hanya bisa bermain dengan 3 cucu kembarnya yang semuanya laki-laki anak dari Kenzi sedangkan Kenzo memiliki tiga kembar dan semuanya laki-laki juga sedangkan Kiano dua laki-laki dan 1 wanita dan saat ini cucu C
Cakra mendekati Ibu Fatimah, dia memeluk ibunya Alena dengan cukup erat. Wajah Ibu Fatimah itu mirip dengan Alena jadi dia merasa kalau Alena ada di dalam diri Ibu Fatimah. "Ibu sudah jangan menangis, Alena sudah pergi, dia tidak sakit lagi. Dia sekarang bahagia di sana bersama Mommyku. Ibu masih punya aku dan si kembar. Lagipula, cicit Ibu juga akan lahir. Aku harap Ibu bisa menjaga mereka menggantikan Alena ya, aku mohon jangan menangis. Kita harus ikhlas, Ibu," ucap Cakra yang membuat Ibu Fatimah terisak di pelukkan Cakra dan tentu saja itu membuat Cakra ikut menangis. Para menantu Alena memeluk nenek mereka, Ibu dari mertua mereka. Mika yang dekat dengan Ibu Fatimah menghapus air mata Ibu Fatimah. "Nenek cantik, jangan sedih ya, aku akan sedih jika nenek cantik sedih, Mommy akan sedih jika nenek cantik sedih, kita harus kuat dan selalu doakan Mommy ya, Nenek cantik," ujar Mika mencoba menenangkan Ibu dari mertuanya tersebut. Ibu Fatimah yang dipeluk oleh cucu menantunya menang
Tepat hari ini, Cakra menghadapi cobaan yang luar biasa, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Wanita kesayangannya pergi dalam pelukkannya. "Katanya kamu nggak akan pergi, kenapa pergi juga, kenapa tinggalkan aku. Bukannya kita akan menua bersama, kamu kenapa berbohong kepadaku?" tanya Cakra yang masih memeluk Alena dan dia tidak mau membawa Alena pergi dari tempat tersebut. Kenzi, Kenzo, Kiano tidak tahan melihat separuh jiwa daddynya pergi dan belahan jiwa mereka pergi. Kiano menangis histeris dan tubuhnya bergetar saat ini. "Mommy, kenapa tega meninggalkan aku. Apa salah Mommyku Tuhan, aku tidak mau Mommyku pergi, kembalikan dia. Kembalikan dia aku mohon, kembalikan dia, Mommy kembali, jangan tinggalkan aku!" tangis Kiano membuat mereka semuanya menangis melihat keluarga Cakra mendapatkan cobaan yang cukup besar. "Bawa Ibu Fatimah ke mobil, sadarkan dia ya, tolong bantu dia kuat," ucap Tuan Rosario meminta kepada Hana dan Hani untuk membangunkan bibi mereka. "Baik, P
"Baiklah, Dokter. Saya permisi dulu. Saya harap semuanya akan lancar dan tidak ada kanker yang menyebar di seluruh tubuh istri saya, tapi rambut istri saya sudah gugur. Apakah itu berpengaruh karena sakitnya?" tanya Cakra yang akhirnya mengatakan kalau rambut Alena gugur.Mendengar pertanyaan dari Cakra, Dokter tersebut menganggukkan kepala. "Iya benar, itu adalah efeknya dan juga efek kemoterapi yang waktu itu tapi Anda jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, semoga istri Anda bisa kuat dan dia bisa dioperasi dan juga kankernya tidak menyebar ke seluruh tubuhnya," jawab Dokter. Mendengar perkataan dari Dokter, Cakra menganggukkan kepala, itulah yang dia harapkan Alena sembuh. Apapun akan dia lakukan untuk sembuh. "Ya sudah, Dokter, terima kasih. Saya pergi dulu, saya ingin bertemu dengan istri saya," jawab Cakra yang dianggukan oleh dokter. Keduanya bersalaman dan tersenyum. Cakra keluar dari ruangan Dokter. Tubuhnya lemas kakinya bergetar dia merasakan ada sesuatu yang hi
Tuan Rosario tidak tau pasti dengan jawabannya. "Apakah Anda yakin besan?" tanya Ibu Fatimah."Aku tidak yakin dan tidak tahu kapan anak perempuanku itu akan bangun karena saat ini dia sepertinya masih enggan untuk melihat kita, dia masih betah dengan dunianya yang di alam mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku sudah melarangnya untuk tidak tertidur. Saat itu, tapi nyatanya dia tidur juga. Apakah aku bisa melarangnya jika anakku ingin tidur?" tanya Tuan Rosario yang akhirnya menumpahkan semua rasa kesedihannya dengan air matanya. Dia yang kuat dan dia yang menasehati semuanya untuk tidak menangis. Tapi, saat melihat anak perempuannya tidak juga bangun membuat dirinya sedih terlebih lagi sejak Alena muncul dalam kehidupan anaknya Cakra. Cakra sudah berubah menjadi pria yang dia inginkan dan sekarang jika Alena tidak ada, apakah Cakra akan kembali ke mode yang dulu. Luna dan ketiga sahabat Cakra juga dua sahabat Alena serta dua sepupu masing-masing memeluk suami mereka. Merr
Setiap hari Cakra terus membuat obrolan yang kalau orang mendengar pasti akan membosankan tapi tidak dengan Cakra, dia terus mengatakan semuanya hingga Cakra perlahan putus asa karena setiap hari obrolannya tidak direspon malah Alena semakin menutup matanya. "Sayang, Kiano ingin menikah, dia ingin kamu menyaksikannya. Apakah kamu tidak kasihan dengan Kiano. Dia menunggumu, Sayang, bangunlah aku ingin melihat kamu menyaksikan, anak semata wayangmu itu mau menikah. Ayo bangunlah, tidak maukah kamu melihatnya. Dia sangat membutuhkanmu, Sayang. Dia menunggumu, bangunlah, sudah sebulan lebih kamu tidak bangun dan kamu juga tidak meresponku, aku tidak masalah kamu tidak meresponku tapi mereka yang di luar menunggu kamu. Ibu, Dadddy, sahabatmu, sepupumu keponakanmu dan juga menantu serta anakmu. Dan aku menunggumu, bangunlah. Tidak maukah kamu bangun, Sayang. Apakah sesulit itu untuk membuka matamu, apa yang dokter berikan kepadamu sehingga kamu menutup mata, coba katakan biar aku menghabis
"Sakit?" tanya Alex yang menatap ke arah Nilam. "Iya, sakit. Apakah kamu sakit?" tanyanya kembali. Menurutmu, apakah aku sakit setelah semua yang terjadi kepadaku, Nilam? Aku sakit karena baru tahu selama ini Ibuku menderita, dia terlihat bahagia tapi nyatanya dia malah sedih apakah pantas jika aku tidak mengatakan aku sakit?" tanya Alex.Nilam menggelengkan kepala, dia tahu kalau saat ini pasti Alex sangat sakit dan dia juga mengerti kalau saat ini Alex merasakan sakit yang teramat dalam, kehilangan orang yang dicintai yang dia sayangi sedari dulu dan orang itu meninggal di tangannya. "Jika kamu sakit maka datangi dia, minta maaf lah kepadanya seperti apapun ibumu, dia tetaplah ibumu, dia tahu kamu tidak akan mau melakukan itu dan aku yakin dia pasti sudah memaafkanmu. Jauh sebelum kamu meminta maaf karena kamu tahu seorang ibu memaafkan anaknya walaupun anaknya sudah melakukan kesalahan sebesar apapun itu, dia pasti memaafkannya," ucap Nilam.Alex yang mendengar perkataan dari Ni
Orang yang membuat Alex kesal siapa lagi kalau bukan Kahfi. Kahfi datang menemui Alex dan dia bersama sepupunya untuk menjenguk Alex dan tentu saja itu membuat Alex kesal, bukan tidak suka jika mereka menjenguknya tapi dia menyindirnya bukankah itu menyebalkan? Ya, sangat menyebalkan. "Mau apa, kamu ke sini, hahh? Berani-beraninya kamu ke sini, pergi sana. Aku tidak membutuhkanmu," usir Alex kepada Kahfi. Namun, Kahfi tidak peduli dia masuk bersama dengan yang lainnya.Mereka duduk dan meletakkan buah-buahan yang sudah mereka bawa. "jangan terlalu perasaan, ingat semua sudah berakhi, lebih baik kamu tenang dan jangan memikirkan siapapun. Oh, ya bagaimana kondisimu. Apa sudah baikan?" tanya Mike kepada Alex. "Menurutmu, apakah aku sudah baik-baik saja? Jawabannya tentu tidak. Lihatlah, aku masih terbaring di sini. Kalian mau apa ke tempatku dan kalian bawa apa untukku? Hanya buah-buahan, ya? Aku tidak butuh buah-buahan yang aku butuhkan nuklir, mana dia serahkan cepat," jawab Alex ya
Alex mendengar suara Nilam yang terdengar khawatir ada perasaan hangat di hatinya karena saat ini ada yang mengkhawatirkan dirinya."Sudah jangan nangis aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja kamu bisa datang ke rumah sakit ya minta sopir ke sini dan satu lagi bisa tidak kamu masakin aku makanan karena aku sangat menginginkan makanan darimu, makanan di sini tidak enak," pinta Alex yang bertingkah seperti anak kecil dan dia merengek kepada Nilam untuk membawakannya makanan.Nilam yang saat ini tengah mendengar rengekan dari Alex hanya tersenyum dia pun mengiyakan apa yang diminta oleh Alex. Keduanya saling bercanda satu sama lain sedangkan Rian saat ini tengah mengurus pemakaman dari Maria, dia menunggu di ruang kamar mayat karena saat ini pihak rumah sakit sedang memandikan Maria.Rian pun harus bolak-balik ke kamar mayat dan ke kasit untuk membayar semua administrasi yang dibutuhkan termasuk biaya pemakaman dan yang lainnya. Rian sudah mencari pemakaman yang benar-benar terbaik untuk