ALEX ANDREW POV
Sialan Noah Dylan!
Manusia biadab yang tak tau diri telah mengkhianati sahabatnya sendiri, Mika Lodge.
Dan kenapa harus Marissa? Tak habis pikir perempuan yang delapan tahun ini menjadi sahabatku berakhir menjadi seorang pelakor!
Meskipun Marissa tak jarang bersama dengan kaum adam. Marissa bukanlah tipe yang memiliki hubungan lebih dari satu malam. Setidaknya aku adalah pengecualian sebelum malam ini.
Noah dan Marissa masih mematung dan menunduk.
Sudut bibirku yang sedikit berdarah tertarik ke atas.
Cih, dua manusia laknat yang pantas bersama!
Rumah mungil Marissa berada di area perumahan yang sepi sebab kebanyakan penghuninya adalah pekerja kantoran. Malam minggu adalah waktunya euphoria di tempat-tempat yang menyuguhkan penghiburan di waktu kerja yang ketat dan penat.
Satu demi satu langkah kaki ku yang abstrak melaju ke arah luar perumahan. Kanan kiri rumah-rumah modern yang masih kosong di depannya terdapat banner dengan tulisan yang menawarkan DP 0 alias bullshit.
Tepat di ujung gang perumahan terdapat minimarket.
Akhirnya sampai juga, kepala ku berputar dan tenggorokanku kering akibat cairan memabukkan yang aku konsumsi.
Sehabis kutandas segelas air, tenggorokanku masih meradang akibat belum puas memuntahkan semua umpatan untuk pria sialan itu.
Seorang wanita dengan tinggi rata-rata orang Indonesia. Wanita itu mengenakan seragam kasir warna merah mencolok. Tatapannya menangkap gerakanku yang masih setengah mabuk. Mungkin Ia mengira aku adalah preman mabuk yang hobinya nyolong. Bisa kulihat meski tatapannya tak lepas dariku, namun gerak matanya mondar-mandir seperti orang ketakutan. Aku masih tak peduli dan masih sibuk mengambil air mineral dan langsung kutenggak ditempat.
Ku hampiri wanita yang menggunakan hijab warna hitam itu.
“Selamat malam, selamat datang di Inimarket”
Bisa ku dengar suaranya gemetar.
“Rokok sama ini” jawabku sambil mengambil sebuah kotak berisikan alat pengaman untuk berhubungan badan.
Fiuhhh
Sepeninggalanku melangkah ke luar tempat itu, dengan jelas wanita berkerudung tadi menghembuskan nafas lega.
Dengan keadaan masih terhuyung-huyung, ku pesan taksi online.
Setengah jam kemudian, taksi pesananku datang.
Di tengah guyuran hujan, mobil berwarna hijau yang kutumpangi melesat membelah tumpahan air langit menuju rumah Mika.
Kenapa ke rumah orang lain lagi?
Entah, aku benci pulang ke rumah yang akan memborgolku dalam ruang kesepian.
Dan hatiku yang campur aduk, Mika adalah satu-satunya yang bisa ku ajak ngobrol.
Mungkin ia sama kesepiannya denganku karena laki-laki itu.
Aku yang masih berada di bawah pengaruh alkohol, tak berpikir panjang segera menghampiri Mika. Memastikan ia baik-baik saja atau ini hanya alasan semata untuk bertemu dengan gadis yang aku cintai.
Malam minggu berarti hampir semua makhluk berakal keluar dari tempat tinggalnya. Sama artinya juga dengan kemacetan yang makin lama membuatku makin tidak sabar.
Padahal Jakarta tengah diguyur hujan, tapi jalanan tidak memiliki ruang gerak sedikitpun.
“Masih lama ini pak?”
“Iya dik”
“Iya udah pak ini duitnya, saya turun disini aja”
“Masih hujan dik, nanti masuk angin lho”
“Tidak apa apa pak”
Ku dorong pintu mobil berwarna hijau dari luar, dan tubuh pria yang mengantarku tidak terlihat lagi.
Ini bukan hanya hujan biasa, lebih tepatnya hujan ditambah angin yang cukup menyulitkanku berjalan.
Baru lima langkah kaki gontaiku menjamah jalanan basah. Tubuhku sudah basah kuyup sangat-sangat kuyup.
Ribuan atau bahkan jutaan atau mungkin tidak terhingga air langit yang tumpah tidak mampu menghilangkan pengaruh alkohol dari tubuhku.
Ku lihat jam tanganku mengarah ke angka dua belas. Tepat tengah malam.
Karena hujan lebat, manusia-manusia yang tinggal di lingkungan ini lebih sering menghabiskan malam minggu dengan bermain dan bercengkerama di sekitar lingkungan mereka.
Saat kali pertama kemari untuk menjemput Mika ke klub yang akhirnya membuat Wanda bertemu pria itu, aku dikeroyok ibu-ibu dengan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak mereka urus.
Abang pacarnya neng Mika ya? Abang ganteng mau ngajak nge-date neng Mika? Abang pasti orang kaya ya? Dan blablabla
Ada untungnya malam ini hujan. Aku tidak perlu berurusan dengan ibu-ibu berdaster dengan bedak yang kurang rata serta pewarna bibir murahan yang mencolok.
***
Setibanya, aku tergopoh-gopoh menuju pintu rumah Mika. Menerjang pintunya,
Rumah Mika masih cukup jauh dari kota, tidak seperti rumah Mikaa yang terletak di tengah kota dengan lingkungan orang-orang kota juga. Rumah Mika terletak di kampung yang lebih ramah namun lebih mudah dicibir para tetangga yang tidak punya pekerjaan lain selain bergosip.
Mika yang ada di depan daun pintu, Ia tertegun melihat tubuhku yang basah kuyup
“Habis kecebur di got, lex?” ejek Mika.
Aku tak menggubris, kepalaku masih berdenyut dan berputar.
“Kok Mika tidak diajak ujan-ujanan sih hehe” lesung pipit yang ku rindukan sejak, entah sejak kapan.
“Sebentar, Mika ambilin handuk dulu ya”
Dalam sekejap Mikaa kembali dan membawa handuk berwarna biru.
Rambutku yang basah digosok-gosok secara abstrak oleh tangan Mikaa. Perhatiannya menyentuh jantungku yang masih bingung menerjemahkan perasaanku yang sebenarnya.
Tanganku ditarik ke atas pundaknya. Direngkuhnya tubuh lemasku menuju ke sofanya. Bisa ku cium aroma tubuhnya yang nampak baru habis mandi. Wangi yang sama ketika aku menjemputnya untuk pergi ke klub malam. Sialan! Karena malam itu dia bertemu dengan laki-laki sialan itu.
Kesalahan yang datang secara beruntun dan berulang-ulang.
Pandanganku mengarah pada waktu ketika ia masih mengenakan handuk, dalam keadaan rambut masih basah diguyur shampo. Aroma feminim yang menguar di setiap lekuk tubuh montok seorang Mika Loudge. Ditambah payudaranya yang menyembul sedikit, dialiri tetesan air dari rambut basahnya. Astaga!
Mika yang sadar aku tengah dalam keadaan mabuk. Menarik paksa tubuh basah kuyupku menuju kamar mandi. Tangaku berada di pundaknya, tangannya di pinggangku.
Dan anehnya, khayalan tentang tempat tidur masih menghantuiku. Brengsek!
Guyuran air hangat sesegera mungkin membangunkan seluruh kesadaranku, aku yang gelagapan kehabisan nafas akibat air dari shower. Mengerjap-ngerjap dan menemukan sosok wanita yang pertama kalinya mampu membuatku jatuh hati, Mika Lodge. Tubuhnya ikut basah akibat menahan tubuhku yang masih lunglai.
Mataku liar menuju kaos putihnya yang nyeplak dan menembus ke buah dadanya yang tak mengenakan pakaian dalam, Sialan kau Mika! Karena pemandangan erotis itu membuat tubuhku bagian lainnya terangsang hebat, nyeri ingin segera dihisap.
Ku tarik tubuhnya, mendudukkan pantatnya di atas pahaku. Dia yang masih merem melek akibat guyuran air, kuterjang bibirnya yang manis dengan pagutan yang menggelora.
Mikaa berusaha mendorong tubuhku, tapi usaha itu sia-sia sebab tubuhku lebih kuat darinya. Kutarik pinggangnya ke arahku. Dadanya dan dadaku saling menempel seiring mulutku menyusuri kedalama mulut manis Mika. Menjilati seluruh bagian dalam dan luar mulutnya. Kami kehabisan nafas. Kurobek t-shirt yang nyeplak, buah dada yang montok akhirnya terpampang nyata di hadapanku. Bukan lagi menyembul sedikit tapi menggantung teramat banyak. Tanganku liar meremas keduanya. Menjilati kedua putingnya yang merah muda. Kugigit seluruh area sensitif milik Mika.
Mika mengerang terangsang. Sialan, tubuhnya benar-benar nikmat. Aku sedikit terlonjak ketika tangannya berlarian menuju ke tubuhku yang nyeri dan mengencang.
Nakal sekali kau sayang
Aku meringis, bertambah terangsang.
Tangannya lihai turun naik memuaskan tubuh bawahku
Wajah manisnya terbenam dan tenggelam di antara dua pahaku
Aku kembali mengerang
Badannya ku angkat, aku semakin liar memasukkan tubuh kerasku ke dalam lubangnya yang sudah basah, bahkan tanpa diguyur air shower sekalipun.
Tubuh kami yang turun naik, merem melek merasa gila akibat saking nikmatnya.
AUTHOR POVLembaran-lembaran foto yang berada di tangan mulus wanita itu tak habis-habis membuat bibirnya yang penuh dan merah menyala tertawa macam penyihir tua dari kisah-kisah dongeng anak.Beberapa gambar yang memperlihatkan sepasang manusia saling memagut dan bercumbu.Siang, darling. Nanti malam jangan lupaSatu baris kotak pesan bertengger di layar Marissa. Sebuah kalimat yang seminggu terakhir ini menjadi candu bagi dirinya dan Noah.Foto-foto yang menampakkan seorang pria yang memeluk wanitanya.Terlihat biasa tapi sukses memunculkan kembali smirk di wajah seksi seorang Marissa Lourd.Semalam ia merasa benar-benar kecewa dengan perkataan tak berperikemanusiaan yang Alex lontarkan ke hadapannya. Malam itu benar-benar chaos.Mengenal Alex sebagai Friend With Benefit bukan hanya menumbuh orientasi seksualnya saja. Namun perasaan lain juga tumbuh di hati Marissa terhadap Alex, sahaba
NOAH DYLAN POV“Ndut”Suara kecipak sepatu berlari ke arahkuRambut panjangnya basah menimpa kepalaku yang menunduk.“Endut, Mika panggil kok diam saja?”Payung berwarna biru dengan aksen bulat-bulat yang melingkar di atasnya dibuka lebar-lebar menutupi rambutku yang ikal.Gadis itu mengayunkan kakinya ke arah air yang menggenang di hadapannya. Bentangan refleksi wajah ayunya berbinar di depan toko kelontong milik Pak Selamet.Wajahnya berseri-seri ketika hujan ke wajahnya yang menengadah. Tangan mungilnya memegang ujung payung bagian atas. Dibiarkan sepatu kets serta tas biru bergambar Doraemon kesukaannya basah beserta tubuh mungilnya. Senyumannya terus-menerus merekah seiring air langit jatuh ke telapak tangan kecilnya.Ia masih asik bergumam menyanyikan lagu yang mengalun dari walkman kesayangannya. Walkman yang ayahn
MIKA LODGE POVSepulang dari hotel laknat itu. Aku berdiam diri dengan khusyu’ meratapi kegagalanku untuk memiliki hubungan yang langgeng.Ku tanyai diriku sendiri. Apa dan Siapa yang kucari selama ini?.Hari ini aku sangat merindukan Papi dan Mami.Menjadi putri keluarga Lodge adalah satu dari sekian banyak keberuntung yang ku alami.Mami yang mengajarkan ku untuk berani dan selalu baik memperlakukan manusia lain.Aku benar-benar gusar. Tidak satupun panggilan masuk atau pesan berbalas dari Noah.Sejak pagi tak ada kabar yang muncul tentangnya.Siang tadi aku menemuinya ke apartemen tapi yang kudapati hanyalah ketiadaannya.Sembari menunggu dering gawaiku bergetar dan berbunyi khusus nada dering untuk nomor telepon Noah.Aku duduk di atas ranjang yang menghadap langsung pelataran rumah peninggalan Papi dan Mami. Menunggu dan menunggu.Jadi seperti ini rasanya menung
NOAH DYLAN POVSuara ban mobil mencicit sehabis kuinjak rem kuat-kuat.KacauHatiku benar-benar kacauTangan dan kakiku seakan lumpuh.Tubuhku menggigil hebat dan pandanganku mengarah pada pemandangan masa lalu.Bisikan Mami yang bersimbah darah mengelus kepala ku dan menangis. Di sisa hembusan nafas yang ia miliki serta di tengah keadaannya yang tengah meregang nyawa. Ia masih menyempatkan diri menenangkan diriku!Perasaan bersalah yang terus menjalar. Perasaan sakit yang merasuki seluruh rongga pikiranku. Hujan lebat yang terus mengguyur. Aku yang tiba-tiba merasa tercekik dan sukar menghela napas. Kudorong pintu mobil dengan kasar.Mataku nyalang di depan kepulan asap dari mobil yang habis menabrak pohon. Bak lari berkilo-kilo meter. Aku gelagapan mencari oksigen. Badanku kuyup seperti kucing kebasahan.Dan brukkk!Seberkas cahaya di hadapan mukaku menyadarkanku dari pingsan. Siluet tubuh wanita berambut
32 Panggilan Terjawab dari Wanda.“Lex, maafin Mika, kalau udah denger pesan ini. Telpon Mika ya”Pesan suara dari Mika mengalir ke seluruh ruang apartemen Alex yang sepi.Maafin Mika, serius jangan tinggalin Mika ya Lex.suara isakan Mika membuat hati Alex semakin perih.Sejak malam mengerikan itu, Alex tak sempat memejamkan matanya. Gelagatnya seperti orang yang sedang keranjingan. Mukanya kusut, otaknya tak berhenti memutar dan memikirkan perempuan itu.Kamarnya sudah berantakan akibat amukan Alex yang kerasukan iblis tampan.“Alex”Suara familiar diiringi bunyi bel dari pintu apartemen membuatnya berhenti.Penampakan Marissa yang amburadul. Matanya setengah menyeramkan lantaran maskara yang luntur, rambutnya benar-benar kusut bahkan bajunya robek di bagian pahanya. Tidak sekalipun Alex melihat penampilan sahabat—mantan sahabatnya acak-acakan se
NOAH DYLAN POVBelum sempat aku merebahkan diri setelah kejadian semalam. Badanku yang masih kaku sudah berada di atas kursi kebesaran keluarga Dylan.Belum ada kabar dari Mika. Apakah semalam hanyalah delusi?Tapi aku ingat betul, ketika aku berbicara dengannya di telepon.Tubuhku pun masih terkenang akan tubuhnya yang duduk di atas pahaku.Tubuhku tidak bisa ditipu ketika dipuaskan.Bayangan wajahnya membuatku tidak bisa berpikir jernih.Apakah ia kembali bersama Alex? Jelas aku ingat semalam aku berterus terang perihal keadaanku yang jauh dari kata normal.Pikiranku saling memaki dan bertengkar.Kepalaku semakin berdenyut.“Permisi pak, ada kiriman khusus untuk anda” kata Marissa melangkah menuju mejaku.Wanita ini benar-benar memiliki nyali yang besar. Atau lebih tepatnya tidak punya urat malu. Bagaimana tidak, setelah kelakuannya yang
MIKA LODGE POV“Aku mencintaimu Mika,meski tubuhku terjerat dan tidak leluasa memilihmu sebagai satu-satunya” bisik Noah di lekuk leherku.Aku terisak mendengar kalimatnya.Tapi manusia seperti diriku tidak cukup untuknya. Tidak akan pernah.Bukan hanya itu saja, aku pun akan menyakitinya lagi dan lagi seperti yang sudah sudah. Kita akan menjadi lingkaran setan dan saling menyakiti.Entah sejak kapan aku menjadi manusia yang rakus dan melupakan diriku. Atau apakah inilah wujud diriku yang sesungguhnya.Yang pasti, ungkapannya di sela ketidaksadarannya membuat hatiku terasa lebih hampa.Perasaan bersalah menggerayangi tubuhku.Aku menggeser layarku dengan buru-buru, beberapa dering kemudian.“Selamat malam pak, ada sebuah kecelakaan di jalan depan perpustakaan Timba Ilmu”Selamat tinggal Noah.Ku kecup bibirnya yang kering dan
ALEX ANDREW POVMataku seperti dibakar api di perapian yang ada di villa milik keluarga ku. Muka ku kusut dan bau, sudah dari kemarin malam tubuh ku tak terkena air selain air mataku sendiri. Tanganku memar akibat terlalu banyak memukul tembok.Brengsek! Aku meraih handphone dengan malas memencet dengan kasar sebuah kontak yang bertuliskan Marissa – si jalang.Dari seberang suara sesenggukan memenuhi isi telingaku. Suara yang akhirnya meluluhkan amaraku terhadap Marissa.Setidaknya Marissalah yang cukup memahami situasi yang aku alami.Mungkin kita tengah berada pada fase teralihkan akibat perasaan jemu dan kesepian yang menggiring kita merasakan perasaan yang mungkin hanya berlaku untuk sementara.“Lu dimana?” Baru kali ini aku melihat dia seterpuruk ini. Seorang Marissa sangatlah anti mewek-mewek club. Ia sangat benci ketika terlihat lemah di depan ora
MARISSA LOURDSuara ngorok membuatku terbangun. Dengan keadaan tubuh tanpa sehelai kainpun aku terkapar di atas karpet yang berada tak jauh dari ranjang. Saking capeknya sepulang kerja ditambah perjalanan yang cukup jauh membuat mataku langsung terkatup dengan mudahnya.“Kita pulang yuk ke vila, disana lebih hangat dan indah”Suara yang belum sempurna dicerna olehku yang masih setengah tidur. Sepasang tangan mengangkat ku dengan lembut menuju mobil. Mataku seakan dibebani puluhan batu sulit terbuka.“Mar, bangun woi”Suara cempreng Alex yang agak serak dan maskulin sukses membikinku terperanjat. Aku terkejut melihat jam digital yang duduk di atas meja samping ranjang king size yang kutiduri.Dimana gue? Bukannya tadi di motel ranjangnya ga semewah ini?Pikiran tentang dimana aku sekarang sekejap pudar mengingat matahari sudah nyelonong masuk melalui cela
AUTHOR POV“Apaan sih lu” Marissa masih kaget melihat gelagat manusia yang terkenal aneh untuk dirinya.Tapi, alasan ia mengeraskan suaranya supaya suara detak jantungnya tak terdengar ke telinga Alex.Alex yang masih berusaha agar tak tergagap – kebiasaan lamanya ketika gugup.Fakta itu membuatnya makin gugup dan gelisah. Hingga sesuatu yang basah mulai mengguyur tubuh mereka. Bandung yang dikelilingi bukit dan pohon semakin dingin ketika dibasahi hujan.Jaket kulit milik Alex yang digunakan untuk menutup rambut Marissa bahkan tak mampu mengurangi volume air yang membasahi tubuh mereka. Kedinginan mulai menusuk sampai ke tulang.“Bibir lu gemeter, lu gapapa?” Alex yang melihat tubuh basah kuyup Marissa segera mendekapnya tanpa permisi. Tak seperti biasanya rasa gugup semakin mengikat mereka berdua. Mereka yang sudah menjadi “Friend with benefit” di at
ALEX ANDREW POVMataku seperti dibakar api di perapian yang ada di villa milik keluarga ku. Muka ku kusut dan bau, sudah dari kemarin malam tubuh ku tak terkena air selain air mataku sendiri. Tanganku memar akibat terlalu banyak memukul tembok.Brengsek! Aku meraih handphone dengan malas memencet dengan kasar sebuah kontak yang bertuliskan Marissa – si jalang.Dari seberang suara sesenggukan memenuhi isi telingaku. Suara yang akhirnya meluluhkan amaraku terhadap Marissa.Setidaknya Marissalah yang cukup memahami situasi yang aku alami.Mungkin kita tengah berada pada fase teralihkan akibat perasaan jemu dan kesepian yang menggiring kita merasakan perasaan yang mungkin hanya berlaku untuk sementara.“Lu dimana?” Baru kali ini aku melihat dia seterpuruk ini. Seorang Marissa sangatlah anti mewek-mewek club. Ia sangat benci ketika terlihat lemah di depan ora
MIKA LODGE POV“Aku mencintaimu Mika,meski tubuhku terjerat dan tidak leluasa memilihmu sebagai satu-satunya” bisik Noah di lekuk leherku.Aku terisak mendengar kalimatnya.Tapi manusia seperti diriku tidak cukup untuknya. Tidak akan pernah.Bukan hanya itu saja, aku pun akan menyakitinya lagi dan lagi seperti yang sudah sudah. Kita akan menjadi lingkaran setan dan saling menyakiti.Entah sejak kapan aku menjadi manusia yang rakus dan melupakan diriku. Atau apakah inilah wujud diriku yang sesungguhnya.Yang pasti, ungkapannya di sela ketidaksadarannya membuat hatiku terasa lebih hampa.Perasaan bersalah menggerayangi tubuhku.Aku menggeser layarku dengan buru-buru, beberapa dering kemudian.“Selamat malam pak, ada sebuah kecelakaan di jalan depan perpustakaan Timba Ilmu”Selamat tinggal Noah.Ku kecup bibirnya yang kering dan
NOAH DYLAN POVBelum sempat aku merebahkan diri setelah kejadian semalam. Badanku yang masih kaku sudah berada di atas kursi kebesaran keluarga Dylan.Belum ada kabar dari Mika. Apakah semalam hanyalah delusi?Tapi aku ingat betul, ketika aku berbicara dengannya di telepon.Tubuhku pun masih terkenang akan tubuhnya yang duduk di atas pahaku.Tubuhku tidak bisa ditipu ketika dipuaskan.Bayangan wajahnya membuatku tidak bisa berpikir jernih.Apakah ia kembali bersama Alex? Jelas aku ingat semalam aku berterus terang perihal keadaanku yang jauh dari kata normal.Pikiranku saling memaki dan bertengkar.Kepalaku semakin berdenyut.“Permisi pak, ada kiriman khusus untuk anda” kata Marissa melangkah menuju mejaku.Wanita ini benar-benar memiliki nyali yang besar. Atau lebih tepatnya tidak punya urat malu. Bagaimana tidak, setelah kelakuannya yang
32 Panggilan Terjawab dari Wanda.“Lex, maafin Mika, kalau udah denger pesan ini. Telpon Mika ya”Pesan suara dari Mika mengalir ke seluruh ruang apartemen Alex yang sepi.Maafin Mika, serius jangan tinggalin Mika ya Lex.suara isakan Mika membuat hati Alex semakin perih.Sejak malam mengerikan itu, Alex tak sempat memejamkan matanya. Gelagatnya seperti orang yang sedang keranjingan. Mukanya kusut, otaknya tak berhenti memutar dan memikirkan perempuan itu.Kamarnya sudah berantakan akibat amukan Alex yang kerasukan iblis tampan.“Alex”Suara familiar diiringi bunyi bel dari pintu apartemen membuatnya berhenti.Penampakan Marissa yang amburadul. Matanya setengah menyeramkan lantaran maskara yang luntur, rambutnya benar-benar kusut bahkan bajunya robek di bagian pahanya. Tidak sekalipun Alex melihat penampilan sahabat—mantan sahabatnya acak-acakan se
NOAH DYLAN POVSuara ban mobil mencicit sehabis kuinjak rem kuat-kuat.KacauHatiku benar-benar kacauTangan dan kakiku seakan lumpuh.Tubuhku menggigil hebat dan pandanganku mengarah pada pemandangan masa lalu.Bisikan Mami yang bersimbah darah mengelus kepala ku dan menangis. Di sisa hembusan nafas yang ia miliki serta di tengah keadaannya yang tengah meregang nyawa. Ia masih menyempatkan diri menenangkan diriku!Perasaan bersalah yang terus menjalar. Perasaan sakit yang merasuki seluruh rongga pikiranku. Hujan lebat yang terus mengguyur. Aku yang tiba-tiba merasa tercekik dan sukar menghela napas. Kudorong pintu mobil dengan kasar.Mataku nyalang di depan kepulan asap dari mobil yang habis menabrak pohon. Bak lari berkilo-kilo meter. Aku gelagapan mencari oksigen. Badanku kuyup seperti kucing kebasahan.Dan brukkk!Seberkas cahaya di hadapan mukaku menyadarkanku dari pingsan. Siluet tubuh wanita berambut
MIKA LODGE POVSepulang dari hotel laknat itu. Aku berdiam diri dengan khusyu’ meratapi kegagalanku untuk memiliki hubungan yang langgeng.Ku tanyai diriku sendiri. Apa dan Siapa yang kucari selama ini?.Hari ini aku sangat merindukan Papi dan Mami.Menjadi putri keluarga Lodge adalah satu dari sekian banyak keberuntung yang ku alami.Mami yang mengajarkan ku untuk berani dan selalu baik memperlakukan manusia lain.Aku benar-benar gusar. Tidak satupun panggilan masuk atau pesan berbalas dari Noah.Sejak pagi tak ada kabar yang muncul tentangnya.Siang tadi aku menemuinya ke apartemen tapi yang kudapati hanyalah ketiadaannya.Sembari menunggu dering gawaiku bergetar dan berbunyi khusus nada dering untuk nomor telepon Noah.Aku duduk di atas ranjang yang menghadap langsung pelataran rumah peninggalan Papi dan Mami. Menunggu dan menunggu.Jadi seperti ini rasanya menung
NOAH DYLAN POV“Ndut”Suara kecipak sepatu berlari ke arahkuRambut panjangnya basah menimpa kepalaku yang menunduk.“Endut, Mika panggil kok diam saja?”Payung berwarna biru dengan aksen bulat-bulat yang melingkar di atasnya dibuka lebar-lebar menutupi rambutku yang ikal.Gadis itu mengayunkan kakinya ke arah air yang menggenang di hadapannya. Bentangan refleksi wajah ayunya berbinar di depan toko kelontong milik Pak Selamet.Wajahnya berseri-seri ketika hujan ke wajahnya yang menengadah. Tangan mungilnya memegang ujung payung bagian atas. Dibiarkan sepatu kets serta tas biru bergambar Doraemon kesukaannya basah beserta tubuh mungilnya. Senyumannya terus-menerus merekah seiring air langit jatuh ke telapak tangan kecilnya.Ia masih asik bergumam menyanyikan lagu yang mengalun dari walkman kesayangannya. Walkman yang ayahn