Hana berlari kembali ke kamarnya setelah tak tahan mendengar apa yang dikatakan Catherine. Tubuhnya yang lemah merosot jatuh ke lantai. Air mata yang sedari tadi ditahan-tahan kini tak sanggup lagi dibendung. Hana menangis hebat di balik pintu kamarnya. Rasa nyeri menyerang ulu hatinya. Setelah Vanesha menghinanya, sekarang Catherine yang ia anggap sebagai Dewi kebaikan ternyata ikut merendahkannya.
Hana tak kuat lagi. Hatinya terasa seperti dicabik-cabik oleh pisau yang sangat tajam. Tak ada yang bisa dipercaya disini. Hana merindukan ibunya dan Windy. Hanya mereka yang mencintai dan menyayanginya dengan tulus.
Hana segera bangkit dan berjalan ke arah meja. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tersebut lalu duduk di tepi kasur. Hana menelfon ibunya. Setelah beberapa saat, terdengar suara Fatma di seberang sana.
"Halo, Hana? Ada apa menelpon malam-malam begini?"
"Ibu..."
"Iya?"
"Aku merindukan, Ibu." Hana berusa
Jonathan berlari keluar dari rumah menggunakan payungnya. "Sial. Kemana sebenarnya wanita itu," umpatnya ditengah derasnya hujan. Ia sedang mencari Hana. Semenjak pagi tadi— seusai sarapan, wanita itu langsung pergi dan menghilang dari pandangan Jonathan. Semua penghuni rumah juga mengatakan bahwa mereka tidak melihat Hana. Termasuk Billy yang baru saja pulang entah dari mana."Semoga dia tidak kenapa-napa." Jonathan dengan raut khawatir menoleh ke kiri dan ke kanan. Ia segera beranjak keluar dari halaman rumah lalu berjalan di sekitar kompleks perumahan.Rasa gelisah menghantui benaknya saat curah hujan kian membesar. Waktu kian berlalu, sudah dua jam Jonathan mencari Hana, namun sampai sekarang ia masih belum menemukannya. Ia berjalan lagi, mengenyahkan niatnya untuk berhenti dan pulang saja. Setidaknya Jonathan harus menemukannya dan memastikan kondisi wanita itu baik-baik saja.Dan saat ia menoleh ke kiri, tak jauh dari tempat ia berada, seorang wanita
Sore itu, Jonathan terdiam dan termenung di atas kasurnya. Matanya menatap kosong pada langit-langit kamarnya. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa sekarang. Jiwanya seakan melayang, hatinya merana akibat keputusan bodoh yang pernah ia buat."Apa aku harus menyesal?" gumamnya pelan dalam keheningan.Jonathan merogoh sakunya dan mengeluarkan kalung yang telah ia buang hari ini. Benar, Jonathan tak sanggup melakukannya. Ia hampir kehilangan akal sehatnya saat kalung itu tenggelam termakan air. Dalam kurun waktu semenit ia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil benda itu. Seperti orang gila, ia bahkan tak tanggung-tanggung untuk masuk ke dalam got yang kotor dan keruh demi mencari kalung itu.Jonathan menatap kalung itu lamat-lamat. "... atau membiarkanmu pergi? Karena bersamaku hanya akan membuatmu tersiksa," ucapnya lirih sembari mengelus permukan benda itu dengan lembut. Tapi membayangkan kepergian Hana membuat dadanya terasa sesak.Ternyata
Seperti biasa, suasana makan malam keluarga Rutter selalu saja hening. Yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan garpu serta piring. Semenjak Jonathan dan Catherine menikah, kediaman Jonathan menjadi sepi. Seperti tidak ada warna terang. Hanya gelap."Cath ..." Akhrinya Vanesha bersuara memecahkan keheningan."Iya,Mom?"sahut Catherine sopan."Apa kamu tidak pernah berpikir untuk melakukan program bayi tabung? Mommymempunyai kenalan yang merupakan seorang dokter.Mommyyakin dia bisa membantumu."Catherine tampak menundukkan kepala. Tidak menyangka Vanesha akan mengatakan sesuatu yang akan menyinggung perasaannya. Setelah beberapa saat kemudian, Catherine lalu mengangkat kepalanya dan menatap wajah mertuanya itu. Ia menyunggingkan senyumannya. "Tidak,Mom.Aku dan Jonathan akan tetap berusaha."Vanesha menghela napas, "Tapi ini sudah tujuh tahun semenjak pernikahan kalian.
Jonathan melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah ruangan yang selama ini menjadi tempatnya menenangkan beban pikiran saat ia sedang bertengkar dengan Catherine dan Vanesha, ibunya.Suara musik DJ yang menggema menjadi lagu tidur penenang baginya dan orang-orang di tempat ini. Ya,kelabmerupakan rumah kedua bagi Jonathan setelah rumahnya dengan Catherine. Tidak, tempat itu tidak layak disebut rumah. Di sana suram!Jonathan menuntun langkahnya masuk ke dalam ruanganVIPyang telah ia pesan. Saat ia masuk, pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah senyuman merekah Agung, sahabatnya yang telah ditempeli oleh tiga wanita penghibur. Wanita-wanita itu bergelayut manja pada tubuh Agung seperti perekat yang susah dilepas. "Aku pikir kamu tidak akan datang," sahut Agung.Jonathan menutup pintu dan kemudian duduk di sofa. Berseberangan dengan Agung. "Aku selalu datang tiap malam," balasnya lalu meraih sebotol wine dan men
"Jadi kamu dan suamimu memutuskan pindah ke sini?" tanya Hana sembari mendaratkan bokongnya di sofa. Pandangannya mengedar ke seluruh isi rumah yang terlihat mewah dan elegan."Begitulah," jawab Windy sambil meletakkan jus semangka yang ia buat untuk kakaknya di atas meja. Lalu ia pun duduk di sofa. Windy menatap lamat-lamat wajah Hana, "Sepertinya wajah kakak semakin bertambah cantik saja," pujinya.Hana hanya terkekeh pelan mendengar hal itu. "Wajahmu juga semakin bertambah cantik.""Cantik dari mana? Kakak bisa melihat sendiri wajahku semakin menua dan kusam. Ditambah lagi aku harus mengurus dua anak setiap hari. Wajahku semakin tidak terawat" adu Windy sembari memegang sebelah wajahnya."Itu sudah kodratnya seorang wanita untuk mengurus anak-anaknya. Lagipula di mataku kamu tetap terlihat cantik meski sudah mempunyai duaanak. Aku pernah mendengar perkataan beberapa orang; semakin banyak seorang wanita melahirkan dan menambah keturunan, semakin b
Begitu MC mengucapkan namanya dan meminta untuk maju, Hana menarik napas terlebih dahulu dan mengembuskannya perlahan-lahan. Rasa gugup mendominasi dirinya seutuhnya. Telapak tangannya berkeringat dan dingin. Sementara tubuhnya bergetar hebat. Hana tak bisa tenang. Ia khawatir akan melakukan kesalahan.Namun, ditengah kegugupannya itu, tiba-tiba muncullah wajah Axel. Bayangan saat anak itu berlari dan tersenyum kepadanya membuat hati Hana menghangat seketika. Ia memejamkan matanya sejenak, menetralkan diri karena gugup yang berlebihan.Tenanglah Hana. Hari ini adalah awal dari segalanya. Kamu bisa melakukannya, batinnya menyemangati diri sendiri.Hana menganggukkan kepalanya optimis dan bertekad; Baiklah, mari lakukan ini.Saat detak jantungnya telah kembali normal, Hana segera bangkit dari kursi dan berjalan ke arah panggung dengan langkah percaya diri bak model internasional."Sambutlah pemimpin cabang Deloxa d
Tanpa Jonathan sadari, Catherine sedari tadi terus mengikutinya. Termasuk saat ia bertemu dengan Axel, semua itu tidak lepas dari penglihatan Catherine. Ternyata yang ingin ditemui Jonathan adalah seorang anak kecil. Dari belakang, Catherine menyaksikan keceriaan Jonathan dengan anak kecil itu. Rasa sakit menyerang ulu hatinya. Mungkin ini salahnya karena tidak bisa mempunyai keturunan. Melihat Jonathan bermain dengan anak yang bukan anak kandungnya membuat Catherine sangat merasa sedih."Hasil pemeriksaan saya menyatakan bahwa Ibu Catherine memang tidak bisa mempunyai keturunan."Terngiang ucapan dokter Rio di kepala Catherine saat secara diam-diam pergi memeriksakan dirinya di Rumah Sakit. Ia tidak bisa hamil. Apa yang harus ia lakukan?Tiba-tiba ditengah kesedihannya, suara nada dering ponselnya berbunyi membuat Catherine segera mengangangkatnya."Halo?"Kamu dimana? Ayo bertemu di Kafe langganan.""Baiklah, aku akan seg
Mereka masih bertatapan tanpa ada yang bersuara. Terutama Jonathan yang masih tak bisa menggerakkan kakinya. Tenggorokannya seperti digorok dan membuatnya kesulitan untuk berbicara. Bahkan jika bisa-pun, ia tetap tak tahu akan mengucapkan apa. Tubuhnya hanya terdiam membeku layaknya es. Pandangan Jonathan mengarah pada penampilan wanita itu dari ujung kaki hingga kepala.Napasnya terasa memendek untuk sesaat. Dia ... Dia benar-benar Hana!Wanita yang tengah berdiri di hadapannya ini adalah Hana. Sosok yang dulunya lemah dan pada akhirnya ia campakkan. Sosok polos dan lugu yang kemudian dihina-hina dan diinjak oleh ibunya dan istrinya. Dan juga Sosok yang selama ini ia rindukan dalam diam dan keheningan.Mata Jonathan kembali berkaca-kaca. Ia tersenyum haru melihat wanita yang selama enam tahun ini tak pernah ia ketahui kabarnya, kini telah kembali dan menampakkan dirinya dalam kondisi seperti ini. Wanita desa yang lemah itu telah menjelma menjadi sosok CEO yang
"Begitulah cerita hidup saya."Seorang wanita berdiri di hadapan ratusan mahasiswa yang sedang duduk dan mendengarkan kisahnya. Hari ini ia diundang oleh sebuah kampus ternama untuk menjadi salah satu pembicara dalam acara seminar. Hana diminta untuk memberikan kiat-kiat menjadi pebisnis muda dan cara agar menjadi pengusaha sukses. Namun bukannya memberikan tips-tips itu, Hana malah menceritakan dongeng kepada mahasiswa dan mahasiswi di hadapannya. Ya, dongeng tentang pengalaman hidupnya.Suara tepuk tangan menggema dengan keras di ruangan itu dan berlangsung lama. Semua orang memandang takjub pada Hana sambil berteriak memujinya. Kisah hidupnya begitu pilu namun ia bisa menghadapinya dan bangkit menjadi lebih kuat lagi."Anda sangat luar biasa!"Hana tersenyum ke arah mahasiswa yang berteriak kepadanya itu. "Terima kasih," ucapnya sambil menundukkan kepala. Suara tepuk tangan semakin meriah.Namun ada satu mahasiswi yang tiba-tiba mengangkat
Billy sedang bersedekap dengan kedua tangannya di dada. Ia menatap Jonathan dengan ekspresi dongkol."Berhenti tersenyum, Jonathan! Kamu membuat perutku mulas," omel Billy tak suka melihat saudaranya yang tengah dilanda kebahagiaan luar biasa itu.Jonathan semakin melebarkan senyumannya. Tak peduli dengan ucapan Billy. Bagaimana ia tak bahagia? Besok ia akan segera melaksanakan pernikahannya dengan Hana dan mereka secara resmi akan menjadi suami istri. Jonathan sudah tidak sabar untuk membangun keluarga baru bersama Hana dan Axel."Ya, Tuhan, aku benci sekali dengan ekspresi itu." Billy semakin jengkel. "Aku harap besok akan ada hujan dan badai. Agar kalian tidak jadi menikah."Jonathan tersenyum, "Biasanya doa orang tidak ikhlas tidak akan dikabulkan Tuhan." Dan Billy hanya menghela napas kasar. Ia hendak meninggalkan Jonathan seorang diri namun langkahnya tertahan saat Jonathan tiba-tiba memanggilnya."Billy?"Billy menoleh, "Hm?""
Billy menyandarkan tubuhnya di dinding sambil melipat kedua lengannya di dada, menyaksikan Jonathan yang tengah mengemas pakaiannya ke dalam koper besar. Billy menghela napasnya kasar. "Jonathan bodoh!"Jonathan menghentikan kegiatannya dan menatap Billy balik. "Apa katamu?""JONATHAN BODOH. AKU MENGATAKANMU BODOH. TULI?"Jonathan melempar pakaian yang ia pegang dengan kasar. Merasa emosi mendengar hal itu. "Ada masalah denganku, orang miskin?"Billy berjalan santai ke kasur dan merebahkan bokongnya. "Aku hanya tidak paham denganmu, Jonathan. Untuk apa kamu melakukan semua ini? Maksudku ... kamu menyelamatkan Hana dan melindungi Axel serta keluarganya. Kenapa tiba-tiba ingin pergi? Langkahmu sudah jauh, bro. Kalau aku adalah kamu, mungkin aku sudah meminta restu keluarga Hana untuk menikahinya lalu membangun keluarga bahagia."Jonathan diam tak menjawab."Buka kembali otak tololmu itu, Jonathan," lanjut Billy, "ini adalah kesempatan
Semua kamera mengarah kepada wanita yang sedang berjalan menuju meja Pers. Para wartawan sudah stand by di tempatnya masing-masing, bersiap-siap untuk merekam dan mengambil gambar. Hana menarik napas panjang dan membuangnya perlahan, menghilangkan kegugupan di dadanya. Seperti biasa, rentetan pertanyaan terus berdatangan dari para wartawan. MC menenangkan suasana agar Hana bisa menjawab satu - persatu.Tenanglah, Hana. Ia menarik napas lagi lalu mengangguk. Aku bisa melakukannya, batinnya."Bisa Anda ceritakan kejadian yang menimpa Anda sebenarnya?" tanya salah seorang dari puluhan wartawan yang ada di tempat itu.Hana mengangguk lalu meraih mic dengan berani."Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Nama saya Florentina Hana, Ceo cabang DELOXA di Jakarta. Saya berdiri disini untuk menjawab dan memberikan pernyataan terkait peristiwa yang menimpa saya yang membuat orang - orang menjadi heboh. Seb
"Kamu tidak apa - apa?" Agung memberikan tisu kepada Hana yang baru saja mendaratkan bokongnya di mobil. Matanya terlihat sangat sembab. "Aku tidak apa - apa." Hana menerima tisu itu dan menyeka air matanya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Mencoba menenangkan diri."Bagaimana? Apa yang mereka katakan?" tanya Agung.Hana menggeleng, "Tidak penting. Semuanya hanya omong kosong. Aku tidak akan mempercayai mereka lagi."Agung mengangguk paham. "Apa mereka mengatakan sesuatu tentang anak kepadamu?"Hana terdiam sambil memilin tisu di tangannya.Agung terdiam beberapa saat, memerhatikan wajah Hana. "Apa kamu—""Anakku sudah meninggal. Bukankah kamu mengatakannya begitu kepadaku?" sela Hana. "Aku hanya sedih saja ketika teringat akan anak tidak berdosa itu. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir."Agung menepuk pundak Hana pelan. "Aku turut bersedih untukmu. Ku mohon jangan lagi mengingatnya. Sekarang sudah ada aku. Kit
Suasana menjadi heboh setelah Hana tiba-tiba menampar wajah Jonathan di depan semua orang. Jonathan memegang sisi wajahnya sambil menatap ke arah wanita itu. Datar. Wanita itu memandangnya dengan tatapan datar dan dinginnya. Seolah Jonathan adalah orang asing di matanya. Ya, ia seperti tidak pernah mengenal Jonathan. Tapi tidak mungkin bukan yang Jonathan lihat di depannya ini adalah hantu? Hana-nya benar-benar nyata!Aku merindukanmu. Jonathan menahan air matanya untuk tidak mengalir. Ia hendak meraih tubuh Hana kembali, namun tubuhnya segera ditarik oleh para petugas keamanan yang berjaga.Jonathan berusaha memberontak, namun kekuatan orang-orang itu lebih besar darinya. Mereka membawa Jonathan menjauh dari meja pers."Hana! Ini aku, Jonathan!" teriak Jonathan sembari berusaha melepaskan diri. "Hana!" Yang diteriaki malah membuang mukanya, tidak ingin menatap Jonathan."Hana!" Jonathan mengerahkan seluruh tenaganya. Namun, pria-pria berba
Semua mata tertuju pada wanita yang tengah melangkah masuk ke dalam gedung itu.Mata elangnya menatap lurus ke depan. Dengan langkah kaki yang tegas, ia tampak akan memakan semua orang yang menatap ke arahnya. Ia tampak tidak asing, tapi ekspresi dan penampilannya yang modis membuatnya tampak berbeda kali ini.Semua karyawan sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat sekarang ini. Pimpinan mereka, Florentina Hana, yang selama ini diketahui telah menghilang dan dikabarkan meninggal tanpa sebab, ternyata masih hidup.Media menjadi heboh dengan kemunculan CEO Deloxa itu. Sebagian dari orang-orang yang berada di dalam gedung itu tampak takut, ada pula yang heboh dan segera mengabadikan momen itu lalu mengunggahnya ke sosial media.Hana melewati kerumunan manusia yang sedang memotret dirinya itu. Tatapan tajam ia lemparkan pada mereka. "Apa kalian ingin dipecat?" Para karyawan langsung berhenti mengambil gambar dan tampak menundukkan kepala."Saya aka
Jari-jari Jonathan meremas setir mobil dengan kuat. Ia tampak gelisah. Bayangan wanita yang melewatinya tadi sore benar - benar menghantui kepalanya. Mungkinkah Hana masih hidup? Lalu siapa wanita di peti yang ia tangisi itu? Ya, Tuhan … ini semua benar-benar gila!"Apa yang sedang papa Jonathan pikirkan?" tanya Axel di sampingnya.Jonathan menoleh, menatap anaknya itu. "Axel, apa kamu percaya dengan keajaiban?"Axel mengangkat alisnya, "Keajaiban?"Jonathan mengangguk."Hm. Axel percaya. Mama selalu mengatakan; tidak ada yang tidak mungkin selama Tuhan berkehendak," jawab anak itu polos.Jonathan terdiam beberapa saat. Lalu tiba-tiba ia berkata, "Apa Axel percaya jika mereka yang telah meninggal bisa hidup kembali?""Itu bisa saja, Papa.""Apa Axel percaya jika mama Hana telah meninggal?" tanya Jonathan lagi."Kenapa papa Jonathan tiba-tiba bertanya seperti itu?" sahut Axel penasaran.Jonathan menggeleng,
"Ada apa, Papa?" tanya Axel kepada Jonathan yang menggantungkan kalimatnya.Jonathan terkesiap. Ia menatap Axel, "Papa hanya … tadi ..." Ia menoleh lagi ke arah wanita itu. Dia berlari menjauh dari mereka. Wanita itu seperti sedang ketakutan. Apakah yang ia lihat barusan adalah hantu? Atau ia sedang bermimpi? Wajahnya benar-benar mirip.Tidak, itu pasti bukan Hana. Jonathan menggelengkan kepalanya. Ia pikir itu hanya halunasinya saja karena terlalu sering memikirkan Hana. Hana yang ia kenal telah meninggal."Papa Jonathan?"Jonathan tersadar dari lamunannya."Ada apa? Kenapa papa Jonathan hanya diam? Ayo kita pergi dari sini. Axel ingin pulang.""Axel," cegah Jonathan karena hendak berkata, "Axel tunggu sebentar di sini ya. Papa akan kembali lagi dalam lima menit." Usai berkata demikian Jonathan langsung berlari secepat mungkin mengejar jejak wanita tadi. Ia sudah kepalang penasaran.Jonathan berlari sembari mengedarkan matanya