Setelah pelepasan pertamanya, lima menit kemudian dirinya sudah kembali meminta pelepasan. Dewa sadar ada yang tidak beres dengan libidonya yang begitu tidak terkontrol ini. Pasti ada sesuatu hal lain yang memicunya. Dalam keadaan terengah-engah menahan nafsu Dewa langsung berlari ke kamar mandi. Dia menghidupkan shower dan berdiri di bawahnya. Dia berusaha mati-matian berdiri di bawah guyuran air dingin demi menurunkan sedikit gairahnya. Samar-samar dia teringat bahwa sebelum reaksi ini terjadi, dia sempat meminum tequila yang ditinggalkannya sejenak ke toilet. Dia juga teringat reaksi kebingungan Celine saat dia akan meninggalkan Club. Fixed, ini semua pasti ulah Celine yang mencampur obat perangsang ke dalam tequilanya. Perempuan satu itu memang gila! Dewa terus menerus membasahi sekujur tubuhnya dengan air dingin. Ia berdiri dibawah curahan shower yang terus mengalir deras demi untuk mendinginkan rasa panas dan gairahnya yang menggila. Dia kh
Ory memoles wajah cantiknya dengan kosmetik tipis-tipis. Mengoleskan sedikit liptint dan sapuan lembut blush on, serta sedikit highlighter di puncak hidungnya. Dikenakannya kaus putih tanpa lengan dengan jumpsuit berbahan jeans. Rambut indahnya dicepol tinggi ke atas ala-ala artis korea. Hari ini dia akan berbelanja beberapa alat-alat tulis untuk keperluan kuliah sekaligus juga membeli alat-alat lukis baru. Berhubung dia baru gajian, dia ingin sedikit royal khusus untuk hari ini saja. Dia memang memiliki warisan banyak dari almarhum ayahnya, tetapi Ory belum ingin menggunakannya. Entahlah kalau beberapa waktu ke depan. Nasib seseorang tidak ada yang tahu bukan? Biarlah untuk saat ini pengacara ayahnya yang mengurus segala sesuatunya.Dengan melompat-lompat kecil, Ory menuruni tangga kayu jati dari kamarnya menuju ruang tamu. Dia sudah janjian akan bertemu dengan Intan langsung di mall saja. Dari rumah Ory bermak
Ory begitu gelisah setelah menerima telepon dari Dewa. Ory merasa nada suara suaminya itu sudah naik beberapa oktaf dari biasanya. Saat ini ia tengah makan bersama dengan Ibell dan daddynya. Ia sudah berusaha menolak tadinya. Hanya saja Ibell terus memaksa, dan ia jadi tidak tega karenanya.Karena terus memikirkan Dewa, tanpa sadar sedari tadi Ory diam sembari memutar-mutar spaghettinya. Intan sudah pulang duluan karena ada keperluan mendadak katanya. Setelah tahu bahwa Dewa akan menyusul Ory ke mall, Intan segera mengiyakan saat temannya menelepon ingin menjemputnya. Ory merasa ada yang salah dengan Intan akhir-akhir ini. Ia banyak diam dan sering kedapatan sedang melamun. Yang lebih anehnya lagi, kadang ia juga tersenyum-senyum sendiri di depan ponsel atau langsung menjauh saat menerima panggilan telepon."Mommy, suapin Ibell dong. Kayak anak perempuan yang meja sebelah itu Mom, disuapin ibunya." Ibell
Malam ini Ory terpaksa masuk ke club elit ibukota tanpa minta izin terlebih dahulu kepada Dewa. Mau bagaimana lagi, Intan yang sedang galau segalau-galaunya, meminta Ory untuk menemaninya. Intan mendapat info kalau Bayu sedang bersenang-senang di sini. Rupanya tanpa diketahuinya maupun Bima, Intan telah menjalin hubungan serius dengan Bayu.Baru saja masuk ke dalam club, jantung Ory seperti mau lepas akibat kencangnya suara musik. Memang susah kalau punya jiwa udik seperti dirinya. Karena saat orang bersenang-senang di sini, ia malah sesak nafas rasanya."Itu dia Mas Bayu, Ry. Ternyata memang sifat buayanya bener-bener telah mendarah daging. Tidak bisa berubah! Kebanyakan dijejelin janji nih gue sama itu kadal buntung!" Amuk Intan emosi.Ory hanya bisa menghela nafas, kala melihat Bayu sedang berbincang akrab dengan seorang seorang perempuan dan beberapa teman laki-lakinya. Intan merangsek maju. Ory juga
Ory meremas-remas kedua tangannya dengan gelisah. Nada suara Dewa saat di telepon tadi sudah menyerupai macan yang mengaum. Ory teringat pada saat peristiwa Dewa menjemput paksa dirinya di mall saat bersama Raven dan Ibell dulu. Walau dengan tangan berdarah-darah penuh luka, Dewa masih sanggup menggeretnya sepanjang jalan dan berakhir dengan percintaan panas mereka berdua. Dan Dewa melakukannya dengan tangan penuh luka yang seperti tidak dirasakannya. Bagaimana dengan kemarahannya kali ini? Ory ngeri sendiri membayangkannya.Decit suara ban mobil yang direm mendadak, membuyarkan lamunan Ory. Rendra dan Dewa turun dengan langkah-langkah lebar dan tergesa. Mati aku kali ini! Batin Ory. Dewa menatap Ory sekilas tapi menyeluruh. Ia kemudian menghampiri Elang yang sedari tadi sudah menatap lekat-lekat dua pria dewasa di depannya."Benar mereka berdua ini suami dan kakak kamu, Dek? Sepertinya mereka terlalu tua untuk menjadi suami dan k
Inhale exhale. Ory berulang-ulang kali menarik nafas dan membuang nafas, sebelum bergabung dengan Intan di barisan nomor empat. Dia meringis sendiri melihat betapa straightnya wajah-wajah para seniornya di kampus ini. Ory sengaja berbaris di barisan paling belakang. Ia menghindari pemandangan tidak enak dari wajah-wajah para senior yang sepertinya begitu bersemangat untuk balas dendam dengan para juniornya ini. Dulu saat mereka masih menjadi MABA, pastinya mereka juga dikerjain habis-habisan oleh para seniornya. Mungkin saat ini mereka membuat OSPEK ini menjadi semacam ajang balas dendam atas penderitaan mereka terdahulu."Eh kamu yang berdiri di barisan keempat paling belakang, silahkan maju kedepan!" Ory yang sedang bengong karena bosan mendengar ceramah sari salah satu seniornya ini, kaget saat Intan mendorongnya ke depan."Apaan sih lo, Ntan dorong-dorong gue!" Ory menepis tangan Intan yang mendorong
Ory melenguh pelan saat merasakan kepalnya berputar-putar bagai kitiran. Suara cuitan burung-burung kecil bergema di sekeliling kepalanya. Mata bulatnya perlahan-lahan terbuka. Ia disambut dengan pemandangan serba putih di ruangan kesehatan kampusnya. Memorinya membentuk kepingan puzzle yang perlahan-lahan menyatu satu demi satu. Ia ingat kalau ia mendadak pusing saat sedang menjalani hukumannya."Kamu sudah sadar? Ayo minum dulu teh manis ini, untuk memulihkan tenagamu." Ory merasa punggungnya disanggah oleh satu lengan kuat, dan satu lengan lagi memegang gelas yang berisi teh manis hangat. Lengan kuat itu meminumkan teh manis dengan lembut pada Ory."Kamu ini, sudah tahu sedang mengikuti OSPEK, malah datang ke sini dengan perut kosong. Bagaimana kamu tidak pingsan coba? Suhu tubuh kamu juga panas sekali."Dia si ketua BEM yang kalau tidak salah bernama Arkan, memegang lembut kening dan leher Ory dengan punggung tangannya
Ory mengikat tali sepatunya yang terlepas, akibat terinjak kaki sesama MABA yang berlarian. Mereka semua berhamburan dari barisan, saat mendengar seruan istirahat dari para senior mereka. Ternyata perut lapar dan kelelahan bisa memperlihatkan sifat asli seseorang. Misalnya saja, Ayu dan Kartika. MABA yang sifatnya terkenal santun dan lemah lembut pun bisa berubah beringas. Mereka berdua menerobos barisan demi mendapatkan tempat duduk dan sepiring nasi goreng di kantin. Tika bahkan sanggup mendorong tubuh Victor yang tinggi besar, saat dirasanya menghalangi jalannya menuju kantin. Saat-saat istirahat begini, mengisi perut di kantin memang membutuhkan perjuangan.Ory meringis saat merasa perutnya perih karena lapar. Tadi pagi dia memang membawa bekal dari rumah. Tapi bekalnya malah ketinggalan dan dibawa pulang lagi oleh Mang Jaja. Ory yang merasa kasihan kalau si mamang harus balik lagi hanya kotak bekalnya, menjadi tidak tega. Akhirnya Ory mengatakan pada
Ory yang baru saja tiba di gerbang rumah, heran melihat ada dua mobil mewah yang terparkir di sana. Yang berwarna hitam sih dia tau itu milik Dewa. Sedangkan yang putih dia masih asing melihatnya. Mungkin relasi atau salah satu family Dewa yang sedang berkunjung."Hiks... hiks... saya tidak bohong Ma. Saya memang sedang hamil anak Mas Dewa. Mungkin Dewa tidak mengingatnya karena saat kami melakukannya kami berdua sedang dalam keadaan mabuk berat. hiks... hikss..."Brukkk!Ory yang tiba di ruang tamu menjatuhkan tas ranselnya. kaget mendengar pengakuan Celine soal kehamilannya dengan Dewa. Ory tahu bahwa jauh di lubuk hatinya, Dewa masih amat sangat mencintai Celine. Walaupun bila bertemu muka di tempat umum Dewa selalu bersikap wajar. Tapi Ory tahu, Dewa kadang menatap Celine diam-diam tanpa yang ditatap merasakan. Tapi Ory tidak menduga kalau hu
"Bar, kamu kapan sih menikah Nak? Mama sudah kepengen sekali menggendong cucu dari kamu. Michellia aja anaknya sudah mau dua. Masa kamu kalah sama adikmu, Bar? Umur kamu juga udah tiga puluh tahun, lho. Mama kadang heran, papamu itu dulu, pacarnya di setiap sudut kota ada. Di setiap tikungan rumah juga ada. Lah kamu, umur segini juga pacarannya cuma satu kali. Perempuan di dunia ini tidak semuanya sama seperti Diandra, Bar. Nggak semua nya materialiatis. Atau kamu mama jodohin mau?" Ory yang sudah putus asa ketika melihat anak sulungnya masih betah melajang diusianya yang ke tiga puluh, mulai berpikir untuk menjodohkan anaknya dengan salah satu anak dari sahabat-sahabatnya. Akbar yang hanya pernah pacaran sekali saja dengan Diandra Sasmita, teman sekampusnya selama tiga tahun. Dan ternyata pada tahun ketiga itulah, Diandra tiba-tiba meminta putus dari Akbar, dan menikah dengan seorang duda seusia ayahnya karena faktor harta. Semenjak itu Akbar merasa kalau wanita itu
Dewa akui dia bukanlah orang yang baik-baik amat. Dosanya masih bleberan ke mana-mana. Ibadah pun sekedarnya saja. Dalam doa rasa-rasanya dia tidak pernah meminta apa-apa. Tapi saat ini, untuk pertama kalinya, dia sungguh-sungguh berdoa kepada yang Maha Kuasa, untuk keselamatan istri dan anaknya. Untuk pertama kalinya juga, dia bisa merasakan bagaimana seseorang bisa mencintai orang lain, melebihi cintanya pada diri sendiri.Dewa mulai membaca ayat kursi satu kali, surat al-A'raf ayat 54 dan surat Al-Falaq satu kali. Tidak lama kemudian Ory pun sampai pada bukaan terakhir dan mulai mengejan."Ahhhhhh! Ya Allah!" Ory mulai mengejan sekuat tenaga. Rasa sakitnya bahkan sampai membuatnya tidak malu lagi untuk menjerit sekuat-kuatnya."Ayo mulai lagi, tarik napas, mulai!" Dokter Ajeng memberi aba-aba." Ya Allah, sakit ya Allah!" Di tengah perjuangannya melahirkan anaknya ini, tiba-tiba Ory terbayang i
Ory mengaduh kesakitan saat hendak meraih remote tv di kamarnya. Sebenarnya dari dini hari tadi, perutnya terus saja berkontraksi. Tetapi Ory tidak menganggapnya serius, karena dokter kandungannya mengatakan kemungkinan besar ia baru akan melahirkan satu minggu lagi. Ory mengira rasa mulas di perutnya itu adalah akibat dari memakan rujak yang pedas semalam."Auchh... sshhh..."Namun semakin lama, kontraksi mulasnya makin konstan ritmenya. Ory merasa dia mulai berkeringat dingin. Saat ini tidak ada seorang pun di rumah, karena kedua mertuanya tengah menjenguk eyang Dewa yang sedang sakit. Pembantu rumah tangga dan Mang Jaja, supirnya, tengah berbelanja kebutuhan rumah tangga ke supermaket. Dewa pada jam seperti ini tentu saja masih di kantor. Bahkan Satpam di depan rumah pun tadi pagi meminta izin pulang, karena anaknya menjadi korban tabrak lari saat akan berangkat ke sekolah. Dan saat ini sang Satpam tengah mengurus anaknya di rumah sakit
Malam pergantian tahun akan segera berganti dalam hitungan menit. Raven sengaja membuat perayaan old and new dengan seluruh staff karyawan maupun buruh pemetik teh hariannya. Dia ingin semakin mengakrabkan diri antara dirinya sebagai pemilik perkebunan dengan semua pekerjanya yang berasal dari segala lapisan. Suara musik, tawa riuh, berbagai macam makanan dan minuman tumpah ruah dalam kemeriahan pesta. Ory yang akhir-akhir ini begitu mudah lelah karena perut besarnya, menghempaskan pinggulnya di sebuah ayunan yang khusus dibuatkan Raven untuknya. Ada dua ayunan di sana. Satu milik Ibell dan satu lagi miliknya. Tiba -tiba Ory melihat satu bayangan gelap tampak di belakangnya. Ory kaget dan menoleh cepat sambil bersiap-siap lari. Horror juga malam-malam di tempat sepi begini."Ry....Ory, jangan takut. Ini Mas Ry." Dewa langsung menangkap lengan Ory saat melihat kaki Ory sudah menekuk, siap untuk berl
BUGH! BUGH! KRAKKKK!Suara daging yang saling bertumbukan dan tulang patah, terdengar di seantero ruangan. Ruang tamu yang tadinya rapi sekarang lebih menyerupai kapal pecah. Raven yang sudah babak belur dan berdarah-darah ternyata tidak menyerah begitu saja dihajar oleh Dewa. Mereka berdua saling bergumul dan bergelut dengan amarah menggila."Udah! Udah lo bedua! Udah gue bilang! Pada mau mati lo bedua? Fine, gue sih nggak masalah. Asal lo-lo bedua duelnya jangan di depan mata gue. Gue nggak mau repot jadi saksi kematian lo bedua!" Bima dengan napas terengah-engah, berusaha menahan laju tubuh Dewa yang ingin terus menerjang ke depan.Butuh dua orang satpam ditambah Bayu dan Rendra untuk menahan laju tubuh Dewa, yang hari ini seperti mendapat kekuatan ekstra. Dewa mengamuk seperti orang gila akibat kemarahannya.Sedangkan Bayu dan Rendra juga berusaha sekuat tenaga, menahan tubuh Raven ya
Delapan bulan kemudian.Hingar bingar alunan musik remix terdengar di salah satu club elit ibukota. Para pengunjungnya bergoyang seksi-seks panas bersama. Mereka menghilangkan kepenatan dan kejenuhan setelah seharian bekerja. Di salah satu ruang VVIP, tampak Dewa dan kawan-kawannya tengah duduk santai menikmati serunya suasana. Di saat teman-temannya mengobrol hebohnya, Dewa duduk acuh sembari memainkan ponselnya. Bima yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedari tadi dipandangi Dewa di ponselnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Bima meringis setelah mengetahui apa objek yang membuat sahabatnya ini tenggelam dalam dunianya sendiri. Ternyata sedari tadi Dewa terus memandangi galeri photo yang kesemuanya adalah wajah close up
Ory baru saja menyelesaikan makan siangnya dibantu oleh Bik Asih, saat pintu ruang rawat inapnya terbuka. Dua orang yang sangat dikenalnya muncul. Ya, sepertinya Dewa datang dengan membawa bukti hidup yang semalam dikatakannya. Dewa berdiri tegak di depannya dengan Celine yang menggelendotinya seperti seekor anak koala."Ory... Mas ma-""Cukup, Mas. Mas tidak perlu melanjutkan kata-kata Mas lagi. Ory sudah mengerti dan menyetujui apapun keinginan Mas sekarang. Ory juga akan menunjuk Pak Firman sebagai kuasa hukum Ory. Jadi kita berdua tidak perlu lagi saling bertemu di persidangan. Besok pagi, Bik Asih akan mengambil barang-barang pribadi Ory dari rumah Mas. Ory akan pastikan semua akan berjalan seperti yang Mas inginkan. Kalau tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Ory ingin istirahat sekarang. Kalau mau keluar jangan lupa pintunya ditutup lagi ya, Mas. Selamat siang Mbak Celine Mas Dewa."Ory pun segera memaling
Pintu UGD yang terbuka tiba-tiba mengejutkan Dewa dan Rendra. Mereka berdua bergegas menyambut kedatangan dokter yang menunjukkan air muka resah."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter? Apakah ada luka dalam serius yang dialaminya? Tadi kepalanya mengeluarkan banyak sekali darah!"Dengan suara terbata-bata Dewa yang cemas luar biasa langsung mendatangi dokter yang menangani istrinya."Pasien kehilangan banyak darah akibat benturan keras di kepala dan tulang bahu yang bergeser. Selebihnya hanya luka-luka luar akibat bergesekan dengan aspal. Saat ini pasien membutuhkan transfusi darah golongan AB yang agak langka. Sementara stok darah golongan AB di rumah sakit ini dan PMI kebetulan juga dalam keadaan kosong. Apakah ada keluarga pasien yang memiliki golongan darah sama yang bisa menjadi pendonor untuk pasien?""Kedua orang tuanya sudah meninggal dan kebetulan pasien ini anak tunggal. Golongan darah kami sekel
"Mas, apa Mas sungguh-sungguh mencintai Ory?" Dewa mengernyitkan keningnya mendengar istrinya menanyakan hal yang sebenarnya tidak perlu untuk dipertanyakan lagi. Bahkan cicak di dinding dan Tobi si ikan arwana yang seumur hidupnya di aquarium pun tahu, kalau ia cinta mati dengan istri ciliknya ini."Pertanyaan macam apa itu Ry? Mulut Mas bahkan sampai pegel terus menerus bilang kalau Mas cinta sama kamu.""Tapi mengapa Mas tidak pernah mengatakannya di depan orang lain? Kenapa Mas selalu menghindar kalau ditanya oleh teman-teman Mas, apakah Mas mencintai Ory? Mas gengsi dan tidak mau mengakui mencintai Ory di depan orang lain dan cuma mau mengatakannya saat berdua dengan Ory? begitu?" Suara Ory mulai bergelombang karena Dewa seolah-olah malu kalau diketah