"Astaga, kenapa kita terpisah dengan yang lain?".
"Jangan tanya saya, Ayu".
"Padahal gue sudah membuntuti Yongki sejak kemarin. Sekarang jadi sia-sia, uhuhuhu," rengek Ayu.
"Lebih baik tidak ada ikatan romasa antar sesama anggota, untuk menjaga profesiona..".
"Jimi tadi siang diperiksa auditor karena memberitahu keluarganya perihal Agora."
"Oh ya? Hari ini jadwalnya bang Fathan kan? dia pasti meme.."
"Dan Jimi sudah diperiksa oleh Lidya.. 15 Menit," Ayu terus memotong ucapan Kida. Namun ucapan itu seperti sambaran panah ke hati Kida. Begitu mendengarnya, detak jantungnya seakan terlewat sekali.
"Non S-T-O-P" tambah Ayu lagi. Kali ini ucapannya sudah mengenai psikis Kida, yang tadi berdiri kemudian jatuh berlutut.
"Ka, kamu bercanda kan, Yu? Kan ada Bang Fathan di rua.." belum selesai Kida bicara, lagi-lagi Ayu memotongnya.
"Bang Fathan mengejar Afif yang bersama Jimi di saat bersamaan," potong Ayu lagi. Kida jat
Di gerbong depan, Jimi bertahan adu kekuatan dengan Zeta. Jimi bertarung menggunakan martil Zeta, sementara Zeta masih menggunakan tang dan kunci inggris yang belum mengeluarkan kekuatan maksimalnya. Namun kekalahan Mustang nampaknya berpengaruh kepad Zeta. "Ugh!" keluh Zeta seraya melepas kunci inggris dan memegangi kepalanya. Jimi tidak mengendorkan kesiagaannya dan tetap menatap Zeta. Namun saat Zeta masih memegangi kepalanya, akhirnya Jimi menyeka wajahnya yang dipenuhi dari dari dan kepalanya. "Kenapa Zeta? siap menyerah?" tanya Jimi meledek. "Kalian ludensia, memang kutukan bagi kami. Tapi apa kamu tahu kemana kereta ini mengarah?" Zeta berusaha memancing Jimi. "Gue ga urus dengan arah kereta. Selama kalian kalah, kereta ini akan berhenti bukan?". "Bocah. Simpan energimu. Saya merasakan ada kekuatan Contus yang berkurang. Sepertinya salah satua antek berhasil dikalahkan teman-temanmu," ujar Hanuman tiba-tiba. "Antek Contus? mungk
"Gue ga harus hentikan? tapi cara apa lagi yang bisa gue lakukan?" Jimi diselimuti kebingungan. Zeta menangkap sinyal tersebut dan mulai menggertak Jimi. "Waktumu sudah habis bukan?" Zeta mengeluarkan senyumnya untuk pertama kali. Jimi paham ia keliru dengan menunjukkan raut wajanya yang cemas. "Sebentar, selain jurusan bekasi - kota, ada kereta yang berasal dari Pasar Senen mengarah ke bekasi. Itu jalur yang berbeda, lantas dimana penggantian jalurnya.. ah! jatinegara!" Jimi berpikir cepat dan sudah menemukan harapan baru, namun ia masih tetap harus menghadapi Zeta untuk dapat menuju gerbong masinis. "Hanuman, kekuatanmu besar dan berat sekali, seakan energi gue terkuras lebih cepat!" ucap Jimi. "Ada gerbang lain dari kekuatanku yang kamu buka, akibatnya karena kita belum pernah melatih ini, staminamu belum terbiasa," jawab Hanuman. "...artinya jika bentuk jilatan api ini gue hentikan tiba-tiba, belum tentu bisa gue aktifkan lagi. bukan begit
"Sekilas saya menyangka kekuatanmu jauh melebihi bocah tadi dan dua perempuan yang berada di gerbong depan. Tapi, saya salah menilai," ucap Contus jumawa. Di depannya berdiri dengan kuda-kuda yang goyah. Yongki dan Contus sudah bertarung selama 30 menit dan selama itu Yongki berada di posisi sulit. Kini ia berdiri setengah tertunduk dengan tubuh dan wajah babak belur. Yongki melakukannya bukan tanpa alasan, selain kemampuan turunan Yongki yang kurang cocok dengan lingkungan gerbong tertutup, namun juga Contus memiliki taktik yang unik untuk mengacaukan ritme bertarung Yongki. "Terak sialan ini selalu berhasil membuat gue tertawa, gawat! apa gara-gara kebanyakan nonton ngelaba[1] mungkin," pikir Yongkin. Tongkat ia bawa sedari tadi masih ia genggam hingga sekarang. "Hei terak!.. maaf, maksud gue Contus," panggil Yongki, mendengar nada bicara yang tidak biasa, Contus segera memperhatikan. "Kenapa menghipnotis Kani? kalau ingin membalas dendam,
"Jacob. Jacob. Ada burung kedasih datang, lo tahu sesuatu?" tanya Marzuki yang sedang duduk atap sekolah bersama dengan dua orang lagi. "Ayu mengikuti Yongki, sepertinya urusan ga jelas. Namun di arah yang bersamaan gue melihat Kida mengekor anak baru," jawab orang yang dipanggil Jacob itu. Penampilannya rapi dan tubuhnya wangi. Meski kulitnya agak gelap, namun dengan padanan yang tepat, ia tampil sangat menawan untuk ukuran seorang remaja putra. "Jimi Bandri?". "Sepertinya begitu," jawab Jacob yang kemudian bersiap menerima pendaratan burung Kedasih. namun belum mendarat, burung tersebut berkicau dengan nadanya yang khas. "Mobilisasi.. Total.. Stasiun.. Jatinegara.. Delapan.. Malam.. Kuk kuk kukukuuukk" ciut burung kecil itu di udara. Jacob dan Marzuki terkejut mendengar berita itu. "Jacob, Advance. Gue siapin seluruh brigade dan beberapa anggota penolong," ucap Marzuki seraya berdiri dan bersiap pergi. "Juk, ga perlu bawa ge
***"Namamu Ayu bukan, sini kubantu,"Ajakan itu ga bakal saya lupakan, setelah 2 tahun bersama-sama di SMP. Meski kami sangat minim berbincang, namun akhirnya dia memanggil namaku. Kak Indri, majikanku di toko kelontong memberi tahu jalan menuju SMK yang saya tuju tidak melulu aman. Kadang-kadang ada begundal yang anti dengan pengidap sindrom ludens seperti saya.Setelah mengajukan cuti untuk mendaftar ulang, Kak Indri memeluk saya erat. Ia mengucapkan lagi ucapan selamat karena berhasil diterima di sekolah yang baik dengan beasiswa. Saya tidak akan lupa pertemuan pertama kali di depan toko itu saat saya masih kecil. Kak Indri datang dengan sebuah handuk."Kamu sakit dan dengan matamu yang kuning itu, tidak akan ada rumah sakit yang akan merawatmu," katanya waktu itu dengan wajah serius. Saat itu karena ketakutan, saya memilih berlari.Saya tidak tahu berapa lama saya berada di jalan, dipikul, dihina dan didera. Saya tidak sendiri namun mereka tid
[gerbong masinis] "Gila! itu binatang apa!?" Jimi terkejut yang melihat dari kejauhan perubahan bentuk Contus menjadi besar. "Jimi. Tunggu sebentar, mari kita pikirkan strategi," ajak Hanuman, namun kali ini tangannya menepuk pundak Jimi. "Hanuman, kamu sudah mau melihat ke arah gue?" Jimi senang merasakan ada perubahan dalam hubungannya dengan Hanuman. "Kita kesampingkan itu dulu, anggap dengan kekuatanmu, keberadaan saya semakin tebal dan makin mudah dirasakan," balas Hanuman. "Kita berhasil mengulur waktu, tapi kereta ini membawa banyak sandera. Contus pintar dengan menempatkan seluruh sandera di gerbong depan," sambung Hanuman. Jimi menidurkan Kani yang rupanya pingsan karena kelelahan, dahinya berkeringat namun nafasnya stabil. ia juga melihat gerbong depan yang memang dipenuhi cukup banyak penumpang yang seluruhnya tertidur atau pingsan. "Contus tahu jika kita memotong gerbang depan, maka gerbong di belakangnya akan berhe
"Panas banget!" ucap Ayu yang tidak terasa membakar sedikit maskernya. Yongki dengan cepat merangkul dan menutupi wajah Ayu. Kida juga merasakan rasa panas namun memilih menahannya karena ada tugas yang perlu ia lakukan saat semburan api ini berkurang."Jimi! tangkap ini!" Ayu melempar sebuah kapak besar yang tadi ia gunakan untuk mengalahkan Mustang. Ia tidak tahu di mana Jimi berada karena saat ia melihat ke arah gerbong dimana Contus berada, ruangan itu masih diselimuti api yang membara.Berkat serangan Ayu terakhir, Contus masih bergerak sangat lambat dalam merespon serangan api Jimi. Namun sepertinya serangan api Jimi tidak berpengaruh pada Contus."Dapat! Terima kasih mba Kida!" teriakan Jimi terdengar jelas oleh Kida, menghapus kekhawatirannya seketika."Yuda!" Teriakan Jimi terdengar kembali, kali ini disusul oleh suara tebasan yang membelah daging dan erangan Contus."Teriakan Contus!? Jimi mampu melukai Contus!" seru Yongki. Ia kemudian m
Yongki menunjukkan kapasitasnya dalam mengatur strategi. Meski kemampuan Contus yang masih misterius pasca serangan terakir, Ia berusaha merakit informasi yang dimiliki seluruh pihak. Seluruhnya memperhatikan secara serius, Ayu sesekali melirik melihat kepulan asap yang sesekali bergerak di arah Contus."Mba Kida, engga lebih baik kamu ikut bergabung di sini?" tanya Jimi yang memperhatikan Kida malah asik mengeluarkan dan menginvetarisasi bermacam senjata yang ia bisa keluarkan entah dari mana."Tinggalkan dia, Jimi. Kida mungkin adalah sangat sedikit dari mangata yang mampu melakukan banyak hal secara sekaligus," ucap Yongki. Jimi terpukau dengan pernyataan itu, namun ia mencoba meledek."Baik bang. Saya perhatikan wajah Mba Kida yang sedang serius sangat cantik juga.." celetuk Jimi. Tiba-tiba sebuah pisau besar terjatuh dari pegangan Kida, membuat seluruh orang menoleh kecuali Ayu yang membuang muka dan menahan tawa."Haah.. Sudah, jangan ganggu seniorm
[Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per
Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.
[Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa
[Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo
[Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao
Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng
[Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.
[Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y
[Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M