“Kau harus segera membawaku pulang. Aku tidak ingin bertemu dengan mereka berdua.” Elang memprotes pada Dimas, sesaat setelah Bu Yasmin dan Pak Anshori pergi dari ruangan itu. Perih karena tusukan di perutnya terkadang masih menyiksanya.
Dimas mengurut keningnya sendiri. Dia tau hal seperti ini akan terjadi. “Apa yang kau takutkan? Apa kau takut akan merindukan ibu kandung yang kau benci?” Bukankah itu sebuah tantangan?
Mata Elang melotot. Dari awal dia memang sudah tidak menyukai Dimas. Dokter muda itu terlalu berlebihan saat ingin melindungi Aru. Pertemanannya dengan Aru juga sangat dekat. Rasa cemburu yang membakar hati Elang direpresentasikan dalam bentuk kebencian.
“Aku sama sekali tidak takut untuk merindukan seseorang,” dengus Elang. “Satu-satunya hal yang kutakutkan adalah jika temanmu yang sakit-sakitan itu harus kembali ke sini karena orang-orang di sekitarnya sadar bahwa aku bukanlah dia.”
D
Kaget, tentu saja. Bela hanyalah seorang gadis berusia delapan belas tahun yang sangat mencintai suaminya. Saat melihat perubahan suaminya begitu drastis, terkadang dia ingin mengangkat tangan dan menyerah.Tapi dia sudah berjanji akan menemani Aru di saat susah dan senang.‘Benar, Bela!’ ucapnya pada dirinya sendiri. Dia mengusap matanya, menyingkirkan air mata yang nyaris tumpah. ‘Kau harus bertahan. Saat ini Mas Aru tidak mengenal siapa dirimu. Dan mungkin dia merasa sangat sulit karena tidak bisa mengingat apa-apa. Kau harus bersabar. Kau sudah berjanji untuk menemaninya di kondisi apa pun.’Keputusan itu akhirnya menguatkan Bela. Gadis itu mendongak sembari tersenyum riang. “Aku membawa makanan untukmu, Mas.” Giginya berderet rapi. Bibirnya yang penuh seperti berkila
“Mas Elang kasihan ya, Mas?” Bela mengomel sendirian, saat dia sedang berberes buku-buku miliknya. Dia akan membawa buku itu ke kamar yang lain, tempat di mana dia akan tidur jika para anggota keluarga tidak berkunjung ke rumah mereka.Elang sudah memerintahkan Bela agar mereka tidur terpisah saja. Karena Bela maklum jadi gadis itu pun menurut. Kini Elang sedang berbaring di atas ranjangnya, sedang mendengarkan music sembari terlelap. Headset tersumpal di telinganya.Karena Bela mengira Elang benar-benar tidur dan mendengarkan music, maka dari itu gadis itu pun mengoceh sendirian. Dia tau Elang tidak suka Bela mengajaknya berbicara. Tapi sekarang toh Elang tidak akan mendengarkannya kan?Para anggota keluarga sudah pulang. Setelah mereka menikmati beberapa makanan yang dibuatkan Bela, dan setela
Bela menyiapkan sarapan. Meski dia khawatir dengan kondisi Elang akan tetapi dia menahan diri agar tidak bertanya apa pun. Berbagai masakan telah dia sediakan di atas meja. Ketika dia hampir duduk, dia ragu apakah itu pilihan yang tepat atau tidak.“Tapi Mas Aru bilang aku hanya tidak boleh bicara dengannya kan? Itu berarti aku boleh duduk dan sarapan bersamanya kan?” gumamnya.Elang sudah membaik. Dia sudah bisa berjalan dengan tegap walau jika gerakannya melebihi seharusnya maka dia akan merasakan nyeri pada luka di perutnya. Itu sudah cukup. Dia sudah mengalami perkembangan yang signifikan.Diam membisu, Elang tidak berbicara saat melihat Bela atau saat gadis itu menyendokkan beberapa masakan di atas piringnya. Dia seperti berada di meja makan sendirian dengan seorang pelayan yang
Namanya Randy. Usianya tidak jauh berbeda dengan Bela. Tapi rasa suka yang dia pendam untuk Bela sudah berlangsung cukup lama. Apalagi dia sempat menjadi teman masa kecil Bela, saat dia masih tinggal di desa yang sama dengan gadis itu.Kini Randy pindah rumah, masih di Malang tapi di wilayah kota. Hal itu sempat memisahkan hubungannya dengan Bela. Apalagi saat itu usianya masih sekitar delapan tahunan. Seorang gadis cantik dan lucu yang dulu mampu menggetarkan hatinya tidak bisa dia temui lagi.Sampai kemudian saat dia masuk di bangku SMA, pertemuannya dengan Bela mengantarkannya untuk memercikkan cinta masa kecil yang rapuh tapi berakar kuat. Tidak sulit baginya untuk terpesona lagi pada Bela.“Ran, setelah kamu pulang dari pertemuan di sekolah hari ini kau akan pergi ke mana? Kalau aku rencananya akan pul
Wandi akhirnya datang. Dia melambaikan tangan seperti orang tak berdosa. “Hoi!” katanya. Dia bahkan masih cengengesan seolah-olah dia tidak merugikan siapa pun. Kulitnya yang sawo matang terlihat lebih gelap meski baru beberapa hari libur sekolah.“Kalian pasti sedang menungguku ya?” lanjutnya. Dia menyenggol Randy yang sedari tadi cemberut. Dia paham apa yang terjadi, akan tetapi dia memilih untuk tidak ikut campur. Dari awal dia tidak setuju mengenai penipuan kecil-kecilan ini. Sekarang jika saja dia diminta untuk melakukan sesuatu, maka mungkin dia tidak akan menurutinya.Aduh, tapi Susi terlalu cantik iya kan? Sekretaris itu sudah mampu memikat hatinya sejak pandangan pertama. Kini Susi memandangnya seperti memelas. Mata yang melebar seperti anak anjing yang lucu.“Wandi,&r
BAB 31“Wah, hari ini seru sekali, iya kan?” Kenzo menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Sementara tangannya sibuk mengaduk minuman dingin miliknya. “Semuanya berjalan dengan lancar. Kita benar-benar telah membuat kenangan yang sangat indah bersama. Terimakasih semuanya.”Mereka selesai bersilaturahmi ke rumah semua guru yang mengajar mereka. Perjalanan panjang mereka tempuh. Tapi sepertinya mereka tidak lelah sama sekali. Hanya beberapa anak introvert yang terlihat kewalahan. Akan tetapi mereka tidak memiliki daya untuk memperlihatkannya.“Bagaimana menurutmu, Bel? Apakah hari ini kau bersenang-senang?” Kenzo bertanya pada Bela.Bela mengangguk setengah hati. Dia sibuk m
Tio bersiul menggoda setelah melihat Bela masuk ke dalam rumah. “Bel, baru kencan ya? Aduh, sayang sekali Mas Aru tidak ingat siapa dirimu. Kalau aku jadi dia pasti aku sudah cemburu buta melihatmu bersama lelaki lain.”Bela hanya melirik sekilas pada Elang. Bibirnya bergetar dan gatal karena ingin segera menanyakan keadaan lelaki itu. Seharian ini ia pergi di saat Elang sedang sakit. Meskipun Tio tidak meneleponnya karena ada masalah, akan tetapi tetap saja rasanya dia khawatir.Alih-alih memperhatikan Elang, Bela pun bertanya pada Tony, “Mas Tio, sudah makan? Aku akan memasak makan malam sebentar lagi. Jika Mas mau makan di sini maka tidak apa-apa.”“Aduh, bagaimana sih? Aku akan menjadi obat nyamuk di antara kalian berdua dong.” Tio menggelengkan kepala sembari mengibas tangannya di udara.Elang yang sedari tadi terdiam tiba-tiba saja menyeletuk, “Makan saja di sini. Aku akan makan di dalam kamar.”
“Sepertinya kau menjaga Bela dengan sangat baik, terimakasih. Tapi kau tidak perlu khawatir tentang Tio. Kami seperti saudara, termasuk juga Bela. Mereka terlihat bersenang-senang iya kan?”“Bukan hanya itu saja. Istrimu tadi pergi dan pulang ke sekolah diantar oleh seorang anak lelaki. Mereka menganakan pakaian santai.”“Itu pasti Randy. Dia memang dekat dengan Bela. Aku juga tau dia menyukai Bela. Kau juga tidak perlu khawatir soal itu. Randy tidak akan melakukan apa pun, dia masih muda.”“Sial!” Elang membanting ponselnya di atas kasur. Emosinya meledak tak terkendali. Dia tidak ingat kapan terakhir kalinya merasa kesal karena apa yang dia lakukan tidak berjalan dengan baik. Mungkin akhir-akhir ini dia sering mengalami perasaan hal itu. Apalagi ketika pelariannya di Lombok dikacaukan oleh Aru.“Kenapa dia tidak cemburu?” berangnya sembari memandang ketus pada layar ponselnya, di ma
Meskipun pikiran Bela dihantui tentang alasan kenapa Elang marah-marah, gadis itu tetap bisa memasak dan menyajikan menu makan siang dengan baik. Bahkan dia sempat membuat beberapa menu tambahan, yang semuanya adalah menu kesukaan Elang.“Aku ragu Mas Aru masih memiliki selera yang sama atau tidak,” gumam Bela saat menata makanan di atas meja. “Tapi semoga saja usahaku membuahkan hasil yang manis. Aku ingin Mas Aru cepat mengingat kembali masa lalunya. Jadi aku akan menuntunnya dengan memberinya apa pun yang bisa membangkitkan kenangannya, termasuk makanan-makanan favoritnya.”Tapi sayangnya harapan Bela tidak serta merta menjadi kenyataan, karena Elang hampir tidak menyentuh makanan yang disajikan oleh Bela. Meskipun lelaki itu masih menyimpan dongkol di hatinya karena perbuatan Bela tadi pagi, tapi ada alasan lebih masuk akal kenapa Elang melakukan bentuk protes yang terlalu kentara. Ya, karena memang dia tidak menyukai makanan-makanan itu.“Semua ini makanan kesukaan Mas lho,” tegu
“Mas masih marah padaku ya?” tanya Bela, diam-diam mengawasi Elang dari tadi. Sekarang mereka sedang berada di dalam mobil untuk menuju ke rumah sakit, Elang akan check up hari itu.Sejak sarapan tadi, lelaki itu tidak terlihat bersahabat. Bahkan dia terkesan mengabaikan Bela, enggan memandangnya, dan enggan menjawab pertanyannya. Gadis itu tentu saja kelimpungan, bingung apa yang harus dia lakukan agar bisa menebus kesalahannya.‘Padahal aku hanya ingin memasak sarapan untuk Mas Aru, tapi dia justru marah begini. Apakah dia memang butuh tidur tadi pagi? Tapi biasanya dia tidak begini.’ Punggungnya lemah bersandar di kursi, wajahnya menunduk sedih karena Elang masih belum mau menjawab pertanyaannya. Sepertinya dia tau jawaban itu tanpa perlu mendapatkannya. Elang masih marah padanya.Akhirnya di sepanjang perjalanan mereka tidak bicara sama sekali, membuat sopir sewaan yang mengantarkan mereka menggelengkan kepala.‘Pengantin baru, pasti sering cemburu,’ pikirnya tanpa ragu.Beberapa
“Aku akan menciumu sekarang.” Mata Elang memandang kosong ke sekelilingnya, sementara matanya hanya dipenuhi oleh Bela, yang kini berdiri mematung dan bingung di depannya. Lelaki itu tidak peduli, otaknya kacau karena tidak bisa tidur semalaman, hanya karena dia memikirkan tentang ciuman mereka berdua.Sebenarnya ini bukan ciuman pertama milik Elang, mengingat dulu beberapa wanita murahan melompat dan mencium bibirnya tiba-tiba. Akan tetapi ciuman dengan Bela yang paling berkesan, satu-satunya ciuman yang dia ingin untuk diulangi lagi.Wajahnya mendekat, mengamati mata Bela yang menjeratnya tanpa ampun. Haus yang merongrong di dalam jiwanya, seperti mengoyaknya dan menjeratnya. Yang dia inginkan hanyalah Bela, hanya gadis itu.Bibir mereka bertemu, bersentuhan seperti dua buah sutera yang ditumpuk, saling menekan dan mendorong, saling mencicipi dan saling mencintai. Bela menutup matanya, seperti mimpi, mencoba untuk memahami dan menarik kesadarannya lagi.Saat matanya terbuka, tubuhny
Rasa itu menggeliat dari perut Elang, mengular menuju ke dadanya, sehingga membuat jantungnya berdebar-debar. Bibir ranum Bela menyihirnya, memikatnya dengan cara yang sangat mengesankan. Bahkan lelaki itu tidak sadar dia tidak berkedip, bahkan lelaki itu tidak sadar sedang membuka sedikit mulutnya.Tangannya tiba-tiba saja terulur, jatuh di pipi lembut milik Bela, mengusapnya pelan.Gadis itu terlihat mendongak dan terhenyak kaget. Matanya yang lebar mengerjab berulang kali, memandangi kedua mata lelaki yang ada di depannya. Dia tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Mas?” tanyanya, dengan suara yang sangat lirih, serupa sebuah deru napas paling menentramkan.Elang memajukan wajahnya, menghempas udara kosong yang ada di antara mereka, melenyapkan ego yang selama ini bersarang di tubuhnya. Dia benci berdekatan dengan para wanita, akan tetapi saat ini dia justru bergerak untuk mendekati seorang wanita.Kepalanya miring, mencoba untuk menempatkan bibirnya dengan bib
Elang memutuskan untuk memasak makan malam, sama seperti apa yang sudah dia pertimbangkan sejak pagi tadi. Kebaikan Bela yang berkenan menunggunya semalaman di kamar yang sama agak membuatnya tak berdaya, dan kemudian dia menikmati kebersamaan mereka, tanpa mereka sadari.Kini sosoknya sedang sibuk di dapur, di tangannya berada wajan penggorengan. Untuk makan malam dia menyediakan menu ikan bakar, sebagai pengganti salmon bakar. Lalu dia juga membuat jus sebagai hidangan penutup.Bela tidak bisa berhenti menganga. Aru memang pandai memasak, akan tetapi dia tidak pernah ingat bahwa suaminya itu begitu mahir memasak berbagai hidangan, bahkan sampai bercita rasa seperti restoran bintang lima. Ini terlalu mendadak. Bela nyaris tidak percaya bahwa lelaki yang ada di hadapannya saat ini adalah suaminya.Untuk saat yang sangat singkat, dia nyaris mempertanyakan tentang identitas Elang. Namun dia segera mengurungkan niatnya.“Kenapa kau melamun?” tegur Elang, setelah melepas celemek di tubuhn
“Kau tidak bisa seenaknya untuk pergi bersama lelaki lain. Apa kau sudah lupa bahwa kau sudah menikah?” omel Elang pada Bela, masih belum mau menurunkan emosinya. Dadanya terlalu panas saat mengetahui Bela pulang bersama Randy, dengan kedekatan yang patut untuk dicurigai. Apalagi gadis itu keluar tidak meminta izin padanya terlebih dahulu.Dia selalu berkilah bahwa, ‘Aku melakukan ini agar Aru tidak menuduhku tidak bertanggung jawab saat bersama istrinya.’Tapi hey, sejak kapan Elang begitu peduli dengan pendapat kembarannya? Itu hanya kecemburuan, yang ditutupi dengan sangat bodoh.Bela mengernyit heran pada Elang. Ada sejuta pertanyaan yang disimpan di dalam pandangan matanya yang jernih. “Aku tadi ingin minta izin pada Mas, tapi ternyata Mas sedang tidur. Aku tidak ingin…”“Kau bisa menghubungiku kan?”Bela menundukkan kepala, seolah sedang diadili karena sebuah kesalahan yang sangat besar. “Nomor Mas yang lama kan sudah tidak aktif. Sementara aku belum tau nomor baru milik Mas.”E
Sore harinya Bela ingin keluar untuk membeli beberapa benang untuk merajut. Elang meminta khusus untuknya agar dibuatkan sebuah baju. Apakah ini mimpi? Apakah ini adalah salah satu tanda bahwa lelaki itu telah mengingat lagi tentang masa lalunya?Rasanya sangat bahagia, hari-hari yang berat akhirnya akan segera berlalu.Ada sebuah pesan dari Dimas.“Bel, jangan lupa besok jadwal check up Aru. Pastikan kau yang mengantarnya ya?”Gadis itu pun segera membalas pesan tersebut. “Iya, Mas, aku yang akan mengantar Mas Aru besok. Jangan khawatir.” Hampir saja dia menambahkan perkembangan terkini Elang, yang baginya, mungkin bisa dikategorikan sebagai tanda-tanda kembalinya ingatannya. Namun gadis itu menggeleng.“Mungkin besok saja aku bicarakan hal ini langsung pada Mas Dimas.” Bibirnya yang penuh dan cantik mengembang lembut. “Cinta memang tidak bisa membohongi siapa pun. Mas Aru bisa kembali mencintaiku karena memang adalah suamiku.”Logika yang agak aneh.Kali ini dia mengenakan setelan p
Sore harinya Bela ingin keluar untuk membeli beberapa benang untuk merajut. Elang meminta khusus untuknya agar dibuatkan sebuah baju. Apakah ini mimpi? Apakah ini adalah salah satu tanda bahwa lelaki itu telah mengingat lagi tentang masa lalunya?Rasanya sangat bahagia, hari-hari yang berat akhirnya akan segera berlalu.Ada sebuah pesan dari Dimas.“Bel, jangan lupa besok jadwal check up Aru. Pastikan kau yang mengantarnya ya?”Gadis itu pun segera membalas pesan tersebut. “Iya, Mas, aku yang akan mengantar Mas Aru besok. Jangan khawatir.” Hampir saja dia menambahkan perkembangan terkini Elang, yang baginya, mungkin bisa dikategorikan sebagai tanda-tanda kembalinya ingatannya. Namun gadis itu menggeleng.“Mungkin besok saja aku bicarakan hal ini langsung pada Mas Dimas.” Bibirnya yang penuh dan cantik mengembang lembut. “Cinta memang tidak bisa membohongi siapa pun. Mas Aru bisa kembali mencintaiku karena memang adalah suamiku.”Logika yang agak aneh.Kali ini dia mengenakan setelan p
Mata mereka bertemu, keju dan salju seolah meleleh mengelilingi mereka. Waktu seperti berhenti, detak jantung yang melambat karena kesadaran yang sempat hilang. Bibit cinta yang bersemi dari kuncup paling dasar, menjawil hati mereka secara pelan-pelan. Sampai kemudian lelehan itu memenuhi seluruh tubuh dengan nuansa hangat.Elang yang pertama kali sadar. Dia lantas memalingkan wajahnya sembari menarik tubuhnya mundur. Sementara Bela terlihat tidak terlalu naïf. Bagaimana pun dia sudah merasa menikah dengan lelaki yang ada di depannya itu. Jadi untuk apa malu-malu?Sebagai gantinya gadis itu justru sibuk memeriksa perban di tubuh Elang, khawatir jika terjadi sobekan yang baru. “Ayo kita periksakan saja ke rumah sakit, sekalian perbannya diganti dengan lebih baik.”Tapi Elang menolaknya. Wajahnya dibuat seolah dia tidak peduli, seolah dia lelaki paling dingin yang tidak pernah merasa gugup dan salah tingkah. Selama ini dia sukses melakukannya tanpa perlu berpura-pura. Tapi sekarang, sia