[Dion POV]
“Kita akan memantau lapangan proyek di sana sampai siang nanti. Dilanjuti makan siang. Lalu, Tuan Chyaton meminta saya untuk mengajak Anda bertemu dengan investor setelah itu.” ucapan Mr. Edward cukup membuatku kalang kabut dalm posisiku yang diam.
Aku menggerakkan tubuhku sejenak, terasa risih dengan posisi dudukku selama lima menit yang lalu. Kuda besi ini juga tidak lama berjalan membelah jalanan, membuatku harus menahan siksaan sesabar mungkin. Sepasang manik Leyna kupinjam untuk membaca deretan huruf untuk membuatku tidak berlaku bodoh saat di lokasi nanti.
Sedangkan, jiwa gadis itu bekerja sama denganku dengan mengirimkan pesan tentang seluruh kejadian yang terjadi kemarin seharian.
Perlahan aku mulai paham dengan arahan yang akan dibicarakan hari ini setelah membaca satu proposal selama di perjalanan dan bisa menghembuskan napas lega ketika melihat sekitar bahwa masih di jalanan besar, sekaligus tidak ada t
Berbeda dengan Leyna yang sudah siap dengan celemek di tubuhnya, tangannya sibuk memotong bawang putih secepat mungkin sembari melihat angka jam dinding. Dia harus segera mendapatkan sarapan dalam tiga puluh menit lagi. Granny baru saja bangun dan akan mandi. Lima belas menit kemudian, dia berhasil menyajikan sebuah oatmeal yang menjadi keseharian wanita tua itu. Dia kembali untuk mendapati sarapannya juga dan terhenti ketika melihat sesuatu yang tertempel di pintu kulkas. Choco pudding dessert Leyna tersenyum saat melihat sticky notes tertempel di pintu kulkas dibubuhi tulisan tangan laki-laki tersebut. Sepertinya, Dion berniat untuk membuat santapan penutup hari ini. Jiwa wanita itu membuka kulkas dan menemukan seluruh bahan-bahan yang diperlukan lengkap di dalam sana. Benar-benar ingin membuatnya. Maniknya kembali melihat ke arah jarum jam dan mendengus pelan. Dia tidak bisa menelepon Dion sekarang. Dia pastikan raganya di
Manik kecoklatan gelap itu melirik ke samping, wanita tua itu masih setia menyamankan dirinya di atas kursi rotan dengan mata yang menonton acara berita malam itu, semangkuk potongan apel dalam ukuran kecil di pangkuannya sebagai santapan penutup. Sama sepertinya yang memilih mendapati choco pudding malam ini. Setelah itu, dia kembali menyaksikan acara berita. Namun, tidak selang lima detik, Leyna kembali melirik ke samping. Rautnya yang terlihat kebingungan dan bibirnya yang mengatup terbuka tutup—ingin bersuara—berakhir memakan dessert kenyal itu. “Katakan, apa yang ingin kau ketahui?” tanya Granny Greisy yang menekan tombol remote TV. “Nggak ada, Granny,” katanya lagi. Namun, ketika melihat sang wanita tua itu terus mendiaminya. Dia kembali bersuara, “Sejak kapan Granny tahu?” Granny Greisy tersenyum tipis, “Sudah lama. Dua minggu yang lalu? Tepatnya setelah pulang dari pengadilan.” Leyn
[Dion POV] Daddy [Ada pertemuan penting akhir pekan ini. Daddy harap, kamu tidak membuat jadwal apapun untuk malam itu] Aku langsung mengetik senetral mungkin supaya tidak memberikan kesan negatif untuk Tuan Chayton. Leyna [Okay, Daddy] [Aku akan meluangkan waktu malam itu] Setelah memastikan pesan yang kuketik terkirim dengan sempurna, aku kembali melihat pemandangan Sundgridge yang sudah gelap dan jarang melihat penduduk setempat berkeliaran di bawah tiang lampu sudut jalanan yang menyala teram. "Apakah Anda ingin mampir untuk makan malam, Miss?" tanya Mr. Edward yang memecah keheningan setelah menyetir pulang ke apartemen. Minggu ini dihabiskan dengan keliling satu proyek dan aku baru sempat menghirup udara Sundgridge sore tadi saat berjalan kaki ke supermarket terdekat proyek. "Apa ada tempat jual ko
"Aku keluar untuk jogging dulu, Granny." Sedetik berikutnya terdengar suara pintu rumah yang berderit pelan dibuka dan ditutup kembali setelah Leyna keluar dari bangunan bertingkat dua sederhana itu dengan setelan training. Setelah menggerakan tubuhnya ringan--pemanasan--sebelum sungguh-sungguh olahraga pagi, jiwa wanita terperangkap di dalam tubuh pria itupun melakukan rutinitas paginya. Matahari Burk's Falls belum terlihat sedikitpun dan hanya disinari oleh lampu jalan, mungkin Leyna adalah segelintir orang yang susah payah membangunkan diri untuk melakukan aktivitas sesubuh ini. Sebuah benda berguling di ujung sepatunya menarik perhatian. Leyna mengambil benda tersebut, menyingkirkan debu yang ada, dan merengut bingung. Sebuah botol minum bergelindir di tangannya sekarang. "Hey, kamu yang memegang botol itu." Dia berdiri di dekat lampu jalan, beruntung dia masih bisa melihat siluet sang pemanggilnya. Melalui mata fisiknya Dion, dia
[Dion Addison POV] “Thank you,” kataku setelah mobil hitam ini terparkir apik di dalam wilayah gedung pusat pemerintahan sekaligus tempat tinggal Leyna selama ini. Supir yang ditugaskan untuk menjemputku dari stasiun membungkuk singkat sedangkan petugas yang lain mengambil barang-barangku di bagasi. Aku sudah ingin membantu membawanya. Dipkir-pikir, itu adalah barang-barangku semua, tidak enak hati untuk meminta orang lain membawanya yang terkesan berat. Namun, perkataan Leyna menjadi tuntunan langkahku beberapa saat ini. Menjadi salah satu keluarga pemimpin sama saja berarti kebutuhanku dipenuhi dengan baik, keamanan dan kemudahan semuanya tersedia dan dijamin. Tidak ingin terlalu lama berada di luar gedung, ujung rok yang menutupi sampai mata kaki terbang karena angin malam, tas kecil yang menumpuk di atas cardigan hitam yang dikancing rapat menutupi t-shirt body fit hitam. Langkah kaki ya
Dion masih setia mengerutkan dahinya sejenak, apalagi saat pria yang seperti berada di usia yang sama sepertinya yang asli menunjuk ke arahnya. Apakah dia dan pria ini pernah bertemu? Tatapannya dipalingkan meminta penjelasan dari Leyna menggunakan kode mata. Nyatanya, hanya sia-sia. Jiwa gadis yang terperangkap di tubuh laki-laki itu juga tidak tahu apapun tentang pria asing di depannya ini. “Anda, putri kedua dari Tuan Chayton?” tanya pria asing itu dengan ragu-ragu. Wajah sekitar pelipis pria itu dibanjiri keringat yang ditutupi oleh topi hitam yang dipakainya, menandakan kalau dia telah melakukannya lebih lama dan lebih pagi daripada mereka. Dion dengan ragu mengangguk mau tidak mau. “Sabtu lalu seharusnya kita saling bertemu saat acara pertemuan,” kata pria asing tersebut dengan tepat. Baik Dion maupun Leyna sontak membuka mulutnya tanpa suara. Terkuak sudah, ini dia pria yang menurut Quinza akan diperkenalkan dengannya untuk menjalani pe
"And one, and two, and three, four ... and one, and two, and three, and four ... watch out your legs and elbows. One more time, one and two and three and four. The best ending from your deepest heart ... okay! Let's take a rest for fifteen minutes." Dion langsung terkulai lemas di posisi berdirinya, kakinya diluruskan searah dengan tubuhnya yang terbaring lelah di atas lantai dingin, betisnya nyaris terasa tidak memiliki kekuatan lagi untuk menopangnya berdiri sangking terlalu lamanya dia berdiri dan berputar hanya dengan bertumpu pada ujung sepatu yang khusus untuk balerina. Dia ingin kabur. Namun, rasanya tidak mungkin bisa kabur. Kalau sang pelatih berdiri di dekat pintu ruangan ini sambil melatih beberapa balerina yang belum sesuai dengan standarisasinya. Beruntungnya adalah ... Dion Addison tidak termasuk dalam jajaran tersebut. Mungkin karena memang tubuh Leyna Olivia selalu dilatih sejak kecil untuk menjadi seorang balerina. Jadi
“Leyna? Kau sudah bangun?” Dion yang sedang mengikat tali sepatunya langsung mendongak mendengar suara serak terdengar tidak jauh darinya. Suara khas akan bangun tidur yang menyita perhatiannya sejenak. “Oh, kau sudah bangun? Aku hendak jogging sebentar,” jawabnya seadanya sebelum kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda. “Belum. Aku hanya ingin ke toilet, masih ada dua jam sebelum mandi. Aku tidak akan membuang kesempatan itu,” jawab Quinza—sosok yang bangun di jam subuh—melangkah menjauh kearah dapur. Jelas sekali, anak sekolah itu akan mencari kamar kecil. Memang keseharian kedua gadis kesayangan Chayton itu sangat berbeda. Dari segi umur juga telah mengatakan segala. Quinza meskipun dia aktif untuk menari, dia terlalu malas untuk bangun pagi demi merenggangkan otot-ototnya yang kaku setelah bangun dan lebih rela berendam di bathup setelah seharian beraktivitas. Leyna—atau Dion sekarang—terbiasa untuk bangun pagi sejak zaman sekolah, membuatn