"Aku keluar untuk jogging dulu, Granny."
Sedetik berikutnya terdengar suara pintu rumah yang berderit pelan dibuka dan ditutup kembali setelah Leyna keluar dari bangunan bertingkat dua sederhana itu dengan setelan training. Setelah menggerakan tubuhnya ringan--pemanasan--sebelum sungguh-sungguh olahraga pagi, jiwa wanita terperangkap di dalam tubuh pria itupun melakukan rutinitas paginya.
Matahari Burk's Falls belum terlihat sedikitpun dan hanya disinari oleh lampu jalan, mungkin Leyna adalah segelintir orang yang susah payah membangunkan diri untuk melakukan aktivitas sesubuh ini.
Sebuah benda berguling di ujung sepatunya menarik perhatian. Leyna mengambil benda tersebut, menyingkirkan debu yang ada, dan merengut bingung. Sebuah botol minum bergelindir di tangannya sekarang.
"Hey, kamu yang memegang botol itu."
Dia berdiri di dekat lampu jalan, beruntung dia masih bisa melihat siluet sang pemanggilnya. Melalui mata fisiknya Dion, dia
[Dion Addison POV] “Thank you,” kataku setelah mobil hitam ini terparkir apik di dalam wilayah gedung pusat pemerintahan sekaligus tempat tinggal Leyna selama ini. Supir yang ditugaskan untuk menjemputku dari stasiun membungkuk singkat sedangkan petugas yang lain mengambil barang-barangku di bagasi. Aku sudah ingin membantu membawanya. Dipkir-pikir, itu adalah barang-barangku semua, tidak enak hati untuk meminta orang lain membawanya yang terkesan berat. Namun, perkataan Leyna menjadi tuntunan langkahku beberapa saat ini. Menjadi salah satu keluarga pemimpin sama saja berarti kebutuhanku dipenuhi dengan baik, keamanan dan kemudahan semuanya tersedia dan dijamin. Tidak ingin terlalu lama berada di luar gedung, ujung rok yang menutupi sampai mata kaki terbang karena angin malam, tas kecil yang menumpuk di atas cardigan hitam yang dikancing rapat menutupi t-shirt body fit hitam. Langkah kaki ya
Dion masih setia mengerutkan dahinya sejenak, apalagi saat pria yang seperti berada di usia yang sama sepertinya yang asli menunjuk ke arahnya. Apakah dia dan pria ini pernah bertemu? Tatapannya dipalingkan meminta penjelasan dari Leyna menggunakan kode mata. Nyatanya, hanya sia-sia. Jiwa gadis yang terperangkap di tubuh laki-laki itu juga tidak tahu apapun tentang pria asing di depannya ini. “Anda, putri kedua dari Tuan Chayton?” tanya pria asing itu dengan ragu-ragu. Wajah sekitar pelipis pria itu dibanjiri keringat yang ditutupi oleh topi hitam yang dipakainya, menandakan kalau dia telah melakukannya lebih lama dan lebih pagi daripada mereka. Dion dengan ragu mengangguk mau tidak mau. “Sabtu lalu seharusnya kita saling bertemu saat acara pertemuan,” kata pria asing tersebut dengan tepat. Baik Dion maupun Leyna sontak membuka mulutnya tanpa suara. Terkuak sudah, ini dia pria yang menurut Quinza akan diperkenalkan dengannya untuk menjalani pe
"And one, and two, and three, four ... and one, and two, and three, and four ... watch out your legs and elbows. One more time, one and two and three and four. The best ending from your deepest heart ... okay! Let's take a rest for fifteen minutes." Dion langsung terkulai lemas di posisi berdirinya, kakinya diluruskan searah dengan tubuhnya yang terbaring lelah di atas lantai dingin, betisnya nyaris terasa tidak memiliki kekuatan lagi untuk menopangnya berdiri sangking terlalu lamanya dia berdiri dan berputar hanya dengan bertumpu pada ujung sepatu yang khusus untuk balerina. Dia ingin kabur. Namun, rasanya tidak mungkin bisa kabur. Kalau sang pelatih berdiri di dekat pintu ruangan ini sambil melatih beberapa balerina yang belum sesuai dengan standarisasinya. Beruntungnya adalah ... Dion Addison tidak termasuk dalam jajaran tersebut. Mungkin karena memang tubuh Leyna Olivia selalu dilatih sejak kecil untuk menjadi seorang balerina. Jadi
“Leyna? Kau sudah bangun?” Dion yang sedang mengikat tali sepatunya langsung mendongak mendengar suara serak terdengar tidak jauh darinya. Suara khas akan bangun tidur yang menyita perhatiannya sejenak. “Oh, kau sudah bangun? Aku hendak jogging sebentar,” jawabnya seadanya sebelum kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda. “Belum. Aku hanya ingin ke toilet, masih ada dua jam sebelum mandi. Aku tidak akan membuang kesempatan itu,” jawab Quinza—sosok yang bangun di jam subuh—melangkah menjauh kearah dapur. Jelas sekali, anak sekolah itu akan mencari kamar kecil. Memang keseharian kedua gadis kesayangan Chayton itu sangat berbeda. Dari segi umur juga telah mengatakan segala. Quinza meskipun dia aktif untuk menari, dia terlalu malas untuk bangun pagi demi merenggangkan otot-ototnya yang kaku setelah bangun dan lebih rela berendam di bathup setelah seharian beraktivitas. Leyna—atau Dion sekarang—terbiasa untuk bangun pagi sejak zaman sekolah, membuatn
“Jatuh cintalah. Maka kutukannya akan musnah.” Dion dan Leyna sontak terbelalak terkejut. “Maksudnya, Granny?” tanya Dion yang duluan sadar. “Granny pernah bilang kalau Virga Phantasia ini sama dengan cupid, kan?” tanya Granny Greisy lagi yang sontak diangguki oleh Leyna yang masih ingat dengan jelas pembicaraan mereka tempo lalu itu. "Maka dari itu, jatuh cintalah," sambung Granny Greisy lagi dengan tenang. Air matanya sudah berhenti mengalir. "satu-satunya jalan adalah jatuh cinta." "Jatuh cinta yang bagaimana, Granny?" Manik wanita tua itu memburam perlahan bersamaan dengan penuh dengan harapan saat menelisik kembali ke masa lalu. "Granny pernah menemui seseorang yang juga sebagai manusia terpilih untuk keajaiban satu ini. Dia seumuran dengan Granny, hidup di kota besar seperti Ottawa dan Toronto sekarang. Dia sudah menikah dan masih hamil tiga bulan," ucap wan
Dion melewati jalan setelah selesai dengan pertemuan penting di rumah Granny Greisy. Beberapa kali dia berhenti hanya untuk berbincang dengan beberapa tetangga yang dikenalnya ataupun berjongkok menyamai tinggi anak kecil yang mengenal Leyna bukan Dion yang bermain di luar rumah sembari menunggu jam mandi. “Selamat pagi, Nona Muda Olivia,” kata salah satu pengawal gedung yang langsung dibalas olehnya dengan tak kalah hangat. Dia memasuki interior gedung dengan penampilan sporty, pegawai yang berlalu lalang menyapanya formal dan dibalasnya juga dengan baik. “Nona Muda Olivia, Tuan Besar memanggil Anda untuk ke taman belakang sekarang,” kata kepala asisten rumah yang memanggilnya dari belakang. Dion langsung berbalik badan. “Baik, saya akan ke sana. Terima kasih untuk infonya.” Jiwa laki-laki itupun memutar badannya untuk sampai taman belakang gedung. Niatannya tadi itu, dia akan membersihkan dirinya dulu setelah berkeringat banyak karena dia sempat jogging dengan durasi yang lebih
Pada satu waktu yang sama, Leyna juga sedang mengurusi nilai murid-muridnya di ruang guru. Dia tidak sendirian di ruangan tersebut, masih ada dua atau tiga guru yang juga duduk di sana melakukan tugas mereka masing-masing. Mengingat jam belajar-mengajar telah berakhir tiga jam yang lalu, Leyna dan guru-guru lainnya bisa beristirahat sejenak. "Sir. Dion," panggil seorang guru perempuan yang sering mengikutinya di setiap kesempatan yang ada. Maksudnya, mengikuti raga Dion, bukan jiwanya. Terkadang Leyna melamun dan berpikir bagaimana reaksi sekitar mereka kalau mengetahui bahwa orang yang di depan mereka bukanlah yang mereka kenali. "Ada apa, Miss?" tanya Leyna sesopan mungkin. Setelah mengetahui konsep dari kutukan aneh ini, Leyna berpikir untuk membatasi diri dengan dunia. Dia tidak bermaksud untuk besar kepala. Namun, siapa yang tidak akan jatuh hati ketika melihat raga seorang laki-laki yang tinggi jangkung, berpakaian rapi, dan bersikap lembut? Leyna mungkin adalah salah satun
Dion meletakkan semua belanjaannya kepada kasir dengan tenang. Tidak, lebih tepatnya pura-pura untuk bersikap tenang dan biasa saja. Dia tahu Quinza daritadi melihatnya dengan tatapan yang menyiratkan untuk berbicara empat mata dengannya. Namun, dia bersikap tidak tahu-menahu. "Leyna," panggil Quinza yang berada di belakangnya berbisik mendekat sampai ke telinganya. Beruntung sekali dia sudah terbiasa dengan adik perempuan Leyna selama ini sehingga dia tidak lagi merasa terkejut. Sebuah dehaman menjadi jawabannya dan dia melihat ke arah monitor kasir yang sedang bergerak menghitung total pembeliannya. "Kamu serius sekarang? Si cowo yang kujelasin itu ada di belakang tahu," kata Quinza lagi, dia berbicara dengan bisikan meskipun terdengar seperti nada tinggi. "Dia orangnya? Charles, benarkan?" beo Dion yang melirik ke sosok di belakang anak bungsu keluarga kepala pemerintah ini. Lalu, kembali bertingkah seperti biasa. Yang lebih muda itu refleks menepuk pundak sang Kakak gemas. "