"Pusaka Pasvaati memilih Sang Pewaris sehati dengan inti jiwanya."
________Taja celingukan, berjalan mengikuti Radhit. Berbeda dengan Radhit melangkah santai, lurus, dan tanpa suara sedikitpun."Oh, iya. Dia hanya sukma. Seperti udara, tentu langkahnya tanpa suara," pikir Taja, melangkah penuh hati-hati sampai berjinjit tatkala melewati para penjaga pintu masuk dan keluar bangunan Istana Kitab. Aneh, para penjaga itu seperti dalam keadaan tidak waspada. Bahkan mereka layaknya orang yang tidur berdiri."Mantera Sirep berlaku beberapa saat saja. Kita harus bergegas sebelum mereka tersadar!" bisik Radhit tegas. Kedua lengannya bersedekap di dada. Begitulah cara dia berjalan santai."Mantera Sirep masal, berupa alunan seruling memeluk jiwa, melarutkan kesadaran siapapun yang mendengar," jelas Radhit singkat."Jadi, kau yang membuat mereka tertidur?" gumam Taja. Sempat terpikir, andai dia juga menguasai Mantera Sirep.Beberapa saat kemudian, mereka sampai di Istana Pusaka. Suasana lenggang memudahkan mereka masuk.Dalam ruangan Istana Pusaka, tampak meja besar dengan tatanan berbagai pusaka. Satu di antaranya paling istimewa, terpasang pusaka berselimut kain putih di antara dua penopang."Itu dia," kata Radhit menatap pusaka terbungkus kain itu tidak lain Pasvaati."Apa yang harus 'kulakukan?" Taja agak gemetar, takut-takut terpergok. Radhit meliriknya. Melihat ekspresi Taja kebingungan."Bukalah kain pembungkusnya!" Radhit memberi aba-aba.Sebuah senjata pusaka dari logam putih. Bercahaya di dalam ruangan remang-remang. Cahaya Pasvaati menyilaukan. Di saat malam, ternyata cahaya Pasvaati lebih berpendar.Taja mengamati dengan seksama Pusaka Pasvaati yang cemerlang."Apa sesuatu yang sangat 'kauinginkan di dunia ini?" Radhit bertanya. Sementara Taja menatap lurus ke arah Pasvaati terpajang di depan mata."Tidak ada. Aku merasa ... hampir tidak memiliki keinginan apapun," jawab Taja. Perhatiannya tercuri oleh Pasvaati."Tapi, kau punya tujuan, bukan?" tanya Radhit."Tentu," jawab Taja."Cobalah dengarkan dia," Radhit memberi aba-aba lagi."Siapa yang harus 'kudengar?" Tanya balik bertanya tanpa menoleh."Pasvaati," jawab Radhit."Dia sedang berbicara denganmu, apa kau mendengarnya?" tanya Radhit.Taja terdiam. Semakin mengamati dan memasang pendengarannya lebih seksama."Dengarkan dengan batinmu, bukan dengan telinga," lanjut Radhit.Sebentar kemudian, lebih khidmat. Taja mulai berkomunikasi dengan batinnya sendiri. Muncul suara-suara lirih, semakin bersahutan."Seperti ... ada yang sedang berdoa," kata Taja lirih, "Tetapi aku tidak tahu itu bahasa apa.""Setiap saat, Pasvaati bermunajat. Berdoa. Memuji Yang Maha Rahmat," kata Radhit di sebelah Taja."Pasvaati bukan benda mati, melainkan dia makhluk hidup juga. Walaupun jasadnya hanya pusaka," tambahnya. Sementara Taja fokus perhatiannya pada Pasvaati."Dia berbisik," ujar Taja. Semakin jelas terdengar olehnya suara-suara yang muncul. Jelas bukan hanya dari batinnya, melainkan berpusat dari Pasvaati yang tengah mengajaknya berbicara."Itu ucapan salam ...," balas Radhit."Dia berbicara bahasa apa? Aku tidak bisa membalas ...," Taja masih belum mengerti."Sebagian bahasa bidadari. Sebagian bahasa angin. Sebagian bahasa Orang Wali," jawab Radhit lalu dengan lirih dan tegas, ia mengucap aji-aji dalam bahasa aneh yang tidak pernah didengar Taja sebelumnya. Seperti mendesis."Haa-em-shaa-mi-wash-waa."Bibir Radhit komat-kamit, cukup terdengar bagian terakhir mantra yang diucapnya. Taja terpana, seperti ada kekuatan menarik sebelah tangannya, semakin mendekati Pasvaati. Kemudian ujung jemarinya mulai menyentuh logam putih itu dengan lembut.Sengatan Energi mengejutkan Taja.Tiba-tiba sekilas cahaya menerpa pandangan Taja. Seketika ia melihat sekitarnya berubah laksana pagi yang cerah. Suatu taman asri nan elok. Indah nan sejuk. Bahkan bisa dirasakan rumput yang lembut di bawah telapak kakinya. Sinar matahari menerpa tempat itu. Sekeliling tempat itu, terdengar suara-suara lembut ke angkasa.Tampak seseorang berpakaian serba putih. Rambutnya terurai rapi sebahu. Wajahnya bercahaya sampai tidak dapat dilihat dengan jelas seperti apa. Aroma harum semerbak memenuhi.Taja bersimpuh begitu saja di lutut orang berpakaian serba putih itu. Hanya berhadapan namun terasa sangat tentram. Sosok itu membalas dengan menyentuh ubun-ubun Taja. Hawa hangat mengalir ke sekujur tubuhnya. Selebihnya, suara gemerincing lirih makin terdengar dari seluruh penjuru. Berbaur dengan suara-suara doa berkumpul menjadi satu, lalu menggema ke angkasa. Suara-suara itu seolah berasal dari ribuan jiwa yang tenang.Di tangan Taja. Sebuah kitab tanpa ia tahu kitab apa itu. Kitab yang memancarkan cahaya.Tiba-tiba suasana kembali redup. Cahaya itu tiba-tiba menghilang. Sekejap saja, Taja tersadar kembali ke ruangan Istana Pusaka yang remang-remang. Seolah-olah ia baru saja kembali dari belahan dunia lain.Ketika tersadar, pusaka Pasvaati sedang berada di genggaman Taja. Ia pun terkejut melihat tangannya sendiri dalam keadaan menggenggam Pasvaati. Entah sejak kapan terjadi, Taja baru tersadar dengan mata kepala sendiri."Ini ...?" Taja tersentak. Tidak percaya bahwa pusaka itu benar-benar ada di tangannya."Jiwa Murni adalah Jiwa yang terjaga. Terjaga dari angkara murka. Terjaga dari penyakit hati. Terjaga dari prasangka. Terjaga dari segala keinginan duniawi. Tidak serakah. Tidak congkak. Hati yang merunduk."Suara Radhit semakin menyadarkan Taja bahwa ia tidak sendiri. Radhit berbicara bukan hanya sekedar berucap. Melainkan sedang membaca mantera aji-aji dan Taja seperti memahami maknanya."Jika kamu mampu menggabungkan Sang Gendewa dengan Pasvaati sebagai anak panah, maka kita akan tahu seberapa dahsyat apa yang terjadi. Tentu dengan mantera dari Kitab Muhaqqina," lanjut Radhit."Ada satu mantera yang sangat mustajab untuk digunakan pengendali Pasvaati," kata Radhit lagi."Pasvaati akan bersifat sebagai pelindung dengan mantera itu," ujar Radhit."Pasvaati dapat menjelma menjadi Senjata Pamungkas Shahada," tambah Radhit membuat Taja makin tercengang."Senjata Pamungkas Shahada?!" Taja mengulang satu nama itu."Tapi ... aku tidak yakin mampu menyatukan Sang Gendewa dengan Pasvaati, apalagi dengan mantera Muhaqqina sekaligus," Taja tergeleng pelan, walaupun terlihat sangat antusias namun tidak cukup yakin untuk melakukannya.Tanpa terasa air mata mengalir dari kedua sudut mata. Bukan kesedihan. Rasa tentram dan tenang menyelimuti sampai sumsum tulang.Ruangan tempat Taja dan Radhit berada, menjadi lebih terang akibat pantulan cahaya Pasvaati memenuhi ruangan sampai menembus atap.Kejadian itu cukup lama berlangsung. Namun Taja lupa akan waktu. Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Taja dan Radhit."Taja?!"Tiba-tiba sosok Putri Alingga sudah berada di hadapannya. Entah sejak kapan ia menyaksikan Taja di ruangan itu."Benarkah kamu yang melakukan ini?" lanjut Putri Alingga dengan tatapan terkejut dan rasa tak percaya.Taja terpaku di tempatnya berdiri dengan kedua tangan masih memegang Pasvaati. Terkejut melihat kehadiran Putri Alingga, ia melihat ke arah putri berdiri tidak jauh di depannya. Sejenak diliriknya posisi Radhit terakhir berada, namun rupanya sosok Radhit pun sudah menghilang tiba-tiba."Aku ...," Taja mendadak canggung."Kamu diam-diam sendirian menyusup ke Istana Pusaka dan memegang Pasvaati?"Taja baru tersadar bahwa Putri Alingga memergokinya dalam keadaan seperti itu"Ngg ... aku ... aku bersama Radhit," Taja melihat sekeliling. Hanya dia dan Putri Alingga yang saat ini berada di tempat itu."Radhit? Siapa?" tanya Putri Alingga sembari melihat sekeliling, namun tidak dilihat siapapun selain Taja.Taja tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan. Suara derap langkah kaki para penjaga berdatangan ke tempat itu."Celaka!" Putri Alingga merasa ada sesuatu yang mengancam mereka jika tetap berada di tempat itu."Kembalikan Pasvaati ke tempatnya!" pekik Putri Alingga menahan suara agar tidak terdengar dari luar.Taja segera mengembalikan Pasvaati ke posisi terpajang seperti sebelumnya."Ikut aku!" lanjut putri, segera menarik tangan Taja, panik saat mendengar suara riuh orang-orang mendekati ruangan Istana Pusaka.Taja dan Putri Alingga bergegas pergi melalui jalan keluar belakang Istana Pusaka, dengan hati-hati, berjalan dan menyelinap di antara lorong-lorong sisi gelap istana. Situasi sekitarnya mulai ramai dengan kedatangan para penjaga menuju Istana Pusaka.* * *"Taja! Lari ...!" pekik Putri.Panik. Mengikuti Putri Alingga, Taja menyelinap keluar Istana Pusaka. Suasana mulai ramai didatangi para penjaga. Dari kejauhan, terdengar gong istana pertanda waspada.Kedua tangan Taja gemetaran, Putri Alingga merasakan juga. Digenggamnya tangan Taja, basah berkeringat. Masih terasa bagaimana Pasvaati di genggamannya. Itu yang membuat Taja lemas, takut, dan berdebar. Ditambah situasi mengancam, semakin menambah panik."Ini ... kemana ...?" tanya Taja gemetaran. Keringat membasahi leher dan pipinya. Ia terus mengikuti Putri Alingga. Setelah mengendap-endap di antara taman, mereka sampai di area yang banyak pancuran air."Pemandian wanita," jawab Putri Alingga."Apa?!" Taja tersentak. Tidak disangka putri membawanya ke tempat itu."Sssh ... jangan berisik! Ini satu-satunya jalur keluar menuju belakang istana," balas Putri Alingga, mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya."Tidak ada siapapun di area pemandian pada pukul sekarang ini," tambah Putri Ali
"Ada goa di bawah sungai air panas. Tolong, rahasiakan goa ini!"________Fajar telah berlalu. Tampak cakrawala timur, Sang Surya perlahan mulai terbit. Cahaya merasuk celah-celah dedaunan rimbun.Taja menapaki terjal, menuruni curam setapak, menikmati pagi berembun. Hawa air panas mulai terasa menguap dari permukaan sungai air panas. Ia benar-benar hampir lupa kejadian semalam di Istana Pusaka.Beberapa saat lalu, masih diingatnya saran Putri Alingga tentang goa bawah sungai.'Mungkinkah goa itu benar-benar ada?''Apakah ada orang lain yang menemukan tempat itu sebelum aku?' pikir Taja.Rasa penasaran berkecamuk di benaknya. Bukan hanya tentang goa bawah sungai. Tetapi, sosok Tajura. Benarkah sekuat ini terhubung dengan sosok itu.'Jika bukan dia, lalu siapa sesosok yang selama ini menghantui mimpiku?'Taja mulai menapaki tepian sungai berkerikil. Airnya terasa hangat sampai ke tulang lutut. Namun ia dikejutkan seseorang yang sudah berada di tepi sungai lebih dulu.Taja melihat seseor
Gemercik arus sungai menjauh.Taja dan Raojhin menelusuri kedalaman goa, bergerak menjauh dari mulut goa tertutup aliran sungai. Ternyata rongga di dalam goa, semakin ke dalam semakin luas. Banyak bebatuan sepanjang air tergenang yang tenang. Suasana di kedalaman goa, terasa sangat hening. Banyak lorong rongga membentuk labirin, menembus rongga lainnya dan berakhir ke perut goa."Hup!"Raojhin melompati bebatuan licin dan agak terendam air. Diikuti Taja dengan gesit melompati bebatuan.Lagi-lagi tanpa aba-aba, mereka seolah berlomba melompati bebatuan. Di antara mereka, acapkali muncul persaingan.Raojhin terhenti sebentar di sebuah batu dan memasang kuda-kuda. Mendapatkan posisi seimbang.Taja melihat gelagat Raojhin bersiap-siap menanggapi.Raojhin melempar pukulan ringan ke arah Taja, namun berhasil ditangkis."Mau bertarung?!" Taja melompat mundur, berpijak pada batu besar di belakangnya."Tempat ini sempurna untuk berlatih!" sambut Raojhin, haus pertandingan."Sering-sering kita k
"Jurus apa itu?!"Pekik Taja."Tapak Sengatan Naga!" balas Raojhin menyebutkan jurus andalannya.Jurus tapak Raojhin bukan serangan mematikan tetapi cukup mengakibatkan memar di kulit dan menimbulkan rasa gatal yang menyengat. Taja kecolongan. Ia tak mau lagi mengalah."Wah, benar-benar harus bertarung?!" Taja tak menyangka, tantangan berubah perkelahian serius."Mau menjadi regu bersamaku?!" Raojhin menyeringai. Raut mukanya menunjukkan rasa puas dan sorot mata tajam."Tunjukkan dulu kemampuanmu!" rupanya Raojhin sangat selektif untuk menerima anggota regu. Terlebih-lebih Taja yang menawarkan itu.Sementara Raojhin merasa telah berhasil memberi pelajaran, Taja masih mengusap bekas pukulan tapak sengatan naga yang membuat nyeri dadanya. Tidak disangka Raojhin memiliki jurus aneh seperti itu. Sekali lagi diusapnya dada bekas pukulan itu, ditekan memutar sampai sedikit reda sakitnya."Bayangkan itu mengenai nadi lehermu, akan sangat fatal!" Raojhin menaruh empati, tapi tidak menyesal aka
Setelah CHAPTER DUA TAPAKMENGUSIK KEGELAPAN"Apa yang terusik di kegelapan ini? Kita membangunkan sarang ular?!"________Keheningan goa terpecah derai tawa Raojhin yang panjang. Sepertinya ia puas sekali melampiaskan kekesalannya selama ini."Tawamu jelek!"Makin kesal, Taja perlahan bangkit dari tempatnya tersungkur setelah terpental. Rasanya sekujur tubuh bergetar sampai ke tulang, ketika menghantam bebatuan dan kerikil tajam."Dasar manusia berkepribadian ganda!" gerutu Taja sembari berusaha tegak."Pendendam!" Taja mengomel sejadinya."Bicara apa kamu?" Raojhin cukup mendengarnya di sela-sela tawa yang belum usai."Senang di atas penderitaan orang lain?!" balas Taja dan sejenak menatap tajam ke arah Raojhin."Bukan begitu!" Raojhin berdiri tegak di sana, "Aku juga kesakitan kemarin gara-gara kamu. Jadi sekarang kita impas!""Kejadian kemarin bukan aku penyebabnya, tetapi dirimu sendiri!" kata Taja tegas."Menyerang lawan dalam keadaan tidak siap, itu curang!" lanjut Taja."Dalam
"Sarang ular?!"Raojhin tersentak. Ada rasa takjub terhadap Taja, tidak gentar meski lebih dulu tahu bahwa tempat itu sarang ular."Kalajengking dan reptil ... ada di kegelapan ini!" lanjut Taja."Sebaiknya ... kita segera pergi!" ujar Raojhin disambut raut muka Taja berubah masam."Takut?!" sindir Taja, meledek Raojhin."Tempat ini sempurna untuk melatih keberanian," kata Taja. Raut muka Raojhin berubah masam pula. Seolah tidak ingin dianggap pengecut.Tiba-tiba letupan keras mengejutkan mereka. Percik api semakin merambat lebar, membentuk formasi membara mirip jaring laba-laba, menyerupai dinding pembatas."Apa yang kau lakukan?!" Raojhin was-was menghadapi situasi tegang."Aku?!" Taja balik heran ke arah Raojhin."Bukankah kau yang terbentur?!" Taja heran."Bukankah cahaya putih dari tanganmu itu?" Raojhin justru balik bertanya."Alhirri, cahaya putih-ku, menampakkan yang tak terlihat. Tetapi barikade dinding gaib itu patah karena benturan tubuhmu," Taja menjelaskan."Dinding gaib?!
"Wahai pasukan ular, siapa pemimpin kalian?!" ucapnya lantang, berdiri tegap dengan waspada penuh.________Terkesiap. Awas penglihatan Taja menangkap sekilas makhluk berkelebat di depan mata. Di antara kegelapan menyelimuti lorong goa, makhluk melata besar itu mengejar jejak Raojhin kabur terlebih dahulu, meninggalkan Taja bersembunyi di celah-celah sempit rongga.Sampai situasi terlihat aman, Taja bergerak perlahan dengan hati-hati. Langkah kaki mengikuti pergerakan serangga beterbangan sepanjang lorong rongga menuju satu arah.'Kemana Raojhin berlari?'Pikir Taja. Belum sempat memikirkan nasib Raojhin, tiba-tiba angin berhembus dari arah kegelapan di belakang Taja dan mengalihkan perhatiannya.Taja ...!Seketika waktu dan ruang dalam kilas balik sejenak. Nafas Taja tertahan. Ingatannya kembali pada mimpi yang selama ini sering menghantuinya. Mimpi sesosok bayangan gelap itu, terdengar bisikan memanggil namanya. Tetapi kali ini terasa lebih nyata.Taja ...!Suara berbisik seiring uda
"Shaa-zaaakh ...!""Shaa-khaaa ...!"Taja mengucapkan kalimat itu lagi dan lagi."Bicara apa kamu?" heran Raojhin."Entahlah ... terdengar kalimat itu di kepalaku," jawab Taja asal saja."Shaa-zaaakh ... Shaa-khaaa ...!"Raojhin menirukan kalimat yang sama, tetapi malah ular-ular jadi makin beringas, hampir mematuk tubuh Raojhin."Kenapa ucapanku tidak mempan?!" Raojhin kapok, tak mengulangi ucapan aneh itu, nyaris dipatuk ular-ular."Siapa yang menyuruhmu untuk datang ke goa ini?" tanya Raojhin di sela-sela situasi terancam. Nafasnya tersengal mengatur langkah mundur perlahan."Putri Alingga," jawab Taja."Tidak mungkin dia punya niat untuk mencelakaimu!" balas Raojhin."Ssst ... jangan berisik, Rao! Aku sedang berkomunikasi dengan ular-ular ini," Taja menyela.Ssssshaaa ...!!!Ular paling besar mendesis, menjulur lidah, mendengus pula, kepalanya berkelebat ke atas hingga kelewat batas tinggi tubuh Taja."Kami menghaturkan maaf karena datang ke tempat ini dan tidak sengaja mengusik ka
Jantungku adalah jantungmu! Jika aku menusuk jantungku. Itu pula yang terjadi pada jantungmu!" ________ "Aku menyerah!" Suara lantang memecah ketegangan. Samar-samar Ketua Sujinsha berjalan selangkah demi selangkah, memasuki area perkumpulan musuh. Jumlah mereka ratusan orang-orang pembantai, termasuk belasan pimpinan Lowak Ruyo. Senyum sungging Puan Ra menyambut lelaki itu datang. Ketua Sujinsha berhenti tepat di hadapan Puan Ra. Orang-orang pembantai mengelilingi dengan wajah-wajah beringas. Puan Ra berdiri di hadapan Ketua Sujinsha mengangkat kedua lengan pertanda menyerah. "Lepaskan praja itu! Sebagai gantinya kalian mendapatkan aku!" seru Ketua Sujinsha. Kedua tangan bersilang di belakang tengkuk. "Cuih! Akal bulus apa kiranya strategimu, Pengelana jalanan! Kau sama sekali tidak berguna!" Puan Ra menjawab sengit. "Tentu aku berguna jika menjadi tawananmu! Lepaskan praja itu!" seru Ketua Sujinsha lagi. Mata berbalas mata. Permusuhan lama antara pemimpin Para Pembant
Pagi menyingsing bersama embun menyelimuti. Sang Surya bersemu jingga, mengintip dari balik ufuk timur. Wajahnya malu-malu perlahan mulai tampak."Jangan libatkan mereka."Seseorang menyampaikan pesan itu dari mulut Lorr En, dan sekarang diucapkan kembali oleh seorang pemantau. Ia menuturkan laporannya pada Ketua Sujinsha."Dia bertekuk lutut. Kedua kaki dan tangan terikat. Kedua matanya tertutup kain. Ia mengatakan itu kepada pimpinan musuh sehingga melepaskan kami untuk menyampaikan hal ini kepada Tuan."Pemantau dari sekumpulan Pasukan Bayangan. Sekembalinya dari penyisiran sekitar perbatasan, sempat bertemu musuh. Ia ditangkap, kemudian sengaja dilepaskan untuk menyampaikan pesan itu kepada Ketua Sujinsha. Tujuannya agar Pasukan Bayangan menyerahkan diri dan mengembalikan Raojhin kepada pihak musuh.Pemantau itu melaporkan informasi sepenuhnya kepada Ketua Sujinsha tentang tertangkapnya Lorr En, tentu membuat cemas Pasukan Bayangan.Ketua Sujinsha tertegun sebentar. Tegang dalam p
Satu orang kembali. Justru satu lagi menghilang. Seakan hanya bertukar saja.________"Jaga gudang mayat!"Teriakan penjaga menjadi petunjuk tempat Raojhin disembunyikan. Orang-orang saling melempar tugas. Hiruk pikuk situasi di kawasan pangkalan Pasukan Pembantai. Masing-masing pemimpin sibuk mengumpulkan sejumlah pasukan untuk dikerahkan ke luar pangkalan.Sesosok makhluk dari tanah, tersembul ke permukaan dan meluncur dalam pusaran pasir. Kemudian gesit wujudnya menjelma gumpalan tanah pasir menggelinding."Hup!" tubuh itu menggelinding sampai ke sisi bayang-bayang tenda dan terhenti.Rupanya manusia yang meringkuk dari gumpalan tanah pasir. Tak lain adalah Taja. Selimut tanah pasir, luruh dari tubuhnya. Sembari kebas seluruh baju, Taja memasang waspada, tatap matanya sekeliling arah. Tampak lenggang keadaan sekitar.Di tengah-tengah situasi tak menentu, akibat makhluk pasir bekerja secara efektif. Berhasil mengalihkan seisi pangkalan pembantai dan mengacaukan suasana. Taja berhasi
Hantu Pasir. Penghuni gaib Perbatasan Tengkorak. Makhluk penghisap siapapun yang hidup di permukaan tanah.________Deru pasir debu menyatu.Langit malam kian larut. Kantuk mengendap dalam penat orang-orang sedang berjaga-jaga di setiap titik kawasan pangkalan. Sejengkal pun tidak ada yang luput dari pengawasan mata regu pemantau, sibuk mengawasi penjuru arah dari tiang-tiang tinggi.Pangkalan pembantai tak pernah mengenal tidur. Kawasan merah dengan rona kobaran api. Sejauh mata menangkap kegelapan, titik-titik bara bersumber api unggun. Udara menerbangkan abu pijar dari bara meredup.Barisan regu giliran jaga malam bertukar tugas. Pasukan Pembantai dalam naungan gelap malam, tampak lebih waspada dan sangar wajah mereka.Pemimpin-pemimpinnya memasang erat penutup kepala bertanduk. Gading-gading gajah dipasang tegak lurus ujung lancipnya menghadap ke atas. Pertanda pemimpin baling berkuasa sedang berada di antara pasukan berkumpul.Beberapa orang tampak lalu lalang, tergesa-gesa dalam
Makhluk pasir dan tanah? Apa sungguhan itu makhluk yang terbentuk dari pasir dan tanah?________"Lorr."Taja menepuk pundak Lorr En. Ia pun siap menyambut Taja memberikan perintah."Kerahkan Pasukan Tawon! Alihkan musuh!" Taja berapi-api, tersulut ambisi bersiap-siap penuh."Aku akan mengobrak-abrik sarang pembantai," kata Taja sembari bangkit tegap, menyingsingkan kepalan tangan erat-erat.Ketua Sujinsha ternganga. Kiranya manusia seperti apa yang memiliki keyakinan sebesar itu untuk menyerbu pangkalan musuh sekelas Pasukan Pembantai. Ia sendiri bahkan tidak terpikir strategi sejauh itu. Butuh keberanian dan kekuatan pasukan besar dan persiapan matang."Tuan, serahkan padaku! Malam ini, aku akan menyerbu Pangkalan Pasukan Pembantai," tegas dan penuh percaya diri, Taja mengatakannya."Malam ini?!" ujar Ketua Sujinsha terkaget-kaget. Tak segera mengambil keputusan. Ia dan semua orang bawahannya banyak terluka dan belum pulih dari letih kesakitan. Pertarungan sebelumnya, melawan Pasuka
"Tempat ini seperti tersembunyi? Seolah musuh tidak menyadari keberadaan kita?"________Malam berlarut.Tampak langit gelap dari celah-celah rongga bebatuan tempat persembunyian. Pertahanan magis energi Taja dan Lorr En bersatu, diperkirakan dapat bertahan sampai fajar menyingsing untuk melindungi diri bersama Pasukan Bayangan.Sementara itu, terdengar suara-suara meraung dari luar, pertanda banyak sekali orang-orang pembantai berdatangan sekitar tempat itu, melalui udara dan darat. Gonggongan anjing-anjing pelacak, menelusuri jalur lereng dan rongga-rongga sekitar. Kuat tajam penciuman anjing-anjing itu mengendus-endus setiap jengkal permukaan tanah dan batu. Mencari jejak Pasukan Bayangan yang sedang bersembunyi bersama Taja. Untuk sementara, mereka aman dari deteksi musuh."Perisai Alhirri hanya bertahan sebelum pagi menyingsing," kata Taja meresahkan hal itu. Kiranya sampai fajar, tetapi musuh masih patroli sekitar lokasi persembunyian."Aku akan mengalihkan perhatian mereka," uj
Gemuruh angin hitam mengiringi dua sosok berjalan. Kedatangannya disertai kerumunan angin hitam, ternyata koloni serangga. ________ "Siapa kalian?!" Orang-orang Pasukan Bayangan menghunus kembali pedang masing-masing. Mengantisipasi serangan yang mungkin datang dari dua sosok itu. "Apakah kalian baik-baik saja?!" suara lantang pemuda, seiring kemunculan dua sosok berjalan dari balik kabut malam di bawah cahaya purnama. Semua terdiam, menyambut penasaran siapa gerangan yang datang. Tampak samar-samar, dua sosok pemuda. Gemuruh angin hitam mereda, mengiringi dua sosok itu mendekat. Mundur penuh hati-hati, orang-orang Pasukan Bayangan, berkumpul dalam formasi barisan, memasang pagar diri seraya menghunuskan pedang masing-masing. Tampaklah dua wajah pemuda yang datang itu. Pasukan Bayangan, seketika menurunkan senjata dan bernafas lega. Dua pemuda yang datang itu, ternyata sangat dikenal dengan baik. Suara-suara riuh mendengung, rupanya berasal dari kerumunan serangga menyertai ked
Amukan badai angin hitam, ternyata koloni serangga tak terkira banyaknya. Menyerang sekelompok manusia jubah hitam beserta elang-elang tunggangannya.________Jerit raung manusia-manusia berjubah hitam, bersamaan elang-elang hitam meronta terbakar di tanah, bergumul debu kerikil. Teriakan manusia jubah mengamuk, namun masih hidup dalam kobaran api melahap tubuh.Tahu jenis apa elang Pembantai tak mati dalam api, harus dipenggal kepala, maka tak menyia-nyiakan kesempatan, segera regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba, menebas kepala manusia berjubah dari tubuhnya. Juga elang tunggangannya. Hujan mulai berjatuhan ke tanah. Semakin deras membasahi tak terhitung tubuh-tubuh bergelimpangan. Regu Tameng Cakra dan Jerat Laba-laba tanpa henti mengayunkan jurus-jurus pedang, menghabisi siapapun musuh yang masih bergerak, elang hitam dan manusia berjubah hitam bersimbah darah bergelimpangan.Krrroaaagh!!!Tiba-tiba dari awan gelap, seekor elang hitam sangat besar, melintas sekejap mata dan meny
Batu menjerit dan bergerak. Wujud semula bongkahan, ternyata jubah kamuflase menyerupai batu, menyingkap sesuatu tersembunyi di baliknya.________Elang Pembantai.Jenis pasukan terbang pembantai. Semakin banyak jumlahnya, berdatangan ke tempat itu. Menggantikan pasukan pembantai berkuda yang sudah kalah telak.Hujan rantai besi sambar menyambar dari langit-langit gelap. Kemunculan Elang Pembantai memaksa Pasukan Bayangan sesegera mungkin bergerak mundur."Sembunyi!" pekik Ketua Sujinsha, diikuti sekawanan orang-orangnya bergerak cepat, menepi di antara celah-celah bebatuan. Namun belum semuanya bersembunyi, beberapa orang Tameng Cakra terkena sambaran rantai besi, tubuhnya ditarik dan terpelanting ke udara. "Aargh!!!" terbanting di sisi lereng berbatu. Anggota lainnya tak sempat memberikan pertolongan.Para pembantai dengan tunggangan elang hitam raksasa, beterbangan seiring riuh suara Terompet Raung mengangkasa. Tangan-tangan mereka sibuk melempar rantai-rantai besi. Penglihatan ta