10
Sepasang mata tidak terlalu besar milik Verda memerhatikan keenam ekor burung berbeda ukuran, yang balas menatapnya penuh tanya. Perempuan yang kali ini mengepang satu rambutnya itu mencoba membuka indra keenamnya, agar bisa berbicara dengan hewan.Banyak orang beranggapan bahwa indigo ataupun orang-orang yang memiliki kemampuan untuk berbicara dengan hewan adalah sesat atau bersekutu dengan setan. Akan tetapi, Verda tidak memedulikan hal itu.Bagi Verda, sepanjang dia menggunakan kemampuan untuk menolong sesama, maka itu adalah hal yang baik. Masalah mau dibilang sesat ataupun berbagai julukan negatif dari orang lain, dia tidak peduli."A', yang bulunya banyak biru itu namanya siapa?" tanya Verda sambil menunjuk burung Nuri yang badannya paling besar dibandingkan yang lainnya."Harry Potter," jawab Tris."Wuidih, keren amat!" Verda menyunggingkan senyuman lebar."Ayah sangat senang nonton film fantasiTS 11"Mungkin mereka tamu rumah sebelah," ujar Tris, meskipun dalam hati dia meragukan ucapan sendiri. "Masa tamu nggak turun?" tanya Verda sembari mengerutkan dahi. "Atau nunggu orang?" "Udah lama di situ, nggak gerak-gerak dari aku selesai salat." Tris tampak berpikir selama beberapa detik, kemudian beranjak ke pintu dan membuka benda besar bercat putih tersebut sebelum melangkah ke luar. Verda mengekori sambil memegangi ujung kaus hijau tua yang dikenakan Tris.Tiba-tiba mobil langsung meluncur, dan hal itu membuat kecurigaan Verda bertambah besar, demikian pula dengan Tris. Kedua orang tersebut saling beradu pandang selama beberapa saat, sebelum akhirnya sana mengangkat bahu dan kembali memasuki rumah. "Neng, mau makan di sini atau di rumah sakit?" Tris mengulangi lagi pertanyaannya, sesaat setelah mereka tiba di ruang makan. "Di sana aja, A'. Kasian ibu kalau kelamaan nungguin kita."
TS 12Derap langkah bergema di lorong panjang rumah sakit yang sepi. Beberapa kali terdengar omelan Verda bila melihat kelebatan makhluk tak kasatmata yang sepertinya memang sengaja nongkrong di sepanjang koridor untuk mengganggu orang yang melintas. Verda merapatkan tubuh ke samping kiri Tris yang segera merangkul pinggangnya seraya tersenyum. Pria berjaket jin hitam itu kian melebarkan senyuman ketika Verda mengomeli sosok-sosok tak terlihat yang berulang kali hendak menggapainya. "Cuekin aja," ucap Tris. "Udah, tapi pada ngikutin itu," sahut Verda sambil menoleh ke belakang. "Lama-lama kulemparin batu nih!" desisnya sembari berhenti dan merunduk. Menggapai batu berukuran kecil yang berada di pinggir koridor yang digunakan sebagai penutup aneka dedaunan. Verda berdiri dan merapal mantra yang pernah diajarkan oleh neneknya yang juga seorang indigo. Dengan sekuat tenaga dia melempar beberapa batu itu ke belakang dan berhasil
TS 13Suara ribut-ribut disertai dengan kemunculan beberapa orang dari depan blok sontak mengejutkan Tris. Pria berambut cepak itu berdiri bertepatan dengan pukulan keras orang-orang tersebut ke mobil SUV hitam yang berada tidak jauh dari rumah keluarga Verda. Tris segera menghampiri, sementara Verda justru berbalik arah dan keluar bersama dengan Sita yang membawa sapu. Ketika kedua perempuan berbeda usia itu tiba di depan mobil, para pria di sekitar seketika terdiam dan menunggu apa yang akan dilakukan oleh kedua perempuan tersebut."Turun!" sergah Sita sambil memelototi pengemudi yang masih diam di tempat. "Kubilang turun!" bentaknya sambil memukul bagian depan mobil dengan sapu. Sang pengemudi terkesiap. Dia beradu pandang dengan kedua rekannya yang sama-sama bingung. Sesaat suasana hening, sebelum sopir menggertakkan gigi dan hendak menekan pedal gas. Prang! Kaca di bagian pengemudi tiba-tiba pecah dan satu tang
TS 14Sentuhan lembut di lengan kanan menjadikan Tris terbangun. Seraut wajah cantik yang disertai senyuman manis tampak sangat dekat dengannya. Tris mengerjap-ngerjapkan mata kemudian memaksakan sudut bibirnya agar melengkungkan senyuman. "Udah hampir jam setengah enam dan Aa' belum salat," ucap Verda yang dibalas anggukan oleh Tris. "Mau sekalian mandi? Kuambilin handuk," tawarnya. "Hu um." Tris tidak berani membuka mulut karena takut bau naga keluar dan akan membuat Verda mabuk. Gadis berambut panjang itu berdiri dan jalan ke lemari. Membuka benda dari bahan jati asli dan mengambil handuk putih di tumpukan teratas. Sejenak dia mengamati susunan pakaian milik Varren itu sebelum akhirnya mengambil satu kaus biru tua dan menutup pintu. "Ini handuknya, dan ini kaus Varren. Pake aja, dijamin bersih," tukas Verda sambil mengulurkan kedua benda itu pada Tris yang tengah beranjak duduk. "Hu um," sahut pria itu, tetapi t
TS 15"Kang, siuman lagi atuh. Banyak yang mau kutanyain," lirih Verda sambil mengusap punggung tangan Kris yang makin kurus. "Ada beberapa hal yang sepertinya terlewat. Dan aku nggak bisa ngungkapnya tanpa bantuan Akang," sambungnya dengan suara bergetar. Kelopak mata Kris bergerak-gerak dan Verda langsung memajukan tubuh untuk mengamatinya. Setelah yakin bila itu bukan halusinasi, Verda mengusap rambut ikal Kris dan mendekatkan bibir ke telinga kanan pria tersebut. "Akang bisa dengar aku 'kan?" tanyanya dengan pelan. "Kalau bisa, hadirlah di mimpiku. Sering-sering juga nggak apa-apa. Dengan begitu aku bisa nanya banyak hal ke Akang, supaya kasus ini bisa segera terungkap," lanjutnya. Verda memundurkan badan dan memperhatikan kelopak mata Kris yang kembali bergerak-gerak. Sudut bibir gadis itu terangkat membingkai senyuman karena merasa senang Kris telah mengalami kemajuan walaupun hanya sedikit. Verda mengusap punggun
TS 16Sepanjang perjalanan menuju kediaman mereka, Tris lebih banyak diam dan menjadi pendengar pembicaraan satu arah Verda. Berulang kali Tris menengadah dan melirik ke kursi tengah, tetapi sosok sang akang tidak jua dilihatnya. Pria berambut cepak itu mendengkus pelan. Dia bingung hendak melakukan apa dan akhirnya hanya mampu menuruti perintah Verda serta fokus mengemudi. Setibanya di tempat tujuan, Verda turun terlebih dahulu dan membukakan pintu pagar. Tris menekan pedal gas mobil hingga kembali maju beberapa meter sebelum berhenti di sisi kanan pekarangan, tepat di depan garasi. Tak berselang lama Tris turun dan bergabung bersama Verda yang tengah membuka pintu. Keduanya masuk dan Verda langsung menutup pintu. Tris meneruskan langkah menuju bagian tengah rumah di mana kamar Kris berada. Setelah Tris menyalakan lampu, Verda melangkah masuk sembari memegangi sesuatu di belakang. Keduanya saling menatap sesaat, sebelum Verda berbalik dan mulutnya bergerak-gerak seakan-akan tengah
TS 17Setibanya di tempat tujuan, Hendra dan Tris turun terlebih dahulu dari mobil. Verda masih bertahan di dalam karena tengah berusaha menembus batas penglihatan indra keenamnya yang sulit dilakukan. Berulang kali Verda mencoba, tetapi gagal. Gadis yang kali itu mengikat rambutnya berbentuk ekor kuda akhirnya menyerah. Sebab bila dipaksakan akan tidak baik untuk mata batinnya. Verda membuka pintu mobil dan menarik tasnya sebelum keluar. Dia baru saja hendak menutup pintu kala kilasan kelebatan melintas. Tanpa membuang-buang waktu Verda menghempaskan pintu dan jalan cepat menyusuri jalanan yang kondisinya tidak terlalu mulus. Hendra bergegas mengejarnya, sedangkan Tris mengunci pintu mobil terlebih dahulu sebelum lari membuntuti kedua orang yang bergerak cepat. Verda memperlambat langkah kala tiba di dekat rumah berarsitektur model lama yang dikelilingi pepohonan berukuran sedang di sisi kiri jalan. Gadis berkaus hijau tua lengan panjang itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. He
TS 18Tris memindai sekitar berulang kali. Dia benar-benar takut terjadi sesuatu hal yang tidak baik karena sudah dua belas menit berlalu, tetapi Hendra dan Verda belum kembali. Pria berambut cepak tersebut mengecek pergelangan tangan kanan dan menghitung dalam hati. Kala menit bergeser, Tris meraih ponsel dari saku jaketnya dan hendak menelepon Darwis atau Bima. Namun, pergerakan dari kejauhan membuatnya mengurungkan niat dan menunggu. Detik demi detik menanti menjadikan Tris senewen. Dia terkejut kala orang kedua yang tengah menghampiri tiba-tiba terjatuh. "Aduh!" pekik Verda. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Hendra sambil berjongkok dan memegangi bahu sang gadis. "Sakit." "Di mananya?" Verda menunjuk pergelangan kaki kiri dan Hendra segera mengeceknya. Pria beralis tebal itu mengerutkan dahi, kemudian mengusulkan agar Verda bersedia dipapah sehingga mereka bisa keluar dari area tersebut. "Verda kenapa?" Tris yang baru tiba ikut berjongkok di samping kiri Hendra. "Jatuh, terus ka
TS 28Hari berganti menjadi minggu. Kondisi Kris masih belum ada perubahan. Meskipun dia sudah bisa menanggapi pembicaraan dengan menggerak-gerakkan kelopak mata ataupun jemari, tetapi Kris masih belum sanggup menyatukan jiwanya ke raga. Tris yang telah berhasil menggadaikan tanah kebun pada Edi, bisa bernapas sedikit lega karena berhasil melunasi biaya pengobatan akangnya, sekaligus tabungan untuk beberapa bulan mendatang. Untuk biaya hidup sehari-hari, Tris mencari tambahan dengan menjadi sopir taksi online saat ada waktu senggang. Seperti hari itu. Seusai salat Subuh, Tris membersihkan mobilnya di pekarangan. Selanjutnya dia mandi dan berganti pakaian. Tris menyempatkan diri menikmati sarapan yang disiapkan sang bibi. Baru kemudian dia melangkah ke luar dan memasuki mobil. Belasan menit berlalu, Tris tiba di sebuah perumahan kelas menengah. Dia berhenti di depan pagar sebuah rumah dua lantai bercat krem. Seorang perempuan muda bermata sipit keluar dengan didampingi kedua pria be
TS 27Hari pertama masuk kerja merupakan hal yang menyebabkan Tris deg-degan. Namun, kekhawatirannya akan rekan-rekan baru ternyata tidak beralasan. Hampir semuanya bersikap ramah, walaupun mereka baru bertemu. Tris duduk di kursi area khusus staf dan menyalakan laptopnya. Seorang pria berkacamata yang merupakan asisten Reno menghampirinya dan memberikan berkas-berkas yang menjadi tugas Tris. Pria berkemeja putih yang bernama Adam, menerangkan berbagai hal yang dulunya adalah tugasnya dan sekarang dilimpahkan pada Tris. Selama beberapa jam berikutnya Tris fokus bekerja. Dia mengoptimalkan semua kemampuan otak yang sudah hampir setahun tidak digunakan, terutama setelah dia terkena perampingan karyawan di perusahaan lama. Menjadi sopir taksi online merupakan jalan singkat bagi Tris agar bisa terus mendapatkan penghasilan. Akan tetapi, setelah Kris koma, pendapatan sebagai sopir taksi habis untuk biaya hidup sehari-hari. Satu demi satu harta warisan dijual demi membiayai pengobatan Kr
TS 26Langit senja telah turun ketika kedua mobil memasuki pekarangan rumah milik orang tua Verda dan Varen. Semua penumpang turun dan mengeluarkan barang-barang dari belakang, kemudian mengangkatnya ke teras. Pintu terbuka dan Sita keluar. Perempuan berusia lima puluh dua tahun menyunggingkan senyuman saat menyambut kedua anaknya beserta sang menantu. Sita menepuk-nepuk pundak Tris saat pria muda itu menyalaminya dengan takzim. "Masuklah, Ibu udah nyiapin puding dan es buah," tutur Sita. "Aku pikir Ibu nyiapin gulai ikan," sahut Varen sembari merangkul pundak sang ibu yang hanya sebatas dadanya. "Ada, itu lauk untuk makan malam. Sekarang makan yang dingin-dingin dulu," jawab Sita sebelum berhenti dan menoleh ke belakang. "Tris, ikut makan di sini, ya. Ayah mau ngomong sesuatu sama kamu," ajaknya yang membuat Tris tertegun sebelum mengangguk. Sesampainya di ruang tengah, Reno hendak mencium anaknya, tetapi didorong Vika yang meminta suaminya mencuci tangan dan wajah terlebih dahu
TS 25Dua buah mobil berbeda jenis dan warna melesat keluar dari pekarangan rumah di daerah Lembang. Yahya dan Ali memandangi hingga kedua kendaraan menghilang di kejauhan. Kemudian mereka memasuki rumah dan mengemasi barang-barang. "Ditumpuk aja, Li. Minggu depan Non Verda dan teman-teman mau kembali ke sini," ucap Yahya pada sang putra yang tengah menggulung kasur di kamar paling belakang. "Semuanya datang?" tanya Ali sembari melanjutkan aktivitas. "Katanya sih nggak. Cuma Non, Den Tris, Den Reno dan Den Varen. Kalau Mas Hendra dan yang lainnya belum pasti. Mereka udah sering cuti, nanti bisa kena surat peringatan." "Yah, aku penasaran. Siapa orang yang mengintai di kebun waktu itu." Yahya tidak langsung menjawab. Dia menghentikan gerakan dan keluar kamar. Ali mengekori ayahnya dan duduk di kursi ruang tamu. Pria yang lebih muda mengamati lelaki paruh baya yang tengah berpikir sambil melipat tangan di depan dada. "Awalnya Ayah pikir itu si Jaya. Dia kan suka mancing sampai mal
TS 24Kabut yang menggantung di pepohonan menjadi pemandangan pertama yang terlihat di seputar area bangunan besar di tanah luas. Sekeliling tempat ditutupi rerimbunsn pepohonan hingga sulit bagi matahari menembus dengan sinarnya. Titik dingin yang masih sama dengan kemarin malam membuat penghuni rumah enggan beraktivitas di luar. Mereka hanya melakukan kegiatan di dapur dan ruang tengah. Selebihnya membetahkan diri di kamar. Seorang perempuan berambut sepundak berdiri di depan jendela yang terbuka lebar. Kedua tangannya memegangi jeruji yang menghalangi jendela. Tatapan perempuan berkaus ungu lengan panjang dan kulot senada mengarah pada langit yang tidak terlalu terang. Perempuan bermata sipit menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara penuh. Dia melakukan hal itu beberapa kali dan berharap bisa menentramkan hati. Namun, hingga tarikan terakhir kegundahan masih bercokol dan membuatnya kesal. Perempuan berdagu lancip mengingat sosok pria periang yang selalu membuatnya t
TS 23Hawa panas di sekitar menyebabkan Verda dan Veren kian mempercepat bacaan doa. Sekali-sekali tangan kanan Verda bergerak memutar membentuk setengah lingkaran ke depan. Sementara Varen mengarahkan telapak tangan kanan ke belakang. Keduanya sama-sama mengamalkan olah napas yang pernah diajarkan Kakek mereka beberapa waktu lampau. Verda membatin bila sepertinya sang kakek sudah memberi isyarat bila dirinya dan Varen akan terlibat penyelidikan kasus. Sebab beberapa bulan lalu kakeknya yang bernama Harso mengatakan bila Verda harus rajin melatih olah napas dan menguatkan batin, terutama dalam menghadapi makhluk tak kasatmata.Pada awalnya Verda mengira Harso mengatakan itu karena dia sering diganggu makhluk-makhluk astral di tempat kerja. Namun, sekarang Verda sadar bila apa yang dikatakan Harso ternyata berhubungan dengan kasus Kris. Verda mengingat-ingat wajah pria tersebut. Entah kenapa dia merasa bila Kris tengah berada di sekitar. Tiba-tiba Verda membuka mata dan memindai seki
TS 22Bunyi binatang malam terdengar nyaring di sekeliling kala kelompok yang dipimpin Hendra tiba di belakang warung milik Yahya. Pria berjaket kulit hitam mengangkat tangan untuk memberi isyarat agar anggotanya berhenti. Setelahnya, Hendra memindai sekitar sebelum memberi kode pada Reno dan Tris agar mendekat."Aku sama Darwis nanti jalan paling depan. Kalian di tengah mengapit Verda. Bima dan Varen jalan paling belakang. Pak Yahya tunggu di sini," bisik Hendra. "Kalau kita semua nyeberang, nanti kalau ada apa-apa nggak ada yang bisa minta bantuan," sambungnya. "Siap," jawab Tris. "Tapi harus ada yang jagain tali, Dra," sela Reno. "Anak dan keponakan Bapak nanti ikut kalian. Ali dan Usep udah nunggu di dalam," sela Yahya sembari menunjuk ke bangunan semi permanen di depan mereka. "Tapi mereka jangan ikut ke bawah, Pak," tutur Hendra. "Justru Usep pengen bantu jadi penunjuk jalan. Dia sering masuk ke situ lewat jalan setapak buat nyari rumput untuk pakan kambing dan sapi," teran
TS 21Pekatnya malam menyelimuti area pegunungan di sekitar Lembang. Warga sekitar tidak ada satu pun yang keluar dan memutuskan menggelar diri di peraduan ataupun menikmati kopi sambil menonton siaran televisi. Desir angin yang pada awalnya lembut, perlahan berubah mengencang seiring malam yang bertambah larut. Binatang-binatang berlomba-lomba memperdengarkan suara, seolah-olah menyampaikan pada dunia bila merekalah sang pemilik gelap langit. Keheningan suasana terkoyak kala dua mobil memasuki area perkebunan milik kerabat Yahya yang bila ditelusuri akan mengurai jalan tembus menuju belokan tempat kejadian kecelakaan maut yang menimpa Kris dan Gita. Yahya yang menjadi pengantar meminta Hendra berhenti setelah mereka cukup jauh dari pemukiman. Pria parub baya tersebut membuka pintu mobil dan memindai sekitar sebelum menjejakkan kaki ke tanah kering. Satu per satu penumpang keluar dari kedua mobil. Mereka bekerja sama mengeluarkan peralatan yang akan digunakan sebagai penunjang petu
TS 20Suasana di kediaman Edi kembali ramai Minggu pagi. Namun, bukan karena acara keluarga, melainkan mereka kedatangan rekan-rekan Tris, Kris dan Hendra yang berniat membantu menjadi tim pendukung. Edi tidak ikut urun saran dan hanya memperhatikan kala Hendra serta Tris bergantian membeberkan rencana mereka pada rekan-rekan yang duduk bersila di ruang tamu. Sita dan Vika, serta Randi yang tengah menggendong Revi, mengamati jalannya rapat. Setelahnya mereka melakukan doa bersama memohon diberikan kelancaran pada tim inti yang akan segera berangkat. Reno, Verda dan Varen bergantian menyalami keluarga mereka. Tris, Hendra, Nindy dan beberapa orang lainnya yang akan bergabung di tim utama juga turut bersalaman. Kemudian mereka keluar bersisian dan memasuki beberapa mobil berbeda jenis dan warna. Tris yang mengemudikan mobil milik Reno, menekan klakson sebelum melaju sebagai mobil pembuka konvoi. Darwis dan pengemudi mobil lainnya menyusul, kemudian berpisah di perempatan jalan. Tris