Detik demi detik pun berlalu dan jam sudah menunjukkan waktu istirahat. Semua staf perusahaan menutup laptop mereka masing-masing dan bangkit dari kursi untuk pergi makan siang ke kantin perusahaan. Berbeda dengan Viera yang tidak mematikan laptop karena merasa malas untuk makan karena takut mendapatkan tatapan aneh dari semua staf perusahaan.
Aisyah yang baru saja bangkit dari kursi, mengerutkan kening saat melihat Viera tidak kunjung bangkit dari tempatnya. "Viera, kamu tidak pergi makan ke kantin?"
Dengan menggeleng perlahan, Viera yang merasa malas dan tidak bertenaga, menatap ke arah Aisyah di sebelah kirinya. "Aku sedang tidak berselera. Kamu pergi saja karena aku ingin mempelajari berkas-berkas ini dulu."
"Kamu yakin tidak lapar? Atau ada kencan sama presdir di ruangannya? Pasti presdir sudah memesan makanan enak untukmu, ya kan?" tanya Aisyah dengan mengedipkan sebelah mata. "Baiklah, aku pergi dulu. Selamat bersenang-senang bersama presdir."
<Aliando yang masih tersenyum menyeringai, tanpa membuang waktu semakin mendekatkan wajahnya dan tentu saja mengincar bibir tipis yang dari tadi sangat menggodanya. Sebuah hal yang selalu membuat para wanita jatuh dalam pesonanya karena dia adalah seorang pencium ulung. Begitu bibirnya menempel dan berniat untuk melumatnya, tubuhnya terhuyung ke belakang saat Viera menghempaskan tubuhnya menjauh.Viera yang merasa sangat terkejut dengan ulah Aliando yang menurutnya sangat kurang ajar, refleks langsung mengarahkan tangannya ke atas dan incarannya kali ini adalah pipi dengan tulang simetris pria yang sudah memberikan jarak setelah ulahnya yang mendorong kuat dada bidang di balik kemeja berwarna putih tersebut.Sebuah tamparan keras kini mendarat dengan sempurna disertai umpatan Viera yang merasa sangat dilecehkan. "Kamu benar-benar kurang ajar, Aliando! Jangan pernah berpikir bahwa wanita miskin itu murahan dan bisa dilecehkan. Ini adalah hari
Sosok pria dengan postur tubuh tinggi tegap dengan kulit putih bersih, terlihat sangat berantakan rambutnya karena baru saja mengganti ban mobilnya yang bocor di pinggir jalan. Dengan tangannya yang kotor, dia mengambil air mineral dari dalam mobil untuk membersihkan tangan. Baru saja selesai dengan kegiatannya, tanpa sengaja menatap ke arah dua wanita yang terlihat tengah berbicara sambil tertawa. Sudut bibirnya terangkat ke atas begitu melihat senyuman manis dari wajah cantik seorang wanita yang menurutnya terlihat memesona ketika tersenyum. "Wanita itu cantik dan manis." Pria yang tak lain bernama Faqih Mahendra yang baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya di luar kota, terpaksa harus menahan kesal saat ban mobilnya tiba-tiba kempes. Awalnya dia ingin menghubungi jasa montir, tetapi ponselnya mati karena kehabisan baterai. Dia yang tidak suka memakai jasa supir, selalu mengemudikan mobilnya sendiri ke mana-mana.
Viera terlihat tengah fokus mengobati luka pada siku Faqih yang berdarah dengan obat yang tadi dibeli oleh Aisyah. Tentu saja dia merasa bersalah sekaligus berhutang budi dan ingin membalas kebaikan dari sosok pria yang baru dijumpainya tersebut sudah menyelamatkan nyawanya.Sementara itu, Faqih kini tengah menatap intens wajah wanita di depannya dengan tidak berkedip dan sibuk dengan pikirannya sendiri. 'Wanita ini sangat manis dan juga baik hati. Meskipun dia selalu menyimpulkan apapun yang dilihatnya sesuka hati, tetapi itu sangat menguntungkan bagiku. Karena dia tidak tahu siapa sebenarnya aku.'Baru saja Faqih selesai berargumen sendiri di dalam hati, suara dari Viera sontak membuatnya merasa kebingungan untuk menjawab.Tanpa mengalihkan pandangannya, Viera masih belum selesai mengobati luka di siku Faqih. "Kamu sudah dapat pekerjaan?""Hah ...." Faqih memikirkan jawaban dari pertanyaan Viera ka
Aisyah dan Faqih yang masih berdiri di depan pintu kos Viera kini beralih ber-sitatap karena merasa bingung dengan perubahan sikap wanita yang terlihat sangat kesal dengan permintaan keduanya.Aisyah mengendikkan bahu saat mendapatkan sebuah kode pertanyaan dari tatapan mata Faqih. Karena dia mengetahui arti tatapan dari pria tersebut yang ingin mengetahui tentang Viera. Sementara Viera tadi seolah memberikan sebuah kode padanya untuk tidak mengatakan apa-apa pada pria di sebelahnya itu."Lebih baik kita pulang, karena Viera ingin beristirahat. Mungkin dia sedang banyak pikiran dan lelah," ucap Aisyah yang sudah berjalan meninggalkan Faqih.Sementara itu, Faqih yang masih berdiri di depan pintu, berniat untuk berpamitan pada Viera. "Aku pulang dulu, Viera. Beristirahatlah dan jangan memikirkan perkataanku tadi jika itu sangat membebanimu, karena aku tidak ingin kamu merasa berutang budi padaku."Suar
Saat ini, Viera tengah menatap intens wajah Aliando yang terlihat seperti sedang melamun karena menatap kosong ke arah depan. Dengan menepuk bahu pria di sebelahnya, Viera ingin menyadarkannya. "Awas kesambet!"Tentu saja Aliando yang tengah kebingungan mencari jawaban, berjenggit kaget begitu mendapatkan tepukan keras dari Viera dan membuatnya refleks langsung menolehkan kepala. "Kamu mengejutkan aku Viera."Sementara itu, Viera hanya terkekeh melihat raut wajah masam dari pria yang terlihat tengah menatapnya kesal. "Kalau aku tidak menyadarkanmu, mungkin kamu nanti bisa kesambet syetan. Sebenarnya apa yang saat ini kamu pikirkan?"Sebenarnya Aliando merasa senang saat tidak ada jarak di antara keduanya, karena Viera sudah berbicara tidak lagi formal. Namun, saat mengingat bahwa penyebab wanita itu berbicara seperti itu setelah mengundurkan diri, membuatnya merasa tidak nyaman.Aliando menyerahkan b
Aliando baru saja tiba di apotik dan langsung berbicara pada pegawai mengenai obat untuk Viera yang tadi terlihat sangat kesakitan. Dengan beralasan mencari obat nyeri haid untuk sang istri, tanpa merasa malu sama sekali, dia bertanya macam-macam mengenai seputar dunia kewanitaan. Mungkin bagi pria lain yang belum menikah, itu adalah hal konyol dan sangat memalukan.Namun, entah mengapa dia merasa tertarik karena ingin bisa membantu sosok wanita yang membuatnya sangat tertarik. Dengan berpikir bahwa itu akan menjadi dasar sebagai seorang suami, Aliando mendengarkan dengan seksama penjelasan dari pegawai apotik.Tidak hanya itu saja, dia pun tanpa merasa malu, menanyakan pembalut wanita terbaik di apotik dan diberikan jenis herbal yang memiliki banyak kegunaan untuk merawat daerah kewanitaan.Saat pegawai apotik yang sudah tidak lagi muda itu menjelaskan manfaat dari pembalut herbal yang berfungsi untuk
Aliando yang baru saja tiba di apartemen miliknya, terlihat tengah mengungkapkan amarah dengan membuat ruang pribadinya porak poranda. Apalagi saat membayangkan bahwa pria yang diketahuinya bernama Faqih itu mempunyai nomor Viera.Tadi setelah Viera selesai berbicara dengan pria yang disebut dewa penolong itu, dia bertanya mengenai bagaimana Faqih bisa mengetahui nomornya. Jawaban dari Viera tadi sebenarnya ingin membuatnya marah karena wanita tersebut dengan sembarangan meminjamkan ponselnya pada pria asing yang beralasan ketinggalan."Viera ... Viera ... kamu telah sukses membuat aku gila!"Puas meluapkan amarahnya, Aliando melangkah ke arah laci untuk mengambil sebatang rokok, membakarnya perlahan kemudian mengisapnya. Saat dia merasa kesal dan marah, dia melampiaskan semuanya dengan menghisap benda yang mengandung racun dan mungkin akan membahayakan kesehatan seperti anjuran pemerintah yang menyarankan untuk ti
Setelah Aisyah mengirimkan nomor rekening, Aliando langsung mengirimkan uang 30 juta karena menurutnya, biaya operasi dan perawatan sangat besar. Menurutnya, uang 20 juta tidaklah cukup. Begitu selesai dengan kegiatannya, kaki panjangnya melangkah keluar dari mobil dan tanpa membuang waktu, menuju ke lobby.Suasana perusahaan yang terlihat banyak para staf yang juga baru tiba di perusahaan, tengah berdiri di depan lift dan menyapa dengan sedikit membungkuk hormat padanya. Menunggu hingga pintu kotak besi tersebut terbuka dan mengantarkan mereka ke lantai atas, sesuai dengan ruangannya masing-masing.Aliando yang saat ini sudah masuk ke dalam lift khusus seorang diri, mengingat kejadian saat bertemu dengan Viera pertama kali dan membuat sudut bibirnya terangkat ke atas, membentuk seulas senyuman."Rasanya aku saat ini ingin membeli buket seribu mawar merah untuk Viera. Akan tetapi, jika aku melakukan itu, mungkin hu
Aliando tadi menyuruh orang tua Viera untuk beristirahat di apartemennya dengan menyuruh asistennya menjemput calon mertuanya. Ia sudah menganggap orang tua Viera adalah mertuanya karena merasa yakin akan menikahi wanita yang selama 5 tahun ini sangat berarti di hatinya.Ia yang mengerti akan amnesia seperti dialami olehnya dulu, yaitu tidak sepenuhnya hilang ingatan, tetapi hanya ingatan beberapa tahun saja yang hilang. Jadi, ia ingin mengeceknya sendiri dengan menunggu hingga Viera tersadar. Dengan menyakini bahwa wanita itu mungkin hanya melupakan sesuatu yang menyakitkan, yaitu melupakan kejadian di mana ia memperkosa Viera.Beberapa jam berlalu, Aliando bahkan sudah tertidur di kursi yang berada di sebelah ranjang pesakitan Viera. Ia menggenggam erat telapak tangan dengan jemari lentik tersebut. Berharap akan mengetahui jika Viera sadar dari biusnya.Pukul dua dini hari, Viera perlahan membuka mata dan mengamati sua
Supriyan dan Siti Aminah, serta Aliando seketika menolehkan kepala untuk melihat ke arah sosok sumber suara. Tentu saja mereka bisa melihat raut wajah penuh kemarahan dari sosok wanita paruh baya dengan wajah sangat sembab dan sudah dipastikan dari tadi tidak berhenti menangis meratapi nasib sang putra yang sedang berjuang menghadapi masa kritisnya.Supriyan yang seketika mengepalkan kedua tangannya, sudah tidak bisa menahan diri lagi karena ia tidak terima dituduh hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Ia hanya memikirkan nasib cucunya, sehingga memutuskan untuk mengatakan semua kebenaran pada Aliando. Ia kini sudah menepis tuduhan dari wanita yang menjadi besannya tersebut."Jangan asal menuduh, Nyonya. Sama sekali tidak pernah terpikirkan bagi kami untuk mencari pengganti menantu di saat seperti ini. Kami hanya memikirkan keadaan putri dan cucu yang sangat malang. Apakah itu salah? Apakah salah jika seorang ayah meng
Begitu mendengar cerita dari ayah Viera, Aliando langsung mematikan sambungan telepon dan buru-buru bangkit dari ranjang king size yang menjadi saksi bisu kesedihannya hari ini. Setelah pulang dari rumah sakit, ia berdiam diri di apartemen untuk menenggelamkan dirinya dengan kesedihan. Ia sengaja tidak pulang ke rumah karena tidak ingin orang tuanya melihat dirinya yang berada di titik paling terendah dalam hidupnya.Ia yang dari tadi belum mengganti pakaiannya, memudahkannya untuk langsung pergi ke rumah sakit. Begitu mengambil kunci mobil miliknya, Aliando berjalan dengan terburu-buru hingga tanpa ia sadari, kakinya menabrak sudut lemari dan tidak dipedulikannya. Meskipun sebenarnya rasa sakit itu sangat terasa, tidak membuatnya ingin memeriksa kakinya karena ia fokus berjalan keluar dari apartemen.Begitu berada di luar pintu, ia berlari menuju ke arah lift dengan senyuman tidak berhenti terukir di bibirnya. Bahkan degup jantungnya
Pasangan suami istri yang tidak lain adalah orang tua Viera, merasa sangat shock dan sedih saat mendengar semua penjelasan panjang lebar dari dokter. Seolah saat ini dunia mereka seketika runtuh saat mengetahui bahwa putri satu-satunya mengalami amnesia dan kelumpuhan.Wajah keduanya terlihat sangat pucat saat melihat nasib malang cucunya yang mungkin dilupakan oleh sang ibu. Begitu melihat para perawat yang membawa putri dan menantunya keluar dari ruangan operasi menuju ke ruangan kamar, mereka berjalan mengikuti di belakang dengan perasaan yang tidak menentu.Tidak lupa bulir kesedihan menghiasi wajah mereka yang mewakili perasaan yang hancur. Hal itu semakin bertambah besar saat mendengar suara cucunya yang memanggil-manggil sang ibu."Mama ... Mama," ucap Rafa beberapa kali dengan melambai-lambai pada sang mama. Merasa panggilannya diabaikan dan juga sang mama tidak kunjung membuka mata, membuatnya menceb
Ani Mahendra melanjutkan perkataannya untuk mengungkapkan apa yang ditakutkannya saat ini. "Maaf, aku hanyalah seorang ibu yang takut kehilangan putra satu-satunya. Meskipun aku tahu bahwa jodoh, rezeki, maut sudah ditentukan oleh Tuhan, tetapi tidak bisa menghilangkan pikiran burukku yang menganggap bahwa semua ini terjadi karena Viera. Kalian boleh membenci dan marah padaku, tetapi satu-satunya yang kupikirkan hanyalah putraku."Supriyan yang merasa mendapatkan sebuah penghinaan yang sangat luar biasa hari ini, tidak bisa lagi menahan amarahnya. "Lakukan apapun sesuka Anda, Nyonya Mahendra. Namun, jangan pernah sekali-kali menyebut bahwa putri kami adalah wanita pembawa sial karena di dunia ini, semua manusia mendapatkan rahmat dari Tuhan secara adil.""Jadi, tidak ada anak yang dilahirkan pembawa sial. Saya sangat berterima kasih atas semua penghinaan ini karena mengetahui sifat Anda sebenarnya yang seperti tidak mengakui kebesaran dari T
Setelah selesai melakukan transfusi darah, Aliando sudah berjalan keluar dari ruang operasi. Sebenarnya, ia sangat ingin menunggu sampai proses operasi selesai. Namun, ia sudah memantapkan hatinya untuk tidak lagi memikirkan Viera. Ia memutuskan untuk melupakan wanita yang sangat berarti penting untuknya tersebut.Dengan langkah kaki panjangnya, ia berjalan menghampiri orang tua Viera yang sedang duduk di kursi. "Ayah, Ibu, saya pamit pulang dulu. Sepertinya proses operasi berjalanlancar dan Alhamdulilah Faqih pun bangkit dari kematian. Semua ini terjadi karena Allah telah memberikan mu'jizat untuk Viera dan Faqih."Supriyan kini bangkit dari posisinya dan langsung menepuk bahu kokoh pria yang lebih tinggi darinya tersebut. "Terima kasih, Nak Aliando. Semoga Viera segera sembuh dan bisa mengucapkan terima kasih padamu.""Apa kau tidak ingin menunggu hingga proses operasi selesai, Nak Aliando?" t
Semua orang yang berada di depan ruangan operasi terlihat sangat khawatir dan cemas menunggu penjelasan dari pria yang menggunakan seragam operasi tersebut. Tentu saja di dalam hati sedang sibuk merapal doa untuk keselamatan pasangan pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan tersebut.Sementara itu, sang dokter yang merasa sangat tidak enak untuk menyampaikan kabar pada keluarga pasien, menghela napas berat sebelum mengeluarkan suara. Apalagi ia melihat raut wajah keluarga pasien yang baru saja menghujaninya dengan beragam pertanyaan."Dengan sangat menyesal kami memberitahukan kabar duka ini. Bahwa pasien laki-laki baru saja mengembuskan napas terakhir pukul 21.35 WIB sebelum dilakukan proses operasi."Sontak saja suara teriakan histeris dari sosok wanita paruh baya yang tidak lain adalah mama dari Faqih sudah memenuhi area sekitar ruangan operasi tersebut."Tidaaak!"
Aliando benar-benar merasa shock begitu melihat wanita yang ada di dalam mobil dengan bersimbah darah itu adalah satu-satunya wanita yang lima tahun lalu sangat dicintainya. Dengan tubuh yang gemetar dan tangannya pun demikian, ia meminta bersama orang-orang berusaha untuk mengeluarkan dua insan yang saat ini masih memakai gaun pengantin tersebut.Kaca mobil yang sebagian sudah pecah, memudahkan Aliando untuk membuka pintu mobil. Meskipun harus mengorbankan tangannya tergores tajamnya kaca dan mengoyak kulitnya."Viera, bertahanlah. Tidak akan terjadi apa-apa padamu. Aku akan membawamu ke rumah sakit. Jangan tinggalkan aku, kamu tidak boleh mati. Ingatanku sudah kembali dan akan menebus segala dosa-dosaku padamu, Viera." Membuka pintu mobil dan mengeluarkan tubuh wanita yang sudah tidak sadarkan diri tersebut.Sementara itu, beberapa orang lainnya juga mencoba mengeluarkan pengantin pria yang masih sadar dan merintih.Faqih yang bisa melihat Aliando menge
Faqih hanya terkekeh menanggapi rengutan dari wanita yang menurutnya malah terlihat semakin menggemaskan karena mengetahui bahwa Viera merasa malu dan terlihat kikuk padanya. Ia pun mendekatkan wajahnya untuk berbisik pada daun telinga sang istri dengan senyuman menyeringai."Kenapa? Kamu malu aku membantumu mengganti pakaian? Padahal kita sudah sah menjadi suami istri dan aku bebas menelanjangimu sepuasnya malam ini."Refleks Viera langsung mengarahkan tangannya ke bibir pria yang membuatnya bergidik ngeri hingga bulu kuduknya seketika meremang. "Dasar otak udang! Jangan sampai ayah dan ibuku mendengarnya! Sangat memalukan."Viera menyembunyikan kegugupannya begitu berada di depan orang tua dan mertuanya yang sedang asyik berbincang. "Ibu, ayo kita pulang. Kasihan Rafa sudah kelelahan dan tidak nyaman tidur dalam posisi meringkuk seperti itu."Sebenarnya beberapa saat yang lalu, mama dari Faqi