Home / Lain / The Rich Man Passion / 23. Direktur Aga

Share

23. Direktur Aga

Author: Maria Goreti
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

     Aga berpikir jika dia harus menemui Kakeknya. Jika dia tidak menemui bisa-bisa dia jadi kepiting rebus yang siap disantap. Lagi pula tidak ada salahnya menemui Kakek Aga di saat memang beliau membutuhkannya.

“Kakek memanggil Aga?” tanya Aga di samping Kakek Aga.

     Aga melihat Kakek Aga berjalan mendekat padanya.

“Kamu harus menjalankan perusahaan dengan baik. Jangan bermalas-malasan. Ingat itu.”

“Iya, Kek,” jawab Aga diikuti anggukkan.

“Kakek pulang dahulu. Kamu bisa menyusul nanti.”

“Iya, Kek. Tenang saja.”

“Malam ini, Kakek mau menginap di hotel.” Kakek Aga memberitahu.

“Dengan siapa Kek?”

“Sendiri.”

“Mau Aga temani?”

“Tidak usah. Itu ada mereka yang akan menemani Kakek.” Kakek Aga memberitahu jika ada pengawal-pengawal yang akan menjaganya.

“Iya, Kek. Jika terjadi sesuatu hubungi Aga lebih dahulu ya Kek.”

“Iya pasti. Kakek pergi dahulu.”

     Aga melihat Kakek Aga berjalan d

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Rich Man Passion   24. Rapat dadakan jilid 2

    “Mas Aga,” panggil Ben yang sudah berada di mobil. Pagi ini, Aga pergi dengan Ben menggunakan mobil milik Aga. Dia tidak mengetahui jika Ben akan datang ke rumah. Dia pikir Ben akan mau jika menginap di rumah.“Ben, kamu menginap di sini saja. Tidak ada yang kamu temui di rumah?”“Tidak ada, Mas Aga. Bapak dan Ibu sudah tiada.”“Maaf, Ben. Jika mengingatkanmu.”“Tidak, Mas Aga. Sudah lama sekali sekitar sepuluh tahun yang lalu.”“Kamu kuat ya.”“Harus kuat, Mas Aga. Aku berterima kasih pada Pak As yang menemukanku.”“Oh begitu. Aku yang harus berterima kasih denganmu. Belum satu tahun, kamu bekerja. Kamu sudah banyak membantuku.”“Itu pesan Pak As untuk membantu Mas Aga. Ngomong-ngomong, kita mau pergi ke mana Mas Aga?”“Kantor.”“Bagaimana tawaranku untuk pindah ke rumah?”‘Tidak, Mas Aga. Terima kasih untuk tawarannya.” Dalam perjalanan ke kantor, Aga berpikir untuk memberitahu direksi-direksi

  • The Rich Man Passion   25. Kunjungan kerja

    Aga berjalan masuk ke ruang rapat. Mereka berdiri untuk menyambut kedatangan Aga.“Silakan duduk kembali.” Aga mempersilakan mereka. Aga menatap satu per satu karena mencoba meyakinkan dirinya bisa melakukannya.“Rapat dimulai.” Aga mengambil sikap duduk yang nyaman baginya. Dia menatap mereka satu per satu dan mengingat wajah mereka. Keinginan yang kuat pasti bisa mengalahkan rasa gugupnya. Dia menatap tajam pada mereka, satu per satu. Aga melihat beberapa dari mereka sibuk sendiri.“Pak, bisa kita mulai rapatnya? Jangan sibuk sendiri.” Aga mengatakan dengan tegas.“Iya,” bisik salah satu dari mereka. Aga tidak berpikir dapat menggunakan cara tegas dan keras pada mereka. Dia tidak berpikir bahwa mereka akan menggunakan cara yang sama untuknya.“Selamat pagi. Terima kasih berkenan untuk datang. Terima kasih kursi di ruang rapat teriis

  • The Rich Man Passion   26. Koreksi rasa wine

    Aga dan Ben masuk ke mobil. Aga berada di belakang sedangkan Ben mengendarai mobil.“Kita mau ke mana Mas Aga?” tanya Ben lagi di dalam mobil.“Pabrik.”“Mereka?”“Tidak perlu ikut. Aku juga tidak membutuhkan mereka di pabrik. Jadi buat apa juga ikut. Aku mengajak yang mau bekerja denganku saja.”“Benar. Memang harus begitu, Mas Aga.”“Tidak ada untungnya bagiku. Jika mereka tidak ingin ikut. Justru akan membuat susah saja di pabrik.”“Iya, Mas Aga. Jadi kita putuskan pergi ke pabrik?”“Iya, Ben.” Aga membiarkan Ben untuk mengantarnya ke pabrik. Tentu Aga akan membayar gaji berbeda padanya karena sebagai sekretaris dan sopir pribadi. Bukan hal mudah untuk mempunyai dua pekerjaan dengan satu orang.“Mas Aga, baik-baik saja?”“Baik-baik saja, Ben. Aku bisa mengatasi dengan baik.”“Iya. Aku melihat Mas Aga melakukannya dengan baik. Aku juga sempat khawatir. Kalau-kalau Mas Aga akan pingsan di ruang rap

  • The Rich Man Passion   27. Menemui mereka

    Aga berjalan melewati pimpinan pabrik diikuti Ben berjalan di belakangnya.“Tunggu, Mas Aga,” teriak Ben. Aga mempercepat langkahnya supaya bisa bertemu dengan petani-petani anggur. Dia merasa kesal dengan semua pihak tanpa terkecuali.“Mas Aga, tunggu.” Ben dapat menarik tangan Aga.“Ada apa?” tanya Aga.“Mas Aga tidak bisa menemui mereka dengan perasaan mendidih begini. Mas Aga harus lembut. Mas Aga ingin sambutan baik dari mereka bukan. Lakukan hal yang sama.”“Iya. Aku akan lembut dengan mereka.”“Iya.” Ben memberikan jari jempol sebagai tanda setuju. Aga melihat mereka masih duduk di pinggir. Dia tahu alangkah tidak sopan jika datang pada mereka dengan marah-marah tidak jelas.“Selamat siang, Pak.” Aga menyapa mereka semua.“Selamat siang.”“Boleh duduk di sini?”“Silakan. Duduk saja pemilik pabrik juga tidak akan melarang.” Aga dan Ben saling

  • The Rich Man Passion   28. Mata-mata Kakek Aga

    Aga mengejar pria tersebut, tetapi tiba-tiba menghilang seperti ditelan bumi. Dia berusaha mengatur napas. Sementara di belakang, sebaliknya Ben mengejar Aga.“Mas Aga,” teriak Ben walaupun Aga sudah berhenti mengejar. Tiba-tiba.“Auw, sakit Ben,” kata Aga mengusap tangannya yang memerah.“Ada apakamu menarikku?” tanya Aga. Aga melihat Ben memberikan ponselnya.“Apa ini?” tanya Aga lagi. Aga melihat Ben menunjuk ponsel. Sementara Ben mengatur napasnya juga.“Ada apa sih?” Penasaran Aga tidak sampai situ saja. Ben membisikkan sesuatu dan raut wajah Aga berubah.“Apa iya?” tanya Aga pada Ben dan dijawab dengan anggukan oleh Ben.“Lihat di sini.” Ben memberitahu dengan napasnya yang masih terengah-engah.“Tunggu. Aku kirimkan saja ke ponsel Mas Aga.” Ben mengambil ponsel miliknya.“Aku tidak percaya, Ben.”“Itu. Aku sud

  • The Rich Man Passion   29. Aga pergi ke restoran

    “Gimana ini Mas Aga gak bangun-bangun.” Ben cemas dengan bosnya yang duduk di belakang. Beruntungnya Ben dapat mengendalikan kemudi mobil walaupun bantingannya sangat terasa.“Ben,” panggil Aga mengucek matanya.“Mas Aga sudah bangun?” tanya Ben masih menoleh ke belakang.“Iya. Aku sudah bangun. Apa yang terjadi?” tanya Aga menyadari posisi duduknya tidak seperti awal.“Ada truk bermuatan banyak dan berbeda jalur, tetapi mobil tersebut mengikuti jalur mobil ini. Aku pikir ada orang yang tidak suka denganmu.”“Jangan katakan seperti itu.”“Buktinya truk itu mau menabrak mobil ini.”“Mobil ini baik-baik saja?” tanya Aga.“Tidak. Kaca spionnya pecah dan terjatuh.”“Iya sudah. Nanti akan ada montir datang. Tidak perlu cemas masih ada mobil yang lain.”“Mas Aga tidak sedikit pun merasa cemas?”“Untuk apa? Apa dengan cemas dan memiliki sikap berlebihan bisa mengembalikan mobil dalam keadaan semula? Tidak kan? Santai saja. Kita

  • The Rich Man Passion   30. Siapa wanita ini?

    Plak.“Auw,” teriak Aga memegang pundaknya yang kesakitan.“Kamu kenapa Ben?” tanya Aga masih memegang pundaknya yang kesakitan.“Mas Aga kenapa melihat awanita itu? Mas Aga kenal dengan wanita tersebut.”“Tidak. Aku hanya terpesona saja dengannya.”“Mas Aga bisa diulangi lagi perkataannya,” pinta Ben karena penasaran.“Bagian mana yang diulangi?”“Aku apa tadi?”“Oh, aku terpesona dengannya.”“Mas Aga tidak salah dengan apa yang dikatakan?”“Tidak. Tidak ada yang salah.”“Dari segi mana, Mas Aga bisa terpesona dengan wanita itu?” tanya Ben berbisik.“Dia cantik.”“Aku harus membawamu ke rumah sakit, Mas Aga.”“Untuk apa? Tidak perlu, Ben. Aku baik-baik saja.”“Tidak, tidak. Mas Aga tidak baik-baik saja. Apakah tadi terbentur dimobil? Mas Aga pingsan tadi.”“Tidak. Aku tidak terbentur apa pun.”“Katakan saja, Mas Aga tidak perlu malu.”“Apa yang harus aku katakan? Tidak ada, Ben. Aku baik-baik saja.”“In

  • The Rich Man Passion   31. Pendapat negatif

    “Ayo, Ben. Buruan ada yang mau dikatakan Papa,” ajak Aga buru-buru.“Iya, Mas Aga.” Mereka berdua berlari kecil menuju mobil. Aga melihat Ben segera mengambil kunci mobil.“Kita pulang, Mas Aga?” tanya Ben.“Iya. Kita pulang.”“Baik.”“Tidak perlu buru-buru, Ben. Jangan terlalu santai juga.”“Iya, Mas Aga.” Aga melihat Ben mengendarai mobil sesuai dengan ritme. Tidak buru-buru juga tidak santai. Dia terpikir untuk menghubungi Papa As untuk menanyakan meminta Aga untuk pulang cepat. Aga hanya menekan satu angka dan tersambung pada panggilan telefon Papa As.“Halo, Pa,” sapa Aga secara sopan.“Halo. Kamu di mana Ga?”“Di jalan, Pa. Ini mau pulang. Papa minta pulang ke rumah kan?”“Iya, Ga.”“Pa, kenapa meminta A

Latest chapter

  • The Rich Man Passion   57. Sea dipecat dan Aga menghilang (End)

    “Aku permisi Om,” pamit Mos pada Papa As. Papa As tidak menjawab. Saat ini beliau hanya penuh emosi. Tanpa menunggu lama, sopir pribadi membawa Mos ke pabrik dengan mobil pribadi. Sepanjang perjalanan, Mos hanya tersenyum puas. Gerak secepat menangkap nyamuk. Sesampainya di pabrik, tanpa menunggu mobil menempatkan di tempat parkir. Mos turun dari mobil lebih dahulu. Dia ingin menemui pimpinan pabrik. Satu kali melihat, Mos dengan cepat menemuka keberadaan pimpinan pabrik. Mos melambaikan tangan untuk memberi tanda memanggil pimpinan pabrik.“Mas Mos memanggilku?” tanya pimpinan pabrik.“Iya, Pak. Aga di mana?”“Mas Aga ada di sana.” Pimpinan pabrik menunjuk Aga yang berada di tempat pemilihan anggur.“Ada satu hal yang harus aku beritahu. Terkait suatu perinta dari Om As.”“Maksud Mas Mos pesan dari Pak As, papanya Mas Aga.”“Iya. Beliau ingin menyampaikan suatu hal dan beliau meng

  • The Rich Man Passion   56. Rencana Mos

    Suara ketukan pintu kamar Aga.“Iya, aku sudah bangun. Aku akan turun.”“Iya, Mas Aga.” Pagi ini Aga Brawijaya bangun melewati waktu seperti biasanya. Dia juga sudah bangun ketika suara ketukan pintu tanda membangunkannya.“Aku ingin berolahraga tetapi rasa malas terus menghampiriku,” kata Aga melihat dirinya di cermin untuk ukuran full body. Aga masih menggunakan seragam kebesarannya yaitu pakaian untuk tidur. Dia belum memilih mandi untuk menyegarkan tubuhnya dengan wangi sabun mandi kesukaannya.“Mandi tidak ya. Aku malas sekali mau pergi ke kantor atau pabrik. Ada apa denganku hari ini? Apakah rasa malas mulai menghampiriku?” tanya Aga pada dirinya di cermin seolah dia ingin mengkoreksi.“Mandi sajalah sebelum ada suara ketukan pintu lagi.” Aga berlari kecil menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Aga menyelesaikan mandi dengan cepat. Dia keluar

  • The Rich Man Passion   56. Mos mencurigai Aga

    “Siapa kamu?” tanya Aga memberanikan diri menoleh ke belakang.“Astaga. Kamu Ben,” teriak Aga.“Maaf, Mas Aga membuat terkejut.”“Itu tahu. Kamu kenapa berdiri di belakangku?”“Tidak papa. Aku mencari Mas Aga tidak ketemu. Aku pikir orang lain. Maaf, Mas Aga.”“Tidak papa. Kamu mencariku pasti ada yang mau kamu beritahu. Apa itu?”“Aku mau memberitahu tentang peluncuran dan desain dan nama yang baru.” Aga mengangguk.“Iya. Aku sudah tahu itu. Aku akan biarkan mereka untuk memproduksi. Aku tidak akan ikut campur setelah itu.”“Ikut campur pun tidak akan jadi masalah, Mas Aga. Mas Aga menyadarinya?”“Iya. Aku sadar kalau aku direkturnya. Aku bebas untuk melakukan apa pun.” Aga terdiam sesaat memikirkan resiko yang akan dia dapat tetapi sudah siap. Dia harus bisa menyelesaikannya kelak.“Mas Aga sudah lihat pemilihan anggur-anggurnya?” tanya Ben memecakan lamunan.“O, sudah. Anggur-anggurnya seka

  • The Rich Man Passion   54. Pabrik adalah rumah kedua

    Suara ketukan seorang pelayan di pintu kamar tidak akan membuat Aga bangun kecuali bunyi jam weker yang akan membangunkannya dari mimpi yang indah. Kring, kring, kring.“Jam berapa ini? Kenapa sudah berbunyi saja? Ini masih pagi.” Aga berusaha menggapai jam wekeryang terletak di kasur dan jauh dari gapaian tangannya.“Sini, sini kamu.” Aga tetap tidak bisa mengambil jam weker“Kena.” Aga melihat waktu pada jam weker dengan mata terbuka lebar.“Astaga sudah jam 6 pagi.” Aga melempar sembarang selimut dan jam weker. Dia berlari ke kamar mandi karena dia tidak perlu cemas dengan air panas atau handuk yang lupa dibawa. Byur, byur, byur.“Akh segar sekali.” Aga mengambil shampo dengan wangi yang disukainya. Dia membersihkan tubuhnya dan keluar dengan balutan handuk menutupi seluruh tub

  • The Rich Man Passion   53. Makan malam Keluarga Brawijaya

    “Mas Aga, apakah ada hal yang serius? Maaf jika pertanyaanku lancang.”“Tidak serius juga sih Ben. Mama hanya memberitahu jika Kakek mengundang mereka. Kamu tahulah mereka itu siapa.”“Iya, aku tahu. Mungkin Mamanya Mas Aga tidak ingin anaknya dikecualikan.”“Iya sepertinya begitu Ben.”“Aku pikir ada hal serius yang terjadi. Sekali lagi maaf untuk kelancanganku.”“Iya Ben. Tidak jadi msalah. Aku tidak bisa mengajakmu, Ben.”“Tidak papa Mas Aga.”“Ben, cari supermarket terdekat. Aku akan membeli sesuatu untuk dibawa ke rumah. Setidaknya ada yang aku bawa,” kata Aga tersenyum geli.“Aku tahu supaya Mas Aga tidak dibully lagi oleh Mos karena datang dengan tangan kosong.”“Sekarang aku tidak takut lagi dengannya. Aku akan ingat jika di dalam perusahaan tidak ada status untuk saudara atau sepupu sekalipun. Benar bukan perkataanku?”“Iya benar. Maaf jika selama ini kesannya aku membuat Mas Aga menjadi jahat.”“Tidak kok Ben.”“Aku sangat senang.”“U

  • The Rich Man Passion   52. Desain yang baru

    “Tidak ada Mas Aga. Ada keperluan apa Mas Aga? Mungkin bisa dibantu.” Kepala departemen desain menymabut Aga dengan hangat.“A, ini aku mau memberikan ini. Aku mau membuat desain baru pada wine yang sedang aku kerjakan.”“Kalau begitu silakan masuk. Mas Aga mau minum teh?”“Tidak. Terima kasih.” Aga mengikuti kepala departemen masuk ke ruangannya. Crekkk.“Silakan duduk, Mas Aga.”“Iya. Tidak perlu repot. Aku hanya mau memberikan desain milikku. Bisa minta tolong dilihat?”“Iya, Mas Aga.” Aga melihat kepala departemen melihat desain dan tersenyum. Aga tidak tahu ini pertanda baik atau ada perbaikan dalam desain yang pasti Aga menginginkan seperti itu. Lebih lanjutnya jika ada perbaikan, Aga bisa memaklumi.“Bagaimana?” tanya Aga dengan wajah tegang.“Bagus kok Mas Aga. Hanya saja bolehkah diperbaiki sedikit dan diberikan sentuhan?”“Boleh. Silakan. Jika diperbaiki bisa memb

  • The Rich Man Passion   51. Saran dari Ben

    Aga melihat pimpinan pabrik yang berdiri tidak jauh darinya. Beliau salah tingkah setelah meyakini bahwa Aga melihatnya. Aga hanya membalas dengan senyuman dan sebaliknya.“Mas Aga senyum sama siapa?” tanya Ben melihat sekeliling.“Senyum dengan seseorang yang aku yakin dia pasti tahu.”“O.”“Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan sebelumnya?”“Iya, aku yakin Mas Aga.”“Aku tidak menyangka akan terjadi juga. Padahal aku sudah menepis akan terjadi.”“Mas Aga hanya perlu berhati-hati saja. Seseorang yang memiliki sikap berubah secepat kilatan petir tidak mungkin tidak ada maksud tersembunyi di dalamnya.”“Iya. Aku tahu itu tetapi ini Mos. Dia sepupu yang dekat denganku.”“Memang ada sepupu lain yang dekat dengan Mas Aga? Anak Pak Bimo hanya Mos.” Ben membela dengan pendapatnya.“Iya sih. Maksudku aku dekat dengan dia.”“Ini perusahaan Mas Aga. Tidak ada kedekatan atau apa pun itu. Ingat Mas Aga. Jabatan yang sudah dicapai dengan

  • The Rich Man Passion   50. Pabrik lagi

    Aga mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dia tidak peduli dengan suara klason dari mobil lainnya karena memperingatkan untuk berhati-hati dengan kecepatan mobil. Dia hanya berpikir bagaimana cara supaya cepat sampai di pabrik. Ya pabrik lagi yang akan dikunjunginya.“Huft akhirnya sampai juga.” Aga menepikan mobil di bawah pohon yang rimbun. Dia melepas seal belt dan mengambil ponsel di jok mobil. Dia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu pabrik yang terbuka lebar. Sayangnya tidak ada karpet yang digelar.“Selamat pagi, Mas Aga,” sapa salah seorang pekerja pabrik.“Tunggu. Aku mencari pimpinan pabrik di mana?” tanya Aga padanya.“Itu di sana, Mas Aga,” tunjuknya.“Terima kasih. Lanjutkan pekerjaanmu.”“Iya, Mas Aga.” Aga mempercepat langkah kakinya dan pimpinan pabrik menyadari jika dia sedang dicari. Hal yang sama dilakukan oleh pimpinan pabrik untuk mempercepat langkahnya. Be

  • The Rich Man Passion   49. Proses produksi wine

    “Iya, Mas Aga,” jawab pimpinan pabrik seraya berjalan menjauh dari Aga dengan tatapan tanda tanya besar di wajahnya dapat digambarkan. Ben berjalan menghampiri Aga.“Kenapa Mas Aga?” tanya Ben yang berdiri di sampingnya.“Itu pimpinan pbarik. Aku mengatakan kalau besok akan memberitahu produksi wine.”“Apakah akan diproduksi dalam jumlah banyak?”“Iya. Aku juga mau tahu reaksi masyarakat. Kita bisa ambil kembali produksi yang lama. Lalu untuk kemasan bisa bedakan sedikit atau diberi pemberitahuan. Kalau sudah memiliki rasa yang enak.”“Iya, Mas Aga. Aku akan mengatakan pada departemen desain.”“Beritahu aku dahulu. Setelah jadi desainnya.”“Iya, Mas Aga.”“Masih sore, aku mau lihat ke sana dahulu.”“Apakah aku harus ikut?”“Tentu saja, Ben.”“Iya, Mas Aga.” Mereka berdua berjalan ke tempat pemilihan anggur. Terdapat banyak pekerja baru di sana. Mereka terlihat akrab, beberapa dari mereka sudah me

DMCA.com Protection Status