Athena termenung di atas kasurnya. Sudah satu jam lebih ia hanya duduk sila sambil memeluk bantal kesayangannya. Kepalanya dipenuhi oleh pertanyaan tentang apa yang harus ia lakukan. Meski Ares dan Sidney sudah berusaha meyakinkannya, namun tetap saja ia terus kepikiran. Lagipula, tidak mudah mencari donor yang cocok dalam waktu dekat ini.
Pintu kamar Athena diketuk dari luar. Gadis itu tersadar dari lamunan, kemudian dengan suara yang agak keras ia mempersilakan siapapun yang mengetuk pintu kamarnya untuk masuk.
“Hai, Nana.”
Alfred muncul di ambang pintu, diikuti oleh Alvin. Mereka berdua masuk ke dalam kamar Athena, dan tanpa dipersilakan pun, keduanya sudah membawa tubuh mereka untuk ikut duduk di kasur kakak perempuannya.
“Pasti berat, ya?” tanya Alvin.
Athena membuang napas pelan, “Yang gue heran adalah, kenapa kalian nggak kaget sama sekali soal Papa? Jangan-jangan kalian udah tahu?” mata Athena menyipit cu
Hai! Apa kabar kalian? Gimana bab ini? Jangan nyerah untuk sampai di akhir cerita ya, karena aku juga nggak akan bosen buat nemenin kalian readers ku yang setia! Salam hangat <3
Dua hari sudah berlalu. Waktu ujian semakin dekat. Selama itu pula jam belajar Athena dan Sidney selaku kelas 12 semakin padat. Mereka bahkan merasa waktu berjalan sangat cepat karena masa SMA nya sebentar lagi berakhir. Yang artinya pula, mereka akan dihadapi tryout, ujian percobaan, dan ujian sekolah—karena ujian nasional sudah ditiadakan.Kelas lebih hening dari biasanya karena banyak dari para murid kelas 12 IPS-A yang hanya menunduk membaca modul pelajaran dan latihan soal. Meski saat ini kelas Athena dan Sidney mendapat jam kosong karena guru-guru harus rapat dadakan, tapi kenakalan-kenakalan yang biasa dilakukan oleh kelas 12—terutama kelas IPS, diminimalisir oleh mereka sendiri. Mungkin karena mereka sadar bahwa di tingkat akhir bukan lagi waktunya main-main.“Argh! Bisa meledak otak gue kalau disuruh belajar terus!”Sidney adalah murid pertama yang mengeluh di kelas 12 IPS-A selama 30 menit mereka semua membaca modul ata
Kelas tambahan yang diikuti Athena dan Sidney telah berakhir. Meski yang tersisa seharusnya hanya kelas 12 yang mengikuti kelas tambahan, namun Ares dengan setia menunggu Athena di depan kelas. Lelaki itu memakai buds dan sibuk menatap ponselnya sampai tidak menyadari bahwa Athena sudah berdiri di sebelahnya.Athena menepuk pundak Ares, lelaki itu menoleh kemudian tersenyum. Ares melepaskan sebelah buds-nya, sementara Athena bertanya, “Lihat apa sih?”“Oh ini … bukan apa-apa.” Ares segera memasukan ponsel dan kedua buds ke dalam tempatnya, “Udah selesai kelasnya? Yuk.”Meski wajah Ares kurang meyakinkan, namun untuk saat ini Athena membiarkannya, “Padahal nggak usah nungguin sampai kelas tambahan selesai.”Mereka berdua berjalan ke arah parkiran di mana mobil Ares berada. Sebelumnya, Sidney sudah pamit lebih dulu untuk pulang—sengaja tidak ingin berada di antara dua or
Mobil Ares sudah sampai di depan pagar rumah Athena sejak lima menit yang lalu. Namun di antara Athena dan Ares belum ada yang berniat untuk bergerak lebih dulu. Ares merasa ingin menghabiskan waktu bersama Athena lebih lama, sedangkan Athena sedang berbicara dengan dirinya sendiri apakah harus bertanya kepada Ares atau tidak tentang satu pertanyaan yang selama ini ia simpan.“Mau ngomong apa?” Ares membuka suara lebih dulu.“Eh? Kelihatan, ya?” Athena salah tingkah.Ares mengangguk cepat, “Iya. Dari tadi kamu gelisah gitu, terus bibir kamu kembang kempis kayak ikan kehabisan napas. Mau ngomong, tapi nggak jadi. Kenapa?”“Ah itu. Maaf sebelumnya kalau ini bakal menyinggung, tapi apa boleh aku tahu kenapa kamu selalu bawa mobil ke sekolah? Padahal bawa motor juga bisa, dan lagi … nggak ada murid yang berani bawa mobil karena takut ngabisin lapak parkir untuk guru dan staff lain. Cuma kamu yang dari awal kaya
Hari-hari telah berlalu. Hingga tiba waktunya ujian tryout untuk Athena, Sidney, dan seluruh kelas 12. Atmosfer pagi di sekolah sangat mencekam, terutama di laboratorium komputer lantai 3 yang menjadi tempat ujian tryout dilaksanakan. “Na, lo ngerasa nggak sih ada aura gelap di lantai tiga?” tanya Sidney saat dirinya dan Athena sedang berjalan menuju kelas mereka untuk meletakkan tas. “Kita bahkan belum masuk ke lab, loh. Masa auranya udah sampai sini? Yang gelap mungkin aura lo, Sid. Dari tadi muka lo bete banget.” Athena membalas dengan candaan. “Bukan bete, gue tertekan. Kayaknya rasa tidak percaya diri mulai melahap gue, Na.” Sidney semakin bergidik ngeri. Athena tertawa, “Melahap? Udah kayak monster aja. Lagian, emangnya lo nggak belajar dulu sebelum ujian?” “Udah, tapi ya … you know, sistem kebut semalam.” Sidney menyengir tanpa dosa. Athena hanya bisa menggeleng melihat tingkah sahabatnya. Ia sebenarny
Akhirnya hari Pentas Seni sekolah pun tiba. Banyak sekali poster-poster yang terpajang sepanjang 100 meter sebelum gerbang sekolah. Beberapa standing poster juga menyambut di depan gerbang sekolah dengan dekorasi yang sangat menarik. Poster tersebut berisi informasi mengenai kegiatan Pentas Seni dan juga bintang tamu yang akan mengisi acara. Karena PENSI di sekolah Athena itu memang dibuat untuk umum, sehingga siapapun bisa membeli tiket di tempat—tepatnya di stan tiket yang berada di dekat parkiran agar mudah ditemui pengunjung. Setiap kelas juga harus ditata dengan beragam dekorasi dan hiasan. Karena selain penampilan dari perwakilan tiap kelas dan bintang tamu, OSIS juga membuat perlombaan dekorasi kelas—yang mana jika kelasnya berhasil mendapat gelar “Kelas Terunik dan Terindah” akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai. Athena dan Sidney datang pagi-pagi sekali untuk membantu teman sekelas mereka mempercantik kelas. Dalam waktu setengah jam, akhirnya me
30 menit yang lalu, sebelum Ares mencari Athena, lelaki itu menerima telepon dari Malik. Ares yang sedang menata kelas bersama teman-temannya, terpaksa menghentikan kegiatannya dan menerima telepon di tempat sepi. “Halo, Malik? Ada apa?” tanya Ares langsung pada intinya. “Maaf kalau saya mengganggu waktunya, Tuan. Tapi saya harus segera mengabarkan ini secepatnya. Salah satu pengawas yang ada di sekitar Nyonya Hera seperti melihat adanya gerak-gerik seseorang yang mencurigakan, jadi beberapa pengawas yang ada di sekitar Tuan Ares akan dikerahkan pada Nyonya.” Malik melaporkan dengan lugas dan tegas. “Orang mencurigakan di sekitar Mama? Kalau gitu kerahkan sebagian ke sana. Jangan sampai Mama kenapa-napa, Malik.” wajah Ares sedikit panik, namun ia berusaha tetap tenang. “Baik. Terima kasih atas pengertiannya. Sehubungan dengan ini pula, Tuan diminta untuk lebih berhati-hati oleh Pak Adikara.” “Jangan khawatir. Di sekolah sedan
Sudah hampir satu jam Athena berada di dalam mobil yang menjemputnya di depan sekolah. Namun bukanya tiba di tempat tujuan, Athena malah merasa hawa di sekitarnya berubah menjadi dingin. Seperti alam bawah sadarnya tahu kalau ada sesuatu yang mulai tidak beres. “Maaf, Pak. Tapi kantor polisinya di mana ya? Kenapa kita belum sampai juga?” Athena bertanya dengan nada yang sangat hati-hati. Pria yang sedang mengendarai mobil itu meliriknya, “Mereka tertangkap di Jakarta.” “Jakarta?” ulang Athena. Pria paruh baya itu mengangguk. Posturnya tetap tegap, dan wajahnya datar. “Kamu bisa menenangkan diri dulu. Ada botol air mineral di dalam situ, ambil dan minum dulu.” Athena hanya mengangguk, ia membuka dashboard mobil, kemudian mengambil satu botol air mineral berukuran kecil, lalu meneguk isinya. Perasaan kacau dan pikiran yang panik membuatnya haus. ‘Mungkin perasaan nggak enak ini karena gue khawatir sama AL’ Athena membat
PERHATIAN!!! BAB INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN FISIK, DAN KATA-KATA KASAR!!! ----- Athena terbangun karena merasakan sakit pada pergelangan tangan dan kakinya. Begitu ia membuka mata, hanya gelap yang terlihat karena matanya tertutup oleh kain. Mulutnya juga direkatkan menggunakan lakban. Athena berontak sekuat tenaga ketika dia bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat, berharap mendapat pertolongan. “Athena Amerta.” Athena bisa mendengar namanya disebut oleh seorang pria. Terdengar seperti suara orang yang memberikan kabar bahwa kedua adik kembarnya ditangkap, melalui telepon. “Orang yang paling berharga bagi Ariel,” Athena bisa mendengar pria itu melanjutkan. Gerakan tubuhnya terhenti begitu mendengar nama Ariel disebutkan. Athena mulai merasa ketakutan lebih dari sebelumnya. “Sayangnya … Ariel juga udah nggak ada. Jadi sekarang lo berharga bagi siapa?” Athena bisa merasakan bahwa tubuh lelaki itu mendekat, ka
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn
Dua puluh menit telah berlalu. Athena dan Ares keluar dari ruang rawat Roy usai menemui pria paruh baya itu. Raut wajah Athena menggambarkan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya, namun garis-garis khawatir masih kentara di sana. “Kamu lebih lega sekarang?” Ares bertanya sambil mengusap pelan punggung gadis yang lebih pendek darinya itu. Athena mengangguk pelan. “Iya. Walaupun cuma bisa sebentar ketemu, karena ternyata Papa harus banyak istirahat sebelum operasi. Aku lega udah bisa nunjukin kalau aku baik-baik aja ke Papa, dan Papa juga dengan bijak ngerti situasinya meskipun aku tahu ini semua enggak mudah diterima sama Papa, terlebih Papa sama sekali enggak ngelarang aku buat ketemu sama kamu.” Athena dan Ares duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Roy. Tangan Ares tidak pernah melepas rangkulannya pada bahu Athena. “Aku ikut lega kalau kamu lega.” Ares mengusap puncak kepala Athena. “Aku masih enggak nyangka akhirnya Papa punya kesempatan untuk sembuh kayak dulu lagi, Res.
Haloo para pembacaku sekalian di manapun kalian berada.Ini pertama kalinya saya menulis catatan penulis untuk para pembaca. Dan untuk yang pertama kalinya ini, saya ingin memberikan informasi sekaligus meminta maaf kepada para pembaca sekalian.Dalam beberapa hari ke belakang, saya tidak update bab terbaru The Reason Why dikarenakan kondisi kesehatan saya yang naik turun. Saya tidak bermaksud memberi alasan apapun karena keterlambatan update ini. Namun, selain kondisi kesehatan saya, masalah lainnya adalah sibuknya jam perkulian saya yang padat. Jujur saja, perkuliahan yang padat dan hari libur saya gunakan untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak (meskipun sudah saya cicil), ditambah rapat organisasi kampus. Mungkin karena terlalu banyak kegiatan itulah, tubuh saya mengalami drop, kurang tidur, dan juga panas dalam.Karena itu saya meminta maaf jika para pembaca sekalian menunggu bab terbaru The Reason Why. Saya hanya bisa menulis sedikit demi sedikit di waktu yang
Beberapa saat sebelumnya. Ares yang sedang duduk di depan ruang rawat Athena mendapat telepon dari Malik. Asisten Papanya itu memberikan kabar yang cukup mengejutkan, yaitu fakta bahwa Roy harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Saat Ares menerima telepon, kebetulan Alfred keluar dari ruang rawat Athena, dan lelaki yang lebih muda 3 tahun dari Ares itu juga sedang menerima telepon dari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, baik Ares maupun Alfred seperti bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran masing-masing. “Jangan kasih tahu Nana soal ini.” begitu kata Alfred setelah menutup teleponnya. “Nggak bisa. Ana harus tahu. Lagipula om Roy pasti dapet perawatan terbaik setelah pindah ke rumah sakit tempat nyokap gue kerja. Di sana juga udah ada donor untuk beliau.” “Lo lupa sama kondisi Nana sekarang? Lo mau bikin dia tambah drop?” Alfred sudah bersiap melayangkan tinju seandainya Ares kembali membantah. “Alfr