Senin pagi datang juga. Athena berangkat ke sekolah menggunakan ojek online. Sebenarnya Alfred menawarkan untuk mengantarnya sampai depan sekolah sekaligus ia juga pergi ke sekolahnya, namun Athena menolak. Ia tidak ingin teman sekolahnya melihat dirinya turun dari motor adiknya, yang notabenenya hanya berjarak satu tahun dengannya. Bisa-bisa terdengar gosip aneh tentang Athena yang memiliki selingkuhan dari sekolah lain.
“Nana~”
Sidney menyapa riang Athena yang sampai di depan gerbang sekolahnya, kebetulan Sidney juga baru sampai di sekolah. Gadis dengan poni yang selalu rapi itu merangkul pundak Athena yang lebih pendek darinya.
“Gimana tangan lo? Udah lebih baik?”
“Lukanya masih merah gitu, tadi Alvin bantu gue ganti perbannya.” jawab Athena.
Kepala gadis yang rambutnya dicepol asal itu menoleh ke kanan dan kiri, membuat anak rambut yang jatuh di dekat telinganya bergerak terkena angin. Sidney mengiku
Hai-hai-hai! Delapan hari menunggu rasanya seperti apa? Maaf untuk updatenya yang lama dan tidak teratur ini, karena masih minggu-minggu pasca-UTS. Semoga kalian setia menunggu ya! Terima kasih untuk selalu mengikuti The Reason Why! See you di bab selanjutnya!
Jam istirahat, Athena memutuskan untuk pergi ke kantin. Ia merasa harus menemui Ares dan mendengar penjelasan lelaki itu tentang perlakuannya tadi pagi. Kali ini Sidney tidak menemaninya, karena sahabatnya itu harus melakukan rekaman bersama anak-anak OSIS untuk konten Zetubenya. Athena berhasil menemukan Ares sedang duduk di kursi panjang kantin sambil menyantap ketoprak sebagai makan siangnya. Entah kenapa tubuhnya terasa kaku ketika hendak mendekat pada Ares. Ada sebuah atmosfer dingin yang menyelimuti Ares, seakan menangkal semua orang yang sedang tidak ingin diajak bicara olehnya. Athena bisa melihat dari kejauhan, bahwa Sela berjalan mendekat ke meja di mana Ares berada, sambil membawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat dua gelas teh manis dan satu mangkuk mie ayam. Beberapa detik setelah Sela duduk di hadapan Ares, mata lelaki itu dan Athena beradu beberapa detik. Wajah Ares berubah menjadi datar, kemudian pandangannya ia alihkan pada Sela. Gadis y
“Ares!”Athena sedikit berlari menghampiri Ares yang berjalan menuju tempat mobilnya diparkirkan. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, gadis dengan nama belakang Amerta itu buru-buru mencari Ares untuk menanyakan hal yang menurutnya masih menggantung, juga soal kemeja lelaki itu yang sekarang ia pakai.Lelaki dengan nama akhir Adiwangsa itu tidak menggubris. Seakan tak dapat mendengar panggilan Athena, Ares menerobos lautan siswa yang juga berlomba untuk pulang. Tasnya tersampir di pundak sebelah kiri, dan tangan kananya bersiap memegang kunci mobil.“Ares!” Athena menarik kaos hitam Ares dari belakang, mencegahnya semakin menjauh.Berhasil!Ares menghentikan langkahnya, kemudian berbalik. Wajahnya yang datar dan dingin ia perlihatkan. Tidak ada senyuman ramah yang belakangan ini ditampilkan, tidak ada tatapan jenaka yang dilemparkan. Athena menelan ludah susah payah untuk menahan rasa sakit yang kini menggerogoti dadanya. Me
Seorang pria berusia sekitar 40 tahun, tersenyum puas serat akan kelicikan. Pada ruangan remang-remang tempanya bersembunyi, hanya ditemani sebuah sofa usang yang cukup menampung tubuhnya untuk tidur di sana, meja kecil untuk meletakkan makanan, dan dua komputer untuknya ‘bekerja’. Setelah beberapa minggu ia merencanakan aksi balas dendamnya matang-matang, akhirnya ia berhasil melakukan langkah awal. Ponselnya berdering, tanpa berpikir siapa yang menelepon pun dia sudah hafal betul, bahwa itu adalah panggilan dari ‘Bosnya’. “Halo, Bos.” “Sudah menjalankan langkah pertama?” “Sudah, Bos. Saya rasa mereka akan menyadari peringatan dari saya. Mungkin mereka akan memperketat pengawasan di sekitar lelaki itu.” “Bagaimana dengan si perempuan?” “Saya rasa ia mulai dijauhi. Saya berhasil memasang jebakan pertama melalui orang dalam. Tapi sayang, dua asisten rumah tangga yang saya bayar itu diberhentikan.” “Tidak ma
Setelah 30 menit menaiki angkutan umum, Athena akhirnya sampai di tempat yang ia duga sebagai ‘persembunyian’ Ares. Untung saja jalanan Kota Bogor sedang berpihak padanya, tidak ada kemacetan yang parah saat itu. Beberapa orang dewasa menatapnya cukup lama saat ia turun dari angkutan umum. Karena dirinya mengenakan seragam sekolah dan berdiri di depan sebuah Mall. Memakai seragam sekolah ke Mall adalah hal yang sangat Athena hindari. Benar, Athena tidak suka jika statusnya sebagai siswa harus menjadi sebuah label atau cap yang diberikan oleh khalayak umum ketika dia berbuat sesuatu. Pandangan seperti ‘Anak sekolah kok kelakuannya seperti itu?’ adalah sebuah stigma umum yang biasanya diucapkan olah orang-orang jika dirinya membuat satu kesalahan, walaupun hal itu tidak merugikan siapapun. Namun, Athena terpaksa melangkah masuk ke dalam Mall itu meski berseragam lengkap, bahkan membawa tas sekolah, demi menemukan Ares. Dugaan Athena adalah Ares sedang berada d
Athena turun ke lantai satu dengan berpakaian santai. Ia jatuh tertidur selama 3 jam karena merasa lelah, akhirnya memutuskan untuk mandi terlebih dulu. Elva melihat kedatangan Athena ke dapur. Wanita paruh baya itu dengan lihai menyiapkan soup cream yang sudah dibuatnya untuk Athena. Gadis itu hanya duduk di meja makan dan melihat semangkuk makanan kesukaannya. Walau sudah tidur selama 3 jam, tapi entah kenapa dirinya masih merasa lelah dan lemas sekali. “Sidney ada di ruang TV. Diajak main PS sama adik kamu.” Elva membuka suara, memberikan informasi pada Athena. “Hm? Ngapain dia di sini? Bukannya belum jam pulang sekolah?” “Sidney bilang guru-guru di sekolah mau ada rapat sama guru lain, jadi murid-muridnya dipulangkan lebih cepat.” jelas Elva, mengulang penjelasan Sidney sebelumnya. “Oooh.” Athena hanya merespon singkat dan memutuskan untuk menyantap makanannya. “Dia mau nginep katanya.” UHUK!&
Athena berjalan masuk ke gerbang sekolah bersama Sidney. Karena sahabat berponinya itu memutuskan untuk menginap di rumahnya, maka sopir yang biasa menjemput Sidney pun harus menjemput mereka berdua ke rumah Athena, sekaligus mengantarkan mereka ke sekolah. Untung-untung Athena tidak perlu naik ojek online hari ini. Suasana tampak sudah ricuh sekali, padahal pagi baru saja datang. Seakan ada sebuah kabar menggemparkan yang mengguncang satu sekolah. Athena dan Sidney pun ikut penasaran atas apa yang sedang terjadi. “Eh, sorry. Ada apa, sih?” Sidney menahan salah satu siswa yang berlari kecil di depannya. Siswa tersebut melihat Sidney dan Athena bergantian, kemudian menggaruk kepala canggung. “Ehem, itu… Ares ngamuk.” “Ares ngamuk?!” ulang Athena kaget. “Ngamuk gimana maksudnya?” tanya Sidney, lebih tenang dari Athena. “Nggak tahu juga, tapi katanya dia lagi nyari orang yang nyebarin videonya.” kata siswa terseb
Athena dan Sidney berjalan dengan penuh perasaan was-was serta khawatir menuju ruang kepala sekolah. Sedikit merasa bingung mengapa mereka harus menemui kepala sekolah langsung tanpa perantara wali kelas mereka sendiri.“Sid, menurut lo kenapa kita dipanggil?”“Gue juga nggak tahu. Nggak mungkin karena gosip miring itu, kan?”“Semoga aja nggak.”Mereka tiba di depan ruang kepala sekolah. Athena dan Sidney saling tetap, kemudian mengangguk kompak—menguatkan diri masing-masing. Akhirnya mereka mengetuk pintu. Kemudian masuk setelah dipersilakan.“Permisi, Pak.”“Athena, Sidney.” sapa Pak Kepala Sekolah, “Silakan duduk.”Baik Athena ataupun Sidney merasa canggung saat ini, namun mereka berusaha mengatur rasa gugupnya dan duduk di kursi samping sementara kepala sekolah di kursi tunggal ujung meja.“Mohon maaf sebelumnya jika saya lancang menanyakan
Setelah bermodal nekat naik kereta ke Jakarta, Athena akhirnya sampai juga di sebuah kampus swasta tempat di mana sahabat Ares itu menempuh pendidikan. Sebetulnya Athena tidak yakin apakah orang yang namanya tertera pada sobekan kertas itu masih ada di kampus atau tidak. Namun firasatnya berkata bahwa ia patut mencoba.Athena membaca denah kampus untuk mencari letak Fakultas Ekonomi Bisnis. Setelah menemukan letaknya dan menghafal rute menuju ke sana, akhirnya Athena berani melangkah. Beberapa kendaraan melewatinya begitu saja, karena memang jalanan di dalam lingkungan kampus yang cukup lebar. Sebenarnya hanya Athena yang terlihat berjalan masuk, karena semua orang menggunakan motor, mobil, atau bahkan bus kampus untuk mengantar sampai ke depan gedung fakultas.“Kampus gede kayak gini, gimana cara gue nemuin orang ini?” Athena bermonolog.Namun, mengingat ia dalam kondisi yang sedang terburu-buru, lambat laun Athena mempercepat langkahnya. Hingga sam