Athena mengikuti langkah kaki Hera. Ia sedikit cemas karena tidak tahu harus bagaimana. Perlukah ia bertanya sekadar basa-basi? Atau bercerita tentang Ares di sekolah? Ah, itu terlalu berlebihan. Untuk saat ini, diam lebih baik. Hanya jika Hera bertanya, maka Athena akan menjawab.
“Saya tahu kamu sudah dua kali datang ke sini.”
Kalimat yang keluar pertama kali dari Hera membuat Athena sedikit terkejut. Padahal ia tidak ingin membahas hal itu, tapi jika arah pembicaraan mereka ke sana, mau bagaimana?
“Ah, i-iya tante.”
Hera masih memunggungi Athena. Mereka sampai di dapur. Hera langsung membuka kotak bolu, kemudian memotongnya dan meletakkan di piring. Athena berinisiatif membantu memotong sementara Hera sekarang menyiapkan minuman dingin. Tidak ada ART yang terlihat, mungkin mereka juga diliburkan, pikir Athena.
Hera berbalik, menatap ke arah Athena seraya tersenyum hangat, “Nggak usah gugup di depan tante. Santai aja.” katanya.
“Iya t
Hai hai hai... gimana bab ini? Udah cukup membuat penasaran, kah? Terus simak The Reason Why, ya! Terima kasih, sampai ketemu!
Ares menaikkan selimut untuk Hera setelah Athena pergi. Lelaki berusia 19 tahun itu terdiam setelahnya. Duduk di tepi kasur Hera. Memperhatikan wajah Hera yang matanya terpejam. Dalam hati ia berpikir bagaimana cara membuat Athena mengerti tanpa menjelaskan pada gadis itu?“Nggak ada perempuan yang bisa paham kalau kamu nggak ngejelasin, sayang.” mata Hera terbuka perlahan, senyum keibuan nampak di sana, “Mama paham Athena bukan gadis yang akan ikut campur urusan orang lain. Tapi sekarang dia udah jadi orang yang mengerti keadaan kamu. Dia orang terdekat yang akan selalu siap denger penjelasan dari kamu.”Ares sedikit terkejut karena Hera bisa tahu apa yang sedang dipikirkannya. Yah, tidak perlu heran. Meski Ares dulu pernah benci pada Hera, tapi ikatan antara seorang ibu dan anak tidak akan pudar sejauh apapun mereka.“Tapi aku nggak bisa bilang sekarang, Ma. Aku masih… masih…” Ares menarik napas dalam, “R
Athena sudah tertidur selama 15 menit di dalam kelasnya. Upacara masih berlangsung sekitar 15 menit lagi. Gadis itu terbangun karena merasakan dingin di permukaan kulit. Matanya menangkap sosok Ares yang sedang berjongkok di sebelahnya dengan memegangi sebuah bantalan es batu yang ternyata ia tempelkan ke dahi Athena.“Ares?” Athena berusaha bangun, Ares membantunya duduk setelah meletakkan kompresan.“Kenapa nggak ke UKS?”“Males ketemu sama lo.”“Emang lo tahu gue di UKS?”“Lo emang sering bolos ke UKS, kan.” Athena mencibir.Ares tertawa pelan, lelaki itu mengusap puncak kepala Athena, “Kalau lo sakit, gue nggak tega gangguinnya. Jadi cepetan sembuh.”Athena membeku di tempatnya. Ia tidak mengerti kenapa detak jantungnya menggila. Sejak kapan juga ia merasa aneh ketika Ares menyentuhnya? Gadis itu berusaha berpikir positif, bahwa dirinya seperti itu karena seda
Ares menutup pintu UKS dengan pelan agar Athena tidak terbangun. Lelaki itu sempat menemani Athena sampai gadis itu tertidur setelah meminum paracetamol. Ia tidak menyangka Athena yang terlihat kuat pun bisa jatuh sakit. Apa yang menyebabkannya sampai tumbang? Ares sendiri terlalu sibuk memikirkan penjelasan seperti apa yang harus ia berikan pada Athena perihal masalah yang terjadi di rumahnya tempo lalu. Ditambah dirinya juga sempat membentak Mamanya sendiri, Hera, hanya karena kekesalannya sesaat. Tapi sebenarnya Ares memang tidak pernah mengerti kenapa Hera sampai mengalami trauma yang cukup membekas karena kepergian Ariel. ‘Lo nggak bisa menanyakan sesuatu yang jawabannya pun nggak lo ketahui.’ Batin Ares menginterupsi pikirannya. Ares mengepal tangannya kuat. Ini adalah perdebatan antara pikiran dan perasaannya. Dirinya mengakui bahwa ia sendiri pun pernah mengalami depresi, efek yang ditimbulkan karena kepergian Ariel. Seharusnya ia tidak perlu
Athena membuka matanya perlahan. Hanya ada cahaya remang-remang dari lampu tidur di kamarnya. Kepalanya sudah tidak seberat tadi sebelum ia minum obat dan tidur. Hari ini ia tidak masuk sekolah, ternyata demamnya semakin tinggi. Tiap sakit tenggorokan, ia memang akan merasakan demam. Elva sudah memberikan Athena wejangan agar tidak perlu keluar kamar, semua pekerjaan rumah yang biasa Athena kerjakan tidak perlu lagi dikerjakan olehnya. Athena berusaha menyerat tubuhnya untuk bersandar pada kepala ranjang. Ia mengambil ponselnya dari nakas untuk mengecek jam. Waktu menunjukan pukul 3 sore lewat 12 menit. Gadis itu juga bisa melihat belasan panggilan tak terjawab dari Ares, dan 2 pesan dari Sidney yang baru dikirim 20 menit lalu. Athena membuka pesan Sidney lebih dulu. Sidney: NANA! Lo nggak masuk karena sakit ya? Udah gue isi sakit ya absen lo. Sidney: Na, kayaknya Ares nekat dateng ke rumah lo karena teleponnya nggak diangkat
Ares mengajak Alfred dan Alvin keluar dari kamar Athena. Ia sengaja memberikan Sidney ruang untuk mengajak Athena bercerita. Ares sangat paham bahwa biasanya para perempuan akan selalu mencurahkan hati ketika mereka merasa sakit, baik batin maupun fisik. Yah, sama seperti Mamanya—Hera, pasti akan selalu meminta Ares bercerita tiap ia sedang demam, katanya mendengar suara orang lain saat sakit itu menciptakan suasana positif, kata Hera.“Mau ngomong apa, Bang?” Alfred buka suara lebih dulu.Ares menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, kedua lelaki yang lebih muda darinya 3 tahun itu paham kalau Ares hanya mencari alasan.“Pasti mau ngasih Nana dan Sidney ruang.” tebak Alvin.“Kelihatan banget, ya?” tanya Ares dengan tawa canggung.Dua lelaki kembar itu mengangguk bersama.“Gue cuma ngasih kesempatan ke Ana buat numpahin semuanya ke Sidney. Gue tahu banget kalau alasan orang sakit itu bukan cuma d
Athena sudah kembali bersekolah. Ternyata benar, ketika sedang sakit kita kedatangan orang-orang yang membuat tertawa dan bahagia, maka sakit itu akan hilang. Ditambah, kemarin Athena benar-benar menikmati pizza yang dipesan oleh Sidney menggunakan uang Ares. Setelah mereka ikut menertawakan Ares yang tidak sadar dirinya tertawa sampai menangis, Ares dan AL kembar kembali bermain PS. Pizza yang dipesan juga datang di tengah-tengah permainan mereka, dan sempat terjadi kegaduhan karena AL kembar yang beradu argumen soal topping nanas pada pizza. Walau sudah bisa bersekolah, Athena tetap membawa obatnya. Takut-takut kalau rasa pusingnya hadir lagi. Elva juga yang membuatkan bekal untuknya pagi itu. sebenarnya, Athena merasa senang tiap ia sedang dilanda demam, karena orang tuanya menjadi lebih perhatian dari biasanya. Jika Elva akan sibuk mengurus kerjaan, bahkan sampai tidak sempat memasak, Athena yang mengerjakan semuanya. Tapi kini ia bisa bersantai sedikit karena p
Elva menatap Athena lama sebelum akhirnya menghela napas. Wajah seriusnya perlahan memudar, kemudian senyum hangat keibuan ia tampilkan. Sukses membuat Athena terdiam dalam keterkejutan. “Mama… nggak marah?” tanya Athena pelan. Elva mendekat, duduk di tepi kasur Athena—sementara gadis itu duduk di kursi belajarnya. “Buat apa Mama marah?” Elva malah balik bertanya membuat Athena semakin bingung, namun wanita paruh baya itu melanjutkan, “Sebelumnya, Mama nggak ngizinin kamu deket sama cowok karena Mama nggak mau kamu ngalamin hal yang sama. Cuma buat dijahilin kayak pas sama temen-temennya adik kamu, dan dimanfaatin. Mama nggak suka sama tipe orang kayak gitu. Tapi setelah beberapa kali Mama diem-diem cuma ngamatin aja, akhirnya Mama paham kalau Ares beneran tulus sama kamu, sayang.” “Ares tulus sama aku, Ma?” bukannya tidak mendengar, bukannya tidak mengerti, tapi Athena hanya tidak bisa percaya dengan kalimat semu itu. Tulus itu… seperti apa?
Sidney berjalan menuju kelas dengan pikiran yang melayang-layang setelah mendengar perkataan Sela tentang sosok Adikara. Bagaimana sebenarnya Adikara mengendalikan kehidupan Ares dan Ariel sebelum kematian Ariel terjadi. Apakah semua itu mungkin dilakukan? Ya, mungkin. Karena kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki oleh Adikara Wangsa, itu semua menjadi mungkin. Tapi bagaimana Adikara bisa memiliki pikiran sepicik itu? Itu yang tidak dimengerti oleh Sidney. Saat ia memasuki kelas, Ares sudah tidak ada di sana. Sepertinya sebentar lagi jam istirahat selesai. Sidney dengan cepat duduk di sebelah Athena—yang masih menampilkan senyuman sambil melihat telapak tangannya. Sidney berusaha mengintip apa yang Athena lihat di telapak tangannya itu, tapi tidak ada apapun di sana. “Lu lagi lihatin apaan sih?”
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn
Dua puluh menit telah berlalu. Athena dan Ares keluar dari ruang rawat Roy usai menemui pria paruh baya itu. Raut wajah Athena menggambarkan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya, namun garis-garis khawatir masih kentara di sana. “Kamu lebih lega sekarang?” Ares bertanya sambil mengusap pelan punggung gadis yang lebih pendek darinya itu. Athena mengangguk pelan. “Iya. Walaupun cuma bisa sebentar ketemu, karena ternyata Papa harus banyak istirahat sebelum operasi. Aku lega udah bisa nunjukin kalau aku baik-baik aja ke Papa, dan Papa juga dengan bijak ngerti situasinya meskipun aku tahu ini semua enggak mudah diterima sama Papa, terlebih Papa sama sekali enggak ngelarang aku buat ketemu sama kamu.” Athena dan Ares duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Roy. Tangan Ares tidak pernah melepas rangkulannya pada bahu Athena. “Aku ikut lega kalau kamu lega.” Ares mengusap puncak kepala Athena. “Aku masih enggak nyangka akhirnya Papa punya kesempatan untuk sembuh kayak dulu lagi, Res.
Haloo para pembacaku sekalian di manapun kalian berada.Ini pertama kalinya saya menulis catatan penulis untuk para pembaca. Dan untuk yang pertama kalinya ini, saya ingin memberikan informasi sekaligus meminta maaf kepada para pembaca sekalian.Dalam beberapa hari ke belakang, saya tidak update bab terbaru The Reason Why dikarenakan kondisi kesehatan saya yang naik turun. Saya tidak bermaksud memberi alasan apapun karena keterlambatan update ini. Namun, selain kondisi kesehatan saya, masalah lainnya adalah sibuknya jam perkulian saya yang padat. Jujur saja, perkuliahan yang padat dan hari libur saya gunakan untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak (meskipun sudah saya cicil), ditambah rapat organisasi kampus. Mungkin karena terlalu banyak kegiatan itulah, tubuh saya mengalami drop, kurang tidur, dan juga panas dalam.Karena itu saya meminta maaf jika para pembaca sekalian menunggu bab terbaru The Reason Why. Saya hanya bisa menulis sedikit demi sedikit di waktu yang
Beberapa saat sebelumnya. Ares yang sedang duduk di depan ruang rawat Athena mendapat telepon dari Malik. Asisten Papanya itu memberikan kabar yang cukup mengejutkan, yaitu fakta bahwa Roy harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Saat Ares menerima telepon, kebetulan Alfred keluar dari ruang rawat Athena, dan lelaki yang lebih muda 3 tahun dari Ares itu juga sedang menerima telepon dari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, baik Ares maupun Alfred seperti bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran masing-masing. “Jangan kasih tahu Nana soal ini.” begitu kata Alfred setelah menutup teleponnya. “Nggak bisa. Ana harus tahu. Lagipula om Roy pasti dapet perawatan terbaik setelah pindah ke rumah sakit tempat nyokap gue kerja. Di sana juga udah ada donor untuk beliau.” “Lo lupa sama kondisi Nana sekarang? Lo mau bikin dia tambah drop?” Alfred sudah bersiap melayangkan tinju seandainya Ares kembali membantah. “Alfr