“Maaf kalau saya mengganggu.”Tanpa ragu, langkah kaki Elok terus mengayun menuju meja kerja Lex. Dengan senyum ramah, Elok meletakkan sebuah paper bag pada meja kerja tersebut.“Ini?” Dilihat dari logo dan gambar yang tertera pada paper bag tersebut, Lex sudah bisa menebak apa isi di dalamnya. “Seharusnya, Bu Elok nggak perlu repot-repot.”“Nggak repot, kok, Mas,” ungkap Elok sambil memegang tali tas yang ia sampirkan di bahu kiri. “Kebetulan saya mau ke rumah sakit. Karena sejalan, jadi saya mampir ke sini sebentar.”Sebelum itu, Elok menelepon Arista untuk mengetahui keberadaan Lex saat ini. Karena wanita itu mengatakan Lex baru saja sampai di firma, maka Elok menyempatkan diri untuk mampir ke toko roti dan membelikan dua kotak brownies untuk pria itu.“Dan, saya juga mau minta maaf, karena saya, Mas Lex nggak jadi ke Singapur waktu itu.” Ia yakin, Lex pasti menolak jika Elok menawarkan sejumlah nominal untuk menggantikan tiket pesawatnya malam itu.Lex yang sudah berdiri sejak Elo
“Malam …”Langkah Elok terayun lesu memasuki ruang keluarga di kediaman Lukito. Setelah seharian berkutat dengan urusan kantor, kemudian berlanjut dengan masalah Gilang yang tampaknya akan lama berada di rumah sakit, dan malam ini, Elok akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah mertuanya.Bukan tanpa sebab Elok mendatangi kediaman Lukito malam ini, ia hanya ingin menyelesaikan masalah perceraiannya dengan Harry secepat mungkin.Sebelumnya, Harry sempat menelepon dan mengabarkan bahwa Kasih ingin menginap bersama sang oma, oleh sebab itulah, Elok tidak pulang ke rumahnya sendiri.“Malam, El,” balas Hendra tampak sedikit terkejut melihat sang menantu yang tiba-tiba datang tanpa memberi kabar.“Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?” tanya Harry yang juga masih berada di ruang keluarga. “Aku kira kamu nginap di rumah sakit.”“Papa yang nginap sana,” kata Elok sambil mendudukkan diri dengan perlahan pada sofa yang berhadapan dengan Hendra. Sementara Harry, duduk pada sofa panjang yang ber
“Apa kabar, Beb?” Elok menyematkan senyum masam, pada Sandra yang baru saja duduk pada sofa lobi apartemen yang berbeda sisi dengannya. Wanita itu masih terlihat begitu cantik, dengan bobot tubuh yang sepertinya sedikit bertambah. “Gimana anaknya mas Harry? Baik?”Sandra melukis senyum yang terkesan dipaksakan. Ia cukup terkejut, ketika resepsionis apartemen mengatakan Elok hendak menemuinya di lantai lobi. Sebenarnya, Sandra bisa saja menolak dan menghindar dari wanita itu, tapi, hati kecilnya penasaran. Mengapa Elok sampai harus datang pagi-pagi untuk menemuinya.“Baik,” jawab Sandra datar. “Dia nggak pernah rewel sama sekali.”“Di mana-mana memang begitu. Perempuan yang hamil karena zina, selama hamil sama melahirkan biasanya dipermudah sama Tuhan,” seloroh Elok santai dengan senyum mengembang sinis di wajahnya.“Bu El—"“Ssshh.” Elok meletakkan telunjuk pada bibirnya. “Saya nggak mau marah-marah. Jadi, ayo kita selesaikan ini dengan cepat.” Elok mengeluarkan ponsel dari tasnya, la
Elok menoleh ke arah pintu ruang kerjanya yang memang dibiarkan terbuka separuh. Terdiam sejenak, sambil memasang indra pendengarannya dengan tajam. Pagi ini, Kiya memang izin terlambat karena harus pergi ke bank untuk menyelesaikan beberapa hal. Untuk itu, apapun yang terjadi di luar ruangannya saat ini, Elok tidak mendapatkan informasi apapun.Karena penasaran dengan beberapa percakapan yang mengganggu, serta beberapa suara yang asing di telinga, Elok akhirnya beranjak dari meja kerjanya. Elok membuka lebar pintu ruangannya, kemudian mengernyit. Tiga orang office boy baru saja masuk ke ruang direktur utama yang berada tepat di depannya. Ruang tersebut, sudah lama tidak terpakai karena selain menjabat sebagai CEO, Elok juga merangkap sebagai direktur utama perusahaan untuk efisiensi.“Lin!” Elok menghampiri seorang office girl yang baru saja datang dan hendak memasuki ruang direktur utama. “Mau ngapain?”“Bersih-bersih, Bu.” Lini mengangguk sopan.“Siapa yang nyuruh?” Elok melewati L
“Aku nggak nyangka kamu bisa gerak secepat ini.”Dewa membuka mulut ketika seorang notaris sudah keluar dari ruang VIP, tempat pertemuannya dengan Elok siang ini. Tidak hanya mereka berdua yang ada di sana, tapi seorang pria yang sedari dulu selalu berada di sisi Dewa. Di mana ada Dewa, di situ pasti ada Reno.Dewa baru saja menandatangani beberapa berkas pengalihan beberapa saham Antariksa ke tangannya. Ia mengajak Reno, karena nantinya Renolah yang akan menghandle semua urusan tentang Antariksa. Sementara Dewa, akan kembali ke perusahaan keluarga untuk menggantikan Abraham, setelah masa jabatannya di Senayan berakhir sebentar lagi.“Kamu harus berterima kasih sama almarhum pak Raka,” sahut Elok setelah menyesap kopi yang sudah tidak lagi panas. “Beliau nggak mengatur masalah pengalihan saham di anggaran dasar perusahaan.”Karena pelecehan yang sudah dilakukan Restu pagi tadi, Elok akhirnya memutuskan untuk mempercepat rencana yang sudah pernah disusunnya. Elok tidak ingin berlama-la
“Ada apa ini?”Restu mengurungkan niat masuk ke ruang kerjanya saat melihat dua orang pria berseragam asing ada di ruangan Elok. Ia menghampiri Kiya, yang hanya duduk manis di mejanya dan tidak tidak berbuat apa-apa.“Bosmu di dalam?” tanya Restu lagi, sambil menunjuk pintu ruangan Elok yang terbuka.Kiya mengangkat wajah kesal menatap Restu. Tidak biasanya pria itu bertanya terlebih dahulu pada Kiya mengenai Elok. Seperti yang sudah-sudah, Restu akan langsung masuk ke dalam ruang tanpa memedulikan Kiya sama sekali.“Pak Restu ngomong sama saya?”Restu yang sedari tadi hanya melihat ke dalam ruangan Elok, sontak beralih cepat menatap Kiya. “Bukan! Sama setan!”“Oh.” Kiya yang tidak peduli itu, kembali meneruskan pekerjaannya dan tidak memedulikan Restu. Andaipun nantinya ia dipecat, Kiya sudah memiliki pegangan untuk bekerja di Jurnal. Hati Kiya semakin kesal ketika tahu Restu juga berkantor di Antariksa, apalagi ruangan pria tersebut berada tepat di depannya.“Heh! Saya lagi ngomong
Brak!Elok terhenyak karena pintu ruangannya kembali terbuka dengan kasar. Tidak perlu lagi menebak-nebak karena semua itu pastilah ulah Restu. Belum ada lima menit pria itu keluar dari ruang Elok karena menerima telepon, Restu ternyata kembali lagi dengan mendorong kasar pintu ruang kerja yang baru saja ditutup oleh Kiya.“Res—”“Berengsek kamu, El!” hardik Restu seraya menghampiri Elok, lalu memutar kursi yang diduduki wanita itu agar menghadapnya. Restu menunduk, mencengkram lengan kursi Elok dengan tatapan marah. “Kamu alihkan beberapa saham Antariksa ke tangan Dewa!”“Itu sahamku, saham Gilang, dan … seperti itulah.” Karena sudah memasang CCTV di ruangannya, maka Elok bisa sedikit bernapas lega. Andai Restu nekat berbuat tidak senonoh, atau hendak menyakiti Elok, ia pasti memiliki rekaman perbuatan pria itu. “Informanmu sangat, sangat terlambat memberi informasi.”“Shoot!” Restu mendorong kursi beroda Elok hingga membentur meja kecil yang berada di samping wanita itu.Elok kembal
Kedua pria yang duduk berseberangan itu, sama-sama bersedekap, tegak. Mereka saling pandang untuk beberapa saat, lalu menatap Elok yang duduk pada kursi di antara keduanya.Salah satu pria itu pun menggeleng. “Aku bukan nggak bisa mundur, El. Tapi, aku nggak mau mundur. Antariksa, nantinya mau aku hadiahkan ke Rindu setelah dia lulus kuliah. Dan kita, sudah punya kesepakatan sebelumnya.”Elok menautkan jemarinya lalu meletakkan di puncak kepala. Membuang napasnya pelan, karena negosiasi dengan Dewa ternyata berjalan alot. Sementara pria yang duduk di sisi kirinya, masih terdiam seolah memikirkan sesuatu. Elok sengaja membawa pria itu, agar bisa membantunya membujuk Dewa.Namun, Elok ternyata belum menemukan titik terang sama sekali.“Mundurlah dari Antariksa, El.”Akhirnya, pria yang sedari tadi hanya diam membuka mulut. Akan tetapi, Elok masih belum bisa mundur sesuai dengan usulan pria itu.“Banyu, aku nggak bisa mundur dari sana,” sahut Elok masih meletakkan kedua tangan di atas ke
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..
Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap
“Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan
Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat
“Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang
“Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak
“Sayang, A …” Lex kembali menutup mulut, saat ada dua orang perempuan yang kompak memberi tatapan tanya padanya. Tadinya, Lex mengira Kasih sedang berada di kamarnya. Namun, saat Lex baru saja keluar kamar setelah mandi, gadis kecil itu ternyata sedang berada di dapur bersama Elok. Kedua tangan Kasih berada di dalam sebuah mangkok besar dengan berlumur tepung. Rupanya, gadis itu sedang “membantu” Elok membuat makan malam.“Ayah manggil aku? Atau, Mama?” tanya Kasih kembali meremas-remas ayam yang sudah ia lumuri adonan tepung.“Mama!” Lex menunjuk Elok yang tengah mengaduk sesuatu di panci. Sungguh sebuah pemandangan hangat yang tidak pernah Lex lihat seumur hidupnya, dan ini sangat luar biasa. Lex membayangkan, apa jadinya bila ia tetap bersikukuh dengan kesendirian, dan hanya fokus pada rasa kehilangan yang selalu menggerogoti jiwa. Mungkin, Lex tidak akan bisa berada di situasi seperti sekarang.“Kenapa, Yah?” tanya Elok lalu mematikan kompor di hadapan. Namun, tetap membiarkan tun
Lex terdiam melihat kantong belanjaan yang baru saja ia letakkan di kitchen island. Setelah sekian lama hidup menyendiri, ini kali pertama Lex melihat barang belanjaan yang sangat banyak ada di tempatnya. “Aku rasa, kita harus pindah.” Lex mengeluarkan satu per satu barang belanjaan dari kantong, lalu meletakkannya di kitchen island. Sementara istrinya, sedang berjongkok di depan lemari pendingin untuk meletakkan beberapa minuman kemasan di dalam sana. “Kenapa?” Elok tidak menoleh, agar bisa membereskan semua barang belanjaan yang masih ada di kitchen island dengan cepat. “Kamar Kasih sepertinya kurang besar dengan boneka yang sebanyak itu.” Lex pernah membawa Kasih yang tertidur, ke kamar gadis itu di kediaman Mahardika. Namun, Lex tidak memperhatikan gadis kecil itu ternyata memiliki boneka yang begitu banyak di kamarnya. “Mas, jangan manjain Kasih,” pinta Elok memang harus sedikit lebih tegas pada Lex. Pria itu sepertinya sama sekali tidak bisa menolak permintaan Kasih. Sementar
“Mas?” Elok menoleh ke arah jendela saat tidak mendapati Lex berada di sampingnya. Masih terlihat gelap. Belum tampak bias cahaya yang menyelinap di antara celahnya. Elok melihat ke arah nakas. Jam digital yang berada di atasnya menunjukkan sudah menunjukkan pukul 04.58. Detik itu juga, Elok mengumpat. Segera bangkit dari tempat tidur, lalu berlari menuju kamar mandi. Elok mengambil bathrobe dan segera membalut tubuhnya seraya berjalan cepat keluar kamar. “Pagi, Mas!” Elok sempat terkejut saat mendapati Lex sudah berkutat di dapur. Entah apa yang dilakukan suaminya itu, tetapi Elok tidak bisa menghampiri Lex lebih dulu. Ada Kasih yang harus dibangunkan, agar tidak kesiangan berangkat ke sekolah. “Pa …” balasan Lex terhenti karena Elok baru saja tenggelam di kamar Kasih. Tidak terlalu penasaran dengan hal yang dilakukan Elok di kamar putrinya, Lex kembali melanjutkan membakar rotinya di atas wajan anti lengket. Tidak sampai lima menit berlalu, Elok kembali keluar dari kamar Kas