Sean berusaha menarik napas panjang dan bersabar. Hatinya tidak boleh cemburu karena sudah terlalu lama SEan meninggalkan Pinka. Wajar saja, jika Pinka memiliki teman lain yang di anggap tel;ah berjasa untuk dirinya. Sedangkan Sean? Sean tidak pernah ada buat Pinka selama ini. Mulai dari Pinka hamil hingga melahirkan sampai Adzan sudah berusia satu tahun. Kemana Sean? Mencari Pinka pun tidak. "Kak Sean cemburu?" tanya Pinka lirih. Kedua mata Pinka mengerjap karena telah penuh denagn air mata."Ya. Kakak cemburu Pinka. Kakak tidak bisa menerima jika kamu dekat dengan seseorang," tegas Sean pada Pinka."Dokter Reno hanya teman, sudah Pinka anggap sebagai saudara. Ibunya juga datang untuk menjenguknya," ucap Pinka jujur.Justru kejujuran Pinka malah membuat hati Sean sakit dan kecewa. Tidak hanya itu, Sean juga merasa bersalah selama dua tahun ini.Keduanya malah diam dan menjadi kaku. Tidak tahu harus membahas apa. Sekian lama tak bertemu hanya ada rasa rindu dan memeluk erat lebih lam
Sean dan Pinka masuk ke kamar yang telah di pesan. Kamar suite room terbaik yang di miliki oleh hotel tersebut. Bagi Sean, cara menebus dosa besar yang telah ia lakukan terhadap istri dan anaknya adalah dengan membahagiakan dan memberikan segala sesuatu yang terbaik.Sean membaringkan Adzan yang masih tertidur dalam gendongannya ke box bayi yang telah di siapkan. Pinka juga meletakkan beberapa plastik yang ia bawa dari mini market berisi kebutuhannya selama di hotel.Pinka melepaskan sepatu dan kaos kaki pada kaki Adzan dan membiarkan Adzan tetap tertidur. Lalu Pinka merapikan semua barang belanjaan tadi dan meletakkan sesuai denagn tempatnya. Alat mandi langsung di letakkan di rak atas wastafel. Makanan dan susu Adzan ia letakkan di nakas agar lebih mudah membuatnya. Alat make up dan kebutuhan Adzan sebagian di letakkan di meja rias. Pinka menumpuk beberapa pakaian yang ia beli di mini market bawah dan di rapikan di lemari hotel tersebut.Sekilas Pinka mencari keberadaan Sean yang t
Di Luar hotel, panas begitu terik sekali, sama panasnya seperti yang di rasakan oleh pasangan Pinka dan Sean di dalam kamar hotel mewah itu. Lampu tidur yang ada di samping ranjang pun di matikan oleh Sean. Keadaan kamar menjadi gelap namun cahaya terang dari luar tetap saja memenuhi ruangan kamar hotel itu hingga tak terlihat gelap gulita. Alunan musik yang syahdu membuat Adzan semakin terlhat sangat terlelap sekali.Posisi Sean sudah menindih tubuh Pinka yang hanya memakai segitiga pengaman di bagian bawah. Dengan rakusnya, Sean terus menciumi seluruh wajah Pinka dan bibir Pinka tanpa ada se -inchi pun yang terlewatkan."Kakak rindu sekali padamu, Pinka," ucap Sean lirih dan kembali menenggelamkan kepalanya di leher Pinka yang mulus hingga Pinka mendesah kegelian sambil mendekap erat tubuh Sean yang terasa semakin kekar.Dengan gerakan cepat, Sean menurunkan bungku senjata besarnya dan menjatuhkannya ke bawah dengan asal. Senjata besarnya sudah tak tahan lagi ingin mengeluarkan pelu
Sean menarik handuk yang tersampir di kursi dan melilitkan ke pinggangnya untuk menutupi senjata besarnya yang masih mengacung tegak sempurna. Kedua kakinya masih terasa lemas, tapi mendengar suara tangis putranya membuat Sean langsung menggendong dan membawa putranya ke depan balkon.Pinka masih mengatur napasnya agar degub jantungnya juga berdetak secara normal. Ia pun bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri lalu memakai piyama dan menghampiri Sean untuk mengambil alih menggendong Adzan."Sini Kak, Adzan biar Pinka gendong, Mungkin dia lapar. Kakak mandi saja dulu," titah Pinka pada suaminya."Iya sayang," jawab Sean memberikan Adzan kepada Pinka.Sean juga membersihkan diri di kamar mandi dan memakai piyama yang sama seperti Pinka. Sean ikut duduk disamping Pinka yang sudah memangku Adzan di balkon sambil menyuapi anak lelakinya."Mau di pesankan makanan? Pasti lapar kan?" tanya Sean pada Pinka."Ekhemmm ... Iya Kak. Pinka mau," jawab Pinka lem
Ainul sudah sembuh dan telah di perbolehkan pulang hari ini. Tapi, sejak kemarin Sean tidak kembali ke rumah sakit untuk melihat keadaan Ainul. Tentu saja hal ini membuat Ibu Aisyah resah."Coba hubungi Sean, Zahra. Tanya dia sedang dimana? Kenapa tidak ada kabar sama sekali. Biasanya ia akan pulang dan berkabar walau harus ada tugas malam. Tidak menghilang begitu saja bagai di telan bumi," ucap Ibu AIsyah mulai kesal pada putra semata wayangnya."Tidak bisa Bu. Mas Sean tidak bisa di hubungi. Bagaimana ini? Administrasi belum di bayar. Zahra tidak memiliki uang," ucap Zahra lirih.Zahra mendesah pelan. Sungguh hidupnya seperti sedang di permainkan oleh alam semesta."Saya akan melunasi semua tagihan atas nama Ainul Madhiah," ucap Sean mantap yang datang bersama Pinka dan Adzan.Bagian kasir rumah sakit langsung mencari nama anak yang di sebut Sean tadi dan mencetak seluruh tagihan hingga Ainul bisa keluar dari rumah sakit. Tagihan tercetak itu di beriakn pada Sean dan Sean melunasi s
Fatih diam menunggu dokter yang sedang memeriksa mamanya di dalam ruangan. Zhein nampak terlihat santai dan otaknya terus berpikir mengingat siapa Fatih sebenarnya. Baru kali ini. Zhein bertatap muka secara face to face dengan tatapan yang begitu dalam dan lama.Sedangkan Fatih, ia terdiam memikirkan Mamanya yang tiba -tiba saja terjatuh. Apa yang terjadi selama satu tahun ini setelah kepergiannya? Apa ada orang jahat yang ingin mencelakai Mamanya? Padahal Papah Lukman sudah lama tiada."Keluarga pasien?" panggil dokter yang keluar dari ruangan kecil itu setelah memeriksa Mamanya."Iya. Saya Fatih, putra kandung pasien. Apa yang terjadi dengan Mama saya, dokter," tanya Fatih penasaran."Mama kamu sudah lama mengidap penyakit jantung. Kali ini kambuh lagi dan sepertinya kamu harus menjaga benar kesehatan Mama kamu. Jika tidak, hal seperti ini bisa terjadi lagi, dan mungkin bisa tidak tertolong lagi," ucap dokter itu memberi tahu."Tolong Mama saya, dokter. Sembuhkan Mama saya, berapa
Malam ini Sean menginap di rumah Pinka. Sean berjanji untuk tetap bersama Pinka, apapun yang terjadi. Semua barang Sean yang berada di mess pun sudah di pindahkan ke rumah Pinka.Pinka sama sekali tidak keberatan dan justru moment seperti inilah yang Pinka harapkan. Lelaki yang ia cintai kembali dalam pelukannya dan mulai mengendari kapalnya yang sempat terhenti karena rapuh.Kesempurnaan cinta, ketulusan rasa sayang dan indahnya berumah tangga selalu menjadi impian Pinka setelah melahirkan Adzan. Tidak setitik pun keburukan di pikiran Pinka untuk menggantikan posisi Sean dengan yang lain termasuk Reno, lelaki yang sudah jelas -jelas akan meminang Pinka.Ranjang besi yang berukuran queen size itu kini tak kosong lagi. Ada Pinka dan Sean yang telah merebahkan tubuh mereka dan sudah berada di bawah selimut.Sean meletakkan ponselnya saat Pinka sudah duduk dan ikut berbaring di sampingnya."Adzan sudah tidur, sayang?" tanya Sean yng langsung meraih tubuh Pinka untuk di peluk dengan erat.
Ainul di bawa kembali ke rumah sakit dan masuk ke ruang IGD. Ada beberapa rangkaian tes darah yang harus di lakukan untuk mengetahui penyakit yang di derita oleh Ainul. Padahal Ainul kemarin sudah sembuh, kenapa Ainul bisa kembali sakit.Ibu Aisyah sudah tidak peduli dengan kehadran Zahra yang memang terlihat tak menginginkan kehadiran Ainul di dunia ini. Dari sikap Zahra sudah jelas bisa di simpulkan bahwa Zahra sama sekali tak menginginkan Ainul menjadi putrinya.Beberapa kali Ibu AIsyah memencet tombol panggilan kepada Sean dan berharap putranya masih punya hati untuk mengurus Ainul. Jangan sampai Sean juga beku terhadap keadaan Ainul. Ibu Aisyah semakin cemas dan panik, ia sudah berapa kali mondar mandir di depan ruangan IGD dan sesekali melongokke dalam melihat apa yang sedang di lakukan dokter dan perawat terhadap Ainul.Suara telepon dari ponsel Sean yang terdengar nyaring berada di meja rias itu sedikit menggangggu pencapaian klimaks Sean yang tinggal selangkah lagi. Keringat
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu