Sean dan Pinka segera menyusul Ibu Aisyah ke rumah sakit dimana Ainul di rawat. Sepanjang jalan Sean terus menggenggam tangan Pinka, istrinya. Tekad Sean sudah bulat untuk jujur pada Ibu Aisyah dan menceritakan semuanya tentang yang terjadi antara Pinka dan Sean serta Zahra."Kak Sean yakin? Dengan semua yang akan Kak Sean bicarakan pada Ibu?" tanya Pinka lembut."Yakin sekali. Kenapa? Kamu jadi terlihat kurang yakin?" tanya Sean pada Pinka.Pinka menggelengkan kepalanya pelan. "Takut ada yang tersakiti. Pastinya akan ada," ucap Pinka pada Sean."Sudahlah Pinka. Semua itu sudah menjadi keputusan kita. Pernikahan kita harus segera di publikasikan. Jangan seperti ini terus menerus, smeuanya akan semakin runyam. Semakin kita menutupi sesuatu, maka resiko yang akan kita terima akan semakin besar dan menumpuk. Ini sudah saatnya. Kamu bisa lihat kan? Zahra bahkan pergi menghilang dari rumah tanpa menyusul putri kandungnya yang sedang berada di rumah sakit," tegas Sean tanpa harus menjelekka
Ainul tiba -tiba saja kritis. Hidupnya kini hanya bergantung pada selang yang menempel di tubuhnya dan tinggal di ruang ICU sampai kondisi tubuhnya stabil lagi.Sean menghadap kepada dokter yang memeriksa Ainul. Ainul terdeteksi mengalami spina bifida. Penyakit ini merupakan penyakit kelainan kongenital yang terjadi akibat gangguan pembentukan tabung saraf selama bayi di dalam kandungan. Gejalanya aalah sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya, masalah sensorik dan juga masalah motorik.Sejak lahir, Ainul memang sering sekali menangis dan sering merasa tak nyaman berada di box, mungkin karena rasa sakit yang di timbulkan dan paanas dari dalam tubuhn bayi itu."Apakah penyakit ini berbahaya dokter?" tanya Sean mulai khawatir. Ainul memang bukan putri kandungnya, tapi selama ini, Sean sayang dengan Ainul dan begitu tulus ia anggap seperti putrinya sendiri."Selama penanganannya cepat dan respon bayi juga baik. mungkin semuanya akan baik -baik saja. Saya sarankan untuk tetap bisa mencari don
Sean berjalan lunglai ke arah Pinka dan Ibu Aisyah setelah berbicara hal penting dengan dokter. Raut wajahnya tadi begitu terlihat bingung. Namun setelah melihat Pinka dan Adzan yang berad dipangkuan Ibu Aisyah, Sean langsung menerbitkan senyumnya denagn lebar. Pemandangan seperti ini adalah moment baru bagi Sean.Ibu Aisyah juga terlihat senang dan bahagia saat melihat Adzan yang terus tertawa khas bayi yang tak bisa berhenti terbahak bahak kegelian."Sayang ... Bisa bicara sebentar?" panggil Sean lembut.Pinka menoleh ke arah Sean dan mengangguk kecil menyanggupi permintaan Sean."Ibu, Pinka mau Sean bawa sebentar, Ada hal penting. Adzan, Uminya pergi sebentar ya?" ucap Sean meminta ijin pada putranya dan mencium kening Adzan penuh kasih sayang. "Titip Adzan ya Bu," pinta Pinka pada Ibu Aisyah."Jangan lama -lama. Ibu juga harus mengurus Ainul. Ainul bagaimana kondisinya, Sean? Apakah dokter sudah memberitahukan itu padamu?" tanya Ibu Aisyah pelan."Belum Bu. Ini mau di bahas, lang
Mama Fatih berkeliling di rumah sakit itu untuk mencari keberadaan Pinka. Ia tidak tahu, siapa nama putri tiri Pinka yang sedang di rawat di rumah sakit.Fatih juga penasaran ingin cepat sembuh dan menemui Pinka sesuai petunjuk Ari.Zhein telah menyiapkan bubur ayam untuk sarapan pagi Zahra. Zahra masih tertidur pulas di kamar tidurnya dan Zhein sudah memberekan rumah kecilnya dan menyiapkan sarapan pagi. Zhein harus segera pergi ke sekolah dekat sini untuk mengajar.Tok ... Tok ... Tok ..."Ra ... Zahra ... Bangun Ra. Aku mau berangkat," ucap Zhein lembut membangunkan Zahra."Eummm ... Ya ... Sebentar," jawab Zahra yang membuka kedua matanya lalu terbangun dan memakai hijabnya. Zahra keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tengah. Dua mangkuk bubur ayam panas sudah ada di meja makan di temani dua gelas teh manis dan satu piring berisi beraneka macam sate dan satu piring lainnya berini gorengan.Zhein sudah duduk di kursi dan menyuruh Zahra untuk duduk di depannya. Zahra pun menggeret
Pinka terdiam menatap Mama Fatih yang kini ada di depannya. Pinka takut masa lalunya di bongkar dan istri dari Pak Lukman meminta semua uang dan barang mewah yang pernah di berikan kepada Pinka. Padahal semua uang, perhiasan dan barang mewah yang bisa di jual sudah di rampa soleh Ayah Sam untuk berjudi dan membayar hutang. Entah bagaimana kabar Ayah Sam saat ini. Benarkah ia sudah meninggal? Atau hanya kabar burung saja berita buruk saat itu yang di dengar Pinka."Mari Bu. Pinka antar ke suami Pinka, mungkin kalau ada ijin, Pinka bisa bicara empat mata denagn Ibu," ucap Pinka denagn santun."Iya Pinka. Terima kasih atas waktu yang sudah kamu berikan untuk saya," jawab Mama Fatih pelan.Pinka mengajak Mama Fatih untuk bertemu dnegan Sean, suaminya. Lelaki itu sedang menggendong Adzan dan Ibu Aisyah sedang mengurus Ainul."Kak Sean ... Ini ada seorang Ibu yang mau bicara dengan Pinka soal masa lalu Pinka," ucap Pinka sambil mengedipkan satu matanya pada Sean."Masa lalu?" tanya Sean pel
Sean menggendong Adzan menuju kamar ruang inap yang disebutkan oleh wanita paruh baya tadi. Ini sudah dua jam, dan belum ada tanda -tanda Pinka kembali lagi ke ruangan rawat inap Ainul.Sean membaca satu per satu nomor di denap pintu dan menemukan ruang bernomor yang ia cari. Sean melihat ke arah dalam kamar itu melalui kaca kecil yang ada di depan pintu menmbus ke dalam tanpa harus masuk ke dalam ruangan itu.Benar sekali, Pinka masih ada di dalam denagn wanita paru baya itu yang sedang bersujud di kaki Pinka dan lelaki yang berada di atas ranjang menatap Pinka dengan sorot mata bersalah. Satu lagi lelaki yang berdiri di smaping lelaki yang dudu di ranjang tersebut smabil membawa kotak rahasia."Ada apa sebenarnya?" tanya Sean penasaran pada dirinya sendiri.Kenapa orang -orang itu seperti sedang minta maaf dan menyesali suatu kesalahan. Ada apa ini?Sean memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan rawat inap itu dengan alasan untuk menjemput Pinka kembali ke ruang rawat inap ana
Ibu Aisyah terkejut mendengar pengakuan Zahra dan hanya bisa terdiam dengan tatapan nanar. Dalam hatinya hanya bisa mendesah kasihan denagn apa yang terjadi pada Zahra sebenarnya. Mungkin ini yang menyebabkan Zahra menjadi berubah dan tak lagi seceria dulu.Ibu Aisyah bangkit berdiri dan emmeluk Zahra dengan erat. Biar bagaimana pun, Ibu Aisyah sangat mengapresiasi kejujuran Zahra dan mengakui semunaya tanpa ada lagi yang di tutupi. Ibu Aisyah langsung memeluk Zahra."Kamu harus sabar, Zahra. Ibu akan tetap emnyayangi kamu, sebagai menantu Ibu yang sudah Ibu anggap sebagai anak Ibu sendiri." ucap Ibu Aisyah dengan suara lembut yang menenangkan.Zahra memang mearas dua tahun ini, ia tidak bisa meneriam kehadiran Ainul baik saat bearda di kandungan maupun saat sudah di lahirkan. Zahra rasanya enggan emngurus, merawat dan menyusui putrinya itu sampai kejadian tadi malam membuat Zahra begitu ketakutan."Ma -maafkan Zahra Ibu. Kalau Zahra banayk bersalah pada Ibu. Ibu adalah mertua sekalig
Pagi harinya, Pinka datang ke rumah sakit untuk memeriksakan diirnya dan kalau memang hasilnay cocok, Pinka akan langsung mendonorkan sumsum tulang belakangnya.Semalam Pinka ijin pulang membawa Adzan. Sean sendiri kembali ke mess untuk tugas malam. Semenetara Adzan di tinggal di rumah bersama Eva, pengasuhnya. Pinka sudah memberitahu Eva agar tidak memberitahu Sean dimana Pinka berada. Kalau Sean bersikeras mencari Pinka, bilangsaja Pinka sedang pergi membeli bahan -bahan kue agar tidak ada pertanyaan selanjutnya yang membuat Pinka mearsa bersalah.Pinka sudah berada di rumah sakit dan bertemu dengan dokter yang akan memeriksanya. Sejak kemarin, hati PInka kacau balau. Rencananya setelahini, Pinka juga kana menemui Fatih dan Mamanya untuk memberikan maaf, dan melupaka semua yang sudah terjadi. Kalau Mama Fatih ingin pergi ke pusara Ibu PInka, maka Pinka akan mengantarkan mereka untuk melihat betapa damainya hidup Ibu Pinka saat ini. Ibunya telah tenang dan tidak merasakan sakit lagi.
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu