Pinka sudah selesai mandi dan tubuhnya hanya memakai piyama handuk yang di berikan Sean tadi sebelum pergi. Sean berpamitan sebentar pada Pinka karena ada sesuatu yang harus di urus dan setelah ia kembali akan mengajak Pinka untuk makan bersama di restaurant hotel dekat lobby. Pinka menyetujui permintaan Sean. Pinka duduk menatap dirinya di depan kaca rias lalu menyisir rambut basahnya dengan sisir yang ada di atas meja.Tanpa sengaja tatapan mata Pinka menatap ke arah ID Card milik Sean. Pinka menatap lambang anggota salah satu kesatuan di negaranya."Kak Sean?" ucap Pinka lirih lalu kembali meletakkan ID Card itu saat ia mendengar suara kunci di putar dari luar dan itu pasti Sean. Pinka buru -buru duduk di kasur sambil mengibaskan rambutnya yang masih basah.Sean membuka pintu kamar hotel itu dan menatap Pinka yang terlihat cantik alami lallu menutup dan mengunci dari dalam. Sean membawa satu paper bag dan di letakkan di tempat tidur. Pinka menatap paper bag itu tanpa penasaran ing
Sean mengulurkan tangannya ke arah Pinka untuk membantu gadis itu berdiri dan menarik tubuh Pinka untuk berdiri di belakang Sean.Sean menatap laki -laki yang tadi memaki keras Pinka hingga ketakutan."Ada masalah apa kamu dengan gadis ini," tanya Sean lembut.Lelaki itu tertawa sinis dan menatap tak suka pada Sean."Siapa kamu? Kenapa akmu peduli denagn pelacur itu? Dia itu pelacur!!" teriak lelaki itu tak lain Fatih denagn suara keras dan lantang."Siapapun dia, dan apapun profesinya, bukan kamu yang emnentukan dia baik atau buruk di mata kamu!! Paham!!" ucap Sean dengan tegas dan tatapannya begitu tajam ke arah bola mata Fatih. Tak ada rasa takut sedikitpun dari diri Sean untuk membela Pinka."Hah!! Apa dia sudah memberikanmu kepuasan?!! Sampai kau membelanya!!" tawa Fatih makin keras dan sengaja bersuara lantang untuk mempermalukan Pinka di depan umum.Bug!!Bruk ... Fatih terjatuh karena pukulan telak Sean yang membuat tubuhnya terhuyung tak seimbang dan jatuh.Sean memukul lela
Dengan cepat Pinka berusaha membuka pintu mobil yang ada di sampingnya, namun tak berhasil karena pintu masih terkunci rapat. Pinka menoleh ke arah Sean yang sudah menginjak rem dan mengangkat rem tangan untuk memberhentikan mobilnya."Buka kuncinya. Pinka mau keluar," ucap Pinka dengan suara keras dan lantang. Pinka benar -benar kecewa pada Sean.ceklek ...Kunci pintu mobil sudah di buka dan Sean tak sedikit pun melirik ke arah Pinka yang nekat turun di tempat yang sepertinya tidak mungkin dia hapal.Pinka belum membuka pintu mobil itu, tiba -tiba gadis itu ragu setelah melihat daerah itu begitu sepi dan tak ada orang sama sekali."Katanya mau turun. Ayo cepat turun. Mumpung sepi, biar gak di kira orang aku yang buang kamu, padahal kamu minta turun sendiri," ucap Sean ketus."Hah!! Baik. Pinka turun. Dasar laki -laki batu!!" teriak Pinka emosi dan membuka pintu lalu turun dari mobil dan berjalan kaki mendahului mobil yang di kendarai Sean.Pinka terlihat sangat marah sekali, Pintu m
Seharian Pinka terkunci di dalam kamar yang ada di dalam Kafe Lupi. matahari mulai terbenam dan siang berganti malam. Pinka sudah tak memiliki tenaga lagi untuk berteriak dan emnangis sambil menggedor pintu kamar itu untuk meminta di buka. Sangat percuma, karena letak kamarnya di lantai paling atas, sudah tentu tidak akan ada yang mendengarnya kecuali memang ada tamu yang sedang ingin berkencan short time dengan gadis incarannya di dalam kamar.Pinka duduk di dekat jendela dan menatap ke arah bawah. Sejak siang ia melihat beberapa orang sedang menatap ke arah bangunan yang ada di jajaran Kafe Lupi."Itu Kak Sean?" ucap Pinka lirih.Dari tempat Pinka berada, Pinka bisa melihat keadaan di luar sana secara menyeluruh karena kamar Pinka terletak di ujung dan jelas bisa melihat bagian belakang bangunan Kafe Lupi.Deg ...Deg ...Deg ...Jantung Pinka berdetak terus terpacu membuat detaknya semakin cepat. "Apa yang Kak Sean lakukan di sini? Atau ada yang ingin ia lakukan?" batin Pinka terus
Sean melepas bibirnya yang masih terus ingin bergerilya di dua gunung kembar yang menggemaskan itu. Kini, bagian bawah Sean sudah tak lagi bisa menahan. Celana hitam yang di pakainya mulai terasa sesak. Rudal beruratnya sudah menyembul dari ujung celana dalamnya dan mengenai resleting celana hitam di bagian dalam.Sean menatap Pinka yang masih tersenyum senang menerima kenikmatan yang membuatnya tak ingin di hentikan."Kenapa kak?" tanya Pinka lirih."Gak apa -apa kamu memang luar biasa, Pinka," ucap Sean penuh nafsu. Napasnya memburu dan terus bergairah menatap Pinka."Lalu ... Kenapa di hentikan?" tanya Pinka lirih."Hemmm ... Aku tidak menghentikan. Tapi aku ingin yang lain. Apakah boleh? Kamu tidak keberatan?" tanya Sean pada Pinka. Suaranya berat dan terasa menginginkan sekali.Tangan Pinka terulur dan meemgang wajah Sean yang tampan."Bukankah Pinka sudah bilang. Lakukan apapun yang Kak Sean inginkan pada Pinka, yang penting itu bisa membuat Kak Sean bahagia. Pinka terlalu menc
Pinka berdiri di dekat jendela dan menatap ke arah bawah. Sudah banyak orang di sana. Ia melihat Sean seperti sedang menatap dirinya dari bawah. makin lama suara berisik itu makin terdengar dari lantai tempat Pinka berada."Angkat tangan semuanya!! Jangan sampai ada yang berusaha melarikan diri!! Maka akan di tembak hidup -hidup," ucap seseorang yang sepertinya anggota kepolisisan seperti Sean.Semua orang seperti menurut dan berjalan mengikuti langkah polisi itu karena jelas terdengar dari hentakan alas kakinya yang mengenai lantai raungan tersebut.Pinka kembali menatap ke bawah dan Sean sudah tidak ada di sana. Pinka mengedarkan pandangannya dan mencari tempat untuk bersembunyi. Pinka langsung masuk ke dalam lemari kayu yang dan menutup pintunya sambil terduduk di bawah mendekap kedua kakinya. Ia tidak mau tertangkap oleh polis -polisi itu yang sedang mencari wanita malam pekerja seks untuk di masukkan ke dinas sosial. Jangan sampai Pinka ikut masuk ke dinas itu. Lebih baik ia sege
"Jangan berteriak. Gedung ini sudah di kepung dan tersisa hanya kita berdua. Mau berteriak sekears apapun, kamu tidak akan bisa lari dari kenyataan ini," ucap Sean denagn senyum smirknya.Dengan cepat Sean melepas dress milik Pinka hingga tubuh mungil dan polos Pinka terlihat jelas di depan mata Sean. Ini bukan kali pertamanya Sean menatap indah tubuh Pinka, dan terulang kembali kejadian kemarin dan Sean terpesona kembali dengan lekukan tubuh indah itu.Gulungan daging penuh urat itu terus mengembang sempurna tegak lurus. Iman Sean kalah dengan sensasi luar biasa ini. Sean terkenal sebagai lelaki tegas, galak, dingin dan sangat kaku. Ia sudah biasa mengambil kesempatan seperti ini untuk mengecoh lawannya. Tapi, entah kenapa di depan Pinka ia begitu berani membuka semua tubuhnya tidak seperti pada wanita lain yang ingin ia tangkap.Awalnya Sean hanya ingin memberikan pelajaran pada Pinka, tapi ia sendiri malah terjebak pada cinta pandangan pertama pada sang purel cantik.Pinka sudah di
Lamunan Pinka memikirkan nasib teman -temannya yang terkena razia dan di bawa dinas sosial. Bagaimana nasib anak dan orang tua mereka?Tok ... Tok ... Tok ...Pinka menoelh ke aeah kaca jendela yang ada di samping dan menatap lelaki tadi yang membantunya. Pinka membuka kembali kaca jendela mobilnya dan emnatap lelaki itu yang sudah tersenyum lebar."Ada apa lagi? Kau ingin istirahat," ucap Pinka sambil menekan tombol kaca jendelanya naik ke atas lagi."Sebentar cantik. Saya hanya ingin memberikan ini saja, takutnya kamu lapar," ucap lelaki itu tersenyum manis sambil memberikan satu kantung plastik untuk Pinka yang berisi makanan dan minuman."Ini apa?" tanya Pinka menerima kantung plastik itu."Itu hanya makanan dan minuman. Buka saja, tapi saya tidak tahu selera kamu seperti apa," ucap lelaki itu kembali tersenyum. Sepertinya lelaki itu tertarik dan kagum dengan pesona Pinka yang memang terlihat cantik walaupun sebagian wajahnya tertutup masker."Ohhh ... Iya terima kasih," ucap Pink
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu