Peter berlari dengan panik menyusuri koridor rumah sakit. Pria bersurai kelabu itu benar-benar panik bukan main ketika melihat ranjang Lumiere, telah kosong. Ditinggalkan oleh pemiliknya, entah pergi ke mana. Peter berdecak, tubuhnya sudah terasa lelah karena baru saja pulang dari menyelesaikan sebuah kasus. Hatinya menginginkan sebuah istirahat yang menyenangkan di kamar inap Lumiere. Namun semuanya musnah ketika melihat ranjang tersebut telah kosong.
“Suster, apa Anda tahu pergi ke mana pasien kamar 103?” tanya Peter ketika ia berpapasan dengan seorang perawat.
“Nona Sharon, ya?” tanya perawat tersebut yang kebetulan mengetahui nama samaran Lumiere. “Aku lihat, dia pergi ke atap seorang diri. Mungkin dia sudah tersadar sejak pagi tadi.”
Peter mengangguk mengerti, mengucapkan terima kasih kemudian kembali berlari menuju ke atap. Mendengarnya saja, pikiran Peter merasa buruk. Pria itu menjadi berpikir ke mana-
Dua Bulan Kemudian, New York City, Brooklyn.Peter menatap cemas pada Lumiere yang terlihat sedang meminum sesuatu dari cangkir putih tersebut. Wajah tampan dari pria bersurai kelabu tersebut tampak gelisah, menanti reaksi dari gadis di hadapannya saat ini.“Bagaimana rasanya, Lumie?” tanya Peter akhirnya bersuara setelah sekian lama bergumul dengan perasaan gelisahnya.Lumiere menyudahi acara meminum sebuah kopi yang diracik oleh Peter tersebut. Raut wajahnya tampak serius, tak terbaca emosi apa yang sedang dirasakan oleh gadis itu.“Mengingat itu dibuat dengan saputangan linen sebagai filter improvisasi ... ini tidak buruk,” jawab Lumiere.Peter seketika menghela napas, “Sepertinya kita benar-benar harus membeli beberapa filter kopi yang tepat, ya?”Lumiere mengangguk, “Memang.”“Tapi, kita juga masih belum memiliki tirai, dan hanya peralatan makan yang paling se
“Sangat jelas dapat dipastikan jika kelompok itu, bukan hanya sebatas perkumpulan sesat yang mungkin melenceng dari berbagai jenis kitab suci setiap agama yang kita ketahui,” celetuk Peter setelah mendengar akhir dari sebuah kisah yang diceritakan oleh Jill. “Bisa jadi, orang-orang yang dicuci otaknya oleh mereka, dijadikan kelinci percobaan untuk senjata kimia yang kembali dikembangkan. Atau mungkin sebagian anak laki-laki yang bergabung, akan didoktrin bahwa mereka adalah ksatria suci, dan mengirim mereka ke medan perang yang sesungguhnya atau justru memberikan mereka misi untuk menyusup ke negara-negara tertentu.”“Aku juga berpikir demikian, mengingat pernah terdengar kabar bahwa pemerintahan negara ini sedang menyusun sebuah strategi untuk menggulingkan Inggris dari Negara Adidaya,” timpal Jill. “Mereka kekurangan tenaga militer jika ingin menyulut api peperangan. Juga, keuangan mereka sedang tidak stabil karena
Lumiere tercenung. Gadis itu tampak bergeming ketika melihat sebuah pertengkaran antara ibu dan anak yang terjadi di sekitar flat yang ditempati olehnya. Lumiere yang hendak membuang sampah di pagi hari itu, mendadak tertarik dengan sebuah pertengkaran yang terjadi sekitar dua bangunan dari flat.“Ibu, berikan aku uang empat ribu dollar agar aku bisa bergabung dengan Agensi Detektif Claudian!”“Apa kau gila! Ibu mana mungkin memiliki uang sebanyak itu! Mengajukan pinjaman pun mana mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu!”“Tapi, Bu, anakmu ini sangat ingin bergabung sebagai detektif di Claudian. Siapa tahu aku bisa ditunjuk sebagai pengawal Presiden Michaelis.”“Lebih baik kamu urungkan saja. Mencari pekerjaan lain sembari mengumpulkan uang untuk masuk ke sana.”Mata Lumiere membulat tidak percaya ketika melihat apa yang terjadi selanjutnya. Si a
Peter dan Lumiere saling berpegang tangan. Bertaut dengan begitu lembut dan berbagi kehangatan. Keduanya berjalan dengan santai menyusuri jalanan pusat kota Brooklyn. Menikmati pemandangan siang hari yang begitu cerah, ditambah dengan matahari yang tidak terlalu terik. Membuat keduanya berjalan dengan nyaman, tanpa merasa tersengat oleh sinar matahari.“Mereka terlihat,” ujar Lumiere ketika mereka telah sampai di sebuah area pertokoan. Terdapat beberapa orang yang sedang membagikan brosur kepada para pejalan kaki yang melintasi daerah tersebut, “Sesuai dengan apa yang Jill katakan, mereka benar-benar melakukan aksi perekrutan penganut di jalanan pusat kota.”Peter menunduk begitu merasakan cengkeraman kuat pada tangannya. Tunangannya tersebut tampak terlihat mengeratkan tautan tangan mereka. “Kamu takut?”Lumiere lantas mendongak, menggeleng ringan dan memberikan sebuah senyuman hangat. Hanya sekilas, sebelum
“Orang yang dipanggil Bapak Rohani itu—““Adalah pelaku dari kejadian ini,” sela Peter setelah mereka berhasil keluar dengan selamat dari gereja tersebut.Keduanya saat ini masih berada di area gereja. Berjalan santai hendak keluar dari tempat ini.“Kamu ingat apa yang Keanu katakan?” tanya Lumiere yang membuat Peter menunduk untuk menatapnya, “Dia bilang, Bapak Rohani itu memiliki aura intimidasi yang dominan. Yang membuat siapa pun akan menangis dan merasa terharu hingga tidak bisa bergerak jika bertemu dengannya.” Lumiere kemudian memandangi jalanan di hadapannya, “Yang kurasakan, justru sebaliknya. Aku ingin menghindari pria itu karena tidak bisa terbaca. Aku tidak bisa menebak isi pikirannya. Juga tidak bisa menganalisis kepribadiannya karena terlalu tenang dan tenang. Hampir mirip dengan Tuan Oscar. Namun, Tuan Oscar masih bisa dapat kutebak kepribadiannya.Peter mengangguk
Peter dan Lumiere kembali harus menahan diri mereka untuk tidak mengumpati kegiatan para jemaat Heaven Feels yang terlihat seperti orang gila tersebut. Nyanyian berisikan pujian-pujian terhadap Bapak Rohani terdengar, bukan lagi kepada Tuhan yang seharusnya mereka sembah, sesuai dengan ajaran mereka.Dahi Peter semakin berkerut dalam ketika melihat tarian itu semakin menggebu. Para jemaat terlihat senang melakukan tarian tersebut ketika pria pucat yang mereka sebut sebagai Bapak Rohani tersebut, datang ke kapel untuk memimpin acara doa-doa yang diadakan pagi ini.Peter mencondongkan kepalanya pada Lumiere yang terlihat bergeming dengan mata yang fokus mengamati apa yang terjadi di depan sana, “Sesuai dengan apa yang dikumpulkan oleh Jeffrey, bukan?”Lumiere mengangguk, “Si ikal tidak datang ke sini karena pergi ke suatu tempat. Sedangkan Sarah sedang pergi untuk merekrut anak remaja untuk bergabung dengan perkump
Peter dan Lumiere harus kembali menahan diri, agar rencana yang mereka susun itu berjalan dengan sempurna. Tanpa celah kecacatan sekali pun. Meskipun harus membuat mereka terjun ke dalam tarian dan nyanyian pujia-pujian seperti yang didengar hari ini, tidak begitu dipermasalahkan.Pagi itu, seperti hari-hari sebelumnya. Mereka menghadiri acara doa pagi, walaupun bibir mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mengikuti pujian-pujian tersebut. Mereka terus terdiam, tidak bergerak sama sekali hingga acara tersebut telah selesai dilaksanakan.“Hari ini kita akan menggeledah ruang kerja Sarah?” tanya Peter setelah dirasa cukup jauh dari kerumunan.Lumiere mengangguk, “Aku ingin cepat-cepat menyelesaikan rencana ini. Rasanya aku akan menjadi gila jika terus-terusan berada di sini.”“Aku jadi mengerti salah satu dampak negatif dari sebuah kebebasan dalam lingkup luas seperti sekarang,” ujar Peter seraya
Setelah pertemuan dan obrolan menarik dengan Yerenika tersebut, Lumiere terus saja termenung sepanjang hari. Bahkan sesekali ia terlihat tidak fokus terhadap apa yang sedang dikerjakan olehnya. Entah itu menumpahkan air yang hendak diminum olehnya, atau bahkan salah meletakkan barang begitu mereka pulang ke apartemen.Bahkan pagi ini, Lumiere sampai tidak sadar jika dirinya telah masuk ke dalam kapel yang masih kosong. Sepertinya tidak ada kegiatan doa pagi hari ini. Wajah cantiknya itu tampak kosong, menatap lantai dengan pandangan kosong dan sorot mata yang redup. Benar-benar mencirikan seorang manusia yang sedang dikuasai oleh beban pikirannya.Barulah Lumiere tersadar saat seseorang menepuk pundaknya. Gadis itu tersentak terkejut, refleks menolehkan kepalanya dan mendapat si pucat, atau Bapak Rohani, tengah berdiri belakangnya, sembari memamerkan sebuah senyuman lembut.“Apa yang membawamu datang kemari sepagi ini?” tany