Semilir angin menghantarkan beberapa helai daun yang telah menguning, musim gugur telah tiba di London. Langit London pun yang semula gelap dengan perlahan memunculkan warnanya ketika sang Fajar dengan malu-malu keluar dari persembunyiannya.
Pukul setengah lima pagi, angin pagi hari yang berembus dingin, menusuk sampai ke tulang bagi siapa pun yang beraktivitas di luar pada jam ini. Namun, seorang pemuda bertubuh mungil tampaknya tidak merasa kedinginan oleh sang Angin.
Pemuda itu duduk di atas balkon lantai tiga yang membuatnya bisa melihat Kota London dengan leluasa. Di tangannya terdapat sebuah secarik kertas, bertuliskan bahwa sudah waktunya dia kembali beraksi. Wajahnya tanpa ekspresi pada saat membaca isi dari telegram tersebut. Walaupun begitu, matanya memancarkan binar kegembiraan yang tidak bisa ia pendam.
“Tuan Archenar juga pasti mendapatkan ini, bukan?”
Di sisi lain Kota London. Di sebuah penginapan yang seluruh sudut ruangannya masih gela
Lumiere menatap bingung pada Anne yang berdiri di hadapannya dengan senyuman manis yang mengembang. Bel bertanda kelas akan kembali dilaksanakan sudah sepuluh menit yang lalu berdering. Namun, sampai sekarang muridnya ini belum mengatakan sepatah kata pun tentang tujuannya menemui Lumiere.“Nona Rovein... jika tidak ada yang ingin dikatakan, bergegaslah bergabung dengan kelas Anda selanjutnya,” perintah Lumiere mulai merasa jengkel melihat tingkah murid Peringkat Pertama ini yang cukup membuang waktunya.“Profesor ...” Akhirnya Anne bersuara, memanggil Lumiere yang menaikkan sebelah alisnya sebagai respons. Memang terlihat tidak mencerminkan seorang pengajar atau pun wanita bangsawan. Tapi, ini adalah cara Lumiere menunjukkan emosinya kepada orang yang membuatnya jengkel, “... Profesor tahu apa yang Anda lakukan kemarin?”“Kemarin? Tentu saja saya tahu. Saya melakukan ujian mendadak yang selalu Saya lakukan di setiap kel
The 1st Rank Cursed Act 5Dor!Suara letusan senjata api terdengar nyaring karena sunyinya keadaan di sekitar mereka. Air wajah Albert menunjukkan emosi yang campur aduk. Dadanya naik turun, hembus nafas terlihat memburu hanya karena menembakkan satu peluru ke arah gadis cantik bersurai coklat madu.Mata hijau milik Albert kembali membulat begitu menyadari peluru yang ia tembakkan berakhir sia-sia. Lumiere berhasil menghindari peluru tersebut cukup gesit. Seakan-akan ia sudah memprediksi serangan tersebut.“Wah... wah ...” ujar Lumiere kembali menegakkan tubuhnya setelah membungkuk bak pemain film aksi hanya untuk menghindari tembakan, “Agresif juga ya? Sepertinya Vincent harus berterima kasih pada dosen favoritnya ini.”Tanpa bicara lagi, Albert kembali menembakkan pelurunya pada Lumiere. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali hingga hal tersebut cukup membuat putri sulung Kelu
“Peter ...”“Kau sudah memanggilku beberapa kali sih, Sebastian!”Sebastian hanya tersenyum canggung dengan tangan kanan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Dirinya hanya ingin kembali memastikan bahwa keputusan Peter untuk pergi Durham.“Kau benar-benar akan pergi ke Durham?” tanya Sebastian mengambil duduk di depan Peter yang mendengus kesal.“Memangnya aku naik kereta ini untuk tidak pergi ke Durham!? Terkadang kau terlalu berhati-hati pada apa pun.” Jawab Peter menatap kesal Sebastian yang merengut.“Tidak ada salahnya kan untuk selalu berhati-hati?” desis Sebastian.Peter hanya terdiam. Tak berniat menjawab sedikit pun ucapan temannya tersebut. Si Rambut kelabu ini kembali memandangi pemandangannya di balik jendela, mengabaikan sang Teman yang sibuk memperhatikannya.Perjalanan terbilang masih panjang lantaran kereta uap yang mereka tumpangi belum sepenuhnya ber
“Bagaimana dengan kencan sore harimu dengan Lady Wysteria, Peter Compbell?” tanya Sebastian saat Peter muncul dari balik pintu kamar penginapan.“Kencan apanya. Aku hanya minum teh dengannya sambil membicarakan kasus penemuan mayat di Universitas,” jawab Peter yang membuat Sebastian tertawa garing.“Seperti yang diduga dari seorang Peter Compbell Spade,” ledek Sebastian yang membuat Peter mendelik kesal padanya, “Oh? Mayat? Apakah itu berhubungan dengan tewasnya salah satu dosen dan satu murid bangsawan itu,ya?”Peter mengangguk kemudian lekas merebahkan tubuhnya ke kasur setelah menggantung long coat yang ia gunakan, “Iya... Lady Rovein terbukti mendapatkan dukungan dari para dosen bangsawan yang membuatnya terus berada di Peringkat Pertama. Dan ketika ada mahasiswa atau pun mahasiswi yang berusaha untuk menduduki Peringkat Pertama, mereka pasti akan disingkirkan bagaimana pun cara
Angin malam berembus cukup kencang menerjang apa pun yang masih berada di luar. Mengantarkan hawa dingin yang menusuk kulit hingga menembus tulang. Namun anehnya, aktivitas di Kota Durham masih tetap berjalan bagaikan di siang hari walaupun angin yang dingin itu berembus cukup kencang.Deretan pub yang berada di jalanan utama kota kecil ini mulai terisi penuh oleh para manusia yang ingin menikmati kesenangan dunia sekaligus mengistirahatkan pikirannya sejenak setelah lelah bekerja di siang hari.Termasuk Peter yang saat ini sedang duduk di salah satu kursi pub dengan segelas minuman beralkohol di hadapannya. Seorang diri, tanpa ditemani oleh Sebastian yang entah sedang pergi ke mana.“Fuhah!” desis Peter saat menghabiskan minuman beralkohol yang ia pesan dalam sekali teguk. Gelas besar itu kini telah tandas isinya.“Bangsawan kriminal saat ini sedang melakukan apa, ya? Mengintai musuh? Ah! Apa yang sedang kupikirkan!? Kenapa pikiranku ka
The Mask Rabbit Murderers Act 3.Peter bergeming, matanya terus terpaku pada sesosok mayat remaja perempuan yang terbungkus oleh kain cokelat lusuh. Hiruk pikuk keramaian yang mengerumuni mayat tersebut tampaknya tidak mengganggu konsentrasi pria berparas tampan tersebut. Dia sibuk mengunci mulutnya sendiri, meneliti setiap inci tubuh yang tertutupi oleh kain cokelat seakan-akan sedang memindai bekas-bekas luka.Tidak ada yang berani membuka suara dan mengajak pria itu berbicara. Bahkan Sebastian yang sedari tadi memiliki banyak hipotesis tentang mayat tersebut, enggan mengutarakannya. Takut konsentrasi teman satu kamarnya tersebut terganggu.“Sebastian, apa yang kau pikirkan tentang mayat ini,” Peter membuka suara untuk pertama kalinya setelah belasan menit terdiam dan hanya menganalisis.Sebastian terkesiap sejenak, merasa terkejut dengan Peter yang tiba-tiba saja bersuara. Pria berhidung mancung itu kemudia
Peter mendesah pelan, membiarkan asap rokok berembus dari mulutnya. Wajah tampannya terlihat lelah, dengan kantung mata yang menghitam. Pria itu kemudian memainkan puntung rokoknya. Merasa suntuk karena pikirannya yang mendadak kusut karena kasus semalam.Matanya kemudian bergulir untuk menatap beberapa bundel dokumen dari Sebastian yang berisikan tentang hasil penyelidikan temannya tersebut terhadap kasus ini. Decakan penuh kekesalan kemudian terdengar dari mulutnya yang kembali menghisap batang rokok tersebut. Asap putih kembali mengepul, sang pria kemudian mematikan sumbu api pada rokoknya tersebut ketika dirasa sudah cukup.“Pertanyaannya adalah, alasan kenapa Count Amber menyewa jasa Mask Rabbit adalah ... apa?” gumam Peter seraya mendongakkan wajahnya hanya untuk menatap langit yang dihiasi gumpalan awan putih yang terlihat seperti permen kapas tersebut. “Jika hanya karena pembatalan pertunangan, kenapa dia harus melakukan hal s
Seorang pria tampak sedang terikat di sebuah kursi. Mulutnya pun telah disumpal oleh kain lusuh, membuatnya tak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Berteriak sekencang mungkin pun tidak akan terdengar hingga ke luar ruangan gelap nan sempit ini.Matanya melotot takut, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang tampak gelap tanpa pencahayaan. Bahkan sinar rembulan pun tidak mampu menelusup secara penuh dari sela-sela jendela. Keringat dingin tampaknya membanjiri tubuh pria berbadan kekar tersebut. Dia terlihat ketakutan, gemetar seperti seekor kelinci yang terjebak di dalam sarang serigala. Suasana di sekitarnya benar-benar hening, hanya terdengar suara jeritan tak berguna dari mulutnya sendiri.Hingga akhirnya, semua penderitaan akibat berada di ruangan sempit, gelap, dan sunyi itu kemudian berakhir ketika, secercah cahaya, yang disebabkan oleh pintu ruangan ini terbuka lebar, akhinya mampu menerangi sebagian dari ruangan tersebut. Menganta
Kedua alis Lumiere saling bertaut. Gadis bersurai cokelat madu tersebut tampaknya sangat tidak menyukai apa yang baru saja ia dengar.Inggrid Rovein, pria yang menjadi target misi mereka kali ini tersebut, sedari tadi melontarkan bualan tentang kesehatan dan sumber ketakutan manusia. Pria beralis tebal tersebut pria tersebut mengatakan, kematian merupakan sumber ketakutan palin dasar yang diderita oleh manusia. Meskipun seorang manusia telah menjaga kesehatannya, dan bahkan memiliki kekayaan yang banyak, mereka tidak dapat menghindari kematian yang kedatangannya tidak bisa diprediksi tersebut.Dan hal yang semakin membuat Lumiere merasa muak adalah, pria itu dengan santainya mengatakan bahwa, ia telah menemukan cara untuk hidup kembali setelah mengalami kematian. Perhatian Lumiere pun kini tertuju pada sebuah peti mati yang telah terbuka, menampilkan sesosok mayat seorang perempuan, usianya diperkirakan baru menginjak delapan belas tahun. Kulitnya terl
Miya, bahkan sampai Lucian pun memandang takjub kapal pesiar mewah dan berukuran besar di hadapan mereka.“Jadi ... ini adalah kapal RMS Titanic yang pernah karam ribuan tahun yang lalu?” tanya Miya seraya memalingkan pandangannya ke arah Reynox. “Kau beruntung sekali bisa ikut naik ke kapal besar itu.”Reynox berdecak, memilih untuk mengabaikan Miya. Kedua netra emasnya yang tajam itu mengamati seluruh bagian dari tubuh kapal berukuran super besar tersebut. Reynox tahu soal tenggelamnya sebuah kapal, yang kisahnya menjadi legendaris hingga ribuan tahun tersebut. Dan Reynox sendiri menjadi ragu, apakah kapal kedua dari RMS Titanic ini akan memiliki nasib yang sama seperti kakaknya, atau tidak.“Tolong antarkan barang bawaan kami di kamar nomor A12 kelas satu,” ujar Peter pada seorang petugas kapal yang menghampirinya. Setelah memastikan petugas kapal tersebut mengangkut barang bawaannya dan Lumiere, Peter meng
Lumiere membenarkan kembali letak topeng pesta yang sedang dipakai olehnya. Gadis bersurai cokelat madu tersebut kemudian memantapkan kembali hatinya, memantapkan niatnya untuk mengunjungi pasar gelap yang dikelola oleh pemerintah Inggris.“Tidak perlu takut,” bisik Peter yang memaksa untuk ikut. Pria itu membantu istrinya tersebut untuk merapikan penampilannya tersebut. “Kita hanya perlu melakukan penyelidikan, tanpa membuat keributan apa pun selain mau membeli manusia yang akan dijajakan oleh mereka.”Lumiere mengangguk, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tampan Peter yang bersembunyi dibalik tudung jubah yang pria itu kenakan tersebut. “Sepertinya, setelah ini kamu harus memotong rambutmu.”“Benarkah? Sayang sekali kalau dipotong,” ujar Peter seraya menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Lumiere. “Padahal kamu sangat menyukai rambut panjangku ini.”“Atau uba
“Ini informasi terkait Inggrid Rovein yang kamu minta.”Lumiere menerima satu bundel dokumen yang diserahkan oleh Ashen tersebut. Gadis bersurai cokelat madu itu langsung membacanya. Tenggelam dalam ribuan kosa kata yang tertulis di sana, menyampaikan informasi tentang sesosok Inggrid Rovein yang terasa misterius sekaligus terasa tidak asing tersebut.“Dia ... satu jenis dengan Charles Evanescene,” ujar Ashen yang membuat Lumiere dan Peter menatapnya terkejut. “Ada sedikit perbedaan di antara mereka. Charles melakukan pemerasan untuk melihat kesengsaraan orang lain. Sedangkan Inggrid ... dia murni melakukannya untuk mendapatkan seseorang.”“Hah?” Kedua alis Peter terangkat, merasa bingung dengan maksud dari perkataan Ashen tersebut. “Apa maksudnya?”“Perdagangan manusia,” jawab Ashen dengan wajah yang menggelap karena menahan amarahnya. “Inggrid melakukan hal te
Darius menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Pria paruh baya tersebut terlihat cemas lantarana putra dan calon menantunya tersebut menghilang sejak kemarin.“Sayang, sudahlah,” ujar Viona terlihat santai memandangi jari-jari tangannya yang terlihat indah tersebut. “Mereka pasti sedang pergi ke suatu tempat untuk menikmati waktu bersama. Sebentar lagi juga mereka akan pulang.”“Ini sudah hampir siang hari, Viona!” bentak Darius yang membuat Viona tersentak terkejut. “Mana mungkin mereka pergi selama ini.”“Ya terus kita harus bagaimana? Mencari mereka? Kita saja tidak tahu mereka pergi ke mana!” Viona balik membentak, karena merasa kesal setelah dibentak oleh Darius tersebut. “Kita tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Lebih baik kamu duduk tenang dan menunggu kedatangan mereka. Mereka pasti pulang.”Perdebatan mereka kemudian terhenti saat mendengar suara ketukan p
Kediaman Keluarga Wysteria, sekaligus markas MI6, digegerkan oleh kedatangan Arnold Rudeus yang membuat keributan di pagi hari. Bahkan pria bertempramen buruk itu sampai merangsek maju dan menerobos masuk. Sampai-sampai membuat Reynox harus turun tangan karena sama-sama bertubuh besar.Tujuan Arnold melakukan hal tersebut adalah, untuk merebut kembali Alyn yang diculik oleh Lucius kemarin pagi. Namun pada kenyataannya, Lucius hanya menyelamatkan Alyn dan kekejaman Arnold. Yang tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap wanita.“Tenangkan dirimu, Bung!” bentak Reynox seraya menahan tubuh besar Arnold yang hendak menerobos masuk semakin dalam. Bahkan, Reynox harus mengeluarkan seluruh kekuatan tubuhnya agar bisa menghentikan pergerakan Arnold.“Minggir! Aku harus membawa pulang Alyn!” rutuk Arnold berusaha terus melangkah maju.“Jangan membuat kekacauan di kantorku, Tuan Muda Rudeus!”Ba
Alyn mengernyit ketakutan ketika apa yang terjadi pada hari itu, hari di mana ia disiksa oleh Arnold, kembali terlihat di matanya. Bukan hanya melihat adegan tersebut, Alyn juga mampu merasakan perasaan takut yang ia rasakan pada saat itu.Dan ketika adegan itu beralih, di mana Arnold menindih tubuhnya tersebut, Alyn tersentak dan terbangun dari tidurnya. Bahkan terduduk dalam satu kali gerakan hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dan pada saat itu pula Alyn mulai menyadari, ini bukanlah kamarnya.Alyn menolehkan kepalanya saat merasakan pergerakan pada kasur di sisi kanan. Membulatkan matanya saat melihat Lucius yang sedang menggeliat tidak nyaman, terlihat sekali bahwa tidur pria berwajah tampan tersebut terusik karena dirinya.“Sudah bangun?” tanya Lucius seraya membuka matanya, dan mendapati wajah ketakutan Alyn. “Kamu bermimpi buruk?”GREP!Lucius tersenyum lembut saat Aly
“Dari mana saja kamu? Seharian tidak pulang ke rumah dan tanpa kabar pergi ke mananya.”Tubuh Alyn membeku saat terdengar pertanyaan bernada rendah dan penuh amarah, ketika ia baru saja memasuki kediaman Baron Rudeus tersebut. Alyn mendadak kikuk, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut.“Aku diajak pergi oleh Suster Diana untuk mengunjungi pusat kota. Karena terlalu malam ketika sampai di panti, aku menginap di sana,” jawab Alyn setelah terdiam selama beberapa saat hanya untuk mengumpulkan keberaniannya tersebut. “Maafkan aku jika telah membuatmu khawatir, Arnold.”“Kau kira aku mudah dibohongi hah!” pekik Arnold merasa geram dengan kebohongan Alyn yang mudah terendus olehnya tersebut. “Kau pikir aku bodoh? Aku mendatangi panti asuhan tempat di mana kamu berasal itu semalam! Mereka mengatakan jika kamu tidak mengunjungi mereka. Dan justru per
Tubuh Alyn kembali membeku, dengan senyuman manisnya yang melebar ketika ia kembali mendapati Lucius tengah menunggunya di depan gerbang panti asuhan. Gadis bersurai hitam legam tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, karena kembali bertemu dengan Lucius. Bahkan, Alyn terlihat menari-nari kecil sembari mendekati Lucius. Membuat pria yang berada di hadapannya kini itu, tidak bisa menyembunyikan senyumannya.“Sesenang itukah kamu bertemu denganku?” tanya Lucius begitu Alyn berdiri di hadapannya.Alyn mengangguk antusias, “Kita bertemu lagi, Lucius.”“Senang bertemu denganmu, Alyn.”Keduanya kemudian berjalan-jalan memutari taman, sembari menikmati jajanan pinggir jalanan untuk mengganjal perut mereka. Saling bertukar cerita, walaupun percakapan itu didominasi oleh Alyn. Namun, mereka terlihat begitu serasi dan dekat, terlihat seakan-akan mereka adalah sepasang suami istri yang masih merasakan p