Sesampainya di jalan raya, mereka harus menyeberang jalan agar bisa mengendarai angkot yang akan menuju ke terminal lebak bulus.
Di antara teman-temannya, sepertinya hanya Mia yang terkesima melihat suasana Jakarta Selatan dengan lebih dekat untuk pertama kali. Meskipun ada perasaan was-was karena dia sama sekali belum pernah naik angkot sendirian dengan jarak sejauh ini. Namun, antusiasnya dengan pemandangan baru, bisa mengalihkan rasa cemasnya.
"Dari sini kita naik S11, ya?" Mia memastikan angkutan umum yang akan mereka tumpangi pertama kali.
"Iya, Mia kita naik S11. Tuh, dia angkotnya." Rossa menunjuk ke arah angkot berwarna merah dari arah kanan.
Mereka satu persatu naik angkot yang dimaksud. Tidak lupa Kayobi membuang rokoknya dan membiarkan tetap menyala lalu padam tertiup angin. Dengan peluh yang bercucuran, mereka mendorong jendela angkot lebar-lebar agar bisa menghirup udara sebanyak-banyaknya.
"Haduh, gerah banget, aus!" Indira mengibas-ngibas tangannya ke leher. "Nanti kita beli es yuk, di terminal."
"Boleh, ditraktir, kan? Ditraktir pasti!" sahut Kayobi.
"Idiiih, katanya cowok ganteng. Tapi masa minta traktir cewek yang masih kaya anak kecil," celetuk Mia.
"Wooo, Kayobi!" seru Indira dan Rossa menyoraki Kayobi bersamaan.
"Eh iya, Mia tadi kamu kenapa deh senyum-senyum sendiri?" tanya Indira. "Kenalan sama cowok, yaaa?"
"Ciiieeee," sorak Rossa dan Indira.
"Gue tau, kok, karena apa." Kayobi kembali menimali hal yang sama.
Mendapat ejekan seperti itu, pipi Mia kembali bersemu. "Emang kamu lihat beneran Kayobi?"
Kayobi menaikkan alisnya lagi dengan sorot mata jail. "Ada, deeeh."
"Iih kasih tahu, dong. lihat apaan, sih?" tanya Rossa.
"Enggak, ah. Aku malu, Cha."
"Ya udah, sih, sama kita-kita ini," ujar Indira. "Palingan diajak cowok kenalan. Ya, kan?"
"Iya, ih. Yang mana, sih orangnya? Anak mana?" tanya Rossa lagi.
"Enggak, dia bukan anak sekolahan, kok," jawab Nia sembari tersipu.
"Hah? Serius lo? Terus siapa dong?" tanya Kayobi yang nampak paling terkejut diantara dua gadis lainnya.
"Loh? Tadi katanya kamu lihat, Bi? Eh, Kay." Mia mengerutkan dahi dan menatap penuh curiga.
"Hehe, enggak, kok. Gue gak lihat. Gue cuma nebak aja."
"Terus kalo bukan anak sekolah, siapa dong Mia?" Rossa semakin mendesak.
"Aku gak tahu, Cha."
"Gak tahu gimana maksudnya?"
"Ya, aku gak tahu dia itu siapa. Aku gak sempet nanya siapa dia."
"Terus maksudnya dia bukan anak sekolah, berarti dia gak pake seragam gitu?" Kali ini giliran Indira yang bertanya dan langsung dijawab anggukan oleh Mia.
"Berarti dia pake baju bebas gitu?"
Mia menggeleng, "Enggak, dia pake kemeja."
"Masa orang tua murid?" Kayobi masih keheranan.
"Enggak, kayanya. Soalnya aku pernah ketemu waktu daftar minggu lalu."
"Berarti guru dong?"
"Gak tahu juga, sih."
Memori tentang pertemuan kedua dengan laki-laki itu membuat darah hangat naik ke wajah Mia. Bahkan jantungnya kembali berdegup tak keruan. Berbagai perasaan bercampur dalam batin, hingga ia tak mampu menjabarkannya dalam kata-kata. Namun, yang ia tahu, laki-laki itu makin mengusik pikirannya, sampai tebersit satu tanya yang tak pernah dirasakannya: 'apakah ini cinta?'
Sepanjang jalan teman-teman Mia selalu mengejeknya juga mendesak agar Mia mau memberikan gambaran seperti apa sosok pria itu. Namun Mia menutup mulutnya rapat-rapat. Lagipula Mia juga belum berani memastikan apa pun, karena semuanya masih terlalu dini.
Perjalanan dua puluh menit untuk tiba di Terminal Lebak Bulus pun jadi tak terasa. Mereka turun dari angkot setelah membayar tarif sebesar seribu rupiah kepada supir. Lantas tanpa komando, empat sekawan itu langsung berhamburan menuju penjual minuman es buah dan es teh yang ada di depan pintu masuk terminal. Saking panas dan haus, mereka menyedot minuman dingin itu kuat-kuat.
"Aaahh ...," seru mereka bersamaan.
"Indira, kamu dari sini naik apa?" tanya Mia yang baru pertama menginjakan kaki di Terminal Lebak Bulus.
"Tuh, naik 106 Mia." Indira menunjuk ke arah angkot berwarna biru.
Tak lama setelah menyedot minuman dinginnya hingga setengah, Indira pun berpisah dengan Mia dan kawan-kawan. "Aku duluan, ya, daah." Indira melambaikan tangan.
"Mia, dari sini kamu mau naik apa?" tanya Rossa.
Mia diam cukup lama. Dia sedikit kebingungan juga takut karena ini adalah pengalaman pertama meskipun Mia sudah sering melihat angkot jurusan Pamulang atau Ciputat.
"Aku ... mmmm ... naik D02 aja, deh. Biar ada temennya. Kalo udah sampe Ciputat kan udah deket."
"Ya udah, ayok!" ajak Kayobi.
Mia, Kayobi, dan Rossa melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum dengan nomer D02 jurusan Ciputat. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu paling lama ini, mereka bertiga kembali bersenda gurau dan saling mengenal lebih jauh. Seperti Rossa yang ternyata harus berjauhan dengan adiknya, karena orang tuanya berpisah.
Sementara Kayobi, ternyata dia bersungguh-sungguh saat bilang ingin serius belajar kali ini. Dia ditegur orang tuanya agar belajar dengan serius karena ini adalah kesempatan terakhir belajar di sekolah.
"Eh, Mia. Berarti lo suka sama cowok itu, ya?" Entah dapat bisikan dari mana si Kayobi, tiba-tiba saja dia menanyakan hal itu lagi.
"Iih, apaan sih," Mia kembali tersipu.
"Tuh, berarti lo suka."
"Ciieee, Mia. Baru juga masuk sekolah udah suka-sukaan," goda Rossa.
"Mmmm ... enggak, kok."
"Gak apa-apa lagi. Kan udah mau tujuh belas tahun," ucap Rossa.
"Nah, itu. Masalahnya dia suka gak sama Mia?" Kayobi kembali memasang muka jahilnya. Bunga dalam hati Mia seketika layu.
"Iih, Kayobi. Jangan gitu, dong!" Rossa mendorong Kayobi karena sebal.
"Gue serius," ucap Kayobi sedikit mengerutkan dahi. "Apalagi tadi lo bilang dia bukan murid, dan pakai kemeja—eh, bentar! jangan-jangan ... yang tadi berdiri di depan pintu ruang guru yaa?!" Suara Kayobi sedikit meninggi. Pupil matanya pun membesar seperti detektif yang baru memecahkan misteri. Begitu juga Rossa yang sama-sama melototnya.
Mia langsung salah tingkah dan berusaha mengelak. Namun tentu saja itu tidak membuahkan hasil. Ke dua temannya malah memasang tampang curiga.
"Udah, sih, ngaku aja." Rossa menyenggol Mia.
Mia tidak menjawab, karena dia sendiri belum bisa memastikan apa pun saat ini. Jangankan untuk tahu apakah pria itu juga menyukainya, sekadar namanya saja Mia tidak tahu.
"Nah, maksud gue itu. Siapa pun dia, usianya pasti di atas kita, dong," ucap Kayobi.
"Terus kenapa?" tanya Mia dan Rossa.
"Ya, mana mungkin dia suka sama anak kecil! Hahahaha!" Kayobi tertawa sangat kencang, sampai supir angkot melirik dari spion mobil.
Kayobi kembali terbatuk-batuk sebelum memulai pembicaraannya lagi. "Muka lo tuh masih anak-anak banget Mia. Namanya juga baru lulus SMP. Kalo kakak kelas yang udah mau lulus, itu baru mungkin. Masih culun lah istilahnya, hahaha."
"Iiih, Kayobi apaan, sih. Jangan gitu dong, ngomongnya." Rossa menghampiri Mia yang cemberut.
"Tapi gue gak bilang jelek, ya. Kalian bertiga cantik, kok, sebenernya. Cuma masih cupu aja," imbuh Kayobi.
Mia dan Rossa saling berpandangan. Tanpa sepatah kata mereka berdua sepakat untuk menghujani Kayobi dengan pukulan.
"Eh, ampun ampun! Orang dibilang cantik, kok, marah, sih?" Kayobi melindungi dirinya dengan tangan.
Sesampainya di Ciputat, Mia berpisah dengan Kayobi dan Rossa. Dia harus naik angkot sekali lagi untuk bisa tiba di rumahnya.
"Kamu tahu kan, angkotnya yang mana?" tanya Rossa tang khawatir dengan Mia.
"Tahu, kok. Kalo Ciputat aku udah biasa."
Di dalam angkot jurusan Pamulang yang kelamaan ngetem, setiap ucapan dari Kayobi tadi perlahan mengusik hati kecil Mia. Meskipun terasa menjengkelkan, tetapi apa yang Kayobi ucapkan ada benarnya. Mana mungkin pria dewasa seperti itu, bisa menyukai gadis yang bahkan body lotion saja belum pernah pakai.
Mia pun larut dalam lamunan yang membawanya masuk ke dalam memori yang belum terlalu jauh berlalu, yaitu kenangan masa SMP. Dia teringat dengan beberapa teman perempuan seangkatan yang menurutnya sudah terlihat cukup dewasa. Mulai dari cara berpakaiannya yang membentuk badan, cara berjalan, berdandan, bahkan banyak juga yang terang-terangan berpacaran.
Semua bayangan itu berhasil membuat Mia minder sendiri sepanjang perjalanan pulang ke Pamulang.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, panas, dan macet, Mia akhirnya tiba di rumah pukul setengah lima sore. Meskipun lebih banyak hal yang kurang menyenangkannya hari ini, akan tetapi bisa tiba di rumah dengan selamat adalah suatu prestasi tersendiri yang mampu menyamarkan sedikit kegundahan dalam hati Mia."Assalamualaikum." Mia masuk rumah dan langsung menyalami ibunya."Waalaikumsalam, loh? Kamu pulang naik apa?" ucap ibu yang terkejut melihat anaknya pulang sendiri.Mia tak menjawab. Dia lebih memilih menuju lemari pendingin untuk segera menghilangkan dahaga dengan susu cokelat dingin. Sementara ibunya membuntuti dia dari belakang."Kok, gak pulang sama ayah?" Ibu Mia terlihat tidak sabar, meskipun anaknya masih menenggak susu dingin."Aahh." Mia mengusap mulutnya. "Kalo nunggu ayah kan lama, Ma.""Ya palingan juga jam lima selesai. Dari pada pulang sendiri. Emang kamu ngerti naik angkot apa?" Ibu Mia terlihat emosi."Kalo ga
"ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIM MIA! KIRAIN UDAH BANGUN! HEY! UDAH JAM LIMA LEWAT INI!" teriak ibunda Mia dengan suara yang dapat menembus tujuh rumah sekaligus.Sedangkan si anak, hanya mengulet dan lupa kalau sekolahnya kini berbeda provinsi. Dia masih terlihat santai di pinggir kasur mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya kembali dari alam mimpi. Namun, semuanya berubah ketika dia menyalakan lampu kamar. Mia loncat dari kasur setelah melihat dengan jelas jam di dinding. Kemudian detik itu juga berlari ke luar kamar untuk mengambil handuk."Mamaaaa, kok, gak bangunin aku siih?" gerutu Mia yang suaranya masih serak."DARI TADI MAMA JUGA UDAH JADI TARZAN, MIA!" sungut ibu Mia lebih galak lagi."Oh, oke." Mia langsung menciut. Sadar dengan kesalahannya, dia tak ingin memancing keributan.Mia hanya punya waktu lima belas menit untuk bersiap-siap. Mulai dari mandi, berpakaian, sholat subuh, sarapan, pakai sepatu kemudian berangkat selambat-lambatnya p
Mia memang lagi apes, ternyata pos pertama dijaga Rangga sang Ketua OSIS berwajah galak. Dari jauh dia menatap tajam kelompok Mia yang sedang menghampiri. Seperti elang yang sedang mengincar mangsanya.Waduh! Tahu gitu tadi biar aja Kayobi yang pertama nerima hukuman."Permisi, Kak. Apa benar ini titik pertama?" tanya Kayobi dengan santai."Kata siapa?" jawab si mata elang dengan tatapan yang bisa membuat siapa saja merinding. "Saya cuma lagi ngobrol sama Pak Satpam. Kalian ngapain ke sini? Apa buktinya kalo di sini adalah pos pertama?""Ini, Kak." Kayobi membuka amplop. "Di sini tertulis garda depan barisan kereta kuda.""Apa hubungannya dengan di sini?""Garda depan itu berarti yang berjaga di barisan paling depan, dan itu adalah satpam. Sedangkan barisan kereta kuda adalah parkiran mobil dan motor." Kayobi kembali mewakili kelompoknya menjawab."Bagus. Kalian benar. Sekarang kalian baris. Ada tugas yang harus kalian lakukan suapa
Sepagi ini perasaan Mia sudah campur aduk. Gelisah, takut, senang dan antusias silih berganti timbul tenggelam dalam hati Mia, karena kegiatan belajar mengajar akan dimulai hari ini. Mia sempat terbangun jam tiga tadi karena takut kesiangan lagi, kemudian kembali tidur karena masih terlalu pagi.Di depan cermin Mia memandang bayangannya yang mengenakan seragam putih abu-abu. Seragam itu masih terasa kaku layaknya baju baru. Tidak lupa dia memakai dasi agar lebih rapi. Mia menjepit rambut tepat di atas kedua telinga agar tidak menganggu penglihatan. Sebelum berangkat Mia kembali mengecek buku pelajaran yang harus dibawa hari ini dan menyesuaikan dengan jadwal yang telah tertempel di meja belajar."Kayanya hari pertama sengaja dibuat gak terlalu berat," gumam Mia setelah melihat jadwal pelajaran hari ini yaitu Bahasa Inggris, Sejarah, Bahasa Indinesia, dan Biologi.Setelah semuanya siap, Mia dan ayahnya berangkat jam lima lewat lima belas. Mereka agak santai karena i
Guru dan murid yang saling jatuh cinta tersebut tersipu malu meski sudah berpisah. Mereka sama-sama belum sanggup memupus senyum yang terukir samar.Meski usianya terpaut jauh, Mr. Sani tak bisa memungkiri kalau Mia adalah tipenya. Terlebih lagi, Mia memiliki mata yang mampu membiusnya hingga selalu terbayang-bayang. Ia baru menyadari setelah tadi saling bertukar pandang.Di sisi lain, dia juga tidak menyangka akan jatuh hati pada anak muridnya sendiri, padahal di sekolah ada tiga orang guru dan karyawan perempuan yang seumuran. Namun, Mr. Sani tidak ingin terlaru larut dengan perasaannya. Ia cukup yakin dapat segera menepikan perasaan itu.Sedangkan Mia, sejak perjumpaan pertama, sudah tidak bisa melupakan senyum manis Mr. Sani. Satu hal yang paling melekat di benak Mia saat mata Mr. Sani seakan menghilang ketika tersenyum. Sama seperti Mr. Sani, Mia juga merasa heran bisa jatuh hati pada gurunya sendiri. Mengapa dia tidak bisa seperti cewek lainnya yang menyukai
Gini ya rasanya patah hati? tanya Mia dalam hatinya.Tidak enak dan sesak. Sepanjang pelajaran ke tiga, Mia sangat gelisah. Baginya ini adalah pertama kali dia merasakan patah hati.Untung Mia tak sampai menjatuhkan air mata, karena perasaan yang tumbuh dalam dirinya belum terlalu besar.Sama seperti Mr. Sani, Mia bertekat mengubur perasaannya dalam-dalam. Meski ternyata hal itu memerlukan konsentrasi tinggi hingga jam sekolah usai.Mia dan ke empat temannya bergegas pulang. Begitu juga dengan seluruh murid, terkecuali mereka yang ada kegiatan ekstra kulikuler."Eh, bentar gue ke toilet dulu, ya," ucap Kayobi."Iish, dia cowok sendiri tapi paling repot deh." Indira mengutarakan kekesalannya yang disetujui oleh Mia dan Rossa. Namun, nyatanya mereka tetap menunggu Kayobi di bawah tangga.Setelah hampir lima menit, Kayobi datang sambil mengeluarkan bajunya dari dalam celana agar lebih santai.Mia terus memperhatikan gaya
"Hhhmm..., ya sudah. Ayo saya temani. Tapi sampe perempatan saja ya. Karena ada Pak Karyo yang berjaga di sana. Jadi kalian bisa saya tinggal." ujar Mr.Sani.Tanpa berdebat, empat siswa baru SMA BAKTI NUSA dan satu guru Bahasa Inggris mulai berjalan meninggalkan tempat. Kayobi dan Mr.Sani jalan di depan, sedangkan tiga anak perempuan jalan beriringan di belakang."Gimana, mmm ... Kayobi, hari pertama kamu?" Mr. Sani membuka pembicaraan."Ya lumayanlah, Pak," sahut Kayobi santai."Terus ada yang udah kamu incer belum, Nih?"Kayobi mengangkat bahunya, "Belum, tuh. Murid barunya gak ada yang cakep. Apalagi mereka bertiga nih, kaya anak SD semua. Hahaha.""Hush! Kamu ini." Mr. Sani menepuk pundak Kayobi sambil senyum-senyum.Sedangkan ke tiga cewek langsung melakukan protes massal sambil mendorong Kayobi bergantian hingga korek api yang ada di saku baju Kayobi terjatuh. Kayobi langsung mengabilnya buru-buru karena tak enak berada di sebela
Dari dalam angkot, sebenarnya Indira menyadari tatapan tajam dari B Girl. Tiba-tiba saja tengkuknya terasa dingin, dan saat nengok ke belakang. Ada lima orang siswi yang bertolak pinggang juga bersidekap menatap lurus ke dalam angkot. Dari pakaiannya, Indi sudah tahu mereka pasti senior."Eh... eh,rupanya kita diliatin sama mereka dari tadi." Indira berbisik pada teman-temannya."Eh, Iya. Kenapa ya, mereka ngeliatin kaya gitu?" tanya Ocha yang curi-curi pandang ke arah mereka."Lo, ada masalah In sama mereka?" Tanya Kayobi setelah bergantian melihat ke luar angkot."Mana pula aku kenal.""Wah, berarti lo semua dalam masalah.""Lho, emang mereka siapa?" Tanya Mia."Kalian tau gak mereka siapa?" Kayobi bertanya saat menyadari teman bule batakya kikuk setelah bersitatap dengan geng B Girl.Indi, Mia, dan Ocha kompak menggeleng. "Mungkin dari sekolah lain," Celetuk Ocha."Emang kamu tau Kay?" Tanya Mia yang mulai penasaran."Ta
Sebagai satu-satunya pria, Kayobi berinisiatif mempin dua temannya untuk menyebrang jalan. Dia agak khawatir kalau-kalau dua bocah itu belum bisa membedakan waktu yang tepat untuk melintas di jalan raya seperti ini. Sesampainya di sebrang, mereka berdiam diri di depan supermarket yang dimaksud."Terus sekarang, apa?" tanya Mia dengan polosnya."Dih! mana kita tau," protes Kayobi. "Kan elo yang tadi bilang pengen ke sini."Mia menatap ke sebrang jalan. Di sana, terlihat angkot yang tadi dia berhentikan masih menunggu penumpang lain. Itu artinya mereka masih di sana."Itu angkot yang tadi, kan?" Mia mencoba meyakinkan meski stiker THE ME IS THREE berwarna hijau stabilo berukuran hampir sepanjang mobil, terihat jelas dari sini."Ya udah, kita masuk aja dulu kalau gitu," ujar Kayobi yang langsung mengerti maksud Mia."Gak mau, ah." Ocha menolak."Aku takut pulangnya kesorean. Sekarang aja udah mau jam empat.""Iya, Kay. Aku juga gak berani
Beberapa detik berlalu, tawa mereka berangsur-angsur reda. Namun tiba-tiba, Poof! balon itu meletus! Mia dan Ocha lebih tak tertahankan lagi. Mereka terbahak sejadi-jadinya. Begitu juga dengan Kayobi yang sudah memendamkan kepalanya. Jika tak salah, Mia juga mendengar seseorang berdehem pelan hampir bersamaan dengan meledaknya tawa mereka saat balon liur itu meledak. Bukannya buru-buru membangunkan Mas Pacar, Si Perempuan malah diam mematung menyaksiakan kekasihnya menjadi bahan tertawaan. Menyaksikan Mia dan Ocha saling memukul karena tertawa geli. Sepertinya dia shock hingga tak bisa berbuat apa-apa. Saat gelombang tawa Mia dan Ocha yang kali ini belum sepenuhnya reda, angkot kembali mengalami guncangan. Kali ini lebih hebat dari yang sebelumnya. Beberapa penumpang bahkan ada yang mengaduh kesakitan karena kepalanya terbentur atap angkot. Saat itu juga Si Pria akahirnya bangun. Benar-benar langsung bangun dan duduk tegak. Dia terlihat mengumpulkan segenap jiwa raga
Angkot D02 jurusan Lebak Bulus Ciputat semakin jauh meninggalkan terminal. Suara gemuruh supporter bola dari stadion yang lokasinya tepat di sebelah terminal pun tak terdengar lagi. Mia dan teman-teman sudah tak sabar tiba di rumah. Namun, jalanan yang lengang itu seperti biasa harus tersendat ketika sudah memasuki lampu merah Pasar Jumat. Artinya perjalanan mereka yang cukup jauh, akan menempuh waktu lebih lama. Bebarapa menit berlalu angkot Mia belum berada terlalu jauh dari lampu merah Pasar Jumat. Selain karena macet, rupanya supir angkot sengaja memanfaatkan moment itu menunggu penumpang lain. Akibatnya beberapa pengendara mobil pribadi membunyikan klakson tanda protes setiap kali berhasil melewati angkot Mia. Tapi Pak Supir tidak peduli. Ironi memang, sebab dia begini supaya bisa memenuhi kebutuhan anak istri. Semantara mereka yang memaki lewat klakson itu, tidak mungkin menafkahi keluarganya. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, dengan laju lambat me
"Mas. Mas! emang gak ada tempat lain yang lebih adem untuk ngasih cokelat selain di angkot siang bolong gini?" Protes Mia, tentunya dalam hati."Iiiih Ayang, ini apaaaa?" ucap Si Mbak mendayu-dayu sambil menutup mulutnya. Padahal udah jelas kalau itu cokelat. Mia dan Ocha pun makin kesal mendengar pertanyaan itu.Saat itu juga, Mia dan Ocha langsung berpandangan. Dengan bahasa kalbu dan sedikit tatapan tajam, mereka dapat mengerti isi kepala masing-masing yang terjebak dalam situasi Cringe Moment begini. Lalu mereka serempak menoleh ke Kayobi untuk melihat reaksinya. Dasar cowok, dia terlihat biasa saja dan gak mengerti telepati yang Ocha dan Mia berikan."Ini cokelat Sayang." Si Cowok tersenyum manis dengan tatapan sayu."Buat aku?" Si cewek tubuhnya makin tak bisa diam."Iya lah buat kamu." Suara Si Cowok terdengar lebih menggelikan lagi sekarang.Sambi menerima se kotak cokelat itu, dia bertanya, "Dalam rangka apa?""Dalam rangka V
Dari dalam angkot, sebenarnya Indira menyadari tatapan tajam dari B Girl. Tiba-tiba saja tengkuknya terasa dingin, dan saat nengok ke belakang. Ada lima orang siswi yang bertolak pinggang juga bersidekap menatap lurus ke dalam angkot. Dari pakaiannya, Indi sudah tahu mereka pasti senior."Eh... eh,rupanya kita diliatin sama mereka dari tadi." Indira berbisik pada teman-temannya."Eh, Iya. Kenapa ya, mereka ngeliatin kaya gitu?" tanya Ocha yang curi-curi pandang ke arah mereka."Lo, ada masalah In sama mereka?" Tanya Kayobi setelah bergantian melihat ke luar angkot."Mana pula aku kenal.""Wah, berarti lo semua dalam masalah.""Lho, emang mereka siapa?" Tanya Mia."Kalian tau gak mereka siapa?" Kayobi bertanya saat menyadari teman bule batakya kikuk setelah bersitatap dengan geng B Girl.Indi, Mia, dan Ocha kompak menggeleng. "Mungkin dari sekolah lain," Celetuk Ocha."Emang kamu tau Kay?" Tanya Mia yang mulai penasaran."Ta
"Hhhmm..., ya sudah. Ayo saya temani. Tapi sampe perempatan saja ya. Karena ada Pak Karyo yang berjaga di sana. Jadi kalian bisa saya tinggal." ujar Mr.Sani.Tanpa berdebat, empat siswa baru SMA BAKTI NUSA dan satu guru Bahasa Inggris mulai berjalan meninggalkan tempat. Kayobi dan Mr.Sani jalan di depan, sedangkan tiga anak perempuan jalan beriringan di belakang."Gimana, mmm ... Kayobi, hari pertama kamu?" Mr. Sani membuka pembicaraan."Ya lumayanlah, Pak," sahut Kayobi santai."Terus ada yang udah kamu incer belum, Nih?"Kayobi mengangkat bahunya, "Belum, tuh. Murid barunya gak ada yang cakep. Apalagi mereka bertiga nih, kaya anak SD semua. Hahaha.""Hush! Kamu ini." Mr. Sani menepuk pundak Kayobi sambil senyum-senyum.Sedangkan ke tiga cewek langsung melakukan protes massal sambil mendorong Kayobi bergantian hingga korek api yang ada di saku baju Kayobi terjatuh. Kayobi langsung mengabilnya buru-buru karena tak enak berada di sebela
Gini ya rasanya patah hati? tanya Mia dalam hatinya.Tidak enak dan sesak. Sepanjang pelajaran ke tiga, Mia sangat gelisah. Baginya ini adalah pertama kali dia merasakan patah hati.Untung Mia tak sampai menjatuhkan air mata, karena perasaan yang tumbuh dalam dirinya belum terlalu besar.Sama seperti Mr. Sani, Mia bertekat mengubur perasaannya dalam-dalam. Meski ternyata hal itu memerlukan konsentrasi tinggi hingga jam sekolah usai.Mia dan ke empat temannya bergegas pulang. Begitu juga dengan seluruh murid, terkecuali mereka yang ada kegiatan ekstra kulikuler."Eh, bentar gue ke toilet dulu, ya," ucap Kayobi."Iish, dia cowok sendiri tapi paling repot deh." Indira mengutarakan kekesalannya yang disetujui oleh Mia dan Rossa. Namun, nyatanya mereka tetap menunggu Kayobi di bawah tangga.Setelah hampir lima menit, Kayobi datang sambil mengeluarkan bajunya dari dalam celana agar lebih santai.Mia terus memperhatikan gaya
Guru dan murid yang saling jatuh cinta tersebut tersipu malu meski sudah berpisah. Mereka sama-sama belum sanggup memupus senyum yang terukir samar.Meski usianya terpaut jauh, Mr. Sani tak bisa memungkiri kalau Mia adalah tipenya. Terlebih lagi, Mia memiliki mata yang mampu membiusnya hingga selalu terbayang-bayang. Ia baru menyadari setelah tadi saling bertukar pandang.Di sisi lain, dia juga tidak menyangka akan jatuh hati pada anak muridnya sendiri, padahal di sekolah ada tiga orang guru dan karyawan perempuan yang seumuran. Namun, Mr. Sani tidak ingin terlaru larut dengan perasaannya. Ia cukup yakin dapat segera menepikan perasaan itu.Sedangkan Mia, sejak perjumpaan pertama, sudah tidak bisa melupakan senyum manis Mr. Sani. Satu hal yang paling melekat di benak Mia saat mata Mr. Sani seakan menghilang ketika tersenyum. Sama seperti Mr. Sani, Mia juga merasa heran bisa jatuh hati pada gurunya sendiri. Mengapa dia tidak bisa seperti cewek lainnya yang menyukai
Sepagi ini perasaan Mia sudah campur aduk. Gelisah, takut, senang dan antusias silih berganti timbul tenggelam dalam hati Mia, karena kegiatan belajar mengajar akan dimulai hari ini. Mia sempat terbangun jam tiga tadi karena takut kesiangan lagi, kemudian kembali tidur karena masih terlalu pagi.Di depan cermin Mia memandang bayangannya yang mengenakan seragam putih abu-abu. Seragam itu masih terasa kaku layaknya baju baru. Tidak lupa dia memakai dasi agar lebih rapi. Mia menjepit rambut tepat di atas kedua telinga agar tidak menganggu penglihatan. Sebelum berangkat Mia kembali mengecek buku pelajaran yang harus dibawa hari ini dan menyesuaikan dengan jadwal yang telah tertempel di meja belajar."Kayanya hari pertama sengaja dibuat gak terlalu berat," gumam Mia setelah melihat jadwal pelajaran hari ini yaitu Bahasa Inggris, Sejarah, Bahasa Indinesia, dan Biologi.Setelah semuanya siap, Mia dan ayahnya berangkat jam lima lewat lima belas. Mereka agak santai karena i