Mia menatap datar ke luar jendela. Sejak pagi dia melakukan hal yang sama, membuat beberapa orang yang mengenalnya pun enggan mendekat. Bahkan, wajah sendunya menjadikan semua orang di sekitar bersikap sangat hati-hati ketika menghampiri.
Saat Mia menarik napas untuk yang ke sekian kali, tiba-tiba saja dia dekati oleh pria paruh baya bersama dengan dessert dan minuman dalam nampan. Seketika itu juga pria tersebut duduk di bangku, tepat di hadapannya.
“Kau terlihat sangat lelah, beristirahatlah di atas,” kata Matt, mantan bos Mia sebelum meninggalkan Blueberry. “Aku sudah menyiapkan kamar untukmu di lantai dua.”
Mia hanya memberikan senyum lemah.
Pada akhirnya, dia pun kembali ke kota kecil itu. Satu-satunya orang yang bisa Mia mintai tolong hanyalah pria di hadapannya.
Sebelum ke Deli, Rey hendak mengantar Mia ke sebuah hotel yang secara halus dia tolak. Bahkan, wanita itu memiliki pemikiran hendak menyewa apartemen lamanya,
Mia keluar dari toilet dalam keadaan kening penuh cucuran keringat, sementara itu langkahnya tampak tidak stabil sehingga Rey yang sejak tadi menunggu di depan pintu berusaha untuk membantu.“Aku akan membawamu ke rumah sakit,” kata pria itu sembari memapah Mia yang matanya mulai berkunang-kunang, membuat kekhawatiran Rey semakin bertambah.Tapi wanita itu menggeleng lemah dan menolak usulan tersebut,“Tidur sebentar akan membuatkan merasa lebih baik,” gumamnya lemah sembari menyandarkan berat tubuh pada pria yang kini menuntunnya ke hall.Matt yang berada di balik konter tampak terkejut dan mendatangi keduanya. Tapi, tatapan yang Rey beri menghentikan langkah pria itu seketika.“Aku bisa mengurus ini,” ucap Rey yang dengan sabar membawa Mia ke luar restaurant.Beberapa kali Matt tampak ingin menyusul, tapi kemudian dia hanya berdiam di tempat dengan tatapan sedikit tidak senang.Beberapa kepala mel
Dugaan Rey benar adanya, selama perjalanan menuju ke penginapan ponselnya berbunyi tanpa henti hingga membuat pahanya menjadi ikut bergetar.Mia yang duduk di sebelah sesekali melirik ke arahnya dengan wajah yang menunjukkan dia tahu siapa yang sedang menghubungi saat ini. Dan sebelum mereka tiba di tempat tujuan, Rey pun mengeluarkan ponsel dan melihat layar sekilas, sebelum akhirnya memute panggilan tersebut.Suasana di dalam mobil berubah menjadi hening kembali, sehingga Rey menghidupkan radio untuk mengisi kesunyian.Dari ekor mata, dia dapat melihat bahu tegang Mia menjadi lebih rileks dari yang tadi. Tampaknya, wanita itu setuju akan keputusan yang Rey ambil; tidak mengangkat panggilan dari Jaxon.Melihat pernikahan keduanya yang berusia sangat muda, Rey pun tidak ingin mengalami hal yang sama. Dan menikah mungkin tidak ada dalam list sampai dia tua.Mobil yang Rey kendarai pun berbelok ke sisi jalanan, dan di saat itulah Mia bersuara setelah
Sebuah pelastik hadir di depan wajah Mia yang saat itu termenung. Dia sedikit terkejut begitu melihat bahwa ternyata Reylah yang berdiri di depannya.‘Bagaimana caranya masuk ke sini?’ batin Mia bertanya sembari melirik ke arah pintu kamar yang sudah ditutup kembali, padahal wanita itu sama sekali tidak mendengar suara pintu terbuka atau pun menutup, serta langkah kaki pria itu. Dan lagi, seingat Mia pintu kamar itu tadinya telah dikunci, sedangkan yang memiliki kunci hanya Mia saat ini.Mendapati pandangan wanita itu yang seolah menyusun puzzle di kepala, Rey memberikan senyuman tipis.“Aku tahu bagaimana cara membuka pintu yang terkunci. Karena itu spesialisasiku,” jawabnya yang seketika membuat Mia mengerjabkan mata. Tidak mengira bahwa hal seperti itu menjadi sebuah spesialisasi. Atau dia saja yang tidak mengerti bagaimana dunia kriminal bekerja?“Jangan melihatku seperti itu,” ucap Rey sembari menaruh kantung belan
Gideon memarkir mobil Van yang dikendarai tepat di depan sebuah mansion dengan gerbang mengelilingi di sekitar. Dia mengedarkan pandangan dan menunggu sampai seseorang membukakan pintu gerbang yang berada di hadapan. Namun, setelah lama menanti tidak ada tanda-tanda kedatangan mereka diterima dengan tangan terbuka.“Dan, apa kau yakin si tuan rumah menerima kita?” tanya Gideon pada akhirnya.Serentak ke semua pria itu melihat ke luar jendela dan seperti dugaan Gideon, si tuan rumah sengaja mengabaikan kehadiran mereka.“Aku baru saja menghubunginya, dan tidak diangkat,” balas Danny yang seketika mendapat delikan tajam dari lima pasang mata.“Kenapa kau tidak bilang sejak tadi?” tanya Nicko diikuti geraman kesal yang lainnya.Dengan tatapan polos, Danny mengdikkan bahu.“Kita bisa mencobanya lagi,” ujarnya yang mendapat dengusan dari pria-pria di sekitar.“Baiklah, sekali lagi. Bila
“Apa kau ingin aku menunggumu?” tanya Rey ketika dia mengantarkan Mia ke Deli.Wanita itu menggelengkan kepala, menandakan hal tersebut tidak perlu.“Pergilah, aku tahu kau memiliki banyak pekerjaan,” ucapnya sembari melirik ke arah pintu masuk restaurant tempat dia bekerja dulu. “Dan ada banyak orang yang akan menjagaku di dalam sana, bila memang itu yang kau khawatirkan.”Bukannya pergi seperti yang Mia minta, Rey hanya menatapnya tanpa berkata-kata, sehingga suasana terasa canggung dan membuat wanita itu akhirnya berdehem sembari menundukkan kepala.“Aku sudah mengenal kota ini bertahun-tahun, begitu pula dengan orang-orangnya. Jadi, tidak ada yang perlu kau takutkan.”Setelah mengatakan itu, Mia pun mengangkat kepalanya, namun Rey masih memasang ekspresi sama; datar.Karena tahu dia tidak akan bisa lepas dengan mudah dari pria di hadapannya, wanita itu pun menghela napas dan mengatakan; &ld
“Coba ulangi lagi?” tanya Dorothy, mantan teman kerja Mia di Deli.Mata wanita itu membulat, seolah kedua bola matanya hendak menggelinding dari soket yang membuat Mia menjadi gugup karena reaksi temannya itu setelah dia mengatakan suatu hal … pribadi.“Yang mana?” tanya Mia ragu-ragu.Melihat sikap wanita di hadapannya yang seolah pura-pura tidak tahu, tiba-tiba saja Dorothy menepuk meja dengan keras hingga menerbangkan gelas minuman mereka ke udara, tidak sengaja mengagetkan Anne yang merupakan pegawai baru di Deli beserta Ruella, salah satu pelanggan setia restaurant itu.Untungnya restaurant hanya beroperasi setengah hari, disebabkan Deli sedang kekurangan crew.Hal itu karena Matt ingin ke luar kota untuk sebuah urusan, sedangkan satu pegawai sedang izin cuti, sementara satu lainnya masuk rumah sakit karena flu berat dan satunya bolos. Yang tersisa hanya Anne dan satu pegawai lainnya. Sehingga pria itu memutuskan
Setelah tangis Mia berhenti, para wanita-wanita itu pun diam kembali. Mereka memberi gadis itu waktu untuk menenangkan diri. Dan hanya suara cegukan yang masih terdengar.“Lebih baik kita bicarakan hal lain,” ucap Ruella yang langsung mendapat persetujuan dari dua wanita lainnya.“Kau benar,” gumam Dorothy dan melanjutkan; “Jadi, bagaimana rencanamu untuk ke depannya?”Seketika ruangan itu berubah hening, sedangkan semua mata tertuju pada Mia kembali.Wanita itu menggeleng pelan, menandakan dia juga tidak tahu harus melakukan apa setelah ini. Karena semua hal terjadi secara tiba-tiba.Kepergiannya ke Blueberry juga keputusan yang Mia ambil secara buru-buru, karena hanya ini tempat yang dia tahu.“Mungkin … aku akan tinggal di Blueberry dan bekerja di Deli kembali,” jawabnya dengan suara pelan. Terdengar tidak yakin akan perkataannya barusan. Sementara itu, tangannya saling meremas gelisa
Mia berjalan pelan saat keluar dari restaurant. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh halaman parkiran dan menemukan keberadaan Rey yang menyandar pada pintu mobil. Anne yang sejak tadi mengikuti dari belakang pun ikut berhenti.Keduanya melihat ke arah Rey yang diam menunggu dengan pandangan tertuju ke arah keduanya.“Apa itu suamimu?” tanya Ruella yang menyusul sampai ke pintu.Kini, ada tiga pasang mata yang menatap Rey di waktu bersamaan.“Bukan,” jawab Mia sembari berjalan jauh ke depan. “Dia adalah teman dari suamiku.”“Wah, tadinya kupikir suamimu menyusul ke sini.”Perkataan Ruella tersebut membuat langkah Mia nyaris terhenti. Namun, dia menutupinya dan berjalan normal kembali.Setelah dihitung-hitung, ini sudah lewat tiga hari.Meski pun dia tidak ingin Jaxon menyusul ke sana, tetapi bukan berarti jauh di dalam lubuk hati dia tidak mengharapkan kehadirannya. Bukankah, deng
Halo, Blezzia mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia The King Of Denver :) Dan ya, seperti yang kalian baca, kisah ini baru saja berakhir SEASON PERTAMA-nya dan itu artinya akan ada SEASON KE-DUA yang akan Blezzia lanjutkan. Sesuai permintaan beberapa pembaca, yang tidak ingin novel ini berakhir dengan cepat, maka Blezzia mempertimbangkan akan membuat Season KE-DUA kisah Jaxon dan Mia (Bukan Nicko dan Disya) setelah menyelesaikan kisah Danny dan Hilda di Novel Wanita Rahasia CEO, oleh karena itu, Blezzia minta maaf untuk Delay yang terjadi. Karena ini novel kesayangan Blezzia, jadi kisah mereka akan sangat panjang. (Kalau perlu sampai anak cucu) Do'ain saja semoga diberikan izin oleh pihak GN ya ~ Biar nanti Blezzia lebih fokus ke Denver dan bisa update tiap hari nantinya <3Jika tidak ada halangan, maka diperkirakan Juni/Juli 2022 seluruh novel on-going yang sedang Blezzia tulis akan tamat. Lalu, bagaimana dengan kisah Nicko dan Disya? M
Mia terlihat sibuk berbincang dan tertawa bersama Disya di gazebo, saat tiba-tiba keduanya mendengar suara langkah kaki dari arah kanan taman. Serentak, wanita-wanita itupun menoleh bersamaan ke arah sumber suara, yang tak lain adalah Allana. Dengan senyum terkembang di wajah, Mia menyambut kedatangan pelayan terdekatnya itu, lalu meminta wanita tersebut untuk ikut bergabung di meja. Akan tetapi, Allana menolak sembari menoleh sedikit ke arah jalan yang tadi dilaluinya. Hal itu pun membuat Mia dan Disya mengikuti arah pandang pelayan wanita itu. Namun, mereka tidak menemukan apa-apa di sana, membuat Mia bertanya-tanya. “Ada apa?” Allana kembali menoleh pada dua wanita di hadapan, dan dia hanya menjawab dengan gerakan ragu-ragu. “Ada... seseorang yang ingin menemui... anda dan Miss Flontin,” ucapnya, sembari melirik ke arah Disya yang tetap duduk tenang dengan secangkir teh dalam genggaman. Mendengar penjelasan tersebut, sek
Jaxon memasuki ruang tengah kediaman keluarganya, dan tepat di hadapannya telah duduk Jeff Bradwood dengan ditemani ibu tirinya, Ruby. Melihat kehadiran anggota Red Cage dalam ruangan, seketika bahu Jeff tampak tegang, padahal dia sudah mendengar kedatangan mereka sebelum mencapai gerbang. Namun, melihat pria-pria yang parade saat masuk ke dalam ruangan, Jeff pun tak mampu bergerak dari tempatnya duduk di sofa.“Jeff,” sapa Jaxon, dengan kedua tangan berada di saku celana.Bukannya menyahut, Jeff Bradwood hanya berdeham sembari menatap ke segala arah. Sengaja menghindari tatapan bosan puteranya.Pandangan Jaxon pun beralih pada Ruby yang tersenyum dengan sensual. Tetapi dia abaikan. Kini, perhatiannya kembali pada sang ayah yang mencoba memasang wajah poker face.“Aku melihat keadaanmu baik-baik saja,” ucap Jaxon, berbasa-basi sembari duduk di sofa.Dia menatap kedua orang di hadapan dengan pandangan yang sulit dibaca.
Jaxon yang saat itu sedang menyesap batangan rokok di balkon sendirian, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Nicko dari arah belakang. Kedua pria itu tampak diam ketika berdiri sejajar pada railing. Namun, gestur Jaxon yang hendak berbagi batangan rokok di tangan menunjukkan bahwa apapun di antara mereka sebelumya telah terlupakan.Kini, kedua pria itu terlihat mengepulkan asap bersamaan. Sedangkan pandangan keduanya saling menerawang ke arah langit yang menyuguhkan pemandangan indah dengan taburan milk way di atas mereka.Di pulau ini, keduanya dapat melihat pemandangan langit malam yang jarang didapatkan jika di perkotaan. Bahkan, langit di sana jauh lebih cerah dari apa yang biasanya mereka lihat sebelumnya. Tidak hanya itu, rembulan yang cahayanya kemerahan, tampak tergantung indah di antara pemandangan malam lainnya, seolah tidak mau kalah untuk memanjakan mata para pen
“Apa kau sudah memberitahunya?” kejar Jaxon saat Nicko baru saja keluar dari ruang perawatan.Kepala pria itu menggeleng lemah. Dan, dengan berat dia mengatakan; “Belum. Aku tidak bisa melakukannya.”Melihat ekspresi Nicko yang tercekat, Jaxon pun menarik temannya itu ke dalam pelukan. Satu tangannya menepuk-nepuk punggungnya pelan, sementara dia membisikkan kata-kata penuh dukungan.“Aku bisa melakukannya jika kau mau.”Setelah keduanya memisahkan diri, Nicko yang berwajah sendu pun menatap ragu-ragu. Dia tidak ingin terbawa suasana, seperti saat di salam sana.“Terima kasih, Brother.”Kedua pria itu saling memandang paham.“Baiklah, aku akan kembali ke mansion lebih dahulu,” ucap Nicko, meninggalkan kumpulan teman-temannya yang duduk di kursi tunggu dengan masing-masing memegang chips dan roti yang tadi Gavin bawa.“Bye brother,” kata pria-pria itu serent
Nicko menutup ponselnya ketika dia mendengar laporan dari Henrieta. Beberapa kali dia menarik napas, sebelum membuangnya perlahan. Sekembalinya nanti, dia akan memberikan penjelasan pada kekasihnya yang bisa saja sedang menahan marah di seberang lautan sana.Meskipun dia tidak tahu apa yang akan menantinya, Nicko berharap Disya mau mendengarkan penjelasan.Dia hendak berbalik badan, saat tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang memanggil namanya pelan. Seketika bulu romanya berdiri, dan jantungnya berpacu saat suara tua itu menyebutkan namanya dengan nada sedikit bergetar.“Nicko … Anderson?”Perlahan, Nicko pun menoleh ke arah tubuh tua yang tadinya terbaring di ranjang dengan mata terpejam. Kini, mata itu memandang lurus ke arahnya, membuat Nicko tanpa sadar menundukkan kepala. Sebuah gesture penghormatan yang sulit dia tinggalkan.Sejak masih balita, anak-anak yang terlahir di Famiglia telah diajarkan untuk tidak mena
Kehebohan terjadi di Kastil Aurelia. Kedatangan seorang wanita berparas sama seperti Mia membuat semua pelayan berbondong-bondong hendak ke lantai dua, di mana wanita itu saat ini berada. Bahkan, Snow kesulitan untuk menghalau mereka agar kembali bekerja.“Astaga, aku tidak mengira parasnya serupa,” bisik Allana yang pura-pura membersihkan patung singa di bawah tangga.Piper yang juga tidak diperbolehkan naik ke lantai dua mengangguk membenarkan.“Ya, tidak hanya bentuk wajah, tetapi rambut dan ekspresinya tidak jauh berbeda,” timpal Piper yang juga berpura-pura mengelap keramik di dekat Allana.Sementara itu, Emily memilih untuk diam sembari mencuri-curi lihat ke lantai dua. Dia tampak sibuk membersihkan buffet dan pegangan tangga.Melihat ketiga wanita itu, tentu saja Snow hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia sangat yakin bahwa mereka akan langsung terbirit-birit ke dapur saat ditegur, sehingga pria itu pun mengawasi saja
Jaxon yang tidak tahan duduk terlalu lama akhirnya berdiri. Dia berjalan mondar-mandir di hadapan mereka semua. Dengan napas sedikit memburu dan amarah tertahan, pria itu seakan ingin meledak dan mengatakan sesuatu. Namun, Salvador yang menyadari hal itu pun hanya bisa menatap rekannya dengan ekspresi yang sulit dibaca.Seketika saja Salvador mengalihkan perhatian terhadap Fabiana yang saat ini mengkerut di kursi dengan pandangan terluka.“Bibi,” panggilnya pelan, yang membuat Fabiana mengangkat kepala. “Aku bisa pastikan untuk membawa Romero, tetapi aku tidak janji bila dia bebas dari luka.”Tatapan yang Fabiana berikan, membuat Salvador sedikit merasa bersalah. Selama menikah dengan Gioluca, wanita itu selalu berusaha terlihat lebih dominan dan sedikit arogan. Namun, Fabiana yang ada di depannya saat ini sangatlah jauh dari dua kata tersebut.Wanita yang dianggap paling kuat dan berkuasa, ternyata hanyalah seorang ibu yang terluk
Jaxon dan Salvador yang menunggu kedatangan Nicko tampak termangu di atas sofa. Keduanya lebih banyak diam sembari menanti kedatangan rombongan Famiglia yang akan membawa Gioluca ke kediaman Vitielo. Sementara itu, Rey serta yang lainnya duduk di seberang dengan posisi serupa. Mereka tampak menanti penuh antisipasi.Tidak ada satu pun suara, kecuali detak jam dinding serta kicauan burung di pepohonan dekat taman. Atmosfer di sekitar benar-benar sangat tegang dan intens.Di tengah-tengah keheningan, tiba-tiba saja terdengar ketukan pelan dari depan pintu, yang membuat semua kepala menatap ke sumber suara.“Biar aku yang lihat,” ucap Gavin, yang mulai berdiri dari tempat duduk.Dia mengintip dari celah kunci, dan mendapati Fabiana lah yang ada di depan sana. Melihat itu, Gavin menoleh ke balik tubuh, dan menangkap tatapan Rey yang bertanya.“Fabiana yang mengetuk,” ucapnya, menarik perhatian beberapa kepala. “Apa yang ha