Kastil Aurelia kedatangan tamu tidak diundang, yaitu Gia Leonore yang diikuti pengawal setianya, Henrieta.
Terdengar keributan di sepanjang gerbang hingga ke dalam Kastil, membuat semua pelayan dan penjaga bersiap antisipasi pada kekacauan yang mungkin saja terjadi, karena Gia terkenal suka membuat kehidupan cucunya seperti neraka setiap kali wanita tua itu datang ke Aurelia.
Bahkan orang-orang masih ingat dengan ratusan wanita mengantri di sepanjang gerbang hanya untuk audisi mencari istri idaman bagi Jaxon Bradwood. Emily dan Piper sangat ingat dengan selebaran yang menyampah di jalan, dan disebar hingga ke kota tetangga. Belum lagi papan-papan Billboard di sepanjang kota, dan iklan dimana-mana menampilkan tulisan besar yang berbunyi; ‘Jaxon Bradwood mencari Istri idaman’.
Saat itu, Jaxon merasa malu luar biasa karena ulah neneknya. Dan sejak saat itu neneknya tidak lagi pernah diizinkan menginjakan kaki di Kastil Aurelia, namun sepertinya larangan
Orang-orang yang berada di dalam supermarket menyingkir seketika saat melihat serombongan pria berjas hitam keluar dari deretan mobil yang parkir tepat di depan loby masuk supermarket Denver. Seorang petugas keamanan membuat jalan untuk memudahkan pria-pria itu memasuki TKP.Tubuh Mia yang tadi terbaring di antara tumpukan botol dan rak yang jatuh kini sudah berada dalam ruang loker karyawan. Seorang dokter terlihat berada dalam kumpulan pria berjas hitam.“Dokter Timothy,” sapa manajer supermarket saat melihat salah satu dokter yang cukup terkenal di Denver masuk terburu-buru.“Dimana gadis itu?” tanya sang Dokter yang langsung diarahkan ke ruangan dimana Mia dibaringkan.Gia Leonore dan Henrieta berjaga di sebelah Mia saat Dokter Timothy masuk ke ruangan itu.“Oh, akhirnya kau tiba,” kata Gia menyambut Timothy. “Dimana cucuku?” tanya Gia saat dia tidak melihat Jaxon di belakang pria tersebut.
Nicko keluar dari sebuah kamar dan mendekati Jaxon yang berjalan dengan langkah menghentak.“Aku menemukan sepaket bubuk kristal,” kata Nicko yang mensejajarkan langkah dengan Jaxon.Mendegar itu, Jaxon pun berhenti dan menatap Nicko dengan pandangan tidak dapat dibaca.“Bawa semua bukti yang ada. Kita akan berkunjung ke suatu tempat, katakan pada yang lain untuk bersiap dan menambah penjagaan. Akan ada pembicaraan berat,” jelas Jaxon sembari menarik sepaket sabu dari genggaman Nicko. Dia menatap benda itu lama dengan sebersit tatapan benci.Di belakang mereka terdengar suara Maxon yang menjeritkan sumpah serapah. Tubuhnya diseret pada bagian pergelangan oleh Rey hanya dengan satu tangan keluar ruangan, sedangkan kedua pergelangan tangan Max dibelenggu borgol yang tadi Fritz pasang.“Kalian tidak akan selamat dari ini, aku bersumpah kalian akan mendapat balasan! Hidup kalian tidak akan tenang, asshole!” jeritnya
Jaxon keluar dari kamar perawatan Mia dalam keadaan mengeratkan rahang dan tubuh tegang.Fritz dan Rey yang saat itu berada di luar melirik ke arah Jaxon, awalnya mereka tampak mengabaikan tetapi kepala keduanya kembali berputar cepat ke arah bagian bawah tubuh Jaxon yang terlihat jelas sekali mensesaki celana hingga membentuk tenda.Tawa kedua pria itu pun pecah seketika, sedang kerutan kesal semakin dalam di wajah Jaxon.“Kau melarikan diri dari sana? Coba lihat, betapa menyakitkannya itu,” ringis Rey yang mendapat tatapan tajam dari Jaxon.“Diamlah, aku tidak bisa berpikir sekarang!” geram Jaxon sembari berjalan cepat hendak melarikan diri dari rumah sakit. Dia benar-benar butuh mandi air dingin.“Kau bisa taruh ini di sana,” saran Rey sembari menyodorkan minuman kaleng dari freezer yang tentu saja Jaxon tolak. Dia bahkan menatap benda itu seolah masalah di balik celananya bersal dari sana.“Janga
Berada di rumah sakit selama beberapa hari membuat Mia merasa bosan. Dia melirik ke arah Jaxon yang sejak tadi fokus pada ponsel dengan konsentrasi penuh hingga dahinya pun berkerut.Melihat itu, Mia pun penasaran dan berdehem untuk menarik perhatian pria tersebut.Kepala Jaxon terangkat, dan senyumnya terkembang seketika.“Apa kau lapar?” tanya Jaxon sembari menyimpan ponsel kembali dalam celana.Mia menggelengkan kepala dan melirik ke arah pintu.“Aku bosan berada di kamar terus-menerus. Bisakah kau bertanya pada dokter; apa aku diizinkan untuk sedikit jalan-jalan di taman rumah sakit?” tanya Mia dengan binar mata memohon.Mendengar itu, Jaxon pun merasa sedikit bersalah, karena dialah alasan Mia terus berada dalam ruangan. Entah mengapa rasa takut Jaxon menjadi lebih besar sejak cincin berlian yang dia beli tersemat di jari manis Mia yang lentik.“Akan kutanyakan pada dokter, tunggulah,” kata Jax
Satu per satu anggota Red Cage mendatangi Compund dengan wajah-wajah menahan marah dan kesal. Mereka baru saja dihubungi oleh Jaxon dan diberitahu bahwa kemarin Romero mendatangi rumah sakit tempat Mia dirawat. Bahkan, Gavin yang biasanya update dengan pemberitaan di Denver juga kesal luar biasa karena Jaxon menyuruh semua bawahannya untuk tutup mulut sementara, agar tidak terjadi keributan yang tidak perlu.“Kenapa kau baru menjelaskan semua ini sekarang? Bukannya kemarin kami semua ada di Aurelia?” sungut Gavin sembari menarik lembaran kertas yang Danny baca sejak tadi, tetapi kening Gavin malah berkerut bingung saat membaca apa yang ada di sana.“Danny, apa kau merubah profesi menjadi wartawan gossip? Mengapa kau membawa kertas berisi cerita seperti ini ke ruang rapat?” cerca Gavin sembari terus membaca kertas berhalaman tiga yang memiliki narasi tentang kisah cinta seseorang.Danny merebut kertas itu dari tangan Gavin dan memasukannya
Saat keluar dari kantor Grant, Mia kembali berpapasan dengan Ruth yang sibuk melayani. Sekilas Mia melihat dari ekor mata tatapan Ruth yang masih menyimpan marah, tetapi dia mengabaikan karena tidak mau membuat keributan.Masih jelas dalam ingatan Mia bagaimana pertengkarannya dengan Roxane waktu lalu, dan ada rasa bersalah karena tidak sempat berbaikan dengan wanita itu sebelum kematiannya yang tragis.Dia hanya tidak ingin memiliki penyesalan yang sama.Setelah melewati pintu, Mia pun berpapasan dengan Vero yang saat itu hendak masuk ke dalam.Terlebih dulu Mia melihat kedatangan wanita itu, dan langsung tersenyum bermaksud menyapa, tetapi Vero yang baru menyadari kehadiran Mia pun menghentikan langkah. Senyum Mia sirna seketika, mendapati wajah tidak bersahabat Vero yang tidak biasa.Ada jejak amarah di balik mata wanita di hadapannya, semakin membingungkan Mia.“Hey, Vero,” sapa Mia sembari tersenyum ragu.Yang disapa
Kepala Mia menoleh ke arah Jaxon yang masih menata napas dengan mata terpejam. Jemari Mia menyentuh pipi Jaxon pelan dan dia pun bertanya; “Yang tadi itu apa?”Mendengar pertanyaan tersebut, sebelah mata Jaxon pun terbuka. Dia melirik ke arah Mia dengan dahi berkerut heran.“Yang tadi bagaimana?”Rona merah menjalar ke seluruh tubuh Mia, termasuk kuping dan leher yang selalu membuat Jaxon takjub setiap kali Mia memperlihatkan ekspresi malu yang benar-benar murni tanpa dibuat.Mia berdehem dan berbisik pelan, “Yang barusan,” ucapnya sembari berusaha menutupi wajah dengan selimut.Mendapati ekspresi Mia yang kesulitan melakukan kontak mata dengannya, Jaxon pun mulai paham apa yang sedang Mia tanyakan, dan hal itu membuat Jaxon tertawa keras hingga mendapat pukulan kecil di dada.Seketika Jaxon memiringkan tubuh dengan tangan kanan menumpu kepala, sedang mata menatap jahil ke arah Mia yang seluruh kulitnya be
Pagi itu, Jaxon meminta Fritz untuk menghubungi Vero agar datang ke red Cage, ada hal yang ingin dia bicarakan dengan wanita tersebut.Mendengar perintah Jaxon barusan, Fritz pun terdiam di tempat untuk waktu yang lama dan tidak langsung merespon perintah atasannya.“Kenapa kau masih berdiri di sana, Fritz?” tanya Jaxon yang mengumpulkan beberapa dokumen di meja. Dia hanya melirik bawahannya sekilas saja, karena sibuk mencocokan dokumen yang akan dibawa untuk diberikan pada Gavin mengenai perkembangan klub mereka berdua, GC.Mengingat nama klub itu, Jaxon rasanya ingin membenturkan kepala, karena setuju begitu saja ketika Gavin menamai klub mereka Great Cock, yang seketika itu juga Jaxon negosiasi menjadi GC, karena dia tidak habis pikir mengapa sahabatnya harus menamai nama klub itu menjadi terdengar murahan.Untung saja semua orang berpikir bahwa nama klub itu adalah inisial dari Gavin Caleston, bukan nama asli yang tertera dalam setiap doku
Halo, Blezzia mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia The King Of Denver :) Dan ya, seperti yang kalian baca, kisah ini baru saja berakhir SEASON PERTAMA-nya dan itu artinya akan ada SEASON KE-DUA yang akan Blezzia lanjutkan. Sesuai permintaan beberapa pembaca, yang tidak ingin novel ini berakhir dengan cepat, maka Blezzia mempertimbangkan akan membuat Season KE-DUA kisah Jaxon dan Mia (Bukan Nicko dan Disya) setelah menyelesaikan kisah Danny dan Hilda di Novel Wanita Rahasia CEO, oleh karena itu, Blezzia minta maaf untuk Delay yang terjadi. Karena ini novel kesayangan Blezzia, jadi kisah mereka akan sangat panjang. (Kalau perlu sampai anak cucu) Do'ain saja semoga diberikan izin oleh pihak GN ya ~ Biar nanti Blezzia lebih fokus ke Denver dan bisa update tiap hari nantinya <3Jika tidak ada halangan, maka diperkirakan Juni/Juli 2022 seluruh novel on-going yang sedang Blezzia tulis akan tamat. Lalu, bagaimana dengan kisah Nicko dan Disya? M
Mia terlihat sibuk berbincang dan tertawa bersama Disya di gazebo, saat tiba-tiba keduanya mendengar suara langkah kaki dari arah kanan taman. Serentak, wanita-wanita itupun menoleh bersamaan ke arah sumber suara, yang tak lain adalah Allana. Dengan senyum terkembang di wajah, Mia menyambut kedatangan pelayan terdekatnya itu, lalu meminta wanita tersebut untuk ikut bergabung di meja. Akan tetapi, Allana menolak sembari menoleh sedikit ke arah jalan yang tadi dilaluinya. Hal itu pun membuat Mia dan Disya mengikuti arah pandang pelayan wanita itu. Namun, mereka tidak menemukan apa-apa di sana, membuat Mia bertanya-tanya. “Ada apa?” Allana kembali menoleh pada dua wanita di hadapan, dan dia hanya menjawab dengan gerakan ragu-ragu. “Ada... seseorang yang ingin menemui... anda dan Miss Flontin,” ucapnya, sembari melirik ke arah Disya yang tetap duduk tenang dengan secangkir teh dalam genggaman. Mendengar penjelasan tersebut, sek
Jaxon memasuki ruang tengah kediaman keluarganya, dan tepat di hadapannya telah duduk Jeff Bradwood dengan ditemani ibu tirinya, Ruby. Melihat kehadiran anggota Red Cage dalam ruangan, seketika bahu Jeff tampak tegang, padahal dia sudah mendengar kedatangan mereka sebelum mencapai gerbang. Namun, melihat pria-pria yang parade saat masuk ke dalam ruangan, Jeff pun tak mampu bergerak dari tempatnya duduk di sofa.“Jeff,” sapa Jaxon, dengan kedua tangan berada di saku celana.Bukannya menyahut, Jeff Bradwood hanya berdeham sembari menatap ke segala arah. Sengaja menghindari tatapan bosan puteranya.Pandangan Jaxon pun beralih pada Ruby yang tersenyum dengan sensual. Tetapi dia abaikan. Kini, perhatiannya kembali pada sang ayah yang mencoba memasang wajah poker face.“Aku melihat keadaanmu baik-baik saja,” ucap Jaxon, berbasa-basi sembari duduk di sofa.Dia menatap kedua orang di hadapan dengan pandangan yang sulit dibaca.
Jaxon yang saat itu sedang menyesap batangan rokok di balkon sendirian, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Nicko dari arah belakang. Kedua pria itu tampak diam ketika berdiri sejajar pada railing. Namun, gestur Jaxon yang hendak berbagi batangan rokok di tangan menunjukkan bahwa apapun di antara mereka sebelumya telah terlupakan.Kini, kedua pria itu terlihat mengepulkan asap bersamaan. Sedangkan pandangan keduanya saling menerawang ke arah langit yang menyuguhkan pemandangan indah dengan taburan milk way di atas mereka.Di pulau ini, keduanya dapat melihat pemandangan langit malam yang jarang didapatkan jika di perkotaan. Bahkan, langit di sana jauh lebih cerah dari apa yang biasanya mereka lihat sebelumnya. Tidak hanya itu, rembulan yang cahayanya kemerahan, tampak tergantung indah di antara pemandangan malam lainnya, seolah tidak mau kalah untuk memanjakan mata para pen
“Apa kau sudah memberitahunya?” kejar Jaxon saat Nicko baru saja keluar dari ruang perawatan.Kepala pria itu menggeleng lemah. Dan, dengan berat dia mengatakan; “Belum. Aku tidak bisa melakukannya.”Melihat ekspresi Nicko yang tercekat, Jaxon pun menarik temannya itu ke dalam pelukan. Satu tangannya menepuk-nepuk punggungnya pelan, sementara dia membisikkan kata-kata penuh dukungan.“Aku bisa melakukannya jika kau mau.”Setelah keduanya memisahkan diri, Nicko yang berwajah sendu pun menatap ragu-ragu. Dia tidak ingin terbawa suasana, seperti saat di salam sana.“Terima kasih, Brother.”Kedua pria itu saling memandang paham.“Baiklah, aku akan kembali ke mansion lebih dahulu,” ucap Nicko, meninggalkan kumpulan teman-temannya yang duduk di kursi tunggu dengan masing-masing memegang chips dan roti yang tadi Gavin bawa.“Bye brother,” kata pria-pria itu serent
Nicko menutup ponselnya ketika dia mendengar laporan dari Henrieta. Beberapa kali dia menarik napas, sebelum membuangnya perlahan. Sekembalinya nanti, dia akan memberikan penjelasan pada kekasihnya yang bisa saja sedang menahan marah di seberang lautan sana.Meskipun dia tidak tahu apa yang akan menantinya, Nicko berharap Disya mau mendengarkan penjelasan.Dia hendak berbalik badan, saat tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang memanggil namanya pelan. Seketika bulu romanya berdiri, dan jantungnya berpacu saat suara tua itu menyebutkan namanya dengan nada sedikit bergetar.“Nicko … Anderson?”Perlahan, Nicko pun menoleh ke arah tubuh tua yang tadinya terbaring di ranjang dengan mata terpejam. Kini, mata itu memandang lurus ke arahnya, membuat Nicko tanpa sadar menundukkan kepala. Sebuah gesture penghormatan yang sulit dia tinggalkan.Sejak masih balita, anak-anak yang terlahir di Famiglia telah diajarkan untuk tidak mena
Kehebohan terjadi di Kastil Aurelia. Kedatangan seorang wanita berparas sama seperti Mia membuat semua pelayan berbondong-bondong hendak ke lantai dua, di mana wanita itu saat ini berada. Bahkan, Snow kesulitan untuk menghalau mereka agar kembali bekerja.“Astaga, aku tidak mengira parasnya serupa,” bisik Allana yang pura-pura membersihkan patung singa di bawah tangga.Piper yang juga tidak diperbolehkan naik ke lantai dua mengangguk membenarkan.“Ya, tidak hanya bentuk wajah, tetapi rambut dan ekspresinya tidak jauh berbeda,” timpal Piper yang juga berpura-pura mengelap keramik di dekat Allana.Sementara itu, Emily memilih untuk diam sembari mencuri-curi lihat ke lantai dua. Dia tampak sibuk membersihkan buffet dan pegangan tangga.Melihat ketiga wanita itu, tentu saja Snow hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia sangat yakin bahwa mereka akan langsung terbirit-birit ke dapur saat ditegur, sehingga pria itu pun mengawasi saja
Jaxon yang tidak tahan duduk terlalu lama akhirnya berdiri. Dia berjalan mondar-mandir di hadapan mereka semua. Dengan napas sedikit memburu dan amarah tertahan, pria itu seakan ingin meledak dan mengatakan sesuatu. Namun, Salvador yang menyadari hal itu pun hanya bisa menatap rekannya dengan ekspresi yang sulit dibaca.Seketika saja Salvador mengalihkan perhatian terhadap Fabiana yang saat ini mengkerut di kursi dengan pandangan terluka.“Bibi,” panggilnya pelan, yang membuat Fabiana mengangkat kepala. “Aku bisa pastikan untuk membawa Romero, tetapi aku tidak janji bila dia bebas dari luka.”Tatapan yang Fabiana berikan, membuat Salvador sedikit merasa bersalah. Selama menikah dengan Gioluca, wanita itu selalu berusaha terlihat lebih dominan dan sedikit arogan. Namun, Fabiana yang ada di depannya saat ini sangatlah jauh dari dua kata tersebut.Wanita yang dianggap paling kuat dan berkuasa, ternyata hanyalah seorang ibu yang terluk
Jaxon dan Salvador yang menunggu kedatangan Nicko tampak termangu di atas sofa. Keduanya lebih banyak diam sembari menanti kedatangan rombongan Famiglia yang akan membawa Gioluca ke kediaman Vitielo. Sementara itu, Rey serta yang lainnya duduk di seberang dengan posisi serupa. Mereka tampak menanti penuh antisipasi.Tidak ada satu pun suara, kecuali detak jam dinding serta kicauan burung di pepohonan dekat taman. Atmosfer di sekitar benar-benar sangat tegang dan intens.Di tengah-tengah keheningan, tiba-tiba saja terdengar ketukan pelan dari depan pintu, yang membuat semua kepala menatap ke sumber suara.“Biar aku yang lihat,” ucap Gavin, yang mulai berdiri dari tempat duduk.Dia mengintip dari celah kunci, dan mendapati Fabiana lah yang ada di depan sana. Melihat itu, Gavin menoleh ke balik tubuh, dan menangkap tatapan Rey yang bertanya.“Fabiana yang mengetuk,” ucapnya, menarik perhatian beberapa kepala. “Apa yang ha