Untuk pertama kalinya, Elba tidak memiliki solusi dalam menyelesaikan masalah Abigail dan Nina. Setelah menyelesaikan patroli, ia kembali ke rumah dengan wajah kusut. Belum sempat ia merenggangkan tubuhnya yang lelah, Roth langsung menghujaninya dengan pertanyaan mengenai berita dari Markus.
“Sabar, Roth. Aku butuh whisky saat ini,” tahan Elba dengan wajah lelah. Roth menyilangkan kaki di kursi dan dengan satu jentikan jari, dua buah gelas melayang beserta botol whisky. Dengan sihirnya, Roth menuangkan cairan ke gelas masing-masing. “Wow. Hiburan segar,” ujar Elba tanpa semangat dan datar. Roth tidak menanggapi. Wajahnya jauh lebih serius dibandingkan Elba.“Ok, aku siap!” cetus Elba kini. Bibirnya kembali menyesap gelas dan tegukan yang mengalir masuk ke dalam tenggorokannya terasa hangat. Ia mulai bisa berpikir relaks.“Aku setuju dengan Markus. Abigail akan kembali bersama Coque dNina merasakan tubuhnya sangat membutuhkan toilet untuk segera buang air kecil. Ia membuka mata dan melihat suasana yang cukup asing dalam ingatan terakhirnya. Ruangan itu serba putih dengan dinding kaca bening. Matanya yang baru terbuka harus membiasakan diri dengan pantulan sinar lampu yang sangat terang.“Padamkan beberapa lampu!” seru seorang pria. Beberapa lampu menjadi redup.“Ray?” seru Nina seraya memicingkan matanya. Ray menoleh dan tersenyum dengan hangat.“Selamat datang kembali, Nona Averin!” sambut Ray.“A-apa yang terjadi? Di mana aku?” tanya Nina masih belum paham.“Cerita yang sangat panjang,” sahut Ray. Nina memandang pantulan kaca. Tubuhnya memakai baju seragam pasien rumah sakit.“Aku butuh ke toilet,” ucap Nina dan belum mampu menguasai diri. Kebingungan akibat terbius selama beberapa hari membuatnya linglung dan gagal focus.“Aku aka
Pagi itu, suster Lisbeth mengetuk pintu Elba dengan keras. Rasanya baru setengah jam yang lalu ia tertidur. Dengan tubuh penat, Elba bangkit dan membuka pintu.“Kardinal membutuhkan dirimu, Mustafa!” seru suster Lisbeth sedikit panik. Elba segera menyambar mantel tidurnya dan bergegas mengikuti langkah wanita tersebut.Tidak sampai sepuluh menit, mereka tiba di menara doa. Keduanya menaiki tangga yang meliuk panjang ke atas. Coque dengan dua orang pastor sudah bersiap di depan pintu dengan posisi doa. Suster Lisbeth meraih rosario dan turut bergabung bersama mereka.“Apa yang terjadi?” tanya Elba. Coque menoleh dan menunjuk dengan dagunya ke kamar.“Kardinal ada di dalam bersama Abigail yang sedang mengamuk,” sahutnya pelan. Pria klimis dengan tampang dingin tersebut hanya bersiaga dengan senjata api di tangannya. Elba mengumpat dalam bahasa Iran.“Aku akan masuk!” cetus Elba.“Ja-jangan, Kardinal mengatakan untuk tetap di sini!” tahan salah
Segerombolan pasukan lengkap sudah bersiap di halaman depan gereja kathedral. Markus menerima laporan tentang tempat yang Elba dan Coque kunjungi siang ini. Keduanya melihat jika tempat bekas penyimpanan anggur tersebut memiliki gudang bawah tanah yang sangat mendukung untuk mengamankan Abigail selanjutnya.Selain jauh dari pusat keramaian, tempat yang berjarak satu jam dari Roma tersebut juga mudah mereka pantau karena dekat dengan pusat markas militer Roma.Coque mengatakan jika mereka akan berangkat sekitar sepuluh menit lagi. Iring-iringan tentara bayaran Swiss yang menjadi pengawal resmi Vatikan telah siap. Roma mengirimkan bantuan berupa satu pasukan khusus untuk mendampingi perjalanan mereka.Elba dan Coque sangat puas dan melihat seluruh persiapan sudah matang dan terkoordinasi dengan baik. Suster Lisbeth masuk dan memberitahu jika Abigail sudah siap untuk masuk ke dalam mobil.Abigail mereka letakkan di dalam kotak bening kaca mirip dengan peti
Roth baru kembali dari kantor dengan wajah lelah. Nina menawarkan segelas whisky dengan es. Roth mengiyakan dengan wajah heran."Kau baik-baik saja, Averin?""Ya. Kenapa?""Wajahmu tampak bersinar. Aneh sekali."Nina mendadak tersipu."Elba menelepon tadi sore. Salam darinya," sahut Nina. Roth memberikan seringai lebar."Oh, ternyata itu jawaban dari wajah ceriamu," ungkap Roth dengan telunjuk membuat lingkaran di udara yang mengarah pada wajah Nina."Jangan mulai!" Nina terlihat jengkel."Ternyata ada cinta yang mulai bersemi antara Roma ke Roger Pass." Roth makin melancarkan serangannya.Nina melempar Roth dengan bantal kecil sofa. Roth tergelak dengan ekspresi gembira."Ada pesan dari Ray!" kelit Roth ketika Nina menghujani dengan serangan bantal bertubi-tubi."Pesan apa?! Jangan berkelit, Roth!""Ini sungguhan!""Sekali lagi kau menggodaku tentang Elba, akan kucin
“Ini laporan korban vampir di Montana,” ucap Ray pada Nina.Mata Nina menelusuri koran pagi itu dengan seksama.“Nadja memang gila! Saat menjadi manusia saja dia seorang penyiksa sejati. Apalagi saat mendapatkan kekuatan. Dia menjadi liar!” balas Nina prihatin.“Menurutmu siapa yang mengubah dia?” tanya Ray.“Entahlah, Ray. Aku tidak sempat memiliki waktu ngobrol hangat,” jawab Nina sekaligus menyindir.Ray tersenyum. Lexi datang dan menawarkan kopi. Keduanya mengiyakan dan terlibat dalam obrolan pagi. Restoran Lexi dalam sekejap ramai dengan pengunjung yang mencari sarapan. Lexi terpaksa meninggalkan keduanya untuk melayani pelanggannya.“Mungkinkah Nadja bukan satu-satunya yang selamat hari itu?” tanya Ray masih penasaran.“Kamu ingin mencari tahu?” jawab Nina balik bertanya. Ray mengedikkan bahunya.“Entahlah, tapi sangat kebetulan sekali seorang Nadja berubah menjadi vampir dan mengejarmu. Seseorang pasti sengaja
Lampu dalam gua tempat Abigail berada menyala dan suasana menjadi lebih terang. Elba menyorotkan lampu ke berbagai sudut. Ia ingin memastikan tidak ada makhluk yang Abigail ciptakan untuk merusak tempat tersebut.Ya, sejak tiga hari terakhir ini Abigail sudah semakin menunjukkan kemampuan dari imajinasi gelapnya. Elba dan Coque tidak bisa lengah sedikit pun. Terkadang jika Abigail dalam kondisi menjadi manusia, ia meratap dan meminta Elba untuk menghabisi dirinya.“Lawan ambisi kelammu, Abe! Jangan menyerah begitu saja!” bentak Elba setiap Abigail meminta untuk dimusnahkan.Menjelang sore Coque pergi untuk membeli suku cadang generator mereka yang rusak. Sementara itu, Elba membongkar kiriman makanan dari Roma. Dapur mereka tidak jauh dari tempat Abigail berada. Elba hanya perlu turun ke bawah untuk memeriksa kondisi gadis itu jika diperlukan.Semua tampak berjalan dengan baik dan kalaupun Abigail mengamuk, Elba masih bisa mengatasi dengan mudah. Ketika
Markus segera datang dengan helicopter secepatnya begitu Coque memberi kabar padanya. Ketika Elba berusaha menahan kesadaran Abigail yang sedang memohon untuk dimusnahkan, Markus muncul dan memutuskan itu harus terjadi.“Jika berani kau menyentuh sehelai rambutnya, aku akan menghancurkan tanganmu, Kardinal!” ancam Elba tidak tanggung-tanggung.Markus menoleh pada Elba yang mulai berdiri tegak dan mengeluarkan tasbihnya. Segerombolan pasukan khusus masuk dan bersiap dengan senjata teracung.“Elba! Kesampingkan kepentingan pribadimu! Kau pikir aku juga tidak menyesal dan berat melakukan ini?!” bentak Markus.“Tidak! Kau tidak akan pernah mengerti! Bukan kau yang membesarkannya, Markus!”“Tapi dalam darahnya mengalir darah sama denganku! Dia keponakanku!” Markus menunjukkan sikap yang lebih tangguh dari yang sebelumnya.“Jika aku memang ingin dia mati, sudah sedari kecil aku membunuhnya, Elba. Aku mengulur waktu dan berharap yang sama sepertimu
Nina dan Roth berangkat dengan diikuti lambaian tangan sahabat juga teman mereka di Roger Pass. Ray juga merelakan Tache, putrinya, yang menjadi calon pemimpin atau alfa klan berikutnya untuk bertempur bersama mereka.Ternyata, Tache membuktikan jika sebagai wanita ia bisa jauh lebih cerdas dan tangguh. Letho, sebagai kakak tertua, dengan tulus dan ikhlas merelakan posisi tersebut untuk dipegang oleh adik perempuan satu-satunya.“Aku akan mengingat ini sebagai sejarah paling menyakitkan dalam hidup manusiaku,” cetus Roth dengan kecut. Tache mengepang rambut panjangnya dengan anggun.“Kalian tahu, aku sangat bangga bisa bergabung dalam perjalanan kalian dan turut berjuang,” balas Tache.Roth melempar senyum kikuk dan pura-pura memandang luar jendela. Entah kenapa, Tache membuat sikapnya menjadi aneh. Ada sesuatu yang membuat Roth salah tingkah setiap berada di dekat gadis cantik tersebut.Nina masih termenung dalam diam. Wajahnya tampak ku
Menjalani kehidupan kampus dan menjadi manusia terdidik membuat kualitas diri Abigail terbentuk dengan sangat baik.Satu tahun berlalu, remaja yang telah beralih menjadi wanita dewasa muda itu tampak berkembang menjadi pribadi yang memiliki mental kuat, kokoh dan juga tidak cengeng.Delapan belas tahun sudah usianya sekarang. Abigail terlihat secantik kakaknya, Nina.Kulitnya yang halus seperti warna peach di musim semi dengan rambut kemerahan dan mata biru, membuatnya kadang menjadi pusat perhatian.Pada tahun kedua, Abigail mendapat pendampingan dari senior dan tanpa diduga, Conradlah yang terpilih menjadi pendampingnya.Claire yang tergila-gila pada Conrad dengan tulus dan tidak kehilangan antusiasnya mendukung penuh Abigail untuk mendekati.“Kau sinting, Claire!” omel Abigail dengan gelengan kepala tidak berhenti.Rambutnya yang panjang telah ia potong sebahu dan Abigail makin terlihat menawan, tegap dan
Luke melempar bola basket tersebut dan dengan tepat masuk ke dalam keranjang. Tepuk tangan penonton memenuhi di lapangan outdoor kampus. Luke sudah menjadi idola baru sejak awal semester. Baru dua lalu, Luke dinobatkan sebagai pria paling seksi dan itu ditolak mentah-mentah oleh Abigail dan Claire.“Kau pernah menciumku, Abe! Akui saja!” cetus Luke dengan mimik kesal.“Ya! Sebagai latihan dan untuk memenangkan taruhan dengan Claire!” kedua teman wanitanya tos dan terkekeh.Luke mengomel dan jengkel karena dua sahabatnya adalah manusia yang tidak mengakui ketampanannya.“Oh, lihatlah dia! Conrad Siltra! Sangat dewasa, menarik dan cerdas. Kualitas unggul dari seorang pria!” puji Claire dengan ekspresi terpesona tingkat tinggi.Luke dan Abigail menunjukkan mimik tidak setuju.“Angkuh, sombong dan kaku! Itu yang tepat!” bantah Abigail.Kali ini Luke sepakat.“Kalian tidak tahu p
Elba menenteng dua koper milik Abigail ke dalam bagasi mobil dan juga kardus yang berisi semua keperluan yang dibutuhkan selama tinggal di asrama universitas nanti.Hari ini mereka mengantar Abigail ke Montana University untuk mulai kehidupan baru sebagai mahasiswi fakultas kedokteran.Panther duduk di belakang kemudi dan mereka un berangkat.“Tidak seharusnya kalian mengantarku semua!” gerutu Abigail malu.Coque tidak mengacuhkan karena sibuk memeriksa catatan yang ada dalam jurnalnya. Semua yang Abigail butuhkan Coque periksa kembali dengan teliti dan cermat.“Kita harus mampir di supermarket sebentar karena belum ada krim repellent untuk anti nyamuk!” seru Coque menutup jurnalnya dan memasukkan ke dalam saku kemeja.“Buat apa repellent anti nyamuk?” tanya Roth heran.“Di asrama nanti mustahil mereka menjaga kebersihan seperti kita, Roth! Abigail bisa terkena demam berdarah!&rd
Claire dan Luke tidak lagi bertanya atau meragukan keseluruhan kisah hidup Abigail yang sebenarnya mereka sudah dengar desas desisnya sejak kecil dulu sebagai keturunan dari makhluk kegelapan.Tapi semenjak tragedi Belial menimpa seluruh dunia, keduanya tidak menyangka bahwa sahabat mereka yang selama ini dikenal adalah tokoh utama yang berperan bersama iblisnya dalam musibah tersebut.Sebagai remaja yang ternyata menganut paham terbuka dan modern, Claire dan Luke hanya mendukung Abigail sepenuhnya hingga tidak lagi mengalami trauma terhadap apa yang pernah ia lihat di medan perang.Bukan itu saja, seluruh pengalaman pahit Abigail juga perlu diterima dengan nalar dan logika yang cerdas supaya mental tidak terpukul. Disitulah peran kedua remaja dalam hidup Abigail.Sementara itu, Elba telah memeriksa dengan teliti bersama Roth untuk kekuatan adik dari Nina tersebut secara maksimal.Berbagai macam tes dilakukan untuk mengetahui apakah k
Ungkapan paling tepat untuk situasi dunia saat ini adalah mati suri.Hampir sebagian besar perekonomian lumpuh dan kehilangan kemampuan untuk meraih level stabil. Bangkit dari keterpurukan adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan.Semua orang merasa berkepentingan untuk dibantu dan melupakan esensi dari berjuang bersama. Ketakutan yang masih mengukung dan meninggalkan trauma dalam hidup mereka, membuat masing-masing pribadi memilih untuk mempersiapkan diri jika ada kejadian berikutnya.Kecurigaan satu sama lain dan buruk sangka selalu terjadi.Setelah pasca serangan Belial yang sempat mengugah para penyintas untuk saling bahu membahu, tiba-tiba saja bisa berubah. Para manusia saling menarik diri dan jika itu dilihat secara menyeluruh, pemerintah pun seakan bersikap yang sama.Pemimpin negara kehilangan kemampuan mereka untuk mengarahkan rakyat yang semakin memilih cara sendiri untuk bertahan hidup.Hilangnya kepercayaan mereka pada para
Karmuzu mengatakan belum waktunya dan akan tiba saat yang tepat untuk mereka melanjutkan perjalanan ke gunung Sinai. Di sisi lain, Lucifer tidak pernah mampu menemukan di mana Nina Averin berada. Tidak peduli seberapa kuat Raja Iblis itu mencari dengan menyebarkan pasukannya, hasilnya tetap nihil. Rasa heran mulai menguasai diri Lucifer. Siapakah Nina sebenarnya?Abigail tiba pada situasi menjadi remaja yang penuh gejolak dan pemberontakan. Mengancam akan kabur jika tidak dipenuhi permintaannya. Mereka akhirnya mengikuti tuntutan Abigail untuk kembali ke Roger Pass, Montana.Walaupun Nina menentang, Oliver bersikukuh memutuskan untuk memenuhi permintaan Abigail dan kelimanya terbang kembali ke Amerika Serikat.Suatu malam, Oliver bermimpi aneh. Ketika ia menceritakan tentang mimpinya, semua terhenyak. Seseorang yang sangat misterius, mirip dengan sosok malaikat, memberitahu jika Lucifer sesungguhnya memiliki dua putri. Putri sulungnya adalah kunci untuk mengalah
Besar di panti asuhan, Nina Averin terdidik menjadi sosok manusia yang sangat ahli menyamar dan mempertahankan diri. Mengalami masa kecil menggenaskan, Nina bahkan diperkosa saat masih berusia sepuluh tahun.Nina menjadi mesin pembunuh yang telah menjalani tugas ratusan kali. Gadis itu sejak kecil dituntut untuk mematikan emosi juga perasaannya. Hingga pada saat berusia 23 tahun dia memutuskan untuk melarikan diri.Alasan utama Nina melarikan diri karena lelah menjalani kehidupan sebagai pembantai dan kebebasannya terkungkung. Berbeda dengan semua teman yang menjalani profesi dengannya, Nina sudah menunjukkan bakat pemberontak sejak kecil.Bertemu dengan sosok Ben yang sebetulnya adalah Alter Fidelis yang menyamar, Nina mendapat bekal juga tertolong saat terjepit. Namun hari berikutnya, Nina kembali mati-matian menghadapi sindikat yang berusaha membunuhnya. Nina terluka parah.Pada titik terendahnya, Nina memutuskan untuk mengakhiri hidup, namun ia keburu
Bau anyir yang bercampur busuk jenazah menguar di sepanjang lembah Norwegia. Entah bagaimana mereka akan membereskan semua kekacauan ini.Semua masih terlalu berduka dan terpukul akan kepergian Nina.Abigail yang dalam perawatan Sky dan Pixen, belum sepenuhnya pulih. Secara fisik remaja itu baik-baik saja, tapi memori yang terekam dalam benaknya sulit untuk kembali.Bagi Abigail, semua baik-baik saja. Tidak ada yang salah.Berkali-kali pula, dia menanyakan mengenai di mana kakaknya dan semua belum bisa menjawab dengan fakta yang sesungguhnya. Mereka mengalihkan dengan topik yang lain dan Roth mulai tidak nyaman menyembunyikan terus menerus.“Aku seperti menelan racun pahit,” cetus Roth dengan mata lekat menatap Abigail yang sedang menjalani fisioterapi dengan Sky.Fisiknya masih terkadang lemah dan Abigail butuh menghilangkan semua racun yang selama ini bersarang di tubuhnya.Beberapa kali remaja itu muntah cairan hitam me
Lembah Norwegia menjadi saksi tentang sebuah pengorbanan yang tulus dan bukti nyata dari kasih seorang kakak pada adiknya.Abigail yang terkapar di samping Belial, perlahan kembali ke wujud manusia dan luka yang ada di tubuh remaja itu, sembuh dengan sendirinya. Elba melepas jubah dan berjalan mendekat, lalu menutupi tubuh Abigail yang telanjang.Roth mengambil alih dan memberi isyarat pada Elba untuk mendekati Nina, kekasihnya.Pria itu terlihat gemetar, menyentuh tubuh yang masih menelungkup dan tombak masih tertancap di perutnya. Saat membalikkan badan Nina dan mencabut tombak surgawi, Elba tergugu. Mata Nina masih terbuka dan menatap tanpa cahaya.Jarinya menutup dengan ucapan yang mengalun begitu pilu. Tidak pernah terbayang akan mengalami hal yang terjadi saat ini. Siapa yang dapat menyangka, jika Nina benar-benar membutikan ucapannya dulu? Siapa yang bisa menduga, cinta yang Nina miliki begitu besar?Pelukan itu tidak mampu menyingkirkan luk