Setelah insiden kecil di malam hari, semua berjalan aman. Shenlong kembali ke kamarnya begitu Shi Jiu pulas tertidur. Kamar dua petiduran di mana Huanglong sudah nyenyak dengan posisi separuh badan di lantai dan kaki di atas. Naga biru sempat menatap sejenak sambil menatap heran. Melihat temannya ini masih belum juga menghilangkan kebiasaan jelek saat tidur. Shenlong segera naik ke atas kasur, menarik selimut setinggi dada dan memejamkan mata.Keesokan harinya, Long Wang adalah yang pertama bangun. Naga laut sudah bersiap mengetuk pintu kamar Shi Jiu. Tetapi daun pintu lebih dulu terbuka. Menampilkan sosok Jiu mengenakan hanfu berwarna hijau toska. Rambut panjangnya ia ikan setengah, lalu dicepol dengan hiasan rambut. Mata coklatnya tampak jernih serupa madu murni. Long Wang sesak napas sejenak, salang tingkah.“Selamat pagi, Jiu. Tidurmu semalam nyenyak?” sapa Long Wang sekedar basa-basi.“Sangat nyenyak sampai membuatku bangun kesiangan,” jawab Jiu seraya tersenyum malu dan kembali
Penjelasan singkat dari nenek penginapan semakin membuat Shi Jiu tertarik. Ia merasa akhirnya muncul kesempatan untuk melihat hasil latihannya. Tiga naga mengangguk-anggukan kepala mereka bahkan sebelum Jiu meminta izin. Terutama naga biru pengendali angin dan hujan. Bisa dibilang Shenlong sudah seperti mentor bagi Shi JIu. Mengingat sejak awal kedatangan gadis itu ke dunia ini. Shenlong sudah banyak membimbingnya hingga sampai Jiu berhasil menguasai beberapa teknik dari Shenlong dan Huanglong. Mereka berempat sepakat pergi ke alun-alun kota. Dari petunjuk brosur, lokasi tempat pendaftaran pertandingan diketahui. Terlebih menurut info dari pemilik selebaran yang Jiu dengar diam-diam. Hari ini adalah batas waktunya—sampai sore ini, itu artinya mereka harus secepatnya pergi ke sana. Alun-alun kota Wuzhishan terletak di tengah-tengah kota. Jika dilihat dari sudut pandang atas, maka tembok-tembok besar mengelilingi kota ini serupa lingkaran. Bagian atas merupakan wilayah para bangsawan,
Alun-alun kota di siang hari cukup ramai. Pedagang menjajakan dagangannya penuh semangat. Ada berbagai macam pernak-pernik khas kota, makanan pinggir jalan, dan musik jalanan. Manik coklat mengedar cepat, menikmati keramaian kota. Sesekali Shi Jiu berhenti di salah satu gerobak cemilan. Ia membeli dua tusuk sate ayam berbau rempah-rempah. Harga barang di sini bisa dibilang lebih murah beberapa yuan dari kota Xiantao. Mungkin akibat bencana musim kemarau, membuat perekonomian di kota ini lebih rendah.“Nona muda di sana!” seorang pedagang laki-laki memanggil Jiu. “Dari pakaianmu, sepertinya Nona adalah pengembara. Bagaimana, mau coba makanan ekstrim dari kota Wuzhishan?”Tertarik dengan tawaran pedagang makanan, Jiu menghampiri. Gerobak itu sepertinya menjual makanan sejenis gorengan. Bentuknya mirip ayam goreng khas Jepang, chicken karaage. Makanan yang bisa disajikan sebagai lauk maupun sekadar cemilan. Warnanya juga cantik, coklat keemasan. “Tidak ada yang aneh dari makanannya. Mem
“Ada apa, Jiu?” Shenlong sekali lagi bertanya, melihat gadis itu terdiam menatap udara kosong. Naga biru ikut menoleh sekitar, mencoba merasakan aura keberadaan asing namun nihil. Sekali lagi ia bertanya, “kau bersama siapa?”Kali ini Jiu menjawab pertanyaan Shenlong, “bersama seorang anak laki-laki. Tapi sudahlah, tidak penting. Dia hanya remaja aneh yang terlalu banyak energi.” segaris senyum ia berikan pada sang naga, menarik tangannya untuk segera melangkah pergi. Lagi pula sudah tidak ada urusan mereka di distrik perbelanjaan. Waktunya mencari dua temannya yang lain di area lain.“Kira-kira kemana perginya, Huanglong dan Long Wang? Akan memakan waktu lama mencari mereka di tempat baru seperti ini.” gerutuan Shi Jiu hanya ditanggapi senyum tipis oleh Shenlong. Sebenarnya tidak susah mencari keberadaan naga satu sama lain. Mereka memiliki tali penghubung kasatmata yang hanya mereka sendiri dapat merasakannya. Shenlong memejamkan mata, menajamkan panca indra. Sedetik kemudian samar
Dua hari berlalu tanpa ada insiden berarti sejak mereka tiba di kota. Sambil menunggu hari pertandingan akbar, tiga naga melatih Shi Jiu seperti biasa. Kemampuan gadis itu meningkat pesat lebih cepat dari manusia biasa. Hal ini sempat menjadi bahan pembicaraan antara tiga naga. Shenlong tidak ingin nantinya Shi Jiu mendapatkan perhatian tidak berguna dari para seniman bela diri. Menurut sang naga biru, belum waktunya dunia mengetahui kemampuan Jiu. Cukuplah sekali mereka mengguncang dunia dengan berita mengenai Shi Jiu adalah reinkarnasi dari Ying er. Berbeda dengan Shenlong, naga kuning Huanglong merasa sudah waktunya Jiu memperlihatkan kemampuannya pada dunia pelan-pelan. Ia mendukung keputusan gadis itu untuk mengikuti pertandingan seni bela diri. Selain menjajal kemampuan, kesempatan ini bisa menjadi pengalaman untuk Jiu. Long Wang juga memberikan suaranya meski dia terbilang baru mengenal Jiu. Naga lautan mendukung Huanglong sehingga membuat pemungutan suara menjadi dua lawan sa
Riuh pikuk keramaian dari barisan penonton terdengar memenuhi lapangan luas. Mereka berada di salah satu lokasi yang memang diperuntukan untuk latihan tanding maupun menyelenggarakan acara penting. Tanah luas berukuran setengah hektar, bangku panjang terbuat dari kayu disusun rapi menjadi empat baris memanjang. Di bagian depan tentu saja tempat duduk terbaik khusus para sponsor dan juga petinggi Kuil Kuda Putih. Di tengah-tengahnya terdapat batu pualam yang ditanam dan disusun menjadi persegi empat. Di sanalah arena tempat pertandingan seni bela diri berlangsung. Shenlong, Huanglong dan Long Wang duduk di barisan ketiga. Mata emas naga angin dapat melihat jelas sosok pemimpin sekte Kuil Kuda Putih. Seorang remaja tanggung berambut hitam panjang sepunggung, tanpa cahaya kehidupan dimatanya. Bocah itu lebih mirip boneka ketimbang seorang pemimpin. Begitulah kesan pertama yang Shenlong dapatkan dari Mao Niu. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya seorang pemuda berjalan ke tengah lapa
Suasana di arena pertandingan saat ini lengang, dua partisipan saling pandang. Seorang gadis muda melawan pemuda. Pembawa acara memberitahu kalau mereka seumuran, sama-sama berusia 20 tahun dan seorang ahli bela diri dari pelatihan mandiri —bukan berasal dari sekte manapun. Seorang pemuda berambut coklat bermata hitam dengan baju coklat gelap. Segaris senyum percaya diri menghias wajah tampannya. Pembawa acara berdiri di tengah-tengah, “Partisipan selanjutnya! Shi Jiu melawan Dou Ju!” Shi Jiu dan Dou Ju saling memberikan hormat satu sama lain. Mereka menyatukan kepalan tangan dengan telapak tangan di depan dada dan membungkuk sedikit. Dou Ju memundurkan kaki kanan, memasang kuda-kuda. Pedang di tangan kanan berada di samping wajah sementara tangan kiri posisinya lurus sejajar dada. “Postur tubuh dan kuda-kudanya bagus,” Shenlong berkomentar di bangku penonton. Huanglong mengangguk setuju, “dia mengambil posisi dimana dia bisa menyerang ataupun bertahan tergantung situasi. Pendek
Shi Jiu melangkah kembali ke ruang tunggu. Di sana ia disambut oleh Pan, remaja itu berseru girang, mengucapkan selamat. Kali ini tidak ada raut datar di wajah Jiu maupun tatapan waspada. Hatinya sedang senang karena berhasil menguji kemampuan sekaligus memenangkan pertandingan. “Terima kasih, setelah ini giliran kamu, bukan? Semangat!” balasnya menyemangati. “Kau tidak mau menonton pertandingan ku?” pertanyaan tiba-tiba itu mengejutkan Shi Jiu. Tidak ada televisi seperti di dunia Jiu. Sehingga para partisipan tidak ada yang bisa melihat jalannya pertandingan selain dari bangku penonton. Mereka mengetahui nama pemenang dari suara keras sang pembawa acara. Sama seperti pertandingan sebelumnya, Jiu pastinya tidak akan menonton pertandingan Pan. “Peserta dilarang pergi dari ruang tunggu sampai acara selesai, kau tahu itu, Pan.” Jiu mengingatkan. Pemuda itu mengangkat bahu, menyeringai licik. “Itu kalau kita ketahuan,” bisiknya. Belum sempat Jiu bertanya maksudnya, Pan sudah menarikn