Rhys Dimitri Oxley“Keluar dari rumahku, sekarang.”Pengusiran itu tampaknya tidak berarti apa-apa, karena kemudian gaun yang dikenakan Diana meluncur turun begitu saja dihadapanku, masih di tempatku berdiri, di depan pintu.Oh, ini jelas tidak benar! Dia gila! Jika anggota keluargaku yang lain melihat ini, tamatlah sudah. Namun aku sungguh tidak ingin peduli.Kuraih gagang pintu dan bersiap menutupnya, tapi Diana—aku tidak pernah tahu dia bisa segila itu—sudah berhasil menyelinap masuk ke kamarku sebelum pintu kututup.Demi apa? Dia telanjang bulat dengan gaunnya yang ditinggalkannya begitu saja di depan pintu yang sudah kututup.Memunggunginya, aku menahan segala amarah dan kemurkaan. Setelah mengatur napas hasil dari emosi yang kuusahakan terkendali, kubuka pintu dan mengambil gaun yang berwarna hijau tua itu dari lantai.“Pakai itu kembali!” Kulempar gaun itu ke wajahnya, lalu memunggunginya lagi tanpa sekali pun kubiarkan mataku untuk menikmati tubuhnya. Cukup ZeeZee saja. Aku su
Rhys Dimitri OxleyOuch!Setelah berkata seperti itu, dengan begitu cepat Diana menurunkan celanaku dan mengambil kejantananku untuk dikulumnya dalam-dalam.Aku tidak bisa menolaknya lagi setelah ‘itu’ berada di tempat yang paling diinginkan selama ini. Seolah tidak mau tahu itu mulut siapa, asal yang pasti milik seorang wanita.Sialan!Aku kalah!Diana seolah bisa menelan kejantananku sampai menabrak ujung tenggorokannya. Dia ... hebat. Aku berdosa besar!“Diana ....” Antara rasa marah dan nikmat, kujambak rambut bagian belakangnya, tapi mulutnya tidak lepas dari milikku. Gila! Dia kuat dan tidak terbantahkan!Aku butuh waktu untuk menarik kejantananku dari mulutnya. Atau lebih tepatnya, aku sedang mencari pembenaran atas apa yang tengah terjadi saat ini di antara kami.ZeeZee! Fokus pada wajah jelita penuh gurat kecewa yang tergambar jelas, jika sampai dia mengetahui apa yang sedang kubiarkan terjadi saat ini di kamarku. ZeeZee atau Olive-ku mungkin akan murka dan membenciku selama
Olivia FinleyTidak ada satu pun pesan dan panggilan dari Rhys seperti yang kuharapkan. Ah, tidak. Aku salah. Sebelumnya aku tidak mengharapkan panggilan darinya, karena terlalu sibuk mengurusi Brady dengan segala permainan kami yang sungguhan panas menggairahkan.Aku terbang dengan tujuan ke Yellowrin, tapi mendadak rasa tidak nyaman menyambutku yang terlalu maruk akan kebebasan yang diberikan Brady padaku.Si sialan itu mengikutiku? Apa maunya? Meski aku tidak melihat langsung keberadaannya yang menguntitku, tapi bisa kurasakan panas tubuh Brady di sekitaranku.Bagaimana mungkin, padahal kami baru sekali itu bercinta? Berengsek memang. Brady seluarbiasa itu rupanya sampai mampu memberiku sinyal tentang keberadaan tubuhnya didekatku.Aku menyesal, karena begitu cepat menghafal aroma dan panas tubuhnya.Kusempatkan diri minum kopi dan camilan di kafe bandara, sambil berusaha menemukan tanda-tanda jelas tampak mata akan keberadaan Brady.Tidak ada.Mungkin sungguh hanya halusinasiku.M
Olivia FinleySuara wanita.Aku berbalik dan melihat ... siapa namanya? Dia adik dari mantan kekasihnya Rhys. Namanya Audrey, ‘kan? Hmm ... ada tambahan dari namanya. Audrey ... Dawson. Audrey Mika Dawson. Ah, ya benar. Itu dia.Aku tidak mungkin lupa padanya yang sangat terobsesi terhadap milik orang lain. Kekasihku, Rhys.“Oh, ternyata si jalang ini.” Kulipat tangan di depan dada, meski merasa tidak percaya bahwa wanita dihadapanku ini sedang menodongkan pistol lurus ke arahku. “Kau selalu memantauku, ya? Setelah sekian lama aku tidak lagi berada di sini. Hebat. Terima kasih kasih karena telah menyambut kepulanganku.”Tangan gemetarnya yang memegang pistol menegang. Rasa takut yang sengaja disamarkannya lewat raut cantik yang ketus. Dia benar-benar tolol jika ingin menggertakku. “Angkat tanganmu, ZeeZee. Yellowrin merindukanmu sama sepertiku. Aku menantimu kembali untuk—”Sekelebat bayangan muncul begitu cepat dengan bunyi suara pukulan pelan, tapi rasanya mematikan. Bukannya senang
Olivia FinleyYang mengherankan adalah bagaimana Lucas begitu ramah pada Brady. Aku sampai tercengang ketika mereka membawa-bawa nama kekasihku saat bicara, seolah Brady dan Rhys itu memang sudah akrab sebelumnya.Demi semesta, kegilaan macam apa lagi ini?“Aku dan Rhys akan berburu di hutan yang ada dibelakang kediaman Oxley. Apa dia sudah memberitahumu soal itu?” Brady bahkan bertanya seakan-akan aku tidak ada di sana.“Sudah, Tuan. Dia sedang bersiap.”“Hei, panggil aku dengan namaku, Kawan.” Dia menepuk pundak Lucas seolah akrab. “Berulang kali kukatakan ini padamu.”Tapi memang mereka akrab. Terbukti dengan reaksi Lucas yang hampir-hampir mirip saat dia sedang bersama Rhys. Seperti teman, walau ada rasa segan.“Kita ke hotelmu?”“Ah, ya benar.” Brady segera mengiyakan ketika mobil sudah mengarah dijalanan menuju kembali ke bandara.Memang ada hotel besar di sekitar bandara. Jaraknya cukup dekat antara satu sama lain. Malah bisa ditempuh dengan langkah kaki. Rupanya si berengsek
Olivia FinleyAku gugup, sungguh. Khawatir segala prasangka buruk yang bersarang di kepalaku menjadi nyata. Sebenarnya, aku tidak suka saat Brady berjalan di sisiku, beriringan. Namun aku tidak menunjukkan sikap anti seolah itu terlalu berlebihan, sehingga bisa dicurigai oleh Lucas yang sedang menarik koper sambil berjalan dibelakang kami.Seperti apa ya, rasanya? Baru kali ini aku tertekan setelah sadar bahwa pengkhianat seharusnya dipenggal.“Rhys menunggu di ruang tengah.” Lucas menghentikan gerak roda koper hingga suara yang mengiringi kami berjalan sudah selesai. Tangannya cekatan menyandarkan dua benda itu di dinding lorong menuju banyak kamar.Kakak-kakakku yang lain tidak terlihat sejauh aku memantau keadaan. Baguslah. Untuk saat ini aku beruntung. Jika bahkan Ludwig yang biasanya tidak peduli sekalipun, pasti bisa membaca raut wajahku yang memang mengkhianati kakak mereka andai dia melihatku sekarang.Sial!Brady berjalan mendahuluiku untuk masuk. Seharusnya aku, sebab yang
Rhys Dimitri OxleyKekasihku melakukan interogasi sebelum kami berburu. Brady memaklumi hal itu dan pergi berkeliling bersama Lucas. Kami tidak akan terlambat jika cuma memakai waktu tidak lebih dari tiga puluh menit.“Ya, Sayang? Apa yang mau kau ketahui?” Kupeluk erat pinggangnya yang masih tanpa perubahan, ramping, lalu menatapnya lekat-lekat.Aku mengajaknya setengah berdansa sambil maju mundur beraturan, bergantian. Dia naik ke kakiku. Tertawa pelan, senang pastinya karena dia tidak perlu terinjak dan menginjak. Seperti dulu.“Siapa dia?” Akhirnya, itu pertanyaannya.“Temanku, Sayang.”“Kau jarang punya teman, Rhys.”“Punya, ada beberapa. Tidak pernah kuceritakan padamu. Tidak perlu kuperkenalkan juga.”“Kenapa?” Dia mendongak. Sangat serius untuk pertanyaan tentang teman-temanku yang hampir tidak pernah kutemui lagi setelah kepergian kedua orang tuaku, kecuali menyangkut urusan bisnis. Terlalu sibuk untuk sekedar kumpul-kumpul atau bermain sepak bola di malam hari.“Mereka ....”
Olivia FinleyRasanya, aku ingin berlari ke rumah Ery dan mempertanyakan kegilaannya sampai rela dilamar oleh pria sebajingan Brady.Namun nyatanya tidak. Aku tetap melangkah pelan masuk ke hutan, sambil melirik kesal pada Brady yang sedang terang-terangan menatapku. Dia melakukan itu selagi Rhys menjawab panggilannya sejak semenit lalu.Kekasihku terlalu fokus atau memang sangat mempercayai Brady, hingga dia terus saja melangkah sambil bicara serius ditelepon. Entah apa isi percakapannya, aku tidak terlalu mendengarkan karena was-was sebab bisa saja ketika tubuh Rhys berbalik, dia menangkap basah Brady yang sedang menatapku.Oh, bukan itu. Bukan maksudku aku senang diperebutkan oleh dua pria, tapi aku cuma tidak ingin ada saling todong pistol di depan mataku. Itu konyol sekali.“Apa yang kau lakukan, sialan? Kenapa menyeret Eri dalam hal ini?”“Eri?” Brady terkekeh, sebelum akhirnya terlihat menampilkan raut wajah bingung. Entah apa yang tengah dipikirkan si berengsek ini. “Aah, wani
Olivia FinleyPenata rias sedang menyentuh pipiku, ketika dia mengaduh karena melupakan alat makeup-nya yang entah apa penyebutannya tadi.“Aku akan segera kembali,” katanya.“Okay.” Sambil tersenyum, kutatap lekat gambaran diriku di cermin. Gaun pengantin baru akan kukenakan setelah riasan wajahku selesai.Aku terlonjak saat di menit pertama seseorang muncul di belakangku. Brady!“Kenapa kau—”“Aku cuma ingin bicara sebentar. Tidak akan ada yang tahu. Tenang saja.” Kedua tangannya berada di pundakku, menekan sedikit kuat agar aku tetap di sana dan tentu memaksaku untuk tidak memberontak.Brady membungkuk, menatapku dari pantulan cermin, begitu pun sebaliknya. Kami saling tatap. Bedanya, aku melihatnya penuh rasa benci. Tidak perlu berpikir berulang kali, tapi rasa benci ini tetap akan berakhir dengan kebencian pula.Salahku memang. Andai aku segera kembali ke pelukan Rhys, pulang ke Yellowrin sebelum bertemu Brady, pastinya hal mengerikan seperti ini, tidak mungkin terjadi. Kami tida
Rhys Dimitri OxleyAku akan pura-pura tidak tahu kalau ZeeZee bertemu Diana dan wanita sialan itu mengungkap fakta yang terjadi di antara kami berdua.Bergeming, ketika ZeeZee canggung padaku saat malam ini kami ada di kamar yang sama untuk membahas pernikahan besok.“Masih belum terlambat jika kau tidak siap kita menikah besok,” kataku lagi. Menjurus ke arah pembatalan pernikahan, karena kupikir, dia pasti kecewa, marah, sakit hati dan entah apalagi yang dirasakannya saat mendengar kebenaran itu.Dia malah tersenyum, meraih tanganku dan dibawa ke dalam pelukannya. “Sudah terlalu lama kita seperti ini, Rhys. Hubungan kita seakan jalan di tempat.”Aku terlalu takut untuk mengakui kesalahanku. Sangat pecundang, karena tidak berani mengakui kalau akhirnya aku tergoda oleh Diana yang menerobos paksa pertahananku.“Mungkin saja kau butuh waktu lagi, Sayang.” Bisa jadi dia berubah pikiran karena kesalahan besar yang telah kulakukan.Senyum ZeeZee menghancurkanku. Aku merasa semakin sangat b
Olivia FinleyPercuma menyesal. Tidak akan ada gunanya. Apa yang kami lakukan telah terjadi.Aku di sini karena mencari tahu kebenaran untukku, sekaligus kesalahan Rhys padaku. Sebaliknya, dia memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri dan kesalahanku padanya.Impas? Sungguh?Pesan Rhys yang menanyakan tentang keberadaanku, kuabaikan. Meski begitu, semenit kemudian kubalas dengan mengatakan bahwa aku perlu memilih pakaian dalam baru untuk malam pertama kami.Aku tidak peduli pada balasan selanjutnya, karena wanita itu sudah terlihat dari pintu kaca tembus pandang, sedang mendorong pintu pintu dan masuk.Mungkin wanita itu sudah memantauku dari luar, karena dia langsung tahu di mana aku duduk menunggunya. Dia menatapku sejenak sebelum akhirnya menghela napas dan mendatangiku yang berusaha tidak cemas, tetap waras.“Nona Olivia?”“Ya. Silakan duduk, ibunya William.” Oh, aku sengaja.Namun aku harus kecewa, karena dia tidak terkejut sama sekali. Malahan tersenyum. Pasti karena dia sudah me
Olivia FinleyAku hanya harus percaya. Andai bisa, tapi rupanya itu sulit.Begini. Selagi acara pernikahan kami masih sedang diurus, aku pun ingin sibuk. Melakukan sesuatu, apa saja. Dan yang terpikir adalah pergi mendatangi Osen Murald. Kata Lucas, pria itu di sini. Entah untuk kepentingan apa, tapi kurasa ada hubungannya dengan Luigi.Aku ... butuh bantuan.Karena sekembali Rhys dari luar mengantarkan Brady, kekasihku itu tidak bicara sama sekali soal kucing-kucing yang akan Brady titipkan padanya.Tapi Rhys justru berharap kami bisa bercinta tanpa pembicaraan.“ZeeZee, aku ingin ada di dalam dirimu. Tapi kuminta untuk tidak mengajakku terlibat obrolan apa pun. Kita harus menikmati percintaan ini dengan hanya saling menatap satu sama lain. Apa kau keberatan?”“Tidak.”Itulah jawabanku kemarin. Aku setuju. Kami hanya menyuarakan kenikmatan, menyebut nama satu sama lain, mendesah penuh minat, dan bibir yang terus sibuk. Sibuk, tapi bukan untuk mengobrol.Kami merasai penyatuan yang lu
Rhys Dimitri Oxley“Siapa?” ZeeZee menatap tajam pada Brady, bukan padaku.“Kucing-kucingku.” Brady tersenyum, pura-pura canggung sepertinya.“Kucing? Kau menitipkan kucing pada Rhys?” ejek ZeeZee. Tujuannya mungkin karena dia ingin mendesak Brady untuk punya jawaban lain, sehingga memiliki banyak alasan membenci pria itu.Andai aku pun bisa seperti ZeeZee, mungkin dengan bebas aku lebih dari mampu untuk mengekspresikan rasa benciku pada Brady White yang saat ini, setelah kulakukan penyelidikan lebih jauh, patut kucurigai hingga sampai ke persentase delapan puluh persen.Ludwig yang menyelidiki. Melarangku meminta bantuan Lucas.“Ya, kucing.” Brady tertawa pelan. Sikapnya pada ZeeZee seharusnya kucurigai sejak awal.“Kenapa, Sayang?” tanyaku sambil tetap berdiri di sini, tidak mendekat pada ZeeZee.ZeeZee menatapku, tatapannya sendu padaku, tidak demikian matanya saat melihat Brady. Dugaanku mungkin ada sesuatu, tapi aku tetaplah pria mengecewakan yang telah melakukan seks dengan wani
Olivia FinleyBrady membawa Eri pergi, entah ke mana, setelah satu kali dua puluh empat jam berada di rumah sakit yang ada di Yellowrin.“Brady lebih berhak karena kini Eri adalah calon istrinya,” kata Rhys, ketika aku protes kenapa dia membiarkan Brady melakukan itu pada sahabatku. Seolah memisahkan kami. Dengan sengaja pula.“Karena aku cuma teman, aku tidak cukup berhak, ya?” Rhys mengecup pelan bibirku selagi mengelus kulit lenganku.“Eri baik-baik saja. Percayalah, Sayang.”Kuembuskan napas tepat di dadanya yang kini menjadi sandaranku. “Katanya, kau ingin membicarakan hal serius denganku. Soal apa itu? Eri?”“Bukan, ZeeZee. Ini soal kita.”Spontan aku mendongak dan menatapnya dari bawah sini, namun rasanya kurang tepat. Keluar dari sandaran dekapannya setengah tidak rela, kutatap dia lekat-lekat.Sepertinya sudah sangat lama aku tidak diajak bicara seserius ini dengan pria terkasihku.“Kita? Kita kenapa?”Helaan napas Rhys membuatku tegang. Seperti ada sesuatu yang malah membuat
Rhys Dimitri OxleyYang kutemukan adalah kepanikan. Para pelayan rumah masih di sini, karena membantu menyelesaikan semua sisa dari acara pertunangan Brady dan Eri.Merekalah yang panik dan ketakutan.“Ada apa ini?”Bukan aku yang bertanya, tapi Hugo. Bahkan Leon dan Adorjan juga ada di sana.“Tu-tuan tamu, oh maksudku, tuan Brady dan tunangannya terjatuh dari lantai tiga.”“Kalian melihat langsung saat mereka terjatuh?” tanyaku sambil mendekat. Semua mata mendadak mengarah padaku. “Tidak, Tuan Rhys. Kami sedang di dapur saat kejadian berlangsung. Jeritan nona Eri mengejutkan kami. Saat kami keluar rumah, keduanya sudah ada di atas mobil tuan Leon dalam keadaan tidak sadarkan diri dan berdarah-darah.” Salah satu dari keempat pelayan memberi keterangan.“Bagaimana sekarang?” Leon bertanya padaku.Kenapa bertanya? Harusnya mereka bergerak untuk mengatasi hal ini atau setidaknya memastikan keadaan kedua orang itu.Karena memang sudah jadi kesepakatan antara kami dan para pekerja di rumah
Olivia Finley“Aku tidur di sini, ya?” Eri menggulung gaunnya menjadi buntalan, setengah telanjang di atas ranjangku. Hanya bra dan celana dalam. “Lakukan sesukamu, Nona cengeng.” Beranjak untuk berganti pakaian, pintu kamarku diketuk.Rhys!Pasti dia!Aku berlari ke arah ranjang, menarik selimut dan mengancam Eri dengan suara pelan. “Itu Rhys, jadi tutupi tubuhmu, Nona!”Eri terkikik, menutupi tubuh bahkan bersembunyi dibalik selimut.Pintu terbuka, bukan Rhys yang berdiri dihadapanku, tapi Brady.“Olive, a—”“Eri, calon suamimu datang!” Aku menyela dengan menyeru. Tujuanku tentu saja agar Brady tidak bertindak seperti saat sebelumnya dia datang ke kamarku.“Hah? Brady!” Suara Eri terdengar riang, bahkan lompatannya dari atas ranjang ke lantai bisa terdengar. Oh—“Hei, Eri! Pakai selimutmu!” Panik, aku melotot padanya, tapi wanita itu santai saja berlarian kecil menghampiri kami di pintu.“Meski tampilannya begitu, aku tidak tertarik.” Brady menatapku.“Apa?” Eri menyela. Langsung b
Olivia FinleyOh, si paling tampan di keluarga Oxley. Hugo.“Apa kabarmu, ZeeZee terkasih?” Dekat-dekat hanya untuk mengecup puncak kepalaku.Hei, hei. Dia satu tingkat lebih berani dari saat terakhir kali kami bertemu. Kudorong wajahnya yang ingin merapat padaku.“Hugo, hentikan.”“Rhys sedang memberi kata sambutan. Jadi dia tidak akan melihat kita,” bisik Hugo.Tinju seriusku mendarat di perutnya. “Berhenti bercanda, Hugo. Aku sungguh-sungguh saat memperingatimu.”Hugo tampak jelas berpura-pura tuli karena dia langsung beralih pada Eri yang sedang cekikikan melihat interaksi kami berdua.“Nona Eri yang cantik jelita, langsung pergi ke sisi calon tunanganmu sekarang. Rhys itu tidak pernah memberi sambutan panjang lebar.” Hugo dengan gaya pria sejati, membungkuk mempersilakan Eri seolah dia pengawal sang tuan putri.Terkikik geli, Eri menurutinya daripada aku yang sudah melotot dan tidak bisa menggapai tangannya sebab dia berlari pergi meninggalkan kami.“Wajahmu tampak tidak rela,” tu