"Kau sudah tanya Devi?" Tanya Abimana seraya melepas kacamatanya dan meletakkan kertas tadi di meja.
"Sudah Tuan, tapi Nona Devi hanya menjawab tidak tahu dan katanya hilang kontak dengan Nona Luna," jelas Vino.
"Sehari setelah makan malam itu, ia menarik semua uang di ATM nya. Saat terakhir ia menarik uang itu masih disekitaran tempat kostnya Devi," Abimana menautkan kedua jemarinya untuk menopang dagunya.
Abimana nampak sedang berpikir.
"Maya, apa ia sudah pulang ke apartemen?" Lanjutnya.
"Belum Tuan, Ibunya sepertinya masih sakit," jawab Vino.
"Aku akan ke apartemen. Apa hari ini ada rapat penting?" Abimana.
"Ada pertemuan dengan Tuan Adi, beliau akan membahas__" ucapan Vino terpotong dengan tangan
"Lunaaaaa," teriak sebuah suara."Iya iya, ini aku baru saja selesai memotongnya," Luna dengan cepat menghampiri seniornya yang berteriak terus memanggil namanya.Setiap hari, didapur semua kekacauan terjadi. Tentu saja ini bukan sebuah tontonan untuk ditampilkan kepada pelanggan didepan sana.Puncak kekacauan selalu terjadi di jam makan siang dan tentu saja saat malam minggu. Pelanggan dengan elegannya menunggu kedatangan menu dari dapur restoran ini.Mereka tidak tahu saja, kekacauan macam apa saja yang terjadi didapur. Teriakan tidak asing lagi disini, setiap jam sibuk pasti ada saja sebuah nama yang akan diteriaki.Hilir mudik para koki dan para asisten koki yang sibuk mengatur dan membuat menu pesanan pelanggan.Tapi, disini Luna merasa nyaman. Teriakan tersebut bukan suatu hal karena kebencian. Setelah jam sibuk selesai, mereka akan tertawa
[Luna, Abimana datang menemuiku dan ia bertanya tentang keberadaanmu.]Itu adalah pesan yang masuk ke ponsel Luna dari Devi.[Tolong bertahan, jangan katakan aku ada disini.] Begitulah balasan pesannya kepada Devi.Luna sangat berharap, Abimana tidak melakukan hal-hal yang dapat melukai Devi. Semoga saja!"Kenapa?" Tanya sebuah suara yang sangat Luna kenali."Enggak ada apa-apa, teman di Jakarta menanyakan kabarku," jawab Luna -- berbohong."Pria atau wanita?" Lanjutnya bertanya.Luna mengerjap berusaha memahami pertanyaan lanjutan itu."Teman kamu. Pria atau wanita?" Sepertinya Rendra paham akan raut bingung yang jelas tercetak di wajah Luna."Oh, wanita. Namanya Devi, sahabat baikku," jelas Luna.Rendra hanya manggut-manggut mendengar jawaban Luna.
Sudah sebulan lebih Luna menetap di kota ini, kini ia sudah memiliki banyak teman dan kenalan baru. Orang-orang disini ramah.Hari ini ia berencana akan pergi ke tempat wisata didaerah sini. Tentunya bersama rekan-rekan kerjanya.Mereka yang mendapatkan libur hari ini, memang sudah berencana akan pergi ke tempat wisata sejak beberapa hari lalu.Luna sudah siap dan menunggu bersama rekan-rekannya di belakang restoran tempat ia bekerja. Kini hanya menunggu Tian datang, karena dialah yang memiliki mobil. Dan mereka akan pergi menumpang mobil Tian.Sekitar 20 menit mereka menunggu, akhirnya datanglah sebuah mobil SUV hitam mengkilat.Mobil itu berhenti tepat didepan mereka berdiri."Loh? Tian kemana?" Tanya rekan pria yang lain."Kami bertukar hari libur, dia akan libur besok menggantikan aku," jelas Rendra.Ya, ternyata Ren
Abimana memutuskan berlibur selama 3 hari di Bali. Ia butuh melepaskan segala kepenatan. Selama 3 hari ini pula, ia belum juga mendapatkan kabar baik mengenai pencarian Luna.Siang ini, ia memutuskan untuk ke hotel yang menyajikan pantai secara langsung. Ia ingin menikmati angin pantai dan melihat pemandangan indah lainnya.Abimana duduk sambil rebahan dengan kacamata hitamnya menikmati cuaca panas khas pantai."Panas sekali!" Terdengar suara wanita disebelahnya.Abimana menoleh, wanita seksi dengan bikini seksi pula. Sedang tengkurap menikmati pemandangan pantai yang tersaji didepannya. Ia pun menggunakan kacamata hitam dan topi lebar dengan warna biru langit disertai pita sebagai pemanisnya."Ini pantai, pasti panas," tiba-tiba saja Abimana membalas gerutu si wanita tersebut.Wanita seksi itu menoleh dan tersenyum."Y
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
"Roy belum keluar dari sana, Tuan!" Leo menginformasikan pada Abimana yang sedang duduk di dalam mobil. Menunggu targetnya keluar dari sarangnya."Kita tunggu saja!"Leo menunduk hormat dan ia berdiri tak jauh dari mobil Abimana. Ia memantau terus keberadaan Roy dari informannya melalui earpiece.Abimana duduk di kursi belakang memeriksa senjata apinya berjenis berreta M9, pistol semi otomatis kesayangannya. Hadiah dari seorang teman. Ia pasangkan sebuah peredam pada pistolnya."Tuan, Roy sedang keluar bersama seorang wanita!" Leo datang dan memberi kabar yang memang sudah Abimana tunggu-tunggu. Dua jam dia menunggu Roy dengan sabar. Bagai predator yang sabar menunggu buruannya keluar dari sarangnya.Tanpa berkata-kata, ia keluar dari mobil, berjalan tanpa ragu menuju target. Roy yang sedang tertawa dengan teman wanitanya, belum menyadari kedatangan Abimana.Begitu Abimana berada di jarak dua meter, Roy melihatnya. Ia sangat terkejut dengan kedatangan Abimana. Dengan cepat, ia merogoh
Di sinilah dia sekarang. Abimana berdiri tegak mematung di samping ranjang Luna. Ia sungguh tidak tega melihat kondisi Luna yang masih lemah dan tak sadarkan diri. Rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya."Luna, aku di sini. Akan selalu di sini." Abimana berbisik di samping telinga Luna lalu mengecup keningnya dengan lembut.Ia duduk di sebelah ranjang Luna. Tak lama kemudian, dokter dan perawat masuk. Mereka melakukan tugasnya, seperti biasa memeriksa keadaannya."Kapan Luna akan sadar? Kenapa sampai sekarang, dia belum bangun juga?" tanya Abimana."Kondisi setiap pasien berbeda-beda, bisa lebih cepat sadar atau bisa juga sedikit lebih lama. Saat ini, kondisi Nona Luna sudah stabil. Kita hanya tinggal menunggunya bangun. Berdoa saja," dokter menjelaskan.Dokter dan para perawat keluar dari kamar rawat Luna. Abimana hanya memandangi wajah Luna yang pucat."Bangun, Luna. Bicaralah! Apapun itu ... memakiku pun aku siap mendengarnya.""Aku merindukanmu ... tolong bangunlah."Tubuh
Abimana berjalan gontai menuju ruang ICU bersama dokter Laras melewati lorong rumah sakit."Apakah keadaan Luna tidak baik-baik saja, sehingga harus ditempatkan di ICU? Operasinya berhasil kan?" Abimana."Dokter Farhan yang mengoperasi Nona Luna bilang, keadaannya sejauh ini stabil. Operasi otak yang Nona Luna jalani, adalah operasi besar. Nona Luna harus di ICU untuk mendapatkan pengawasan langsung dari dokter selama masa pemulihan pasca operasi."Wajah Abimana tampak lelah, entah selama perjalanan itu sudah berapa kali ia menghela napas panjang, hanya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, ia akan mengalami hal seperti ini. Melihat dan hanya bisa menunggu wanitanya yang terbaring belum sadarkan diri."Tapi Luna akan baik-baik saja kan dok?"Dokter Laras menoleh, ada rasa iba saat melihat Abimana cemas, kacau dan lelah.Ia tidak menyangka bisa bertatapan langsung seorang konglomerat yang sangat terkenal dingin dan tak pernah mau terlibat dengan
"Lunaaaa....."Suara Abimana seperti tercekik di tenggorokan, dia hanya terpaku di samping Luna yang terbujur lemah bermandikan darah dan jantungnya yang berhenti berdetak."Buka matamu Luna!" Teriak Abimana seraya air matanya mengalir deras. Ia pun tidak sadar telah menangis tergugu menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi."Bangun Luna, kumohon..."Para pengawal yang masih tersisa di lokasi, sangat merasa kasihan pada Abimana. Selama mereka bekerja dengan Abimana, tidak pernah sekalipun melihat Tuannya menangis meraung dan ketakutan seperti itu."Denyut jantungnya sudah kembali! Cepat ke rumah sakit!" Petugas medis segera memerintah sopir ambulance."Cari ponselku di dalam studio, kabari Vino dan Syam segera!" Abimana memberi perintah kepada pengawal yang masih berdiri di depan mobil Ambulance.Tangan Abimana bagai tremor, terus gemetar saat meraih tangan Luna yang sedang berbaring di atas brankar dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Mobil ambulance melaju cepat
Sejak kepulangan mereka ke Ibukota, hubungan keduanya semakin dekat. Luna sudah pindah kembali ke mansion. Mereka tinggal dan hidup bersama lagi. Dan, Abimana benar-benar serius perihal ingin menikah.Ini sudah bulan kedua rencana pernikahan mereka akan digelar. Tentu saja, Luna merasa ini terlalu cepat. Ia masih belum percaya, bahwa hidupnya akan berubah.Ya, berubah sangat drastis. Dari seorang yatim piatu, kini ia akan mendapat gelar seorang Nyonya Rajendra. Keluarga Rajendra yang sangat dikenal oleh para pengusaha besar dan kaum jetset di negeri ini.Luna bagaikan seorang cinderella. Dalam waktu singkat, ia akan berubah menjadi istri seseorang yang sangat berpengaruh.Luna sudah mengetahui semua perihal pekerjaan Abimana. Dari pekerjaan legalnya dan pekerjaan gelapnya di dunia hitam.Luna hanya berharap, Abimana segera berhenti dari dunia hitam. Bagaimanapun, itu adalah ti
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim