"Kau tidak ke kantor hari ini?" Tanya Luna setelah mereka selesai membersihkan diri.
Abimana hanya menggeleng seraya sibuk dengan ponselnya.
"Bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan?" Luna.
Abimana menoleh, ia melihat ada sedikit binar harapan dikedua netra cokelat itu.
"Mau kemana?" Abimana.
"Ke taman hiburan."
"Ck! Seperti anak kecil saja! Kenapa tidak jalan saja ke Mall? Kita belanja saja?"
"Aku mau ke taman hiburan, boleh ya?" Tanya Luna penuh harap.
Abimana tidak langsung menjawabnya, ia menelpon seseorang.
"Dimas, kau tidak perlu kesini. Aku akan pergi, nanti kau dan pengawal lainnya menyusul saja. Aku akan berikan lokasinya," Abimana segera menutup ponselnya.
"Ayo, kita berangkat sekarang!" Abimana mengambil jasnya.
Hari sudah menjelang sore, sang surya semakin turun untuk menenggelamkan dirinya karena harus digantikan oleh bulan.Mereka masih betah berada di taman hiburan. Tentunya ini semua keinginan Luna. Seumur hidup Luna, baru kali ini ia merasakan semua wahana bermain di taman hiburan.Maklum saja, ia hanya seorang yatim piatu. Seluruh hidupnya hanya fokus pada kebutuhan hidup saja."Anak-anak panti pasti akan senang sekali bermain disini,” ujar Luna.Mereka sedang singgah memesan makanan kecil di pinggiran. Ala-ala street food, Luna sedang memesan sosis bakar dan kentang goreng."Memangnya anak panti tidak pernah diajak ketempat seperti ini?" Abimana."Tidak pernah. Kami hidup dengan sangat berhemat, terlebih para donatur sekarang sudah mulai berkurang,” Luna.Abimana diam saja, ia masih mena
"Luna, sebenarnya sekarang kamu tinggal dimana?" Devi bertanya pada Luna, kini mereka sedang makan siang ditempat makan yang tak jauh dari cafe tempat mereka bekerja."Devi, jujur saja aku bingung harus cerita mulai dari mana. Dan aku juga bingung, apa aku harus menceritakan padamu?" Luna menunduk."Luna, kamu bisa bercerita padaku seperti sebelum-sebelumnya," Devi menggenggam tangan Luna dengan erat."Aku takut jika kamu sudah mendengar ceritaku, kamu akan menjauhiku dan melihatku dengan jijik," Luna."Luna, aku bukan orang suci. Kurasa, aku juga tidak lebih baik darimu Luna. Ada apa? Ceritalah. Kamu sekarang berbeda dan sangat tertutup Luna," Devi.Luna menatap Devi dengan lekat, ia terdiam agak lama. Menyiapkan hati dan perasaannya untuk cerita yang akan ia keluarkan.Akhirnya Luna bercerita semua kejadiannya pada Devi. Dari malam ia diculik lalu dijual dan akhirnya ia dibeli oleh Abimana. Dan sampai dimana, Luna menjadi penghangat
Pukul 20.01 malam, Luna bangun. Ia bingung kenapa bisa ia sekarang berada diranjang? Seingatnya tadi ia di mobil bersama Abimana.'What??! Berarti Abimana yang membawaku ke kamar?' batin Luna.'Ck! Ceroboh sekali, pasti devil itu akan marah besar,' lanjut Luna dalam hati.Luna segera beranjak dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dengan gerakan cepat, ia menyelesaikan ritual mandinya. Ia hanya memakai dress rumahan sepanjang lutut, dengan warna cream.Setelahnya, ia turun dan menuju ruang makan.Disana ada Maya sedang memasak sesuatu."Maya," panggil Luna.Maya menoleh, "Luna kamu sudah bangun?""Abimana sudah makan malam?" Tanya Luna ragu."Iya, Tuan tadi makan malam sendiri di ruang kerjanya. Kamu mau makan? Akan aku siapkan," Maya bergegas menyiap
Pagi-pagi Luna sudah sibuk sekali, terdengar krasak krusuk dikamar. Abimana memaksa membuka kedua matanya dan ia lihat Luna sedang sibuk mondar mandir entah apa yang sedang dilakukannya."Ada apa? Sibuk sekali?" Abimana bertanya dengan suara serak khas bangun tidur, matanya masih sedikit susah untuk dibuka."Bima, aku harus berangkat sekarang. Jangan marah ya? Aku sudah membuatkan sarapan untukmu," Luna mendekat."Sarapan? Kan ada Rudi? Kenapa kamu yang harus membuat sarapan?" Abimana bingung."Emm, kamu pagi ini sarapan sendiri. Maaf ya," Luna nyengir.Abimana mulai paham pembicaraan ini."Aku sudah membuat sarapan nasi goreng dan kopi sudah kubuat juga, buah juga sudah aku siapkan," Luna menjelaskan."Jadi, ini sebuah sogokan?" Abimana duduk bersandar pada kepala ranjang."He...He...He... Iya. Jangan ma
Luna membuka matanya, ia menghapus jejak air matanya dengan tissue. Saat ia menatap keluar jendela, ia merasa ini bukan jalan menuju mansion."Dimas, kita mau kemana?" Tanya Luna akhirnya."Kita akan bertemu Tuan Abimana di restoran," Dimas menjawabnya.Luna diam, ia tidak bisa menolak. Ia akan mengikuti kemanapun Abimana menyuruhnya.Setelah sampai direstoran yang dituju, Abimana segera keluar dari restoran tersebut dan masuk menuju mobil Luna.Para pelayan restoran mengikutinya dari belakang dan menaruh kantong-kantong plastik besar di bagian bagasi mobil dan menutupnya kembali.Setelah pelayan restoran tersebut selesai, mobil kembali melaju meninggalkan restoran."Kita mau kemana?" Tanya Luna pada Abimana."Nanti kamu akan tahu," Abimana mengamati mata Luna."Matamu merah, kenapa?"
Abimana kecil, awalnya ia hanya seorang bocah baik hati penuh kehangatan dan berwajah riang layaknya bocah pada umumnya.Namun, pertengkaran kedua orangtuanya seakan membentuk pribadi Abimana kecil menjadi sosok pemurung dan pemarah.Apalagi hampir setiap hari pertengkaran tersebut terjadi. Terlebih sebab pertengkaran tersebut adalah Ayahnya seorang pemabuk dan berselingkuh dengan wanita lain.Setiap malam, sang Ayah pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Bermula saling melempar kata-kata kasar, sang Ibu yang sudah tak tahan dengan perilaku suaminya selalu mengumpat suaminya dengan kasar.Sang Ayah yang sudah dikuasai oleh alkohol, melakukan pemukulan pada istrinya dan kekerasan fisik lainnya.Pernah suatu malam, Abimana mendengar pertengkaran tersebut lalu ia turun dan berhenti tepat di depan kamar kedua orangtuanya. Ia terpaku melihat sang ayah dengan brutal melakukan persetubuhan dengan ibunya. Ibunya dicambuk dan tak jarang pula kepala sang Ibu d
Luna bergerak perlahan, ia sudah bangun sejak tadi. Namun ia tak sanggup menggerakkan tubuhnya. Ini sakit sekali, perih disekujur tubuhnya masih terasa.Punggung, bahu dan pahanya tercetak garis-garis merah. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. Belum lagi intinya juga terasa perih.Inilah hasilnya jika si iblis yang ada di tubuh Abimana keluar. Penyatuan mereka semalam, sangat luar biasa beringas. Abimana sangat menikmati wajah kesakitan Luna.Luna memejamkan matanya. Ada terbersit penyesalan, kenapa ia mempersilakan Abimana melakukannya."Kamu sudah bangun?" Suara bariton si devil terdengar.Luna hanya bergumam dan mengangguk. Tubuhnya hanya ditutupi selimut tebal. Ia belum memakai pakaiannya sama sekali. Bagaimana ingin berpakaian? Untuk bergerak saja sangat sulit.Abimana naik ke ranjang, ia menyentuh dagu Luna dan menolehkan
"Gila kau Bima!!" Syam menarik lengan Abimana keluar dari kamar mereka.Syam sudah selesai memeriksa keadaan Luna."Apanya?!" Abimana."Kau tidak lihat seluruh tubuhnya penuh luka seperti itu?! Gila Bima! Sebaiknya kau ke psikiater," Syam menggelengkan kepalanya, ia tak habis pikir dengan perilaku sepupunya ini."Aku tidak gila, Syam! Aku melakukannya atas ijin darinya.""Kau memang tidak gila, tapi perilaku menyimpangmu itu harus disembuhkan Bima. Kau pasti paham maksudku," Syam berkacak pinggang menatap sepupunya yang terlihat bimbang."Luna tidak marah aku melakukan itu.""Dia tentu tidak akan marah! Kau menguasainya! Paham maksudku?!" Syam tampak geram."Sialan Syam! Kenapa kau marah-marah!" Abimana baru sadar jika ia dimarahi oleh Syam."Aku tidak tega melihatnya. Dia masih terla
"Roy belum keluar dari sana, Tuan!" Leo menginformasikan pada Abimana yang sedang duduk di dalam mobil. Menunggu targetnya keluar dari sarangnya."Kita tunggu saja!"Leo menunduk hormat dan ia berdiri tak jauh dari mobil Abimana. Ia memantau terus keberadaan Roy dari informannya melalui earpiece.Abimana duduk di kursi belakang memeriksa senjata apinya berjenis berreta M9, pistol semi otomatis kesayangannya. Hadiah dari seorang teman. Ia pasangkan sebuah peredam pada pistolnya."Tuan, Roy sedang keluar bersama seorang wanita!" Leo datang dan memberi kabar yang memang sudah Abimana tunggu-tunggu. Dua jam dia menunggu Roy dengan sabar. Bagai predator yang sabar menunggu buruannya keluar dari sarangnya.Tanpa berkata-kata, ia keluar dari mobil, berjalan tanpa ragu menuju target. Roy yang sedang tertawa dengan teman wanitanya, belum menyadari kedatangan Abimana.Begitu Abimana berada di jarak dua meter, Roy melihatnya. Ia sangat terkejut dengan kedatangan Abimana. Dengan cepat, ia merogoh
Di sinilah dia sekarang. Abimana berdiri tegak mematung di samping ranjang Luna. Ia sungguh tidak tega melihat kondisi Luna yang masih lemah dan tak sadarkan diri. Rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya."Luna, aku di sini. Akan selalu di sini." Abimana berbisik di samping telinga Luna lalu mengecup keningnya dengan lembut.Ia duduk di sebelah ranjang Luna. Tak lama kemudian, dokter dan perawat masuk. Mereka melakukan tugasnya, seperti biasa memeriksa keadaannya."Kapan Luna akan sadar? Kenapa sampai sekarang, dia belum bangun juga?" tanya Abimana."Kondisi setiap pasien berbeda-beda, bisa lebih cepat sadar atau bisa juga sedikit lebih lama. Saat ini, kondisi Nona Luna sudah stabil. Kita hanya tinggal menunggunya bangun. Berdoa saja," dokter menjelaskan.Dokter dan para perawat keluar dari kamar rawat Luna. Abimana hanya memandangi wajah Luna yang pucat."Bangun, Luna. Bicaralah! Apapun itu ... memakiku pun aku siap mendengarnya.""Aku merindukanmu ... tolong bangunlah."Tubuh
Abimana berjalan gontai menuju ruang ICU bersama dokter Laras melewati lorong rumah sakit."Apakah keadaan Luna tidak baik-baik saja, sehingga harus ditempatkan di ICU? Operasinya berhasil kan?" Abimana."Dokter Farhan yang mengoperasi Nona Luna bilang, keadaannya sejauh ini stabil. Operasi otak yang Nona Luna jalani, adalah operasi besar. Nona Luna harus di ICU untuk mendapatkan pengawasan langsung dari dokter selama masa pemulihan pasca operasi."Wajah Abimana tampak lelah, entah selama perjalanan itu sudah berapa kali ia menghela napas panjang, hanya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, ia akan mengalami hal seperti ini. Melihat dan hanya bisa menunggu wanitanya yang terbaring belum sadarkan diri."Tapi Luna akan baik-baik saja kan dok?"Dokter Laras menoleh, ada rasa iba saat melihat Abimana cemas, kacau dan lelah.Ia tidak menyangka bisa bertatapan langsung seorang konglomerat yang sangat terkenal dingin dan tak pernah mau terlibat dengan
"Lunaaaa....."Suara Abimana seperti tercekik di tenggorokan, dia hanya terpaku di samping Luna yang terbujur lemah bermandikan darah dan jantungnya yang berhenti berdetak."Buka matamu Luna!" Teriak Abimana seraya air matanya mengalir deras. Ia pun tidak sadar telah menangis tergugu menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi."Bangun Luna, kumohon..."Para pengawal yang masih tersisa di lokasi, sangat merasa kasihan pada Abimana. Selama mereka bekerja dengan Abimana, tidak pernah sekalipun melihat Tuannya menangis meraung dan ketakutan seperti itu."Denyut jantungnya sudah kembali! Cepat ke rumah sakit!" Petugas medis segera memerintah sopir ambulance."Cari ponselku di dalam studio, kabari Vino dan Syam segera!" Abimana memberi perintah kepada pengawal yang masih berdiri di depan mobil Ambulance.Tangan Abimana bagai tremor, terus gemetar saat meraih tangan Luna yang sedang berbaring di atas brankar dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Mobil ambulance melaju cepat
Sejak kepulangan mereka ke Ibukota, hubungan keduanya semakin dekat. Luna sudah pindah kembali ke mansion. Mereka tinggal dan hidup bersama lagi. Dan, Abimana benar-benar serius perihal ingin menikah.Ini sudah bulan kedua rencana pernikahan mereka akan digelar. Tentu saja, Luna merasa ini terlalu cepat. Ia masih belum percaya, bahwa hidupnya akan berubah.Ya, berubah sangat drastis. Dari seorang yatim piatu, kini ia akan mendapat gelar seorang Nyonya Rajendra. Keluarga Rajendra yang sangat dikenal oleh para pengusaha besar dan kaum jetset di negeri ini.Luna bagaikan seorang cinderella. Dalam waktu singkat, ia akan berubah menjadi istri seseorang yang sangat berpengaruh.Luna sudah mengetahui semua perihal pekerjaan Abimana. Dari pekerjaan legalnya dan pekerjaan gelapnya di dunia hitam.Luna hanya berharap, Abimana segera berhenti dari dunia hitam. Bagaimanapun, itu adalah ti
Abimana dan Luna saat ini sedang menikmati waktunya berjalan-jalan ke tempat wisata. Tentu saja beserta para pengawalnya.Abimana tak mau mengambil resiko karena lalai. Kenapa?Dia sadar betul, bahwa ia juga berada di dunia hitam. Tentu saja dunia hitam tidak selamanya akan segan padanya. Mungkin didepannya banyak saingannya yang segan padanya, tapi satu hal yang pasti, rasa iri dan benci akan selalu ada.Di dunia manapun."Bisa tidak, kalau pengawalmu tidak usah ikut?" Luna."Tidak.""Ini aneh, kita berwisata tapi pengawalmu membuat ini seperti sedang di mata-matai," Luna protes."Memang itu tugas mereka. Aku membayar mereka mahal untuk menjaga keselamatan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, you have to accept it," terang Abimana.Luna menghela napasnya, ia melanjutkan memakan makanannya. Saat ini mereka sudah berada d
Kini mereka sudah sampai di hotel tempat Abimana menginap. Mereka sudah memasuki kamar president suite yang dipesan oleh Vino.Vino dan pengawal lainnya diperintahkan Abimana untuk keluar dan memesan kamar tepat disebelahnya, agar saat Abimana membutuhkan mereka cepat tanggap.Abimana melepas kaos polo berkerahnya tanpa melepas celana jeansnya. Ia menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa seraya menyetel acara TV."Kau mau mandi dulu atau kita akan ... bermain disini?" Tanya Abimana ketika ia sudah duduk tepat disamping Luna.Luna menoleh kearah Abimana, tatapannya teralihkan ke tubuh tegap dan berotot Abimana. Ia tidak fokus untuk menjawab pertanyaan tadi."Wanna play?" Abimana bertanya kembali seraya menaikkan sebelah alisnya.Ya Tuhan! Luna sangat tergoda dengan pertanyaannya."Ehem, aku mandi saja dulu," Luna ca
Abimana masih berdiri, menatap sang pemilik netra cokelat yang indah didepannya. Tanpa sadar, ia menahan napas untuk sesaat karena masih terkejut dengan sosok yang ada di depannya. Padahal ia sudah tahu bahwa sosok indah itu yang akan menyambutnya. Tapi, ternyata tetap saja ia terkejut."Bi..ma...," ucap Luna akhirnya.Abimana, langsung merengkuh tubuh mungil yang sudah dua bulan ini ia rindukan. Ia hirup aroma tubuh Luna dalam-dalam. Ia mendorong tubuh Luna perlahan semakin kedalam masuk kamarnya. Lalu menutup pintu kamar tersebut dengan kakinya.Luna masih mengerjap-ngerjap dengan serangan tersebut. Ia masih bingung, kenapa Abimana sekarang berada disini?"Luna...aku rindu," ucap Abimana tanpa melepas rengkuhannya."Bima...ini sungguhan?" Hanya itu yang Luna ucapkan."Iya ini aku. Aku datang ... dan tidak akan melepasmu lagi," Abimana men
Sudah di bulan kedua tahap pencarian Luna, namun belum juga menemukan tanda-tanda akan menemukan Luna.Abimana akhirnya pergi menuju tempat kerja Devi, ia seharian duduk didalam mobilnya, mengawasi gerak-gerik Devi.Saat jam pulang kerja, ia juga mengikuti Devi dari belakang. Wanita itu langsung menuju ketempat kostnya. Selanjutnya sampai malam hari, tak ada pergerakan mencurigakan yang dilakukan Devi.Abimana jenuh dan lelah. Sampai malam, belum juga menunjukkan tanda-tanda Devi akan memberikan clue dimana Luna.Saat ia sedang menghidupkan mobilnya untuk pergi dari sana, ia melihat Devi keluar dari pagar kostnya memakai jaket. Akhirnya Abimana urungkan niat untuk pergi, ia kembali membuntuti Devi dari belakang dengan berjalan kaki.Sepanjang gang tempat Devi berjalan, memang tampak sepi. Karena ini memang sudah malam. Abim